You are on page 1of 25

REFLEKSI KASUS

“LUKA TERBUKA AKIBAT BENDA TAJAM


PADA KECELAKAAN KERJA”

OLEH :
Rohmatul Hajiriah Nurhayati
H1A013056

PEMBIMBING :
dr. Arfi Syamsun, Sp.KF, MSi, Med.

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


MADYA
BAGIAN/SMF FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik


Madya di Bagian/ SMF Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Provinsi
Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.

Saya menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khussunya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan
praktik sehari-hari. Semoga Tuhan selalu memberikan petunjukNya kepada kita
semua di dalam melaksanakan tugas dan menerima segala amal ibadah kita.

Mataram, Mei 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 2


HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1

KATA PENGANTAR....................................................................................... 2

DAFTAR ISI..................................................................................................... 3

BAB I. PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Tujuan 5

BAB II. LAPORAN KASUS 6

2.1 Identitas Korban 6


2.2 Uraian Singkat Kejadian 6
2.3 Dokumentasi 7
2.4 Hasil Pemeriksaan 8
2.5 Tatalaksana 10

BAB III. REFLEKSI KASUS 13

BAB IV. PEMBAHASAN 24

BAB V. KESIMPULAN 25

DAFTAR PUSTAKA 26

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 3


Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi akibat adanya
hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan pekerjaan).
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta
kematian yang disebabkan oleh penyakit atau kecelakaan akibat hubungan
pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan
sisanya adalah kematian akibat penyakit akibat hubungan pekerjaan.1,2
Data dari Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N)
menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian kecelakaan kerja meningkat dari
tahun ke tahun yaitu 82.456 kasus di tahun 1999, 98.905 kasus di tahun 2000,
dan mencapai 104.774 kasus pada tahun 2001. Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai kesehatan kerja
menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada setiap
tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya
kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh
produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga
kerja.1,2,3
Indonesia mempunyai kerangka hukum yang ekstensif, sebagaimana
terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 (lampiran). Undang-
undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-Undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi semua tempat
kerja, dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan primer.
Kecelakaan kerja secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok, yaitu
perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya
(unsafe condistions). Beberapa hasil penelitian menunjukkkan bahwa faktor
manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Hasil
penelitian menyatakan bahwa 80%-85% kecelakaan kerja disebebkan oleh
kelalaian atau kesalahan faktor manusia. Kecelakaan kerja dapat
mengakibatkan kerugian harta benda, korban jiwa atau luka atau cacat maupun
pencemaran.1,2,3

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 4


Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan
(rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya
diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas. Di dalam
melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan,
pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan dari
permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan luka,
dan kualifikasi luka.4
Berikut akan dilaporkan sebuah kasus korban kecelakaan kerja yang
mengalami luka robek pada kepala dan fraktur terbuka pada pergelangan
tangan yang telah dilakukan pemeriksaan di IGD RSUP NTB.

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Makalah ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik di departemen Forensik Fakultas kedokteran Universitas Mataram.
2. Tujuan khusus
Makalah ini juga bertujuan agar yang pembaca khususnya yang sedang
belajar ilmu kedokteran akan mengetahui dan mengerti aspek medis dan
aspek hukum dari perlukaan akibat benda tajam, sehingga dapat berperan
aktif pada forensik klinik nantinya.

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 5


BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Korban
 Nama : Tn. Muhammad Basir
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Usia : 30 tahun
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Buruh Tani
 Alamat : Pringgarata, Kab Lombok Tengah
 Status : Menikah
 No RM : 604692

2.2 Uraian Singkat Kejadian


Pasien dibawa ke IGD RSUD Provinsi NTB pada tanggal 13 Mei 2018
pukul 11.00 WITA dengan keluhan terluka pada tangan kiri. Menurut pasien,
hal tersebut terjadi sekitar pukul 10.00 WITA. Berdasarkan cerita pasien, luka
tersebut didapatkan saat pasien sedang bekerja memotong kayu menggunakan
kapak dan secara tidak sengaja kapak tersebut mengayun mengenai tangan
kiri pasien yang sedang memegang kayu. Saat bekerja pasien tidak
menggunakan alat pelindung diri.

