You are on page 1of 8

Contoh Seni Rupa Tradisional

Ada banyak sekali karya seni rupa tradisional di Indonesia, berikut


adalah contoh beberapa karya seni rupa tradisional di Indonesia:
1. Wayang Golek
Di Indonesia, wayang merupakan salah satu kesenian yang sangat

populer. Tidak hanya wayang kulit, ada beberapa kesenian wayang yang
terkenal. Salah satunya adalah Wayang Golek dari Jawa Barat.

Wayang Golek adalah salah satu kesenian wayang tradisional


dari Jawa Barat . berbeda dengan kesenian wayang di pulau jawa lainnya
yang menggunakan kulit dalam pembuatan wayangnya, Wayang
Golek merupakan kesenian wayang yang terbuat dari kayu. Kesenian
Wayang Golek ini sangat populer di Jawa Barat khususnya di
wilayah tanah
pasundan.
Menurut beberapa sumber, sejarah Wayang Golek di mulai pada
abad 17. Pada awalnya, kesenian Wayang Golek muncul dan lahir di
wilayah pesisir utara pulau jawa. menurut legenda, Sunan

kudus menggunakan Wayang Golek ini untuk menyebarkan agama Islam


di masyarakat. Pada masa itu, pertunjukan Wayang Golek masih
menggunakan bahasa jawa dalam dialognya. Kesenian Wayang Golek ini
mulai berkembang di Jawa Barat pada masa ekspansi kesultanan mataram.
Wayang Golek mulai berkembang dengan bahasa sunda sebagai
dialognya. Selain menjadi media penyebaran agama, Wayang Golek
berfungsi untuk pelengkap acara syukuran atau ruwatan. Pada saat itu
pertunjukan Wayang Golek masih tanpa menggunakan sinden sebagai
pengiringnya. Wayang Golek mulai menggunakan iringan sinden pada

1920an. Hingga saat ini Wayang Golek terus berkembang sebagai hiburan
bagi masyarakat terutama di tanah sunda.
Dalam pertunjukan Wayang Golek ini sama seperti pertunjukan
wayang lainnya, lakon dan cerita di mainkan oleh seorang dalang. Yang
membedakan adalah bahasa pada dialog yang di bawakan adalah bahasa
sunda. Pakem dan jalan cerita Wayang Golek juga sama dengan wayang
kulit, contohnya pada cerita Ramayana dan Mahabarata. Namun yang
membedakan adalah pada tokoh punakawan, penamaan dan bentuk dari
punakawan memiliki versi tersendiri yaitu dalam versi sunda.

2. Batik Banyumasan
Batik Banyumas awalnya berpusat di daerah Sokaraja, batik ini
dibawa oleh pengikut-pengikut Pangeran Diponegero yang setelah usai
peperangan tahun 1830, mereka kebanyakan menetap di daerah
Banyumas. Pengikutnya yang terkenal waktu itu ialah Najendra dan dialah
yang mengembangkan batik di Sokaraja. Bahan mori yang dipakai
merupakan hasil tenunan sendiri dan pewarna yang digunakan adalah
pewarna alam berupa pohon tom, pohon pace atau mengkudu, yang
menghasilkan warna merah semu kuning.
Kejayaan Batik Banyumas pernah terjadi sekitar tahun 1965-an
sampai 1970-an. Namun semakin kesini, Batik Banyumas kalah saing
dengan batik dari daerah lain. Hal ini dikarenakan masalah pengelolaan,
terutama masalah manajemen usaha. Batik Banyumas, susah berkembang
karena minimnya minat pembatik muda. Generasi muda saat ini, lebih
memilih untuk bekerja di sektor formal dan enggan belajar membatik dari
orang tuanya.

Para pengrajin Batik Banyumas terus melakukan inovasi dan kreasi


agar menghasilkan motif yang baru dan tetap bisa diterima oleh pasar
tanpa kehilangan identitasnya. Kombinasi dengan kain tenun lurik yang
dibatik merupakan salah satu bentuk usaha menyelamatkan
Batik Banyumasan dari kepunahan. Kalau tidak kreatif dan membuat
inovasi
baru, Batik Banyumasan lama-kelamaan bisa punah. Upaya Pemerintah
Kabupaten Banyumas dalam mendukung kelestarian batik Banyumas
dengan cara menerapkan pemakaian seragam batik Banyumas bagi seluruh
pegawai Pemkab Banyumas pada hari tertentu, biasanya hari Sabtu.
Batik Banyumasan mempunyai ciri pola batik tersendiri yang
merupakan ciri batik pedalaman, yaitu banyak terinspirasi motif tumbuhan
dan hewan. Sesuai dengan lingkunganya seperti hutan dan gunung. Proses

