You are on page 1of 31

PRESENTASI KASUS

KEJANG DEMAM SEDERHANA

Disusun oleh :

Bimasena Trisnaragung Nugroho

1620221153

Diajukan kepada :

dr. Lilis D Hendrawati, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUP PERSAHABATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2018
LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU KESEHATAN ANAK

Laporan Persentasi Kasus :

“KEJANG DEMAM SEDERHANA”

Diajukan sebagai syarat untuk Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta

Disusun Oleh:
Bimasena Trisnaragung Nugroho
1620221153

Jakarta, Mei 2018

Mengesahkan:
Pembimbing Klinik Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak

dr. Lilis D Hendrawati, Sp.A

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan persentasi kasus ini. Penulis
berharap agar laporan persentasi kasus ini dapat dimanfaatkan oleh tenaga
kesehatan dan instasi.
Dalam penyelesaian laporan presentasi kasus ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih kepada :
1. dr. Lilis D Hendarawati, Sp.A
2. Teman-teman Departemen stase Anak RS. Persahabatan yang selama ini
selalu memberikan dukungan
Penulis menyadari bahwa selama penulisan ini, penulis masih mempunyai
banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis menerima saran dan kritikan untuk
menyempurnakan laporan persentasi kasus ini.

Jakarta, Mei 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Cover ……………………………………………………………………….. 1

Lembar Pengesahan ………………………………………………………… 2

Kata Pengantar ……………………………………………………………… 3

Daftar Isi ……………………………………………………………………. 4

BAB I Status Pasien ………………………………………………………… 5

BAB II Tinjauan Pustaka …………..……………………………………….. 17

BAB III Pembahasan ………………........………………………………….. 29

Daftar Pustaka …………………….………………………………………... 31

4
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. M.A.R
No. RM : 02351828
Tanggal Lahir (Umur) : 11 Juli 2015 (2 tahun 9 bulan)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur
Tanggal Masuk : 29 April 2018

II. ANAMNESIS (SUBJEKTIF)


Dilakukan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 30 April 2018 pukul
10.30 wib di Bougenvile Atas
Keluhan Utama :
Kejang 1 jam SMRS
Keluhan Tambahan :
Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasein datang dibawa oleh orangtuanya ke IGD RS Persahabatan dengan
keluhan kejang demam. Ibu pasien mengatakan demam terjadi sejak kurang
lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam muncul tiba-tiba dan dirasakan
terus menerus tetapi tidak terlalu tinggi. Suhu tubuh pasien saat diukur dirumah
sekitar 38,7 C. Ibu pasien mengaku membawa berobat pasien ke klinik dan
diberikan obat penurun panas namun tidak ada perbaikan.
Pasien kejang sejak kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Kejang
yang terjadi sebanyak 1 kali. Lamanya kejang sekitar 10 detik. Saat kejang
tangan pasien kanan dan kiri mengepal dan kedua lengan atas dan kedua tungkai
bawah bergetar seperti orang menggigil. Ibu pasien mengatakan tidak keluar
busa dari mulut pasien dan lidah tidak tergigit. Saat kejang pasien tidak sadar
dan setelah kejang pasien sadar dan menanggis. Ibu pasien mengaku sebelum
kejang pasien mengalami demam dan diukur dengan termometer 38,7 C.

5
Riwayat Penyakit Dahulu :
Ibu pasien mengatakan ini merupakan serangan kejang yang kedua,
serangan kejang pertama pada waktu Febuari 2018 dan dirawat di RS
Persahabatan.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga tidak ada yang memiliki riwayat kejang demam pada masa kanak
kanaknya.

Riwayat Sosial dan Lingkungan :


Pasien tinggal di rumah kontrakan, padat penduduk. Pasien tinggal bersama
ayah dan ibu. Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta, Ibu hanya sebagai IRT.
Ventilasi rumah cukup dan penyinaran matahari dapat masuk dengan baik,
memiliki 1 kamar mandi, jauh dari tempat pembuangan sampah serta terdapat
penerangan listrik.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan :


Kehamilan Status kehamilan G1 P1 A0 H0
Morbiditas kehamilan Tidak ada
Perawatan antenatal Periksa rutin ke puskesmas
Ibu pasien kontrol kehamilan
setiap bulan
Persalinan Tempat kelahiran Rumah sakit
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan SC
Masa gestasi 39 minggu
Keadaan bayi BBL: 3300 gram
PBL: 49 cm
Langsung menangis spontan,
warna kulit merah dan tidak
ada kelainan saat lahir

