You are on page 1of 11

Nama : Afdhal Fikri Mirma

NIM : 20150820012

Budaya dan Adat Istiadat Minangkabau Mulai Hilang

Kini, budaya dan adat istiadat Minangkabau mulai hilang. Banyak pemuda
dan pemudi kehilangan tata krama. Mereka tidak lagi menuntut ilmu agama ke
surau dan lebih mengutamakan hal-hal yang sia-sia. Penyebabnya adalah banyak
pemuda dan pemudi Minangkabau tidak mengenal budaya dan adat istiadatnya.
Selain itu, para tetua adat tidak membimbing generasi penerus untuk belajar,
memahami dan mengamalkan budaya dan adat istiadat Minangkabau. Mereka
mempunyai alasan yang banyak di antaranya adalah mencari nafkah untuk
keluarganya, mengurus kebun di ladang, dan sering berpergian ke luar kota.

Pemuda dan pemudi Minangkabau dibiarkan terlalu jauh dari agama,


budaya, dan adat istiadatnya sehingga mereka terlau bebas untuk mengadopsi
budaya-budaya asing yang bertentangan dengan agama dan adat istiadat. Mereka
membutuhkan bimbingan yang baik dari orangtua dan tetua adat agar hidup
mereka tidak tersesat dan berubah menjadi baik. Akan tetapi, banyak orangtua
yang menganggap hal tersebut wajar dan mereka tidak memperdulikannya sama
sekali, yang terpenting bagi mereka anaknya bisa berprestasi di sekolah.

Banyak di antara tetua adat yang tidak mengetahui tugasnya sebagai


datuak yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting di dalam sukunya.
Mereka hanya sibuk dengan keluarga sendiri tanpa memperdulikan anak
kemenakannya sehingga mereka tidak mengenal siapa anak kemenakannya,
bahkan ada yang satu meja judi dengan anak kemenakannya. Jadi, budaya dan
adat istiadat Minangkabau mulai hilang disebabkan oleh hilangnya peran tetua
adat sebagai orang yang dihormati, hilangnya pemuda dan pemudi yang rajin
menuntut ilmu agama, serta tidak adanya kepedulian orang tua terhadap
penanaman budaya dan adat istiadat kepada anak mereka.
Analisis Paragraf

1. Paragraf I
Gagasan utama : Budaya dan adat istiadat Minangkabau mulai hilang
Kalimat utama : Kini, budaya dan adat istiadat Minangkabau mulai hilang
Jenis paragraf : Deduktif dan argumentasi

2. Paragraf II
Gagasan utama : Pemuda dan pemudi Minangkabau dibiarkan terlau bebas
untuk mengadopsi budaya-budaya asing yang bertentangan
dengan agama dan adat istiadat
Kalimat utama : Pemuda dan pemudi Minangkabau dibiarkan terlalu jauh
dari agama, budaya, dan adat istiadatnya sehingga mereka
terlau bebas untuk mengadopsi budaya-budaya asing yang
bertentangan dengan agama dan adat istiadat
Jenis paragraf : Deduktif dan argumentasi

