You are on page 1of 15

Kumpulan Hadist Terlengkap Mengenai Bulan

Ramadhan Dan Hukum Puasa


Izzul Islam. Dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, Izzul Islam ingin memberikan
sekumpulan Hadist mengenai bulan Ramadhan dan hukum-hukum dalam menjalankan
ibadah Puasa disertai dengan sedikit penjelasan.

1. Hadist mengenai Waktu untuk Berpuasa dan Bulan Panjang Bulan Ramadhan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

َ َ‫علَ ْي ُك ْم َفأَكْملُوا ع َّدة‬


َ‫ش ْع َبانَ ث َ ََلثين‬ ُ ‫صو ُموا ل ُرؤْ يَته َوأ َ ْفط ُروا ل ُرؤْ يَته فَإ ْن‬
َ ‫غبِّ َي‬ ُ

Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, jika hilal
hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban sampai tiga puluh hari. (HR.
Bukhari No. 1909)

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

َ ‫صو ُموا ل ُرؤْ يَته َوأ َ ْفط ُروا ل ُرؤْ َيته فَإ ْن أ ُ ْغم َي‬
َ‫علَ ْي ُك ْم َفا ْقد ُروا لَهُ ث َ ََلثين‬ ُ َ‫ف‬

Maka berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya,
lalu jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh hari. (HR. Muslim No. 1080,
4)

ُ‫علَ ْي ُك ْم فَا ْقد ُروا َله‬ ُ ‫صو ُموا َحتَّى ت َ َر ْوهُ َو ََل ت ُ ْفط ُروا َحتَّى ت َ َر ْوهُ فَإ ْن‬
َ ‫غ َّم‬ ُ َ‫س ٌع َوعش ُْرونَ فَ ََل ت‬ َّ ‫إنَّ َما ال‬
ْ ‫شه ُْر ت‬

Sesungguhnya sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya
(hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian melihatnya, jika kalian terhalang
maka takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No. 1080, 3)

Dari ketiga hadist di atas memberikan petunjuk bahwa jumlah hari di bulan Ramadhan
terkadang 29 atau 30 hari. Penetapan Akhir ramadhan di tentukan pada hari ke 29 Ramadhan
jika Hilal sudah terlihat maka wajib hukumnya untuk melaksanakan hari Raya Esok Harinya
namun jika tidak terlihat karena terhalang oleh sesuatu hal, misalnya awan, mendung atau
posisi maka bulan Ramadhan digenapkan 30 hari. Perkara tata cara melihat apakah dengan
mata telanjang atau dengan bantuan alat tidak dijelaskan dalam hadist ini namun para ulama
berpendapat bahwa penggunaan alat dalam melihat Bulan tidak menjadi masalah.

2. Hadist mengenai Berpuasa Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ومن صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه‬

“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-
dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)

Dosa-dosa yang diampuni dalam perkara ini adalah dosa-dosa kecil yang yang disengaja
maupun tidka disengaja, sedangkan dosa yang melibatkan orang lain, seperti menfitnah,
mencuri dan mendzalimi orang lain harus tetap mendatangi orang yang bersangkutan,
menyampaikan hal yang dilakukan dan meminta maaf atas dosa yang telah dilakukan,
sedangkan untuk dosa besar seperti membunuh, berzina, mabuk, durhaka pada orang tua,
membuat sumpah palsu harus dilakukan dengan Taubat dan mengutuk perbuatan yang sudah
dilakukan serta meninggalkan perbuatan tersebut.

3. Hadist mengenai Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

َ َّ‫س َوا ْل ُج ْمعَةُ إلَى ا ْل ُج ْمعَة َكف‬


َّ‫اراتٌ ل َما بَ ْينَ ُهن‬ ُ ‫صلَ َواتُ ا ْل َخ ْم‬
َّ ‫ال‬

“Shalat yang lima waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke Ramadhan, merupakan
penghapus dosa di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233)

Kesimpulan hadist ini adalah mempertegas hadist yang kedua dimana Dosa yang diampuni
adalah dosa kecil kemudian kita tetap diperintah untuk tidak melakukan dosa besar.

4. Hadist mengenai Shalat pada malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang
lalu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ غفر له ما تقدم من ذنبه‬،‫من قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا‬

“Barang siapa yang shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan ihtisab
(mendekatkan diri kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR.
Bukhari No. 35, 38, 1802)

5. Hadist mengenai Shalat malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan


dosa-dosa yang lalu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫غف َر لَهُ َما ت َ َق َّد َم م ْن ذَ ْنبه‬ َ ‫ َم ْن قَا َم َر َمضَانَ إي َمانًا َواحْ ت‬.
ُ ،‫سا ًبا‬

“Barang siapa yang shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan
diampuni dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)

6. Hadist mengenai Dibuka Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka,
dan Syetan dibelenggu

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
َّ ‫صفِّدَتْ ال‬
‫شيَاطين‬ ُ ‫غلِّقَتْ أَب َْو‬
ُ ‫اب النَّار َو‬ ُ ‫إذَا جَا َء َر َمضَان فُت ِّ َحتْ أَب َْو‬
ُ ‫اب ا ْل َجنَّة َو‬

“Jika telah tiba Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan
syetan dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)

Dalam hadits lain:

‫ وسلسلت الشياطين‬،‫ وغلقت أبواب جهنم‬،‫إذا كان رمضان فتحت أبواب الرحمة‬

“Jika bulan Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu neraka dan
syetan dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)

Beberapa ulama memberikan pengertian bahwasanya makna dari pintu surga yang dibuka
adalah adanya waktu khusus untuk berbuat baik karena amalan baik yang dilakukan dilipat
gandakan pahalanya sedangkan beberapa perkara mengenai dosa kecil dihapuskan oleh Allah
SWT bagi mereka yang berpuasa karena iman dan harapan mendapatkan Ridho.