6
Kulit kebiruan, pucat, kuning
disangkal.
Kesimpulan: Riwayat kehamilan dan persalinan baik

Riwayat Perkembangan :
Perkembangan Usia
Motorik Kasar  Tengkurap 4 bulan
 Merangkak 6 bulan
 Duduk 8 bulan
 Berdiri 10 bulan
 Berjalan 1thn 2bln
Motorik Halus  Menggenggam 2-3 bulan
 Memindahkan benda 6 bulan
Bahasa  Bersuara 2 bulan
 Tertawa/ berteriak 3 bulan
 Berbicara tanpa arti (babbling) 4-5 bulan
 Papa mama 9 bulan
Sosial  Mengenal orang 2 bulan
 Tepuk tangan 9 bulan
Kesimpulan : Riwayat perkembangan sesuai dengan anak seusianya.

Riwayat Makan :

Umur ASI / PASI Buah/Biskuit Bubur Nasi tim


0 – 5 bulan ASI saja,
diberikan
kapan saja - - -
saat anak
lapar
5 – 12 bulan ASI + Susu Biskuit, buah 1 mangkuk
Formula 2-3 pisang, melon bayi, 1 hari 3 -
kali

7
botol susu dan papaya
ukuran kecil yang digerus
12 bulan – ASI + Susu Biskuit, buah Nasi lembek
saat ini Formula 3-4 pisang, dengan lauk
botol susu melon, menu
ukuran sedang pepaya, jeruk, - keluarga, 1
semangka mangkok
kecil, 1 hari 3
kali
Kesan : Kuantitas cukup dan kualitas cukup

Riwayat Imunisasi :
Vaksin Jadwal
BCG (usia 2 bulan)
DPT (usia 2, 4, 6 bulan)
Hepatitis B (usia 0, 2, 4, 6 bulan)
Polio (usia 1,2,4,6 bulan)
Campak (usia 9 bulan)
Kesan: imunisasi dasar lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)


Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Kompos Mentis

Tanda Vital (27/11/2017)


Suhu : 38,9 ºC
Tekanan Darah : Tidak diukur
Nadi : 170 x/menit, reguler, kuat, isi cukup.
Pernapasan : 26 x/menit
Saturasi O2 : 98% tanpa O2

8
Data Antropometri :
 Berat badan : 14 kg
 Tinggi badan : 94 cm
 Lingkar kepala: 49 cm

Status Antropometri
1. BB/U

Nilai : Z Score = 0
Kesan : Berat Badan normal

9
2. TB/U :

Nilai : Z Score = 0 SD
Kesan : Perawakan Normal

3. BB/TB

Nilai : 0 SD <Z Score < 1 SD (Gizi Normal)

10
Kesan : gizi baik
Kesimpulan : Status gizi menurut WHO = gizi baik

4. LK/U

Nilai : -1 SD < LK < 1 SD


Kesan : Normocephal

Status Generalis
Kepala : Bulat, normocephal, distribusi rambut merata, tidak mudah
dicabut
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, palpebra cekung
+/+, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
Telinga : Sekret -/-
Hidung : Nafas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : Mukosa bibir kering, sianosis (-), sariawan (-)
Tenggorokan : Faring hiperemis (-), Tonsil T1-T1
Leher : Perbesaran kelenjar getah bening (-)

11
Thoraks :
 Inspeksi : Normochest, Simetris kiri dan kanan, retraksi (-)
 Palpasi : Vocal fremitus kanan dan kiri sama
 Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks
 Auskultasi : Suara nafas vesikular, Rhonki -/-, Wheezing -/-, BJ I-II
regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : Datar
 Auskultasi : Bising usus (+) normal 4x/menit
 Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), tidak ada pembesaran hepar dan lien

Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-), sianosis (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium : Tanggal 29 April 2018 (17.20WIB)
Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12.1 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 34.2 % 32.0-42.0
Eritrosit 4.68 106/uL 3.70-5.30
MCV 73.1 fL 72.0-88.0
MCH 25.9 pg 24.0-30.0
MCHC 35.4 g/dL 32.0-36.0
Trombosit 279 103/uL 150-400
Leukosit 10.58 103/uL 6.0-14.00
Hitung Jenis
Basofil 0.5 % 0-1
Eosinofil L 0.8 % 1-3
Neutrofil H 79.5 % 52.0-76.0
Limfosit L 7.9 % 20-40
Monosit H 9.5 % 2-8

