Professional Documents
Culture Documents
Indonesia, pada dasarnya para pihak diberi kebebasan untuk menentukan isi
perjanjian yang harus dipenuhi ketika membuat surat perjanjian, antara lain:
pihak atas hal-hal yang diperjanjikan. Kesepakatan yang dimaksud di sini adalah
kesepakatan tersebut lahir dari kehendak para pihak tanpa ada unsur kekhilafan,
menyepakati perjanjian jual-beli rumah atas dasar paksaan oleh pihak penjual
atau pihak lain, maka adanya unsur paksaan tersebut dapat dijadikan argumen
bagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan pembatalan atas perjanjian jual beli
tersebut.
sengketanya, dsb.
Suatu perjanjian dapat mengandung cacat hukum atau kata sepakat
dianggap tidak ada jika terjadi hal-hal yang disebut di bawah ini, yaitu:
a. Paksaan (dwang),
Yaitu setiap perbuatan yang tidak adil atau ancaman yang menghalangi
setiap tindakan intimidasi mental. Selain itu paksaan juga bisa dikarenakan
b. Penipuan (bedrog)
perjanjian. Dalam hal ada penipuan, pihak yang ditipu, memang memberikan
tindakan yang benar. Dalam hal penipuan gambaran yang keliru sengaja
ditanamkan oleh pihak yang satu kepada puhak yang lain. Jadi, elemen
Dalam hal ini, salah satu pihak atau beberapa pihak memiliki persepsi yang
salah terhadap objek atau subjek yang terdapat dalam perjanjian. Ada 2 (dua)
macam kekeliruan.
tersebut dibuat dengan artis yang tidak terkenal hanya karena dia
Abdullah, tetapi setelah sampai di rumah orang itu baru sadar bahwa lukisan
penilaian (judgment) yang bebas dari pihak lainnya, sehingga ia tidak dapat
Istilah kecakapan yang dimaksud dalam hal ini berarti wewenang para pihak
atau belum menikah. Sebagai contoh, seorang anak yang baru berusia 8 tahun
keadaan sakit jiwa, memiliki daya pikir yang rendah, serta orang yang tidak
berlebih.
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 31 ayat (2) maka perempuan dalam
Kecakapan yang dimaksud tidak terbatas pada individu, melainkan juga meliputi
Syarat sahnya perjanjian yang ketiga adalah dalam membuat perjanjian, apa
yang diperjanjikan (objek perikatannya) harus jelas. Pasal 1333 KUHPerdata ayat
(1) menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu benda
(zaak) yang paling sedikit dapat ditentukan jenisnya. Suatu perjanjian harus
memiliki suatu pokok persoalan. Oleh karena itu, objek perjanjian tidak hanya
berupa benda, tetapi juga bisa berupa jasa. Suatu perjanjian haruslah mengenai
suatu hal tertentu (centainty of terms), berarti bahwa apa yang diperjanjiakan,
perjanjian “panen padi dari lahan sawah sebesar 1 hektar dalam tahun
berikutnya”adalah sah.
Suatu perjanjian harus memiliki objek yang jelas. Objek tersebut tidak
hanya berupa barang dalam bentuk fisik, namun juga dapat berupa jasa yang
dapat ditentukan jenisnya. Sebagai contoh, dalam suatu perjanjian jual beli, A
berniat untuk menjual mobil Toyota Avanza berwarna hitam yang diproduksi tahun
menyatakan barang apa yang akan dijual beserta jenis, harga, hingga ciri-ciri
barang tersebut.
Kata kausa yang diterjemahkan dari kata oorzaak (Belanda) atau causa
tetapi mengacu kepada isi dan tujuan perjanjian itu sendiri. Misalnya dalam
perjajian jual beli, isi dan tujuan atau kausanya adalah pihak yang satu
menghendaki hak milik suatu barang, sedangkan pihak lainnya menghendaki
uang.
Sebab yang halal berhubungan dengan isi perjanjian itu sendiri, dimana
hukum yang berlaku. Perjanjian yang dibuat berdasarkan sebab yang tidak benar
dianut oleh masyarakat di mana perjanjian tersebut dibuat. Contoh dari perjanjian
yang sebabnya tidak halal adalah ketika seseorang melakukan perjanjian untuk
membunuh orang lain. Hal ini dikarenakan membunuh orang lain dilarang oleh
Keempat syarat sah perjanjian yang telah dijabarkan di atas memiliki 2 (dua)
kategori, yakni:
2. Syarat objektif.
Dari keempat syarat sah perjanjian, yang termasuk ke dalam syarat subjektif
perjanjian dan sebab yang halal merupakan syarat objektif. Tidak dipenuhinya
pembatalan perjanjian ini dibagi menjadi 2 (dua) berdasarkan kategori syarat sah
perjanjian.
adalah perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan atau voidable. Artinya, salah
satu pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan permohonan pembatalan
kepada hakim. Namun, perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak sampai
adanya keputusan dari hakim mengenai pembatalan tersebut. Lain halnya jika para
pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut akan dianggap batal
demi hukum atau null and void. Artinya, perjanjian ini dianggap tidak pernah ada