7. Hadist mengenai Allah Ta’ala Langsung Membalas Pahala Puasa

Firman Allah Ta’ala dalam hadist Qudsi :

‫ َوأَنَا أَجْ زي به‬،‫ فَ ُه َو لي‬،‫الص َيا َم‬


ِّ ‫ إ ََّل‬،ُ‫ع َمل ابْن آ َد َم لَه‬
َ ‫ُك ُّل‬

“Setiap amalan anak Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena puasa itu
untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1795, Muslim No. 1151,
Ibnu Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah No. 1897, Ibnu Hibban No.
3416)

8. Hadist mengenai Disediakan Pintu Ar Rayyan bagi orang yang puasa

Haditsnya:

‫غي ُْر ُه ْم يُقَا ُل أَ ْينَ الصَّائ ُمونَ فَ َيقُو ُمونَ ََل‬


َ ‫الريَّانُ َي ْد ُخ ُل م ْنهُ الصَّائ ُمونَ يَ ْو َم ا ْلقيَا َمة ََل يَ ْد ُخ ُل م ْنهُ أ َ َح ٌد‬ َّ ُ‫إنَّ في ا ْل َجنَّة بَابًا يُقَا ُل لَه‬
‫غي ُْر ُه ْم َفإذَا َد َخلُوا أ ُ ْغلقَ فَلَ ْم َي ْد ُخ ْل م ْنهُ أ َ َح ٌد‬
َ ‫َي ْد ُخ ُل م ْنهُ أ َ َح ٌد‬

“Sesungguhnya di surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan dimasuki oleh
orang-orang yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada yang memasuki melaluinya
kecuali mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka berdiri, dan
tidak ada yang memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika mereka sudah masuk, maka
pintu itu ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk melaluinya.” (HR. Bukhari No.
1797, 3084, Muslim No. 1152, At Tirmidzi No. 762, Ibnu Majah No. 1640)

Dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwa Pintu Ar-Rayyan itu berada di dalam Syurga dan
jika diibartkan itu adalah sebuah taman di Surga yang hanya bisa dimasuki oleh para ahli
Puasa, namun untuk dapat menikmati amal baik yang dilakukan tetap Sholat adalah amalan
yang paling pertama di Hisab. Penjelasan ini menggugurkan pertanyaan apakah orang yang
berpuasa tidak perlu melakukan ibadah lain mengingat adanya jaminan mengenai Pintu Ar-
Rayyan. (Allahu A'lam)
9. Hadist mengenai Bau mulut orang puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

ِ ‫ْال ِمس‬
‫ْك‬ ِ‫ِريح‬ ‫ِم ْن‬ ‫ْال ِقيَا َم ِة‬ ‫يَ ْو َم‬ َّ
ِ‫َّللا‬ َ‫ِع ْند‬ ْ َ‫أ‬
ُ‫طيَب‬ ‫صائِ ِم‬
َّ ‫ال‬ ‫فَ ِم‬ ُ ُ‫لَ ُخل‬
‫وف‬ ‫ِبيَ ِد ِه‬ ‫ُم َح َّم ٍد‬ ُ ‫نَ ْف‬
‫س‬ ‫َوالَّذِي‬

… Demi Yang Jiwa Muhammad ada di tanganNya, bau mulut orang yang berpuasa lebih
Allah cintai dibanding bau misk (kesturi) …” (HR. Bukhari No. 1904 dan Muslim No. 1151).

Hadist ini memberikan penjelasan bahwasanya Allah SWT mencintai bau mulut orang-orang
yang bepuasa, meskipun di Dunia proses pencernaan mengahsilkan bau tidka sedap dari asam
Lambung yang keluar dari mulut ketika orang berpuasa namun janganlah mencela karena
Allah SWT bahkan lebihmenyukai bau mulut ini dibandingkan dengan bau misk.

10. Hadist mengenai Dua kebahagiaan bagi orang berpuasa

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

‫ وإذا لقي ربه فرح بصومه‬،‫ إذا أفطر فرح‬:‫للصائم فرحتان يفرحهما‬

“Bagi orang berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka, dan ketika
berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR. Bukhari No. 1805, 7054. Muslim no.
1151. At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i No. 2211, 2212, 2213, 2215, 2216. Ibnu Majah No.
1638. Ad Darimi No. 1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al Baihaqi dalam As Sunan No. 7898.
Ibnu Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005. Ahmad No. 4256, dari Ibnu Mas’ud. Ath
Thabarani dalam Al Kabir No. 10077. Abdurrazzaq No. 7898)

11. Hadist mengenai Anjuran bersahur

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ً‫س ُحور َب َركَة‬
َّ ‫سح َُّروا َفإنَّ في ال‬
َ َ‫ت‬

“Bersahurlah kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923,
Muslim No. 1095).