12
RDW-CV 13.2 <16.5
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 109 mg/dL 70-200
Elektrolit
Natrium 136 mEq/L 135-145
Kalium 4.20 mEq/L 3.5-5.0
Klorida 106 mEq/L 98.0-107.0
Kalsium 9.2 mg/dL 8.8-10.8

IV. DIAGNOSIS KERJA (ASSESMENT)


Kejang Demam Sederhana

V. PENATALAKSANAAN (PLANNING)
o Infus KAEN 1B, 10 tpm makro
o Paracetamol syr 4x5 ml
o Cek DPL
o Konsul IKA

VI. PROGNOSIS
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Functionam : Ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

13
FOLLOW UP

14
Follow Up Laboratorium : Tanggal 29 April 2018 (17.20)

Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal


Hemoglobin 12.1 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 34.2 % 32.0-42.0
Eritrosit 4.68 106/uL 3.70-5.30
MCV 73.1 fL 72.0-88.0
MCH 25.9 Pg 24.0-30.0
MCHC 35.4 g/dL 32.0-36.0
Trombosit 279 103/uL 150-400
Leukosit 10.58 103/uL 6.0-14.00
Hitung Jenis
Basofil 0.5 % 0-1
Eosinofil L 0.8 % 1-3
Neutrofil H 79.5 % 52.0-76.0
Limfosit L 7.9 % 20-40
Monosit H 9.5 % 2-8
RDW-CV 13.2 <16.5
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 109 mg/dL 70-200
Elektrolit
Natrium 136 mEq/L 135-145
Kalium 4.20 mEq/L 3.5-5.0
Klorida 106 mEq/L 98.0-107.0
Kalsium 9.2 mg/dL 8.8-10.8

Follow Up Laboratorium : Tanggal 01 Mei 2018 (00.05)

Darah Perifer Lengkap Nilai Satuan Nilai Normal


Hemoglobin 12.9 g/dL 10.5-14.0
Hematokrit 38.1 % 32.0-42.0
Eritrosit 4.98 106/uL 3.70-5.30

15
MCV 76.5 fL 72.0-88.0
MCH 25.9 Pg 24.0-30.0
MCHC 33.9 g/dL 32.0-36.0
Trombosit 236 103/uL 150-400
Leukosit 7.99 103/uL 6.0-14.00
Hitung Jenis
Basofil 0.3 % 0-1
Eosinofil L 0.0 % 1-3
Neutrofil L 47.5 % 52.0-76.0
Limfosit 37.6 % 20-40
Monosit H 15.1 % 2-8

16
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

III.1 Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhuh
tubuh (suhu rektal di atas 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam biasanya terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung singkat,
kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum
tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24
jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.

III.2 Etiologi

Penyebab kejang demam hingga kini masih belum diketahui dengan pasti.
Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam,
yaitu :
 Demam itu sendiri
 Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
 Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
 Gabungan semua faktor diatas
Sekitar 4,8% - 45% penderita gastroenteritis oleh kuman Shigella
mengaiami kejang demam dibanding gastroenteritis oieh kuman penyebab lainnya
di mana angka kejadian kejang demam hanya sekitar 1%. Menurut Lahat (1984),
tingginya angka kejadian kejang demam pada shigellosis dan salmonellosis
mungkin berkaitan dengan efek toksik akibat racun yang dihasilkan kuman
bersangkutan.
Terjadinya bangkitan kejang demam bergantung kepada umur, tinggi serta
cepatnya suhu meningkat. Faktor hereditas juga mempunyai peranan. Lennox-
Buchthal (1971) berpendapat bahwa kepekaan terhadap bangkitan kejang demam
diturunkan oleh sebuah gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna.

17
Lennox (1949) berpendapat bahwa 41,2% anggota keluarga penderita mempunyai
riwayat kejang sedangkan pada anak normal hanya 3%.