2.3 Dokumentasi

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 6


13/05/2018
11.00 WITA
604692

Gambar 1. Luka terbuka pada lengan kiri bagian bawah.

13/05/2018
11.00 WITA
604692

Gambar 2. Luka terbuka pada lengan kiri bagian bawah

2.4 Hasil Pemeriksaan


Keadaan umum : Kesadaran pasien menurut Skala Koma Glasgow (GCS)
adalah lima belas, yaitu membuka mata spontan, orientasi baik, dan pasien
masih mampu melakukan gerakan motorik. Tanda vital pasien: tekanan darah
yaitu seratus tujuh belas per tujuh puluh tujuh milimeter air raksa, frekuensi
nadi delapan puluh sembilan kali per menit, frekuensi napas dua puluh enam
per menit, suhu tubuh pasien tiga puluh tujuh derajat Celsius, saturasi oksigen
delapan puluh sembilan persen.
Hasil pemeriksaan perlukaan ditemukan luka pada lengan kiri bagian
bawah.
Kepala: Tidak ditemukan luka

Tubuh: Tidak ditemukan luka


Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 7
Anggota gerak:

1. Terdapat sebuah luka terbuka pada lengan kiri bagian bawah sisi luar
dengan bentuk teratur seperti celah. Batas teratas luka lima belas
sentimeter dari siku kiri, batas terbawah luka sepuluh sentimeter dari
pergelangan tangan kiri. Luka berukuran lima sentimeter kali dua
sentimeter dan bila ditautkan luka berukuran lima sentimeter kali satu
koma lima sentimeter. Karakteristik luka adalah sebagai berikut tepi luka
rata, kedua sudut luka pada setiap luka besarnya tiga puluh derajat, tebing
luka rata tanpa adanya jembatan jaringan. Tebing luka terdiri dari kulit,
jaringan subkutis, otot. Dasar luka tampak otot. Tampak darah mengalir
dari luka. Tidak terdapat perubahan warna kulit pada kulit di sekitar luka.

2.5 Tatalaksana

a. Tindakan terapeutik
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini adalah infus ringer laktat dua
puluh tetes per menit, pemberian anti nyeri ketorolak, pemberian antibiotik
ceftriakson serta hecting luka 5 jahitan dengan pemberian injeksi lidocain
2 ampul

BAB III

REFLEKSI KASUS

3.1 Definisi Traumatologi


Traumatologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang
trauma atau perlukaan, cedera serta hubungannya dengan berbagai kekerasan
(rudapaksa), yang kelainannya terjadi pada tubuh karena adanya
diskontinuitas jaringan akibat kekerasan yang menimbulkan jejas.4
Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 8
3.2 Penyebab Trauma
Dalam ilmu perlukaan dikenal trauma tumpul dan trauma tajam. Luka
merupakan kerusakan atau hilangnya hubungan antar jaringan, seperti jaringn
kulit, jaringan lunak, jaringan otot, jaringan pembuluh darah, jaringan saraf
dan tulang.4
Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada
permukaan tubuh oleh benda tumpul. Hal ini disebabkan oleh benda-benda
yang mempunyai permukaan tumpul seperti batu, kayu, martil, terkena bola,
ditinju, jatuh dari tempat tinggi, kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya.
Sedangkan trauma tajam adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka
pada permukaan tubuh oleh benda tajam. Adapun perbedaan antara trauma
tumpul dan trauma tajam adalah sebagai berikut4:
Tabel 1. Perbedaan trauma tumpul dan tajam
Trauma Tumpul Tajam
Bentuk Luka Tidak teratur Teratur
Tepi Luka Tidak rata Rata
Jembatan Luka Ada Tidak ada
Rambut Tidak ikut terpotong Ikut terpotong
Dasar Luka Tidak teratur Berupa garis atau titik
Sekitar Luka Ada luka lecet atau memar Tidak ada luka lain

3.3 Luka Akibat Trauma Tajam6


Luka akibat trauma tajam adalah kelainan pada tubuh yang disebabkan
persentuhan dengan benda tajam dan/atau berujung runcing sehingga
kontinuitas jaringan rusak/hilang. Benda tajam adalah benda yang bermata
tajam dan/atau berujung runcing, contoh alat: pisau dapur, pecahan kaca,
silet, pedang, keris, clurit, kapak, dan lain-lain1,6.
 Macam kelainan akibat persentuhan dengan benda tajam
a. Luka iris (Incised Wound)
b. Luka tusuk (Stab Wound)
c. Luka bacok (Chop Wound)

