Professional Documents
Culture Documents
1
tapi tak seorang surya esok hari, matahari
pun sawah dan sungai kami
mengenalnya. Ia bukan orang di langit yang bebas terbuka,
sini, hansip itu berkata. langit burung-burung
“Berikanlah suara-Mu” merpati.
Di bawah petromaks kelurahan 1963
mereka menemukan liang
luka yang lebih. Bayang-bayang
bergoyang sibuk dan beranda
meninggalkan bisik. Orang ini
tak berkartu. Ia tak bernama. Do’a Para Pelaut
Ia tak berpartai. Ia tak bertanda
gambar. Ia tak ada yang Yang Tabah
menangisi, karena kita tak bisa Supardi Djoko Damono
menangis. Apa gerangan
agamanya? kami telah berjanji kepada
“Juru peta yang Agung, di Sejarah
manakah tanah airku?” untuk pantang menyerah.
Lusa kemudian mereka bukankah telah kami lalui pulau
membacanya di koran kota, di demi pulau, selaksa pulau,
halaman pertama. Ada seorang dengan perahu yang semakin
yang menangis entah mengeras
mengapa. oleh air laut.
Ada seorang yang tak menangis selalu bajakan otot-otot lengan
entah mengapa. Ada seorang kami, ya Tuhan,
anak yang letih dan membikin yang tetap mengayuh entah sejak
topi dari koran pagi itu, yang kapan;
diterbangkan angin kemudian. barangkali akan segera memutih
Lihatlah. Di udara berpasang rambut kami ini,
layang-layang, semua satu demi satu merasa letih, dan
bertopang pada cuaca. Lalu tersungkur mati,
burungburung tapi selaksa anak-anak kami akan
sore hinggap di kawatkawat, memegang dayung
sementara bangaubangau serta kemudi
menuju ujung senja, melintasi menggantikan kami
lapangan yang gundul dan kamilah yang telah mengayuh
warna perahu-perahu sriwijaya serta
yang panjang, seperti asap majapahit
yang sirna. mengayuh perahu-perahu
“Tuhan, berikanlah suara-Mu, makassar dan bugis,
kepadaku.” sebab kami telah bersekutu
1971 dengan Sejarah
untuk menundukkan lautan.
laut yang diam adalah sahabat
Nyanyian Tanah Air kami,
Saini KM dan laut yang memberontak
dalam prahara dan topan
Gunung- gunung perkasa, adalah alas an yang paling baik
lembah – lembah yang untuk menguji kesetiaan dan
akan tinggal menganga bakti kami
dalam hatiku. Tanah airku, padaMu.
saya mengembara dalam barangkali beberapa orang
bus , putus otot-otot lengannya,
dalam kereta api yang yang lain pecah tulangtulangnya,
menyanyi. Tak habis – tapi anak-anak
habisnya hasrat kami yang setia
menyanjung dan memuja segera mengubur mereka di
engkau dalam laguku. laut, dan melanjutkan
Bumi yang dalam derita, perjalanan yang belum selesai
sukmamu tinggal ini.
terpendam biarkan kami bersumpah
bawah puing-puing, bawah kepada Sejarah, ya Tuhan,
darah kering di luka, untuk membuat bekas-bekas
pada denyut daging muda. yang tak terbatas
Damaikan kiranya anakanakmu di lautan.
yang dendam dan 1966
sakit hati,
ya Ibu yang parah dalam
duka-kasihku ! Ibukota Senja
Kutatap setiap mata di Toto Sudarto Bachtiar
stasiun , pada jendelajendela
terbuka. Penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Kucari fajar semangat yang Antara kuli-kuli berdaki dan
pijar bernyala-nyala perempuan telanjang mandi
2
Di sungai kesayangan, o, kotakekasih ah, seseorang menjemputku
Klakson oto dan lonceng trem saingmenyaingi mengganti kau
Udara menekan berat di atas jalan menating minyak penuh bagiku
panjang berkelok tapi aku hanya cinta kau
Gedung-gedung dan kepala telah kita dengar bicara orangorang
mengabur dalam senja besar
Mengurai dan layung-layung kita baca buku-buku mereka
membara di langit barat daya kita jelajahi daerah demi daerah
O, kota kekasih suku demi suku, kehidupan
Tekankan aku pada pusat hatimu demi kehidupan mereka
Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu kita pergunakan pikiran dan
Aku seperti mimpi, bulan putih di perasaan kita
lautan awan belia dan kita akhirnya tahu
Sumber-sumber yang murni alangkah indah Irian itu
terpendam alangkah indah Sumatra
Senantiasa diselaputi bumi keabuan alangkah indah Kalimantan,
Dan tangan serta kata menahan Sumbawa
napas lepas bebas alangkah indah tanah air kita
Menunggu waktu mengangkut maut hari ini kunaiki jenjang
Aku tiada tahu apa-apa, di luar yang sederhana perkawinan
Nyanyian-nyanyian kesenduan yang mereka bahagia di sisiku
bercanda kesedihan kembang-kembang bertaburan
Menunggu waktu keteduhan doa-doa berpanjatan :
terlanggar di pintu dini hari - panjanglah umur kalian
Serta di keabadian mimpi-mimpi banyak rahmat dan banyak
manusia anak –
Klakson dan lonceng bunyi bergiliran tapi aku hanya harapkan anak
Dalam penghidupan sehari-hari, dari padamu
kehidupan sehari-hari kepala kutundukkan
Antara kuli-kuli yang kembali ia bimbing aku keluar gereja
Dan perempuan mendaki tepi sungai senyumnya hanya bahagia
kesayangan senyum tertutup daerah
Serta anak-anak yang berenang tertutup, “ yang besar dan megah “
tertawa tak berdosa tapi aku hanya megahkankau, fakri
Di bawah bayangan samar daerah kita adalah semua
istana kejang daerah tanah air kita
Layung-layung senja dan kita cinta semua
melambung hilang kita satu semua
Dalam hitam malam menjulur tergesa kita nyanyikan rangkaian
Sumber-sumber murni mutiara dari timur
menetap terpendam pulau kita semua mutiaranya, ah fakri
Senantiasa diselaputi bumi keabuan kami bersanding di pelaminan kini
Serta senjata dan tangan air mataku menetes
menahan napas lepas bebas selamat tinggal pada semua
O. kota kekasih setelah senja kemerdekaan, salamku
Kota kediamanku, kota selamat tinggal pada
Kerinduanku 1951 pengertian dan perjoangan
yang diremukan
selamat tinggal padamu, fakri
selamat berjuang bagi
persatuan dan kemulian kita semua
Surat selamat bagi semua.