III.3 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kinerja otak diperlukan adanya energi yang
didapatkan dari hasil metabolisme. Bahan yang dibutuhkan mutlak disini adalah
glukosa. Proses metabolisme ini juga membutuhkan oksigen yang dihantar oleh
paru-paru ke jantung kemudian ke otak. Sel syaraf, seperti sel lainnya dikelilingi
oleh suatu membrane yang permukaan dalamnya lipoid sedangkan permukaan
luarnya ionik. Dalam keadaan normal permeabilitas sel terhadap ion kalium lebih
tinggi dari ion natrium, sehingga kadar kalium dalam sel tinggi sedangkan kadar
natrium dalam sel rendah. Hal yang sebaliknya berlaku di luar sel saraf. Untuk
menjaga homeostasis ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh adanya perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstrasel, rangsangan yang datang mendadak misalnya
mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan adanya perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena adanya penyakit atau pengaruh
keturunan.
Pada keadaan demam dengan kenaikan suhu 1o C menyebabkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat hingga 20%.
Pada seorang anak yang berusia 3 tahun sirkulasi darah ke otak mencapai 65%,
bandingkan dengan orang dewasa yang hanya mencapai 30%. Jadi adanya kenaikan
suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion natrium dan kalium sehingga
kesimbangannya tidak terjadi lagi.
Lepas muatan ini akan meluas ke seluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter. Tidak semua jenis neurotransmitter
dapat menyebabkan terjadinya perpindahan ini. Hanya neurotransmitter yang
bersifat eksitasi seperti glutamat dan asam aspartat yang dapat menyebabkan
peningkatan penyaluran impuls saraf. Adanya daerah neuron yang mati (misalnya
oleh karena adanya glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis dan malformasi
arterivenosus) juga dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitasi yang

18
baru. Eksitasi berlebih ini yang akan disalurkan menuju motor end plate sehingga
menyebabkan kontraksi secara tiba-tiba dari otot-otot rangka.
Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda. Pada anak dengan
ambang kejang rendah, dapat timbul kejang pada suhu 38o C. Sedangkan pada anak
dengan ambang kejang yang tinggi, dapat timbul kejang pada suhu 40o C atau lebih.
Oleh karena itu perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami
kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya
dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang demam yang berlangsung
lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia,
asidosis laktat disebabkan oleh karena metabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh yang makin meningkat
akibat peningkatan aktivitas otot dan selanjutnya diikuti peningkatan metabolisme.
Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada neuron otak setelah
berlangsungnya kejang pada waktu yang cukup lama. Edema otak juga dapat terjadi
karena adanya gangguan peredaran darah yang menyebabkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler.

III.4 Manifestasi Klinis

Terjadinya kejang pada kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 38C atau lebih (rectal).
Umumnya kejang berlangsung singkat, berupa serangan tonik klonik. Bentuk
kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata terbalik keatas dengan disertai
kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan,
atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.
Sebagian besar kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8%
yang berlangsung lebih dari 15 menit. Sering kali kejang berhenti sendiri setelah
mendapat pertolongan pertama. Setelah kejang berhenti anak tampak capek,
mengantuk, tertidur pulas, dan tidak memberikan reaksi apapun untuk sejenak atau
disebut periode mengantuk singkat pasca kejang, tetapi setelah beberapa detik atau
menit, anak terbangun dan akan mulai berangsur sadar tanpa defisit neurologis..

19
Biasanya, kesadaran pulih sepenuhnya setelah 10 sampai 15 menit. Dalam masa ini,
anak agak sensitif (irritable) dan mungkin tidak mengenali orang di sekitarnya.
Kejang demam yang berlangsung lebih lama dari 15 menit sering bersifat
fokal atau unilateral dan kadang-kadang diikuti oleh parese Tood (lumpuh
sementara pasca serangan kejang) yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa
hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang berlangsung lama biasanya lebih sering terjadi pada kejang
demam yang pertama.

III.5 Diagnosis

Berdasarkan kriteria Livingston, kejang demam dibagi atas kejang demam


sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi demam
(epilepsy triggered off by fever). Pembagian ini dapat memprediksi prognosis dari
pasien yang mengalami kejang demam. Menurut Livingston, kriteria kejang demam
sederhana adalah sebagai berikut:
 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan - 4 tahun
 Kejang berlangsung sebentar, tidak melebihi 15 menit
 Kejang bersifat umum
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan
 Frekuensi bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Pasien yang tidak memiliki minimal salah satu dari kondisi di atas
merupakan pasien yang menderita epilepsi yang diprovokasi demam (epilepsy
triggered off by fever). Dengan menggunakan kriteria Livingston tersebut, ternyata
sangat banyak pasien yang termasuk dalam golongan epilepsi yang diprovokasi
demam, sehingga konsekuensinya pasien-pasien yang memiliki kondisi tersebut
harus menerima pengobatan rumat. Selain itu juga sulit sekali untuk melakukan
anamnesis berapa lama demam sudah berlangsung sebelum pasien mengalami
kejang. Oleh karena itu, pembagian kejang demam dibagi sebagai kejang demam