 Ciri-ciri umum luka akibat benda tajam adalah:


Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 9
a. Tepi luka rata
b. Sudut luka lancip
c. Rambut terpotong
d. Tidak ditemukan jembatan jaringan
e. Tidak ditemukan memar atau lecet disekitarnya

3.3.1 Luka Iris (Incised Wound)


Luka iris adalah luka akibat benda yang bermata tajam yang terjadi
dengan suatu tekanan ringan dan goresan pada permukaan tubuh. Contoh
alat: pisau, pecahan kaca, pisau silet, pedang, potong seng

 Bentuk luka iris:


a. Bila sejajar arah serat elastis/otot luka berbentuk celah
b. Bila tegak lurus arah serat elastis/otot luka berbentuk
menganga
c. Bila miring terhadap serat elastis/otot luka berbentuk simetris

 Ciri-ciri luka iris:


a. Tepi dan permukaan luka rata
b. Sudut luka lancip
c. Tidak ada jembatan jaringan
d. Rambut terpotong
e. Tidak ditemukan luka memar atau lecet disekitarnya
f. Tidak mengenai tulang
g. Panjang luka lebih besar dari dalam luka
 Sebab kematian pada luka iris:
a. Penyebab kematian langsung: perdarahan, emboli udara,
aspirasi darah bila luka iris mengenai saluran napas

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 10


b. Penyebab kematian tidak langsung: infeksi atau sepsis
 Ciri luka iris pada bunuh diri:
a. Lokasi luka pada daerah tubuh yang mematikan dan dapat
dicapai tangan korban sendiri, misalnya: leher, pergelangan
tangan
b. Ditemukan luka iris percobaan disekitar luka iris yang fatal
kurang lebih sejajar antara satu dengan yang lain, kedalaman
luka tidak sama, hal ini disebabkan karena korban mula-mula
belum cukup keberaniannya untuk mengiris tubuhnya
c. Tidak ditemukan luka tangkisan dibagian tubuh yang lain
d. Pakaian disingkirkan dahulu pada daerah dimana terdapat luka
 Ciri luka iris pada pembunuhan:
a. Luka dapat disembarang tempat, juga pada daerah tubuh yang
sulit dijangkau tangan sendiri
b. Terdapat luka tangkisan
c. Tidak terdapat luka iris percobaan
d. Pakaian ikut terkoyak akibat benda tajam tersebut

3.3.2 Luka Tusuk (Stab Wound)


Luka tusuk adalah luka akibat benda/alat yang berujung runcing dan
bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu tekanan tegak lurus
atau serong dengan permukaan tubuh. Contoh: belati, keris, celurit,
pecahan kaca, dll.
Bentuk luka (Bergantung lokasi luka dan bentuk penampang alat
penyebab luka).
a. Pada alat-alat tubuh parenkim dan tulang, bentuk luka tusuk sesuai
penampang alat penyebabnya
b. Pada kulit atau otot
 Alat pisau

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 11


 Arah sejajar serat elastis otot: bentuk luka seperti
celah
 Arah tegak lurus serat elastis/otot: bentuk luka
menganga
 Arah miring terhadap serat elastis/otot: bentuk luka
asimetris
 Alat lembing: bentuk luka seperti celah, bila luka didaerah
pertemuan serat elastis/otot bentuk luka bulat
 Alat penampang segitiga atau segiempat: bentuk luka
bintang berkaki tiga atau empat
 Ciri luka tusuk
a. Tepi luka rata
b. Sudut luka tajam, pada sisi tumpul dari alat, sudut luka kurang
tajam
c. Pada sisi tajam dari alat, rambut ikut terpotong
d. Bila tusukan dilakukan sampai pangkal pisau, kadang ditemukan
memar disekitar luka
e. Ukuran dalam luka lebih besar dari panjang luka

3.3.3 Luka Bacok (Chop Wound)


Luka bacok adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata
tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan suatu ayunan disertai tenaga
agak besar. Contoh: pedang, kapak, celurit, baling-baling.