pewarnaannya pun banyak menggunakan warna tua atau gelap dengan


gambar yang lugas dan tegas, seperti budaya masyarakat Banyumas yang
apa adanya. Walaupun ada beberapa pembuat batik di Banyumas yang
membuat batik dengan motif yang berbeda. Batik Banyumas
hampir memiliki kesamaan dengan motif Jonasan. Motif Jonasan
merupakan kelompok motif non geometrik yang didominasi dengan
warna-warnadasar kecoklatan dan hitam. Warna coklat karena soga,
sementara warna hitam karena wedel. Batik Banyumasan memiliki
kekhasan yang terlihat dari motif maupun pewarnaannya yang
mempunyai warna pekat dan

tandas.

3. Kain Songket
Songket adalah jenis tenun tradisional Indonesia yang berasal-usul
dari Palembang di Sumatra Selatan. Songket digolongkan dalam keluarga
tenunan brokat. Songket ditenun dengan tangan menggunakan
benang emas dan perak . Benang logam metalik yang tertenun berlatar kain
menimbulkan efek kemilau cemerlang. Bahan kain yang umum digunakan
dalam pembuatan Songket yakni meliputi sutra, katun, dan katun sutra.
Songket kerap dikaitkan dengan Kemaharajaan Sriwijaya sebagai
asal mula tradisi songket berasal, beberapa jenis Songket yang populer pun
tak lepas dari lokasi-lokasi yang pernah berada dibawah

kekuasaan Sriwijaya, salah satu lokasi dominan yang juga diyakini sebagai
ibukota Kemaharajaan Sriwijaya di masa lampau yakni Palembang, yang
terletak di Sumatra Selatan. Selain Palembang, beberapa daerah di
Sumatra juga menjadi lokasi penghasil Songket terbaik dalam kelasnya,
yakni meliputi daerah-daerah di Minangkabau atau Sumatra Barat seperti
Pandai sikek, silungkang, Koto gadang, dan Padang. Di luar Sumatra, kain
songket juga dihasilkan oleh daerah – daerah seperti Bali, Lombok,
Sambas, Sumba, Sulawesi, dan daerah – daerah lain di Indonesia.

Karena faktor sejarah kekuasaan Kemaharajaan Sriwijaya,


perdagangan, dan perkawinan campuran. Songket pun juga menjadi
popular di Kawasan Maritim Asia Tenggara khususnya di negara – negara
sekitar Indonesia seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura.

Tradisi songket diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda oleh


Kementerian Pendidikan dan Kebuudayaan. Tradisi songket tersebut
meliputi tradisi Songket asal Palembang dan Sambas pada 2013; Songket
Pandai Sikek pada 2014; tradisi Songket asal Beratan, Bali pada 2018; dan
tradisi songket Silungkang pada 2019.

4. Keris
Keris menjadi senjata yang sangat populer di Indonesia, khususnya
Pulau Jawa. Diperkirakan keris sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak
abad ke-9. Terbukti dari beberapa kisah tradisional, seperti Ken Arok dan
Ken Dedes. Senjata keris milik Indonesia resmi diakui UNESCO, sebagai
Warisan Budaya Dunia Non-Bendawi. Keris tidak hanya dipakai sebagai
senjata, namun juga dipercaya memiliki kekuatan supranatural.
Kerajinan tangan yang terinspirasi dari kebudayaan lokal nonbenda
yang memiliki bagian mata, hulu, dan sarung, yaitu keris. Senjata keris

memang termasuk dalam kerajinan tangan dan di dalamnya terkandung


nilai-nilai kebudayaan dan tradisional. Menurut Fatkurrohman dan
Rifchatullaili dalam jurnal Keris dalam Tradisi Santri dan Abangan

Keris juga sering diartikan sebagai senjata perang jarak pendek.


Senjata tradisional ini sering digunakan di kawasan Pulau Jawa, Sunda,
hingga Sumatera.
(2018), keris berasal dari bahasa Jawa Kuno, yang merujuk pada kata
‘kris’ dalam bahasa Sanskerta, artinya menghunus

You might also like