20
yang membutuhkan terapi rumat maupun yang tidak membutuhkan terapi rumat.
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan klonik atau tonik-
klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti dengan sendirinya. Setelah kejang
berhenti, anak langsung menangis.
1. Anamnesis
Anak yang mengalami kejang demam akan didahului dengan
serangan demam baik suhu tinggi maupun suhu yang tidak terlalu tinggi
yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Pastikan tidak adanya
infeksi sistem saraf pusat untuk mengeliminasi kemungkinan kejang oleh
penyebab lain.1 Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan untuk
menganamnesis anak dengan kejang demam:
 Usia anak berkisar 9-15 bulan
 Adanya riwayat infeksi seperti infeksi saluran pernapasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis maupun infeksi saluran kemih.
 Tidak ada infeksi sistem saraf pusat.
 Adanya demam sebelum timbulnya kejang
 Umumnya serangan kejang berlangsung 24 jam pertama sewaktu
demam.
 Kemungkinan adanya pengaruh genetik, riwayat anggota keluarga
yang juga pernah mengalami kejang demam.

2. Pemeriksaan Fisik
Tidak ada pemeriksaan fisik yang spesifik pada kejang demam.
Umumnya dapat dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital yaitu
pemeriksaan suhu, frekuensi pernapasan, denyut nadi serta tekanan darah
pada penderita. Yang menonjol disini biasanya didapatkan peningkatan
suhu tubuh.
Pemeriksaan tingkat kesadaran diperlukan pasca kejang untuk
memperhatikan apakah ada defisit neurologis atau tidak. Bentuk
pemeriksaan kesadaran yang digunakan dapat berbentuk pemeriksaan

21
kualitatif maupun kuantitatif. Tingkat kesadaran kualitatif pasien terbagi
atas:
 Compos mentis: sadar terhadap diri dan lingkungan.
 Delirium : gaduh gelisah, kacau, disorientasi
 Somnolen : mengantuk, mudah dibangunkan, menangkis nyeri
 Stupor: dapat dibangunkan dengan rangsangan kuat, kemudian
kesadaran turun lagi
 Koma : tanpa gerakan sama sekali
Secara kuantitatif dapat digunakan Glasgow Coma Scale.
Pemeriksaan tanda rangsang meningial dapat digunakan untuk
mengeksklusi adanya meningitis. Bentuk pemeriksaan tanda rangsang
meningeal meliputi kaku kuduk, tanda Kernig, tanda Laseque dan tanda
Brudzinsky.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan
kadar elektrolit, glukosa serum, pemeriksaan CSS serta pemeriksaan
radiologik yang sesuai. Adanya pemeriksaan ini bukan hanya untuk
menegakkan diagnosis kejang demam namun juga untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya infeksi sistem saraf pusat yang membangkitkan
serangan kejang.
Pemeriksaan elektrolit menunjukkan adanya hipokalsemia,
hipomagnesia dan hiperfosfatemia. Selain itu didapati penurunan kadar
glukosa darah / hipoglikemia. Analisa cairan serebrospinal tidak selalu
dilakukan pada kejang demam. Pemeriksaan ini dilakukan bila ada
kecurigaan adanya meningitis pada bayi dan anak.
Pemeriksaan EEG tidak diindikasikan pasca kejang demam
sederhana karena umumnya gambarannya hanya akan membuktikan bentuk
normal dan tidak akan mengubah manajemen. EEG hanya diindikasikan
pada kejang demam atipik maupun anak yang beresiko berkembang menjadi
epilepsi. Kelainan EEG berupa perlambatan yang mencolok sering dialami
pada anak dengan kejang afebris rekuren dibandingkan anak normal. EEG

22
tidak dapat digunakan untuk memperkirakan anak mana yang akan
mengalami kejang demam berulang atau yang mengalami epilepsi.