M. Poppy Hutagalung
4
ia berkata: penipuan.
“Yang berasal dari tanah Namamu tergores disetiap
kembali rebah pada tanah. rangka tulang bangunan
Dan aku pun berasal dari dan keuntungan,
tanah: Kendatipun tidak
tanah Ambarawa yang dicanangkan malahan
kucinta. dilupakan.
Kita bukanlah anak jadah Kaulah sebenarnya yang
kerna punya bumi kecintaan. lahirkan kemerdekaan,
Bumi yang menyusui kita tanpa idamkan taman dan
dengan mataairnya. tugu kemerdekaan,
Bumi kita adalah tempat Kaulah sebenarnya yang
pautan yang sah. bangkitkan pembebasan,
Bumi kita adalah kehormatan. tanpa kucup kenikmatan dan
Bumi kita adalah jiwa dari kemegahan pembebasan.
jiwa. Butir padi, garam dan
Ia adalah bumi nenek perlindungan,
moyang. Ladang, daratan, air dan
Ia adalah bumi waris yang kekuatan,
sekarang. adalah kepunyaan dan
Ia adalah bumi waris yang kelahiranmu.
akan datang.” Warisanmu adalah sungai,
Hari pun berangkat malam tanaman,
Bumi berpeluh dan terbakar warisanmu adalah tiap
Kerna api menyala di kota tegukan dan santapan.
Ambarawa.Orang tua itu kembali Kau adalah kapten barisan
berkata: “Lihatlah, hari telah fajar! yang selalu ada di depan,
Wahai bumi yang indah, Untuk kemerdekaan dan
kita akan berpelukan kemanusiaan
buat selama-lamanya! Kau adalah pertahanan
Nanti sekali waktu seorang cucuku utama yang selalu pantang
akan menancapkan bajak menyerah,
di bumi tempatku berkubur untuk pembebasan dan
kemudian akan ditanamnya benih keagungan.
dan tumbuh dengan subur Pahlawan kemerdekaan,
Maka ia pun akan berkata: kaulah satu-satunya
“Alangkah gemburnya tanah pahlawan kemerdekaan
di sini!” dan tiada yang lain yang lebih
Hari pun lengkap malam patut pakaikan mahkota
ketika ia menutup matanya. kemerdekaan.
Pejuang perdamaian, kaulah
Nyanyian Yang satu-satunya pejuang
perdamaian
Dilupakan dan tiada yang lain yang lebih
Ramadhan KH patut kenakan bintang
perdamaian.
Tuhan yang menciptakan seni Waktu pistol pertama
dan bumi meletus untuk
air dan udara dan api, kemerdekaan,
menciptakan semua kita yang adalah pistol jantungmu yang
ada, ditembakkan.
selalu hormat dan cinta Waktu bendera pertama
padamu, berkibar untuk
langit dan dedaunan pembebasan,
gemelepar, adalah bendera semangatmu
bulan dan bintang hidup dan yang diacungkan.
berhikmat selalu Waktu kurban pertama
bagimu dan bagimu dan diminta untuk keagungan,
bagimu. adalah nyawamu yang
Sebanyak daunan lampu pertama dikurbankan.
digantung di dahan Kau adalah alas dan puncak
pohonan semua pujian dan pujaan;
untuk meriahkan istana Sejak fajar sampai fajar jadi
yang asing dan tetap asing sasaran penipuan dan
bagimu, pencekikan.
meja bangkit dan kemewahan 1960.
dibuka
berbatasan dengan lingkaran
dunia yang pahit, duniamu.
Bulan dan bintang yang setia
dan tetap setia padamu,
Meredupkan lampu-lampu
yang banyak dusta dan