 Ciri-ciri luka bacok


a. Ukuran biasanya besar.
b. Tepi luka tergantung pada mata senjata: tajam atau kurang tajam.
Makin tajam mata senjata yang digunakan, tepi luka yang
ditimbulkan makin rata.
c. Sudut luka tergantung pada mata senjata yang digunakan.
d. Hampir selalu menimbulkan kerusakan pada tulang, kadang-
kadang bagian tubuh yang mengalami bacokan ikut terputus.
e. Dapat ditemukan memar atau disekitar luka.

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 12


Kematian pada luka bacok biasanya terjadi pada kasus pembunuhan dan
kecelakaan. Sebab kematian pada luka bacok, yaitu perdarahan, rusaknya
organ vital, emboli udara, infeksi dan sepsis, dan refleks vagal pada luka
bacok di daerah leher.
3.4 Perbedaan Sifat Luka Akibat Bunuh Diri, Pembunuhan, dan Kecelakaan
Pada kasus bunuh diri dengan benda atau senjata tajam, maka cara yang
terbanyak dijumpai adalah dengan cara memotong (mengiris) tenggorokan.
Bila korban menggunakan tangan kanan untuk maksud tersebut maka pada
umumnya luka iris akan dimulai dari bawah telinga sebelah kiri dan berjalan
di bawah dagu ke sebelah kanan, dengan demikian luka tersebut berjalan dari
kiri atas belakang ke kanan bawah depan. Bila korban menggunakan tangan
kirinya atau orang yang kidal akan terdapat keadaan yang sebaliknya.6
Pada pemeriksaan yang teliti dari luka akan sering didapatkan satu atau
lebih luka yang lebih dangkal dan berjalan sejajar disekitar luka utama, luka-
luka tersebut adalah luka percobaan (hesitation mark). Luka-luka percobaan
dapat pula ditemukan pada bagian lain dari tubuh, seperti pada pergelangan
tangan atau pergelangan kaki, lipat siku atau pada daerah perut. Luka-luka
tersebut umumnya yang terjangkau oleh tangan korban serta biasanya tidak
menembus pakaian karena umunya korban menyingkap pakaian terlebih
dahulu.6
Selain daerah leher, daerah dada merupakan daerah tersering, dalam hal ini
sesuai dengan letak jantung, serta pada daerah perut biasanya daerah lambung.
Lokasi-lokasi tersebut merupakan lokasi yang sering dipilih oleh korban di
dalam kasus bunuh diri; di dalam kasus-kasus tersebut biasanya bentuk luka
yang didapatkan adalah luka tusuk. Luka-luka percobaan tentunya dapat pula
dijumpai. Luka-luka yang menunjukkan adanya tanda-tanda perlawanan pada
kasus bunuh diri dengan sendirinya tidak akan didapatkan.
Pada kasus bunuh diri selain luka-luka utama yaitu luka yang fatal, yang
terdapat baik pada daerah leher, dada atau daerah lambung serta adanya luka-
luka percobaan; pada tangan korban tidak jarang akan ditemukan pisau yang
tergenggam dengan sangat kuatnya, ini disebabkan adanya kekakuan yang
terjadi seketika pada otot-otot tangan korban yang menggenggam pisau.
Kekakuan seketika tersebut dikenal dengan istilah “cadaveric spasm”, yang
Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 13
mencerminkan adanya faktor stres emosional dan intravitalitas. Dengan
demikian adanya senjata yang tergenggam erat tersebut pada korban, hampir
dapat ditentukan dengan pasti bahwa korban telah melakukan bunuh diri; dan
mengingat bahwa faktor stres emosional atau ketegangan jiwa merupakan
faktor yang memungkinkan terjadinya “cadaveric spasm”.
Pada keadaan dimana pisau tidak tersedia, seperti didalam rumah tahanan
atau lembaga permasyarakatan, maka bunuh diri dapat pula dengan
mempergunakan benda-benda tajam lainnya seperti : pecahan kaca, pecahan
botol, dan kepingan kaleng. Dengan demikian kelainan yang didapatkan pada
pemeriksaan lebih bervariasi.
Pada kasus pembunuhan, sulit untuk membunuh seseorang hanya dengan
satu tusukan saja, kecuali bila korbannya sedang tidur atau dalam keadaan
sangat lemah atau bila korban diserang secara mendadak dan yang terkena
adalah organ tubuh yang vital. Jumlah luka umumnya lebih dari satu, tidak
mempunyai tempat atau lokasi tertentu, seringkali didapatkan luka-luka yang
didapat sewaktu korban melakukan perlawanan, luka-luka yang terakhir tadi
disebut luka tangkis. Luka-luka tangkis dapat ditemukan pada daerah lengan
bawah bagian dalam atau pada telapak tangan. Luka-luka pada telapak tangan
dimungkinkan bila korban berusaha menangkap atau merebut ataupun
menangkis serangan lawannya.
Luka mematikan biasanya pada daerah leher, dada, dan pada daerah perut
dimana terdapat organ-organ vital. Sebagai dokter, diharapkan dapat
membedakan kasus pembunuhan dimana korban digorok lehernya dengan
kasus bunuh diri. Terdapat perbedaan-perbedaan pokok, diantaranya arah atau
letak luka yang mendatar, tidak adanya luka-luka percobaan dan didapatkan
luka-luka tangkis.
Perlu diingat pula bahwa terdapat banyak benda atau senjata tajam yang
bentuknya runcing-runcing, misalnya pisau saku dan ganco. Dengan
menggunakan benda atau senjata yang demikian, pembunuhan dapat
dilakukan dengan cara menghantam benda atau senjata tajam tersebut ke
kepala korban, menembus tulang dan masuk kedalam otak. Sehingga akan
didapati luka-luka yang terjadi seperti kasus-kasus diatas tadi, hanya