III.6 Diagnosis Banding

Berikut ini beberapa jenis penyakit yang dapat dibandingkan dengan kejang demam
sederhana:
¤ Kejang Demam Kompleks / Atipikal
Merupakan kejang pada demam dengan manifestasi klinis yang
lebih lama (lebih dari 15 menit) yang disertai dengan tanda fokal. Serangan
kejang yang kompleks dapat terjadi lebih dari satu kali dalam satu hari.
Adanya kejang demam kompleks harus diwaspadai karena dapat merupakan
pertanda infeksi akut yang serius serta dapat menyebabkan komplikasi
berupa timbulnya epilepsi. Dua hal yang perlu diperhatikan untuk
membedakan kejang demam kompleks dan sederhana ialah lama
berlangsungnya kejang serta jumlah serangan kejang yang terjadi.
¤ Meningitis
Merupakan infeksi pada meningen, yaitu selaput pembungkus otak.
Infeksi ini dapat disebabkan oleh bakteri seperti Stereptococcus pneumonia,
Eschericia coli, dan Haemophilus influenzae maupun virus seperti virus
herpes zoster dan herpes simplex. Ada triad klasik dari meningitis, yaitu
berupa kaku kuduk, demam tinggi dan perubahan status mental. Selain itu
dapat dijumpai adanya fotofobia dan fonofobia. Jika tidak ada gejala klasik
ini, maka sulit untuk menegakkan diagnosis meningitis pada seseorang.
Pada anak biasanya terlihat irritabel dan kurang sehat. Pada bayi berusia
hingga 6 bulan biasanya didapai penonjolan fontanella.
Adanya pemeriksaan analisa cairan serebrospinal dapat digunakan
untuk menegakkan adanya meningitis.
¤ Ensefalitis
Merupakan merupakan infeksi pada sistem saraf pusat yang
umumnya disebabkan oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri.
Mikroorganisme ini dapat masuk melalui kulit, saluran nafas dan saluran
cerna. Gejala yang dialami biasanya berupa demam tinggi, pusing kepala,

23
kebingungan dan terkadang kejang. Pada pasien anak umumnya dijumpai
demam, tidak nafsu makan dan irritabilitas. Adanya ensefalitis juga dapat
diikuti dengan adanya meningitis. Analisa cairan otak dapat menunjukkan
peningkatan kadar protein dan sel darah putih, sedangkan kadar glukosa
darah normal. Pada beberapa pasien tidak dijumpai perubahan berarti pada
analisa cairan serebrospinal.
¤ Abses Otak
Abses otak jarang terjadi pada bayi berusia dibawah 1 tahun, namun
insidensinya akan meningkat setelah masa itu dan hampir sepertiga dari
semua kasus abses otak terjadi pada kelompok usia pediatrik. Abses otak
umumnya timbul sekunder dari infeksi tubuh di tempat lain atau melalui
luka tembus. Penyebabnya antara lain oleh karena absen hematogen atau
metastatic pada anak dengan kelainan jantung bawaan, oleh penetrasi otak
oleh benda asing atau pembedahan maupun akibat infeksi kulit kepala.
Gejala yang dijumpai berupa letargi, anoreksia dan muntah. Anak
yang usianya lebih tua dapat mengeluhkan adanya nyeri kepala. Dapat
dijumpai kejang yang bersifat fokal maupun umum yang disertai dengan
demam yang tidak terlalu tinggi. Adanya abses biasanya akan disertai
dengan timbulnya defisit neurologis seperti hemiparesis, gangguan sensorik
dan kelainan lapang pandang. Adanya abses pada fossa posterior akan
menyebabkan ataksia, dismetria, serta kelumpuhan saraf kranialis. Defisit
neurologis ini tidak dijumpai pada kejang demam sederhana.
Pemeriksaan CSS umumnya tidak memberikan hasil bermakna. Sedangkan
CT Scan dapat digunakan menegakkan diagnosis dan evaluasi pengobatan
penyakit ini.

III.7 Tatalaksana

1. Non medika mentosa


Seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan sendirinya.
Penting untuk menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien yang
mengalami serangan kejang demam.

24
 Jika anak mengalami kejang, posisikan anak miring (semiposisi) dengan
leher yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara lancar
melalui mulut.
 Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi leher secara
hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam
mulut. Berikan O2 jika tersedia.
 Tetap perhatikan keadaan vital pasien seperti kesadaran, suhu, tekanan
darah, pernapasan dan fungsi jantung. Penting untuk mengetahui pada
suhu berapa anak mengalami kejang sehingga kita dapat mengetahui
ambang kejang anak tersebut.
 Jangan letakkan apapun (sendok, jari) di mulut pasien.
 Suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik. Antipiretik yang dapat digunakan pada anak
adalah Paracetamol. Jangan gunakan asam salisilat sebagai antipiretik
karena dapat menyebabkan sindrom Reye.
Setelah kejang berhenti, periksa kadar glukosa dan elektrolit darah.
Pada kejang demam biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan
kadar magnesium dan kalsium serta penurunan kadar glukosa darah.
Hal yang perlu diperlukan adalah untuk menyingkirkan penyebab
kejang akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis
dan abses otak. Oleh karena itu dapat dilakukan pungsi lumbal pada L4 – L5
untuk mengambil cairan serebrospinal. Cairan ini kemudian dianalisa untuk
mengetahui kemungkinan adanya infeksi pada sistem saraf pusat. Namun,
analisa cairan serebrospinal ini tidak dilakukan pada semua kasus kejang
demam melainkan hanya dilakukan pada:
 Kejang dengan usia pasien dibawah 1 tahun.
 Kejang yang berulang.
 Adanya gejala-gejala gangguan sistem saraf pusat seperti adanya defisit
neurologis pasca kejang.