3. Paragraf III
Gagasan utama : Tetua adat yang melupakan tugasnya, peran orang tua
yang kurang dalam mendidik anaknya dan pemuda-
pemuda yang kurang tertarik dengan ilmu agama
Kalimat utama : 1. Banyak di antara tetua adat yang tidak mengetahui
tugasnya sebagai datuak yang didahulukan selangkah
dan ditinggikan serangting di dalam sukunya
2. Jadi, budaya dan adat istiadat Minangkabau mulai
hilang disebabkan oleh hilangnya peran tetua adat
sebagai orang yang dihormati, hilangnya pemuda dan
pemudi yang rajin menuntut ilmu agama, serta tidak
adanya kepedulian orang tua terhadap penanaman
budaya dan adat istiadat kepada anak mereka
Jenis paragraf : Variatif dan argumentasi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kini, budaya dan adat istiadat Minangkabau mulai hilang. Banyak pemuda
dan pemudi kehilangan tata krama. Mereka tidak lagi menuntut ilmu agama ke
surau dan lebih mengutamakan hal-hal yang sia-sia. Penyebabnya adalah
banyak pemuda dan pemudi Minangkabau tidak mengenal budaya dan adat
istiadatnya. Selain itu, para tetua adat tidak membimbing generasi penerus
untuk belajar, memahami dan mengamalkan budaya dan adat istiadat
Minangkabau. Mereka mempunyai alasan yang banyak di antaranya adalah
mencari nafkah untuk keluarganya, mengurus kebun di ladang, dan sering
berpergian ke luar kota.
Pemuda dan pemudi Minangkabau dibiarkan terlalu jauh dari agama,
budaya, dan adat istiadatnya sehingga mereka terlau bebas untuk mengadopsi
budaya-budaya asing yang bertentangan dengan agama dan adat istiadat.
Mereka membutuhkan bimbingan yang baik dari orangtua dan tetua adat agar
hidup mereka tidak tersesat dan berubah menjadi baik. Akan tetapi, banyak
orangtua yang menganggap hal tersebut wajar dan mereka tidak
memperdulikannya sama sekali, yang terpenting bagi mereka anaknya bisa
berprestasi di sekolah.
Banyak di antara tetua adat yang tidak mengetahui tugasnya sebagai
datuak yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting di dalam
sukunya. Mereka hanya sibuk dengan keluarga sendiri tanpa memperdulikan
anak kemenakannya sehingga mereka tidak mengenal siapa anak
kemenakannya, bahkan ada yang satu meja judi dengan anak kemenakannya
serta bermusuhan dengan keluarganya terkait harta pusaka.
Penyebab mulai hilangnya budaya dan adat istiadat Minangkabau ialah
hilangnya peran tetua adat sebagai orang yang dihormati, sedikitnya pemuda
dan pemudi yang rajin menuntut ilmu agama, serta tidak adanya kepedulian
orang tua terhadap penanaman budaya dan adat istiadat kepada anak mereka.
Oleh sebab itu, penulis akan membahas terkait apa yang seharusnya dilakukan
tetua adat, orang tua dan generasi penerus dalam menjaga tatanan budaya dan
adat istiadat Minangkabau.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah makalah ini adalah :
a. Bagaimana peran tetua adat dalam menjaga tatanan budaya dan adat
istiadat Minangkabau ?
b. Bagaimana peran orang tua dalam menjaga tatanan budaya dan adat
istiadat Minangkabau ?
c. Apa yang harus dilakukan generasi penerus dalam menjaga tatanan budaya
dan adat istiadat Minangkabau ?
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a. Untuk memahami peran apa saja yang harus dilakukan tetua adat dalam
menjaga tatanan budaya dan adat istiadat Minangkabau
b. Untuk memahami peran apa saja yang harus dilakukan tetua adat dalam
menjaga tatanan budaya dan adat istiadat Minangkabau
c. Untuk memahami apa saja yang harus dilakukan generasi penerus dalam
menjaga tatanan budaya dan adat istiadat Minangkabau
D. Manfaat
Manfaat makalah ini adalah :
a. Tetua adat dapat memahami peran yang seharusnya dilakukkan dalam
menjaga budaya Minangkabau nan indah dan adat istiadatnya nan elok
b. Orang tua bisa memahami perannya sangat penting dalam mendidik
anaknya umtuk menjaga tatanan budaya dan adat istiadat Minangkabau
c. Menambah wawasan keilmuan
d. Menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya dan adat istiadat Minangkabau
e. Menyadarkan generasi penerus agar menjaga budaya Minangkabau nan
indah dan adat istiadatnya nan elok
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peran tetua adat di Minangkabau


1. Tetua adat di Minangkabau
Tetua adat dalam Minangkabau disebut dengan istilah tungku tigo
sajarangan (tungku tigo sajarangan). Tungku tigo sajarangan adalah
gabungan dari 3 unsur kepemimpinan, yaitu :
a. Niniak Mamak (penghulu/datuak)
b. Alim ulama
c. Cadiak pandai

Ketiga unsur kepemimpinan ini mempunyai perbedaan statusnya


dalam masyarakat. Kepemimpinan Niniak Mamak merupakan
kepemimpinan yang bersifat turun temurun sesuai dengan garis keturunan
ibu, dan bersifat berkesinambungan dengan arti kata patah tumbuah hilang
baganti (patah tumbuh hilang berganti). Kepemimpinan alim ulama dan
cadiak pandai dapat diperoleh oleh siapa saja tidak harus yang sesuai
dengan garis keturunan ibu tetua adat sebelumnya, tapi tetap harus
keturunan Minangkabau.

Tungku tigo sajarangan merupakan kepemimpinan yang saling


melengkapi dan menguatkan. Istilah “tungku” dalam masyakat
Minangkabau berkaitan dengan istilah memasak. Tungku adalah peralatan
memasak tradisional yang dibuat dari batu atau besi berbentuk menyerupai
segitiga sama sisi. Tungku merupakan dasar yang kokoh untuk menopang
kuali. Deskripsi ini diperkuat dalam pantun adat Minangkabau yang
berbunyi :
Basilang kayu dalam tungku, disitu api mangko hiduik (bersilang kayu
dalam tungku, di sana api akan hidup)
Maknanya adalah melalui ketiga pintu tungku tersebut disilangkan
kayu bakar maka nyala apinya akan bagus. Makna falsafah adat di atas
juga menggambarkan kondisi masyarakat Minangkabau yang demokrasi.
Kayu-kayu bakar yang saling bersilang di dalam tungku merupakan
gambaran perbedaan pendapat dikalangan masyarakat Minangkabau.
Perbedaan pendapat ini dimusyawarahkan bersama-sama sehingga
menghasilkan keputusan yang membangun. Tungku yang diumpamakan
sebagai tiga unsur kepemimpinan, kayu diumpamakan sebagai pendapat
dan gagasan, nyala api sebagai media diskusi, dan kuali yang isinya
dimasakan merupakan hasil keputusan mufakat menurut Suarman (dalam
Zukriman, 2013:5).