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 14


ukurannya kecil dan berbentuk celah saja, maka pada pemeriksaan luar dari
korban haruslah dilakukan dengan seteliti dan secermat mungkin.
Tabel 2. Perbedaan Sifat Luka Pembunuhan, Bunuh Diri, Kecelakaan

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 15


3.5 Derajat Luka Berdasarkan Undang-Undang
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal luka kelalaian
atau karena disengaja. Luka yang terjadi ini disebut “Kejahatan Terhadap Tubuh”.
Kejahatan terhadap jiwa ini diperinci menjadi dua yaitu kejahatan doleuse (yang
dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang dilakukan karena
kelalaian atau kejahatan).
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam
pasal 352 (1) KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian,
diancam, sebagai penganiayaan ringan”. Bila luka pada seorang korban
diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau
komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori luka ringan.
Rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam
pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga tidak
ada kriteria secara eksplisit untuk luka sedang.5
Rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur
dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa” Jika perbuatan
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP
yaitu5:
 Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut
 Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencarian
 Kehilangan salah satu panca indera
 Mendapat cacat berat
 Menderita sakit lumpuh
 Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih
 Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Jika pasien berada pada kondisi diantara luka ringan dan luka berat, maka
dokter menuliskannya sebagai luka sedang, sedangkan penegak hukum

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 16


menafsirkannya sebagai penganiayaan. Penulisan klasifikasi luka-luka
bertujuan adar penegak hukum mampu menyimpulkan sendiri apakah
kualifikasi luka merupakan luka ringan, sedang, atau berat.5