25
2. Medika Mentosa
Kejang demam terjadi akibat adanya demam, maka tujuan utama
pengobatan adalah mencegah terjadinya peningkatan demam oleh karena itu
pemberian obat-obatan antipiretik sanagt diperlukan. Obat-obat yang dapat
digunakan sebagai antipiretik adalah asetaminofen 10-15 mg/kgBB/hari
setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam.
Diazepam adalah obat yang paling cepat menghentikan kejang. Efek
terapeutik diazepam sangat cepat, yaitu antara 30 detik sampai 5 menit dan
efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai apa bila diberikan secara
perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan.
Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan
dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi
jarum dicabut.
Pemberian diazepam secara intravena pada anak yang kejang
seringkali menyulitkan, cara pemberian yang mudah, sederhana dan efektif
melalui rektum telah dibuktikan keampuhannya. Pemberian dilakukan pada
anak atau bayi dalam posisi miring atau menungging dan dengan rektiol
yang ujungnya diolesi vaselin, dimasukkaniah pipa saluran keluar rektal ke
rektum sedalam 3-5 cm. Kemudian rektal dipijat hingga kosong betul dan
selanjutnya untuk beberapa menit lubang dubur ditutup dengan cara
merapatkan kedua muskulus gluteus. Dosis diazepam intrarectal yg dapat
digunakan adalah 5 mg (BB<10 kg) atau 10 mg (BB>10 kg). Bila kejang
tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian, bila tidak berhenti
juga berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena
perlahan-lahan 1 mg/kgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus
dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa
dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan
fenobarbital yang langsung diberikan setelah kejang berhenti. Dosis awal
untuk bayi 1 bulan-1 tahun 50 mg dan 1 tahun keatas 75 mg secara

26
intramuscular. Lalu 4 jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumatan.
Untuk 2 hari pertama diberikan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2
dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan
setelah membaik peroral. Harus diperhatikan bahwa dosis total tidak boleh
melebihi 200 mg/hari karena efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan
kesadaran, dan depresi pernafasan.

III.8 Komplikasi
 Epilepsi
Anak yang menderita kejang demam berseiko lebih besar mengalami
epilepsi dibandingkan dengan yang tidak. Besarnya resiko ini dipengaruhi
banyak faktor, namun yang terpenting adalah kelainan status neurologik
sebelum kejang, timbulnya kejang demam yang kompleks dan riwayat
kejang afebris pada keluarga. Seorang anak normal yang mengalami kejang
demam memiliki resiko 2x lipat lebih besar dibandingkan populasi kontrol.
Apabila kejang pertamanya kompleks, atau bila anaknya abnormal, resiko
dapat meningkat hingga 5 kali lipat. Bila kedua faktor ada maka resikonya
menjadi 18 kali lipat dan insidensi epilepsi dapat mencapai 10% dalam
kelompok ini. Anak dengan serangan kejang demam fokal,
berkepanjangan, dan berulang dengan penyakit yang sama memiliki 50%
kemungkinan menderita epilepsi saat ia berusia 25 tahun.
 Retardasi mental
Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, defisit koordinasi dan
motorik dan status epileptikus pernah dilaporkan sebagai gejala sisa kejang
demam. Kejang yang berkepanjangan tampaknya merupakan faktor
pemicu timbulnya sekuele.

27
III.9 Pencegahan
Pencegahan terutama dari kejang demam adalah mencegah agar suhu tubuh
anak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu timbulnya kejang.
Hal yang dapat dilakukan ialah:
 Memberi kompres air dingin pada anak yang demam.
 Tidak mengenakan baju yang tebal dan tertutup pada anak.
 Menggunakan obat penurun suhu tubuh, yaitu Paracetamol.
Pencegahan sekunder berupa mencegah rekurensi demam telah dibahas di bagian
penatalaksanaan, yaitu dengan pemberian diazepam oral 0,3 mg/kg setiap 8 jam.