12. Hadist mengenai Keutamaan bersahur

Dari Abu Sa’id Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:

‫علَى‬
َ َ‫صلُّون‬ َ ‫ َولَ ْو أ َ ْن يَجْ َر‬،ُ‫ فَ ََل ت َ َدعُوه‬،ٌ‫ور أ َ ْكلُهُ بَ َركَة‬
َ ُ‫ فَإنَّ هللاَ ع ََّز َو َج َّل َو َم ََلئ َكتَهُ ي‬، ٍ‫ع أَحَ ُد ُك ْم ُج ْرعَةً م ْن َماء‬ ُ ‫س ُح‬َّ ‫ال‬
َ‫سحِّرين‬ َ َ ‫ا ْل ُمت‬

Makan sahur adalah berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walau kalian hanya
meminum seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan orang yang
makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya
shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 11086)
Dari Amru bin Al ‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

ُّ ‫ص ُل َما بَ ْينَ ص َيامنَا َوص َيام أ َ ْهل ا ْلكتَاب أَ ْكلَةُ ال‬


‫س ُحور‬ ْ َ‫ف‬

“Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim
No. 1096)

Berdasarkan hadist ini, diberikan penjelasan bahwa Sahur di bulan Ramadhan untuk
berpuasa adalah suatu hal yang bernilai wajib karena hal ini yang membedakan antara Orang
Islam dan Ahli Kitab, namun untuk keterangan waktu sahur tidak dijelaskan oleh karena itu
bagi mereka yang takut bangun terlambat untuk sahur maka sahur boleh dilaksanakan pada
saat menjelasan tidur. Boleh dalam hal ini lebih dianjurkan untuk mengakhirkan sahur.

13. Hadist mengenai Disunnahkan menta’khirkan sahur:

Dari ‘Amru bin Maimun Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

‫كان أصحاب محمد صلى هللا عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا‬

Para sahabat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling
bersegera dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam sahurnya. (HR. Al Baihaqi dalam As
Sunan Al Kubra No. 7916. Al Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah dalam Al
Mushannaf No. 9025)

Imam An Nawawi mengatakan: “sanadnya shahih.” (Lihat Al Majmu’ Syarh Al


Muhadzdzab, 6/362), begitu pula dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar, bahkan menurutnya
keshahihan hadits tentang bersegera buka puasa dan mengakhirkan sahur adalah mutawatir.
(Lihat Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 17/9. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/199)

14. Hadist mengenai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertadarus Al Quran


bersama Malaikat Jibril

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:

ُ ‫َوكَانَ جبْري ُل يَ ْلقَاهُ في ك ُِّل لَ ْيلَ ٍة م ْن َر َمضَانَ فَيُدَار‬


َ‫سهُ ا ْلقُ ْرآن‬

Jibril menemuinya (nabi) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril)
bertadarus Al Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)

15. Hadist mengenai Kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama


bulan Ramadhan melebihi hembusan angin

Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan:

‫س ََلم َي ْل َقا ُه‬


َّ ‫علَيْه ال‬َ ‫سلَّ َم أَجْ َو َد النَّاس َوأَجْ َو ُد َما َيكُونُ في َر َمضَانَ حينَ َي ْل َقا ُه جبْري ُل َوكَانَ جبْري ُل‬
َ ‫ع َليْه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫كَانَ النَّب ُّي‬
َ‫سلة‬ ْ ْ َ َّ
ِّ ‫سل َم أجْ َو ُد بال َخيْر م ْن‬
َ ‫الريح ال ُم ْر‬ َ
َ ‫عليْه َو‬َ ُ‫َّللا‬ َّ
َّ ‫صلى‬ َ ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ َ َ ْ
ُ ‫سهُ القُ ْرآنَ فل َر‬ َ
ُ ‫في ك ُِّل لَ ْيلَ ٍة م ْن َر َمضَانَ فيُدَار‬
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan
kedermawanannya semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril menemuinya.
Dan, Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia bertadarus Al Quran bersamanya.
Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar sangat dermawan dengan
kebaikan melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari No. 3220)

16. Hadist mengenai Memberikan makanan buat orang yang berbuka puasa

Dari Zaid bin Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:

َ ‫ص م ْن أَجْ ر الصَّائم‬
‫ش ْيئ ًا‬ ُ ُ‫غي َْر أَنَّهُ ََل يَ ْنق‬
َ ‫َم ْن فَ َّط َر صَائ ًما كَانَ لَهُ مثْ ُل أَجْ ره‬

Barang siapa yang memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa maka dia akan
mendapatkan pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang
itu. (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih. Ahmad No. 21676, An Nasa’i dalam
As Sunan Al Kubra No. 3332. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No. 3952. Dishahihkan
Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6415. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan:
hasan lighairih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No.
3775)

17. Hadist mengenai Memperbanyak doa pada Bulan Ramadhan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

ْ ‫ْال َم‬
‫ظلُوم‬ ُ ‫َودَع َْوة‬ ‫ْالعَا ِد ُل‬ ِ ْ ‫َو‬
‫اْل َما ُم‬ ‫يُ ْف ِط َر‬ ‫َحتَّى‬ ‫صائِ ُم‬
َّ ‫ال‬ ‫دَع َْوت ُ ُه ْم‬ ُّ‫ت ُ َرد‬ ‫ََل‬ ٌ‫ث َ ََلثَة‬

Ada tiga manusia yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang berpuasa sampai
dia berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang teraniaya. (HR. At Tirmidzi No. 2526,
3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387, Imam Ibnul Mulqin mengatakan: “hadits ini
shahih.” Lihat Badrul Munir, 5/152. Dishahihkan oleh Imam Al Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz
As sunnah An Nabawiyah, 1/85. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya. Lihat Shahih
wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2526)

18. Hadist mengenai Doa ketika berbuka puasa

Berdoa diwaktu berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Berikut ini adalah doanya:

َّ ‫ق َوثَبَتَ ْاْلَجْ ُر إ ْن شَا َء‬


ُ‫َّللا‬ َ ‫سلَّ َم إذَا أ َ ْف َط َر َقا َل ذَ َه‬
ُ ‫ب ال َّظ َمأ ُ َوا ْبتَلَّتْ ا ْلعُ ُرو‬ َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫كَانَ َر‬
َّ ‫سو ُل‬

“Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia membaca:
“Dzahaba Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud No.
2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad Daruquthni, 2/185, katanya:
“isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra No. 3329, Al Hakim dalam Al
Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari- Muslim”. Al Bazzar No. 4395.
Dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 4678)
19. Hadist mengenai I’tikaf di-‘asyrul awakhir (10 hari tertakhir) Ramadhan

Dari ‘Aisyah Radiallahu ‘Anha:

‫َف أَ ْز َوا ُجهُ م ْن بَ ْعده‬ َّ ُ‫ف ا ْلعَش َْر ْاْلَ َواخ َر م ْن َر َمضَانَ َحتَّى تَ َو َّفاه‬
َ ‫َّللاُ ث ُ َّم ا ْعتَك‬ ُ ‫سلَّ َم كَانَ يَ ْعتَك‬
َ ‫علَيْه َو‬ َ ‫أَنَّ النَّب َّي‬
َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬

Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah itu.(HR.
Bukhari No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613, dan lainnya)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

َ ‫عش َْرةَ أ َ َّي ٍام فَلَ َّما كَانَ ا ْلعَا ُم الَّذي قُبضَ فيه ا ْعتَك‬
‫َف عشْرينَ يَ ْو ًما‬ َ ‫َان‬ ُ ‫سلَّ َم َي ْعتَك‬
ٍ ‫ف في ك ُِّل َر َمض‬ َ ‫ع َليْه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫كَانَ النَّب ُّي‬

Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan 10 hari, tatkala pada
tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR. Bukhari No. 694, Ahmad No. 8662, Ibnu
Hibban No. 2228, Al Baghawi No. 839, Abu Ya’la No. 5843, Abu Nu’aim dalam Akhbar
Ashbahan, 2/53)

20. Hadist mengenai Tarawihnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di
masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin banyak,
lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari beliau bersabda:

َ َ‫صنَ ْعت ُ ْم فَلَ ْم يَ ْمنَ ْعني م ْن ا ْل ُخ ُروج إلَ ْي ُك ْم إ ََّل أَنِّي َخشيتُ أ َ ْن ت ُ ْف َرض‬
َ‫ع َل ْي ُك ْم َوذَلكَ في َر َمضَان‬ َ ‫قَ ْد َرأَيْتُ الَّذي‬

“Aku melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian
melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan Ramadhan.
(HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)

21. Hadist mengenai Terawih pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat
dan witir 3 rakaat

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, dia berkata:

‫َر ْكعَة‬ َ‫َع ْش َرة‬ ‫إِ ْحدَى‬ ‫َعلَى‬ ‫َغي ِْر ِه‬ ‫فِي‬ ‫َو ََل‬ َ‫ضان‬
َ ‫َر َم‬ ‫فِي‬ ُ ‫يَ ِزيد‬ َ‫َكان‬ ‫َما‬

“Bahwa Rasulullah tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat shalat malam, baik pada
bulan Ramadhan atau selainnya.” (HR. Bukhari No. 2013, 3569, Muslim No. 738)

Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

، ‫ إن كان مني الليلة شيء يعني في رمضان‬، ‫ يا رسول هللا‬: ‫جاء أبي بن كعب إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال‬
‫ فصليت بهن ثمان‬: ‫ قال‬، ‫ إنا َل نقرأ القرآن فنصلي بصَلتك‬: ‫ قلن‬، ‫ نسوة في داري‬: ‫ قال‬، » ‫ « وما ذاك يا أبي ؟‬: ‫قال‬
‫ فكان شبه الرضا ولم يقل شيئا‬: ‫ قال‬، ‫ ثم أوترت‬، ‫ركعات‬

Ubay bin Ka’ab datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata:
“Wahai Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu pada bulan Ramadhan).”
Rasulullah bertanya: “Kejadian apa itu Ubay?”, Ubay menjawab: “Ada beberapa wanita di
rumahku, mereka berkata: “Kami tidak membaca Al Quran, maka kami akan shalat
bersamamu.” Lalu Ubay berkata: “Lalu aku shalat bersama mereka sebanyak delapan rakaat,
lalu aku witir,” lalu Ubay berkata: “Nampaknya nabi ridha dan dia tidak mengatakan apa-
apa.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 1801. Ibnu Hibban No. 2550, Imam Al
Haitsami mengatakan: sanadnya hasan. Lihat Majma’ az Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)

22. Hadist mengenai Terawih pada masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta
terawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat

Pada masa sahabat, khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab Radhilallahu ‘Anhu
dan seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat.

‫ وهو رأي جمهور الفقهاء من الحنفية‬،‫وصح أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة‬
‫ وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي وغيرهما من أصحاب النبي صلى هللا عليه‬:‫ قال الترمذي‬،‫والحنابلة وداود‬
‫ هكذا أدركت الناس بمكة يصلون عشرين ركعة‬:‫ وقال‬،‫ وهو قول الثوري وابن المبارك والشافعي‬،‫وسلم عشرين ركعة‬
“Dan telah shahih, bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20
rakaat, dan itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli fiqih dari kalangan Hanafi, Hambali, dan
Daud. Berkata At Tirmidzi: ‘Kebanyakan ulama berpendapat seperti yang diriwayatkan dari
Umar dan Ali, dan selain keduanya dari kalangan sahabat nabi yakni sebanyak 20 rakaat.
Itulah pendapat Ats Tsauri, Ibnul Mubarak. Berkata Asy Syafi’i: “Demikianlah, aku melihat
manusia di Mekkah mereka shalat 20 rakaat.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206

Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan:

‫ث َوعشْرينَ ” َو َر َوى ُم َح َّمد بْن نَصْر م ْن َطريق‬ ٍ ‫ع َمر بثَ ََل‬ ُ ‫َوع َْن يَزيد بْن ُرو َمانَ َقا َل ” كَانَ النَّاس يَقُو ُمونَ في َز َمان‬
ْ‫ث َر َكعَات ا ْلوتر‬ َ ُ‫ع َطاء َقا َل ” أَد َْركْته ْم في َر َمضَان ي‬
َ ‫صلُّونَ عشْرينَ َر ْكعَة َوث َ ََل‬ َ ”

“Dari Yazid bin Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar melakukan 23
rakaat.” Dan Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia berkata: “Aku berjumpa
dengan mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20 rakaat dan tiga rakaat witir.” (Fathul
Bari, 4/253)

Beliau melanjutkan:

– ‫عبْد ا ْلعَزيز‬ َ ‫ع ْمر بْن‬ُ ‫عثْ َمان َو‬ُ ‫ارة أَبَانَ بْن‬ َ ‫َاو َد بْن قَيْس قَا َل ” أَد َْركْت ال َّناس في إ َم‬ ُ ‫َو َر َوى ُم َح َّمد ابْن نَصْر م ْن َطريق د‬
َ َّ َ ْ َ ْ َ ْ َ
‫ َوع َْن الز ْعف َران ِّي ع َْن‬. ‫ث ” َوقا َل َمالك ه َُو اْل ْم ُر القدي ُم عن َدنا‬ َ ً
ٍ ‫ت َوثَ ََلثينَ َر ْكعَة َويُوت ُرونَ بثَل‬
َ ٍ ِّ ‫يَ ْعني با ْل َمدينَة – يَقُو ُمونَ بس‬
ٌ ‫ْس في ش َْيء م ْن ذَلكَ ضي‬
‫ق‬ َ ‫ َولَي‬، َ‫ث َوعشْرين‬ ْ ‫” الشَّافع ِّي ” َرأَيْت النَّاس َيقُو ُمونَ با ْل َمدينَة بت‬
ٍ ‫س ٍع َوث َ ََلثينَ َوب َمكَّة بث َ ََل‬

Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku menjumpai
manusia pada masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di
Madinah- mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir tiga rakaat.” Imam Malik
berkata,”Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani, dari Asy
Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di Mekkah, dan ini adalah
masalah yang lapang.” (Ibid)

23. Hadist mengenai Orang yang sia-sia puasanya


Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

ُ ‫ْس لَهُ م ْن صيَامه إ ََّل ا ْل ُجو‬


‫ع‬ َ ‫َك ْم م ْن صَائ ٍم لَي‬

Betapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya
lapar saja. (HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi No. 2720)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9685), Syaikh
Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad Darimi No. 2720. Cet. 1,
1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)

24. Hadist mengenai Boleh mencium isteri jika mampu menahan diri Ketika sedang
berpuasa

Diriwayatkan dari Umar Radhilallahu ‘Anhu:

ُ‫سلَّ َم فَقُ ْلت‬


َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ششْتُ يَ ْو ًما فَ َقبَّ ْلتُ َوأَنَا صَائ ٌم َفأَتَيْتُ النَّب َّي‬ َ ‫ع ْنهُ قَا َل َه‬ َّ ‫ع َم َر بْن ا ْل َخ َّطاب َرض َي‬
َ ُ‫َّللا‬ ْ
ُ ‫عن‬
َ‫ضتَ ب َماءٍ َوأَ ْنت‬ ْ ‫ض َم‬ْ ‫سلَّ َم أَ َرأَيْتَ لَ ْو ت َ َم‬
َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫صنَ ْعتُ ا ْليَ ْو َم أ َ ْم ًرا عَظي ًما فَقَ َّب ْلتُ َوأَنَا صَائ ٌم فَ َقا َل َر‬َ
َ َّ
‫سل َم ففي َم‬ َ
َ ‫عليْه َو‬ َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫صلى‬ َّ َ ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ َ َ
ُ ‫س بذل فقا َل َر‬ َ‫ك‬ َ ْ َ
َ ‫صَائ ٌم قلتُ َل بَأ‬ ْ ُ

Suatu hari bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat itu saya sedang puasa.
Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya berkata: “Hari ini,
Aku telah melakukan hal yang besar, aku mencium isteri padahal sedang puasa.” Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa pendapatmu jika kamu bekumur-kumur
dengan air dan kamu sedang berpuasa?”, Saya (Umar) menjawab: “Tidak mengapa.” Maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Lalu, kenapa masih ditanya?” (HR.
Ahmad, No. 138, 372. Al Hakim, Al Mustadrak No. 1572, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra
No. 7808, 8044. Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 1572).
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Lihat
Ta’liq Musnad Ahmad No. 138). Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah No.
1999)

Hadits di atas menjelaskan bahwa mencium isteri dan berkumur-kumur hukumnya sama
yakni boleh, kecuali berlebihan hingga bersyahwat, apalagi mengeluarkan air mani.