3.6 Kecelakaan dan Keselamatan Kerja1,3


Kecelakaan didefinisikan sebagai suatu kejadian yang tak terduga, semula
tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas
dan dapat menimbulkan kerugian baik bagi manusia dan atau harta benda,
Sedangkan kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga dan tidak
diharapkan dan tidak terencana yang mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik
pada manusia, barang maupun lingkungan. Kerugian-kerugian yang disebabkan
oleh kecelakaan dapat berupa banyak hal yang mana telah dikelompokkan
menjadi 5, yaitu :
 Kerusakan
 Kekacauan organisasi
 Keluhan, kesakitan dan kesedihan
 Kelainan dan cacat
 Kematian
Bagian mesin, alat kerja, tempat dan lingkungan kerja mungkin rusak oleh
kecelakaan, Akibat dari itu, terjadilah kekacauan organisasi (biasanya pada proses
produksi), orang yang ditimpa kecelakaan mengeluh dan menderita, sedangkan
keluarga dan kawan-kawan sekerja akan bersedih hati, kecelakaan tidak jarang
berakibat luka-luka, terjadinya kelainan tubuh dan cacat, bahkan tidak jarang
kecelakaan merenggut nyawa dan berakibat kematian.
Menurut Per 03/Men/1994 mengenai Program JAMSOSTEK, pengertian
kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja , termasuk
penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke
rumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui ( Bab I pasal 1 butir 7 ).
Pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 17
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Hal ini ditekankan pada undang-
undang nomor 23 tahun 1992 pasal 23 tentang kesehatan kerja, serta undang-
undang ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 86-87 tentang keselamatan dan
kesehatan kerja.
Pada dasarnya latar belakang terjadinya kecelakaan di pengaruhi oleh 2 faktor,
yaitu :
 Unsafe Condition
Dimana kecelakaan terjadi karena kondisi kerja yang tidak aman, sebagai
akibat dari beberapa poin dibawah ini :
 Mesin, Peralatan, Bahan, dsb
 Lingkungan Kerja
 Proses Kerja
 Sifat Pekerjaan
 Cara Kerja
 Unsafe Action
Dimana kecelakaan terjadi karena perbuatan/tindakan yang tidak aman,
sebagai akibat dari beberapa poin dibawah ini :
 Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
 Karakteristik fisik
 Karakteristik mental psikologis
 Sikap dan tingkah laku yang tidak aman
Adapun faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja :
a. Faktor Teknis
 Tempat Kerja
Tempat kerja harus memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja, seperti
ukuran ruangan tempat kerja, penerangan, ventilasi udara, suhu tempat kerja,
lantai dan kebersihan luangan, kelistrikan ruang, pewarnaan, gudang dan
lain sebagainya. Jika tempat kerja tidak memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, maka kecelakaan kerja sangat mungkin terjadi.
 Kondisi Peralatan
Mesin-mesin dan peralatan kerja pada dasarnya mengandung bahaya dan
menjadi sumber terjadinya kecelakaan kerja. Misalnya karena mesin atau
peralatan yang berputar, bergerak, bergesekan, bergerak bolak-balik, belt
atau sabuk yang berjalan, roda gigi yang bergerak, transmisi serta peralatan