III.10 Prognosis
Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik
dan tidak perlu menyebabkan kematian. Dari penelitian yang ada, frekuensi
terulangnya kejang berkisar antara 25% - 50%, yang umumnya terjadi pada 6 bulan
pertama. Apabila melihat pada umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga, Lennox-
Buchthal (1973) mendapatkan:
 Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita
50% dan pria 33%.
 Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga
adanya kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat
kejang 25%.

28
BAB III

ANALISA KASUS

Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 9 bulan dengan keluhan kejang 1 jam
sebelum masuk rumah sakit. Kejang yang terjadi sebanyak 1 kali. Lamanya kejang
sekitar 10 detik, Saat kejang tangan pasien kanan dan kiri mengepal dan kedua
lengan atas dan kedua tungkai bawah bergetar seperti orang menggigil. Saat kejang
pasien tidak sadar dan setelah kejang pasien sadar dan menanggis.

Melalui anamnesis, diketahui bahwa kejang pasien tergolong kejang demam


sederhana sebab kriteria kejang demam sederhana ialah kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri,
kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam.

Pada pemeriksaan fisik saat masuk, keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran kompos mentis, dan tanda vital dalam batas normal hanya saja
suhu pada pasien ini 38,9 C. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan setelah kejang
berhenti adalah periksa kadar glukosa dan elektrolit darah. Pada kejang demam
biasanya didapati peningkatan kadar fosfor, penurunan kadar magnesium dan
kalsium serta penurunan kadar glukosa darah. Hal yang perlu diperlukan adalah
untuk menyingkirkan penyebab kejang akibat infeksi pada sistem saraf pusat seperti
meningitis, ensefalitis dan abses otak.
Tatalaksana pada pasien seringkali kejang yang terjadi akan berhenti dengan
sendirinya tetapi penting untuk menjaga jalan napas agar tetap lancar pada pasien
yang mengalami serangan kejang demam seperti posisikan anak miring
(semiposisi) dengan leher yang diekstensikan sehingga sekresi dapat keluar secara
lancar melalui mulut. Jika pernasapan sulit: buka saluran napas dengan ekstensi
leher secara hati-hati, angkat rahang ke depan. Jangan letakkan apapun ke dalam
mulut.
Rencana terapi selanjutnya adalah diazepam, obat ini sangat cepat, yaitu
antara 30 detik sampai 5 menit dan efek toksik yang serius hampir tidak dijumpai
apa bila diberikan secara perlahan dan dosis tidak melebihi 50 mg persuntikan.
Diazepam dapat diberikan secara intravena dan intrarectal. Dosis diazepam

29
intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis
maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut..

Edukasi kepada ibu pasien perlu dilakukan dalam rangka pencegahan


kejang demam berulang. Edukasi ini terutama dari kejang demam adalah mencegah
agar suhu tubuh anak tidak terlalu tinggi sehingga tidak menjadi faktor pemicu
timbulnya kejang, seperti memberikan kompres air dingn pada anak yang demam,
dan memberikan obat penurun suhu tubuh.

Prognosis ad vitam pada pasien ini bonam karena dengan penangulangan


yang tepat dan cepat, prognosis kejang demam baik dan tidak perlu menyebabkan
kematian. Prognosis ad functionam pasien ini bonam karena setelah penyakitnya
hilang, fungsi organ dapat normal kembali. Prognosis ad sanationam pasien ini
dubia ad bonam karena masih ada peluang untuk kambuh lagi.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Richard EB, Robert MK, Ann MA. Kejang-kejang pada masa anak-anak.
Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 3. Ed 15th. Jakarta: EGC; 2004.hal.2059-
60.
2. Abraham MR, Julien IE, Colin DR. Sistem saraf. Buku ajar pediatric
Rudolph. Vol 3. Ed 20th. Jakarta: EGC; 2007.hal.2160-1.
3. Staf Pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Kejang demam sederhana. Buku
kuliah ilmu kesehatan anak. Vol 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2003.hal.1190-2.
4. Taslim SS, Sofyan I. Kejang demam. Buku ajar neurologi anak. Jakarta:
Balai Penerbit IDAI; 2001.hal.244-51.
5. Roy M, Simon JN. Kejang demam. Pediatrika. Ed 7th. Jakarta: Erlangga:
2005.hal.112-4.

31

You might also like