Dari Abu Salamah, bahwa ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:

‫ في‬:‫ في الفريضة والتطوع؟ قالت عائشة‬:‫ قلت لعائشة‬.‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقبل بعض نسائه وهو صائم‬
‫ في الفريضة والتطوع‬،‫كل ذلك‬

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium sebagian isterinya dan dia sedang
puasa.” dan aku juga berpuasa.” Aku (Abu Salamah) berkata kepada ‘Aisyah: “Apakah pada
puasa wajib atau sunah?” Beliau menjawab: “Pada semuanya, baik puasa wajib dan sunah.”
(HR. Ibnu Hibban No. 3545)

Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban bitartib
Ibni Balban, No. 3545)
25. Hadist mengenai Berpuasa ketika safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa
atau berbuka, tergantung kekuatan orangnya

Dari Hamzah bin Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

‫ “هي رخصة‬:‫ فقال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬،‫ فهل علي جناح ؟‬.‫ أجد بي قوة على الصيام في السفر‬:‫يا رسول هللا‬
‫ ومن أحب أن يصوم فَل جناح عليه‬.‫”من هللا فمن أخذ بها فحسن‬.

“Wahai Rasulullah, saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar, apakah salah saya
melakukannya?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Itu adalah
rukhshah (keringanan) dari Allah, barang siapa yang mau mengambilnya (yakni tidak puasa)
maka itu baik, dan barang siapa yang mau berpuasa maka tidak ada salahnya.” (HR. Muslim
No. 1121. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah No. 2026)

Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم خرج إلى مكة عام الفتح في رمضان فصام حتى بلغ كراع الغميم فصام الناس معه‬
‫فقيل له يا رسول هللا إن الناس قد شق عليهم الصيام فدعا بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون فأفطر بعض‬
‫الناس وصام بعض فبلغه أن ناسا صاموا فقال أولئك العصاة‬

“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada tahun Fath (penaklukan)
menuju Mekkah pada saat Ramadhan. Dia berpuasa hingga sampai pinggiran daerah Ghanim.
Manusia juga berpuasa bersamanya. Dikatakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, nampaknya
manusia kepayahan berpuasa.” Kemudian Beliau meminta segelas air setelah asar, lalu beliau
minum, dan manusia melihatnya. Maka sebagian manusia berbuka, dan sebagian lain tetap
berpuasa. Lalu, disampaikan kepadanya bahwa ada orang yang masih puasa.” Maka Beliau
bersabda: “Mereka durhaka.” (HR. Muslim No. 1114. Ibnu Hibban No. 2706, An Nasa’i No.
2263. At Tirmidzi No. 710. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No.7935)

Bahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa dalam
keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.

:‫ “ماله ؟” قالوا‬:‫ فقال‬.‫ وقد ضلل عليه‬.‫ فرأى رجَل قد اجتمع الناس عليه‬.‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في سفره‬
‫ “ليس من البر أن تصوموا في السفر‬:‫ فقال رسول هللا عليه وسلم‬.‫”رجل صائم‬.

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya. Dia melihat


seseorang yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak kehausan dan kepanasan. Rasulullah
bertanya: “Kenapa dia?” Meeka menjawab: “Seseorang yang puasa.” Maka Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan kalian berpuasa dalam keadaan
safar.” (HR. Muslim No. 1115)

Jika diperhatikan berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa ketika dalam safar,
apalagi perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh karena itu, para imam hadits
mengumpulkan hadits-hadits ini dalam bab tentang anjuran berbuka ketika safar atau
dimakruhkannya puasa ketika safar. Contoh: Imam At Tirmidzi membuat Bab Maa Ja’a fi
Karahiyati Ash Shaum fi As Safar (Hadits Tentang makruhnya puasa dalam perjalanan),
bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan dalam Shahihnya:

‫باب ذكر خبر روي عن النبي صلى هللا عليه وسلم في تسمية الصوم في السفر عصاة من غير ذكر العلة التي أسماهم‬
‫بهذا اَلسم توهم بعض العلماء أن الصوم في السفر غير جائز لهذا الخبر‬
“Bab tentang khabar dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang penamaan berpuasa saat
safar adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan penamaan mereka dengan nama ini.
Sebagian ulama menyangka bahwa berpuasa ketika safar adalah TIDAK BOLEH karena
hadits ini.”

Tetapi, jika orang tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja dia berpuasa sebab
berbagai riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat Hamzah bin Amru Al Aslami
Radhiallahu ‘Anhu di atas.

Ini juga dikuatkan oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

‫ وأفطر‬،‫ في السفر‬،‫ قد صام رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬.‫َل تعب على من صام وَل من أفطر‬.

“Tidak ada kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada kesulitan bagi yang berbuka.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berpuasa dalam safar dan juga berbuka.” (HR.
Muslim No. 1113)

Dari Ibnu Abbas juga:

‫ ليراه‬.‫ فشربه نهارا‬.‫ ثم دعا بإنء فيه شراب‬.‫ فصام حتى بلغ عسفان‬.‫سافر رسول هللا صلى هللا عليه وسلم في رمضان‬
‫ فمن شاء‬.‫ فصام رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وأفطر‬:‫قال ابن عباس رضي هللا عنهما‬. ‫ حتى دخل مكة‬.‫ ثم أفطر‬.‫الناس‬
‫ ومن شاء أفطر‬،‫صام‬.

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada Ramadhan, dia


berpuasa singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta sewadah air dan meminumnya siang-
siang. Manusia melihatnya, lalu dia berbuka hingga masuk Mekkah.” Ibnu Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa dan
berbuka. Barang siapa yang mau maka dia puasa, dan bagi yang mau buka maka dia
berbuka.” (Ibid)

Dari hadist di atas diberikan penjelasan bahwasanya orang-orang yang sedang safar maka
boleh bagi mereka untuk berbuka sedang ketika mereka masih kuat dan tidak berpotensi
berbahaya jika berpuasa maka sebaiknya berpuasa namun bagi mereka yang sudah kelelahan
pada saat bersafar maka berbuka atau membatalkan puasa lebih utama bagi mereka.