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 18


lainnya. Oleh karena itu, mesin dan perlatan yang potensial menyebabkan
kecelakaan kerja harus diberi pelindung agar tidak membahayakan operator
atau manusia.
 Bahan-bahan dan peralatan yang bergerak
Pemindahan barang-barang yang berat atau yang berbahaya (mudah
meledak, pelumas, dan lainnya) dari satu tempat ke tempat yang lain sangat
memungkinkan terjadi kecelakaan kerja. Untuk menghindari kecelakaan
kerja tersebut, perlu dilakukan pemikiran dan perhitungan yang matang, baik
metode memindahkannya, alat yang digunakan, jalur yang akan di lalui,
siapa yang bisa memindahkan dan lain sebagainya. Untuk bahan dan
peralatan yang berat diperlukan alat bantu seperti forklift. Orang yang akan
mengoperasikan alat bantu ini harus mengerti benar cara menggunakan
forklift, karena jika tidak, kemungkinan akan timbul kesalahan dan
mengancam keselamatan lingkungan maupun tenaga kerja lainnya.
 Transportasi
Kecelakaan kerja yang diakibatkan dari penggunaan alat transportasi juga
cukup banyak. Dari penggunaan alat yang tidak tepat (asal-asalan), beban
yang berlebihan (overloading), jalan yang tidak baik (turunan, gelombang,
licin, sempit), kecepatan kendaraan yang berlebihan, penempatan beban
yang tidak baik, semuanya bisa berpotensi untuk terjadinya kecelakaan
kerja. Upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas, diantaranya adalah
memastikan jenis transportasi yang tepat dan aman, melaksanakan operasi
sesuai dengan standart operational procedure (SOP), jalan yang cukup,
penambahan tanda-tanda keselamatan, pembatasan kecepatan, jalur khusus
untuk transportasi (misal dengan warna cat) dan lain sebagainya.
 Tools (Alat)
Kondisi suatu peralatan baik itu umur maupun kualitas sangat
mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Alat-alat yang sudah tua
kemungkinan rusak itu ada. Apabila alat itu sudah rusak, tentu saja dapat
mengakibatkan kecelakaan.Melakukan peremajaan pada alat-alat yang sudah
tua dan melakukan kualitas kontrol pada alat-alat yang ada di tempat kerja
b. Faktor Non-Teknis
 Ketidaktahuan
Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 19
Dalam menjalankan mesin-mesin dan peralatan otomotif diperlukan
pengetahuan yang cukup oleh teknisi. Apabila tidak maka dapat menjadi
penyebab kecelakaan kerja. Pengetahuan dari operator dalam menjalankan
peralatan kerja, memahami karakter dari masing-masing mesin dan
sebagainya, menjadi hal yang sangat penting, mengingat apabila hal tersebut
asal-asalan, maka akan membahayakan peralatan dan manusia itu sendiri.
 Kemampuan yang kurang
Tingkat pendidikan teknisi otomotif sangat dibutuhkan untuk proses
produksi dan proses maintenance atau perawatan. Orang yang memiliki
kemampuan tinggi biasanya akan bekerja dengan lebih baik serta
memperhatikan faktor keslamatan kerja pada pekerjannya. Oleh sebab itu,
untuk selalu mengasah kemampuan akan menjadi lebih baik.
 Ketrampilan yang kurang
Setelah kemampuan pengetahuan teknisi baik, maka diperlukan latihan
secara terus-menerus.Hal ini untuk lebih selalu mengembangkan
ketrampilan gunasemakin meminimalkan kesalahan dalam bekerja dan
mengurangi angka kecelakaan kerja.Di dunia keteknikan, kegiatan latihan
ini sering disebut dengan training.
 Bermain-main
Karakter seseorang yang suka bermain-main dalam bekerja, bisa menjadi
salah satu penyebab terjadinya angka kecelakaan kerja. Demikian juga
dalam bekerja sering tergesa-gesa dan sembrono juga bisa menyebabkan
kecelakaan kerja. Oleh karena itu, dalam setiap melakukan pekerjaan
sebaiknya dilaksanakan dengan cermat, teliti, dan hati-hati agar keselamatan
kerja selalu bisa terwujud. Terlebih lagi untuk pekerjaan yang menuntut
adanya ketelitian, kesabaran dan kecermatan, tidak bisa dilaksanakan dengan
berkerja sambil bermain.
 Bekerja tanpa peralatan keselamatan
Pekerjaan tertentu, mengharuskan pekerja menggunakan peralatan
keselamatan kerja. Peralatan keselamatan kerja dirancang untuk melindungi
pekerja dari bahaya yang diakibatkan dari pekerjaan yang baru dilaksanakan.
Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 20
Dengan berkembangnya teknologi, saat ini telah dibuat peralatan
keselamatan yang nyaman dan aman ketika digunakan.Perlatan keselamatan
tersebut diantaranya pakaian kerja (wearpack), helm pengaman, kacamata,
kacamata las, sarung tangan, sepatu kerja, masker penutup debu, penutup
telinga dari kebisingan, tali pengaman untuk pekerja di ketinggian dan
sebaginya. Terkadang orang yang sudah merasa mahir justru tidak
menggunakan peralatan keselamatan, misal dalam mengelas tidak
menggunakan topeng las. Hal ini sangatlah salah, pekerja yang mahir dan
profesional justru selalu menggunakan peralatan keselamatan kerja untuk
menjaga kualitas pekerjaan yang terbaik serta keselamatan dan kesehatan
dirinya selama bekerja
c. Faktor Alam
 Gempa bumi
Meskipun setiap perusahaan/industri telah menerapakan keselamatankerja
sesuai standar untuk meminimalisir angka kecelakaan kerja, namun faktor
alam sangat sulit diprediksi. Gempa bumi dapat mengakibatkan kecelakaan
kerja dengan menghancurkan tempat perusahaan /industri berada akibat
pergerakan tanah atau patahan lempeng bumi secara tektonik maupun
vulkanik dan dapat menimbulkan kerugian materi dan korban jiwa yang
besar dan akan bertambah jika gempa bumi tersebut juga disusul dengan
tsunami.
 Banjir
Banjir bandang juga dapat berpengaruh terhadap keselamatan kerja, terlebih
perusahaan berada dekat dengan aliran air. Air banjir selain dapat merendam
peralatan dan mesin produksi serta dapat menimbulkan kerusakan dan
konsleting listrik juga dapat menghanyutkan para pekerja/operator.

 Tornado/Puting Beliung
Tornado/puting beliung merupakan kolom udara yang berputar kencang
yang membentuk hubungan antara awan cumulonimbus atau dalam kejadian
langka dari dasar awan cumulus dengan permukaan tanah dan rata-rata
Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 21
memiliki kecepatan 117km/jam dengan jangkauan 75 m sampai beberapa
kilometer sebelum menghilang.

BAB IV

PEMBAHASAN

Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang berhubungan dengan kerja,


yang terjadi secara tak terduga dan tidak diharapkan dan tidak terencana yang
mengakibatkan luka, sakit, kerugian baik pada manusia, barang maupun
lingkungan. Beberapa faktor dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja,

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 22


salah satunya adalah terkait alat pelindung diri, sesuai dengan nomor 23 tahun
1992 pasal 23 tentang kesehatan kerja, serta undang-undang ketenagakerjaan No.
13 tahun 2003 pasal 86-87 tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak
menggunakan alat pelindung diri saat bekerja merupakan faktor terjadinya
kecelakaan kerja pada pasien pada kasus ini. Akibat kelalaian pasien saat bekerja
telah menimbulkan beberapa luka pada diri pasien.
Berdasarkan deskripsi luka yang telah dijabarkan, maka luka-luka yang
terdapat pada pasien termasuk dalam luka robek dengan fraktur terbuka, luka lecet
dan luka memar. Luka-luka tersebut dapat disebabkan akibat persentuhan dengan
benda tumpul. Pada pasien ini benda tumpul yang menimbulkan luka-luka
tersebut adalah aspal. Luka robek dan fraktur terbuka pada pergelangan tangan
kanan pasien dapat menyebabkan kecacatan apabila tidak diberikan perawatan
dengan tepat dan segera. Selain itu, luka robek pada dahi kanan pasien juga dapat
menimbulkan kecacatan dan bahaya maut jika tidak segera diberikan perawatan
yang tepat. Oleh sebab itu sesuai dengan pasal 90 KUHP, luka yang dialami
pasien termasuk dalam luka berat karena menimbulkan hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, menimbulkan kecacatan dan bahaya maut. Pada
pasien telah dilakukan perawatan terhadap luka pasien sesuai dengan standar
pelayanan yang ada, dan direncanakan operasi pada kepala dan tangan kanan
pasien, namun operasi tidak dapat dilakukan karena adanya penolakan dari pasien
dan keluarga terkait masalah biaya dimana pasien ini merupakan pasien umum.

BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang laki-laki berusia empat puluh lima tahun yang
mengalami kecelakaan saat sedang bekerja. Berdasarkan hasil pemeriksaan
ditemukan tiga jenis luka, yaitu luka robek dengan fraktur terbuka, luka lecet dan
luka memar. Seluruh luka tersebut dapat terjadi akibat trauma tumpul. Tatalaksana

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 23


yang telah diberikan berupa obat-obatan, penjahitan luka dan balut bidai pada
bagian tangan yang fraktur. Operasi tidak dilakukan karena pasien menolak terkait
masalah biaya. Luka-luka tersebut dapat menimbulkan kecacatan dan bahaya
maut pada pasien.

Daftar Pustaka

1. Suma’mur. Keselamatan kerja dan Pencegahan Kecelakaan dalam


Makalah dasar-dasar K3 Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Universitas Indonesia. 2004.
2. Okti FP. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: FKM Universitas
Indonesia: 2008.
Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 24
3. Ridley John. Kecelakaan dalam Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja, Ed.3. Jakarta: Erlangga. 2007. h. 113-8.
4. Satyo AC. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah
Kedokteran Nusantara. 2006; 39(4): 430-432.
5. Syamsun A. Panduan Penulisan Visum Et Repertum. Mataram: Arga Puji
Press; 2014.
6. Kusuma SE, Solichn S, Mutahal, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal. Surabaya: FK UNAIR; 2007.

Kepanitraan Klinik Bagian/SMF Forensik 25

You might also like