26. Hadist mengenai Umrah ketika Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji
bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berkata kepada seorang wanita Anshar bernama Ummu Sinan:

‫ع ْم َرةً في َر َمضَانَ ت َ ْقضي َحجَّةً أ َ ْو َحجَّةً َمعي‬


ُ َّ‫فَإن‬

“Sesungguhnya Umrah ketika bulan Ramadhan sama dengan memunaikan haji atau haji
bersamaku.” (HR. Bukhari No. 1863, Muslim No. 1256)

Hadist ini tidak memberikan penjelasan gugurnya kewajiban melakasan ibadah Haji bagi
mereka yang telah mampu melaksanakan ketika seseorang telah berumrah di bulan
Ramadhan
27. Hadist mengenai Tentang Lailatul Qadar

Secara spesifik, Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

‫فَ َم ْن كَانَ ُمتَح َِّريهَا َف ْليَتَح ََّر َها م ْن ا ْلعَشْر ْاْل َ َواخر‬

“Maka, barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh
malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1105)

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

َّ ‫ص َّلى‬
ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ َّ ‫سلَّ َم أ ُ ُروا لَ ْيلَةَ ا ْلقَدْر في ا ْل َمنَام في ال‬
ُ ‫سبْع ْاْلَ َواخر فَقَا َل َر‬ َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫صحَاب النَّب ِّي‬ ْ َ ‫َاَل م ْن أ‬ً ‫أَنَّ رج‬
‫سبْع ْاْل َ َواخر‬
َّ ‫سبْع ْاْل َ َواخر فَ َم ْن كَانَ ُمتَح َِّريهَا فَ ْليَتَح ََّر َها في ال‬ َّ ‫سلَّ َم أَ َرى ُرؤْ يَا ُك ْم قَ ْد ت َ َوا َطأَتْ في ال‬
َ ‫علَيْه َو‬
َ

“Sesungguhnya seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat
Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka bersabda Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat mimpi kalian telah bertepatan pada tujuh malam terakhir,
maka barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada tujuh malam
terakhir.” (HR. Bukhari No. 1911, 6590, Muslim No.1165 Ibnu Hibban No. 3675, Al Baihaqi
dalam As Sunan Al Kubra No. 8327, Ibnu Khuzaimah No. 2182, Malik dalam Al
Muwaththa’ No. 697

Bagaimanakah maksud tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu
Khuzaimah, sebagai berikut:

‫قال أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع اْلواخر فمن كان أن يكون صلى هللا عليه وسلم لما علم تواطأ‬
‫رؤيا الصحابة أنها في السبع اْلخير في تلك السنة أمرهم تلك السنة بتحريها في السبع اْلواخر والمعنى الثاني أن يكون‬
‫النبي صلى هللا عليه وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في السبع اْلواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن طلبها في العشر كله‬

Berkata Abu Bakar: Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke tujuh terakhir
karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui adaya kesesuaian dengan
mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh malam terakhir pada tahun itu, maka
beliau memerintahkan mereka pada tahun itu untuk mencarinya pada tujuh malam terakhir.
Kedua, perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para sahabat untuk mencari pada
tujuh malam terakhir dikaitkan jika mereka lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh
hari semuanya. (Lihat Shahih Ibnu Khuzaimah No. 2182)

Makna ini diperkuat lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.

Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma:

َ ‫ف أ َ َح ُد ُك ْم أ َ ْو‬
َّ‫عج ََز فَ ََل يُ ْغلَبَن‬ َ ‫سو َها في ا ْلعَشْر ْاْل َ َواخر َي ْعني لَ ْيلَةَ ا ْلقَدْر فَإ ْن‬
َ ُ‫ضع‬ ُ ‫سلَّ َم ا ْلتَم‬
َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫قَا َل َر‬
‫سبْع ا ْلبَ َواقي‬
َّ ‫علَى ال‬ َ

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada sepuluh malam
terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka
jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim No. 1165, 209)
- Kemungkinan besar adalah pada malam ganjilnya

Kemungkinan lebih besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana
hadits berikut:

Dari Abu Said Al Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:

ِّ ُ‫فَإنِّي أُريتُ لَ ْيلَةَ ا ْلقَدْر َوإنِّي ن‬


‫سيتُهَا َوإنَّهَا في ا ْلعَشْر ْاْل َ َواخر في وتْ ٍر‬

“Seseungguhnya Aku diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu
pada sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No. 638, 1912, 1923)

Dalam riwayat lain:

‫سلَّ َم قَا َل تَح ََّر ْوا لَ ْيلَةَ ا ْلقَدْر في ا ْلوتْر م ْن ا ْلعَشْر ْاْل َ َواخر م ْن‬
َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫ع ْنهَا أَنَّ َر‬
َّ ‫سو َل‬ َّ ‫ع َْن عَائشَةَ َرض َي‬
َ ُ‫َّللا‬
َ‫َر َمضَان‬

“Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir
Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1913)

Ada dua pelajaran dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua,
datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.

- Malam ke 24, 25, 27 dan 29?

Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:

‫التمسوا في أربع وعشرين‬

“Carilah pada malam ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 1918)

Imam Bukhari juga meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

َ ‫سابعَة َوا ْل َخام‬


‫سة‬ ُ ‫فَا ْلتَم‬
َّ ‫سو َها في التَّاسعَة َوال‬

“Maka carilah Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima (pada sepuluh malam
terakhir, pen).” (HR. Bukhari No. 49, 1919)

Berkata seorang sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:

َ ‫سلَّ َم بقيَامهَا ه َي لَ ْيلَةُ صَبيحَة‬


‫سب ٍْع‬ َ ‫علَ ْيه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ُ ‫ي لَ ْيلَ ٍة ه َي ه َي اللَّ ْيلَةُ الَّتي أ َ َم َرنَا بهَا َر‬
ُّ َ ‫َّللا إنِّي َْل َ ْعلَ ُم أ‬
َّ ‫َو‬
َ
‫ع لهَا‬ َ ‫شعَا‬ َ
ُ ‫س في صَبيحَة يَ ْومهَا بَ ْيضَا َء َل‬ ُ ‫ش ْم‬ ُ ْ َ
َّ ‫ارتُهَا أ ْن تَطل َع ال‬ َ
َ ‫َوعشْرينَ َوأ َم‬

“Demi Allah, seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu
adalah malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan
kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat itu tanda-
tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang benderang, tidak ada
panas.” (HR. Muslim No. 762)

Bukan hanya Ubay bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain. Salim meriwayatkan dari ayahnya
Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

‫سلَّ َم أ َ َرى ُرؤْ َيا ُك ْم في ا ْلعَشْر ْاْل َ َواخر فَا ْطلُبُو َها في‬
َ ‫علَيْه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫َرأَى َر ُج ٌل أَنَّ َل ْيلَةَ ا ْلقَدْر لَ ْيلَة‬
َ ‫سبْعٍ َوعشْرينَ فَ َقا َل النَّب ُّي‬
‫ا ْلوتْر م ْنهَا‬

“Seorang laki-laki melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada sepuluh malam terakhir, maka carilah
pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim No. 1165)

Inilah riwayat yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar
Lailatul Qadr adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang kepastiannya sangat
banyak, sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya Lailatul Qadr
adalah wallahu a’lam.

Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:

‫ص َل لَنَا م ْن َمذَاهبه ْم في ذَلكَ أَ ْكثَر م ْن أَ ْر َبعينَ قَ ْو ًَل‬ ً ‫ف ا ْل ُعلَ َماء في لَ ْيلَة ا ْلقَدْر ا ْخت ََلفًا كَث‬
َّ ‫ َوت َ َح‬. ‫يرا‬ َ َ‫َوقَ ْد ا ْختَل‬

“Para ulama berbeda pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami
menyimpulkan bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul
Bari, 4/262. Darul Fikr)

28. Hadist mengenai Doa ketika Lailatul Qadar

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca ketika
Lailatul Qadar.

ُ َ‫ي لَ ْيلَ ٍة لَ ْيلَةُ ا ْلقَدْر َما أَقُو ُل في َها َقا َل قُولي اللَّ ُه َّم إنَّك‬
‫عفُ ٌّو كَري ٌم‬ ُّ َ ‫َّللا أ َ َرأَيْتَ إ ْن عَل ْمتُ أ‬ ُ ‫ع َْن عَائشَةَ قَالَتْ قُ ْلتُ يَا َر‬
َّ ‫سو َل‬
‫ْف عَنِّي‬ُ ‫ب ا ْل َع ْف َو فَاع‬
ُّ ‫ت ُح‬

Dari ‘Aisyah dia berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku
mengetahui bahwa pada suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan?” Beliau
menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni.”
(HR. At Tirmidzi No. 3513, At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Ibnu Majah No. 3850. Syaikh
Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 3337, Shahihul Jami’ No.
4423, dan lainnya)

29. Hadist mengenai Orang yang tidak berpuasa tanpa alasan

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, secara marfu’:

ٍ ‫ع ْذ ٍر َو ََل َم َر‬
ُ‫ض لَ ْم َي ْقضه صيَا ُم ال َّد ْهر َوإ ْن صَا َمه‬ َ ‫َم ْن أ َ ْف َط َر يَ ْو ًما م ْن َر َمضَانَ م ْن‬
ُ ‫غيْر‬

Barang siapa yang tidak berpuasa pada Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula sakit, maka
tidaklah dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun, jika dia melakukannya.
(HR. Bukhari No. 1934)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:

‫ شهادة أن َل‬:‫ فهو بها كافر حَلل الدم‬،‫ من ترك واحدة منهن‬،‫ عليهن أسس اَلسَلم‬،‫ وقواعد الدين ثَلثة‬،‫عرى اَلسَلم‬
‫ وصوم رمضان‬،‫ والصَلة المكتوبة‬،‫إله إَل هللا‬

Tali Islam dan kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam difondasikan, dan
barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir dan darahnya halal ( untuk
dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah, shalat wajib, dan puasa Ramadhan.” (HR.
Abu Ya’ala No. 2349, Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul ‘Ummal No. 23, juga Ad
Dailami dan dishahihkan oleh Imam Adz Dzahabi. Berkata Hammad bin Zaid: aku tidak
mengetahui melainkan hadits ini telah dimarfu’kan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Al Haitsami mengatakan sanadnya hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al
‘Ilmiyah. Tetapi didhaifkan oleh Syaikh Al Albani Rahimahullah)

Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:

،‫ بل يشكون في إسَلمه‬،‫ ومدمن الخمر‬،‫ أنه شر من الزاني‬،‫ أن من ترك صوم رمضان بَل مرض‬:‫وعند المؤمنين مقرر‬
‫ واَلنحَلل‬،‫ويظنون به الزندقة‬.

“Bagi kaum mukminin telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa Ramadhan
padahal tidak sakit adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk, bahkan mereka meragukan
keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq dan tanggal agamanya.” (Syaikh Sayyid
Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat juga Imam Al Munawi, Faidhul Qadir, 4/410. Darul
Kutub Al ‘Ilmiyah)

You might also like