2. Unsur kepemimpinan tungku tigo sajarangan


a. Kepemimpinan Niniak Mamak
Niniak Mamak atau yang lebih dikenal dengan nama penghulu
adalah pemimpin adat (fungsional adat) di Minangkabau. Niniak
Mamak sebagai pemimpin adat maka ia memelihara, menjaga,
mengawasi, mengurusi dan menjalankan seluk beluk adat dan budaya
Minangkabau. Niniak Mamak adalah pemimpin dan pelindung
kaumnya atau anak kemenakannya menurut sepanjang adat menurut
Arief (dalam Rita, tanpa tahun:736).
Keberadaan Niniak Mamak di tengah masyarakat ditengah
masyarakat terlihat dalam pepatah adat Minangkabau yang berbunyi :
“Bak baringin di tangah koto, ureknyo tampek baselo, batangnyo
tampek basanda, dahannyo tampek bagantuang, daunnyo tampek
bataduah kahujanan, tampek balinduang dari kapanehan, nan
didahulukan salangkah nan ditinggikan sarantiang, kapai tampek
batanyo kapulang tampek babarito”
(seperti pohon beringin di tengah kota, akarnya tempat duduk
bersila, batangnya tempat bersandar, dahannya tempat bergantung,
daunnya tempat berteduh jika hujan dan panas, yang didahulukan
selangkah, yang dtinggikan seranting, tempat pergi untuk bertanya,
kalau pulang tempat memberi kabar) (Rita, tanpa tahun:736).
Maknanya adalah Niniak Mamak mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi selangkah dibanding dengan alim ulama dan cadiak
pandai, Niniak Mamak merupakan tempat bersandar dan tempat
bertanya tentang berbagai permasalahan yang dihadapi suatu nagari.

Tugas pokok seorang Niniak Mamak di Minangkabau adalah untuk


memelihara (memimpin) anak kemanakannya sesuai dengan pepatah
adat Minangkabau “kaluak paku kacang balimbiang (bengkok paku
kacang belimbing), tampuruang lenggang-lenggangkan (tempurung
lenggang-lenggangkan), baok manurun ka saruoso (bawa menurun ke
saruaso), tanamlah siriah jo ureknyo (tanamlah sirih dengan akarnya),
anak dipangku kamanakan dibimbiang (anak dipangku kemenakan
dibimbing), urang kampuang dipatenggangkan (orang kampung
dipertenggangkan), tenggang raso jo adatnyo ( tenggang rasa dengan
adat), tenggang nagari jan binaso (tenggang negeri jangan
binasa)(Rita, tanpa tahun:737).

Maknanya adalah seorang Niniak Mamak mempunyai kepedulian


yang tinggi terhadap anak dan kemenakannya. Anak dipangku dan
kemenakan dibimbing, tugas Niniak Mamak tidak hanya mengurusi
anaknya, tapi juga membimbing kemenakannya dalam bidang apapun
dan selanjutnya ia berperilaku arif terhadap masyarakat. Sifat-sifat
yang harus dimiliki Niniak Mamak adalah sebagai berikut :

1) Siddiq (benar)
2) Amanah (dipercayai)
3) Tabligh (Menyampaikan)
4) Fathonah (cerdas dan berilmu)

Kepemimpinan Niniak Mamak di samping arif bijaksana, ia juga


harus pintar memilah-milah diantara sekian banyak kasus yang terjadi
di kalangan anak kemenakan atau masyarakatnya. Ia akan mengambil
suatu keputusan yang bijak, masuk akal dan menyenangkan dengan
ukuran-ukuran atau norma-norma umum. Niniak Mamak diharapkan
menjadi tokoh panutan yang sangat berperan di tengah-tengah
lingkungan masyarakat, anak dan kemenakannya terutama dalam
menyelesaikan masalah-masalah, baik yang timbul dari kaum sendiri,
antar kaum atau antar nagari di Minangkabau.

Prinsip kepemimpinan Niniak Mamak adalah :

“Bapantang kusuik indak salasai” (berpantang kusut tidak selesai)

“Bapantang karuah indak Janiah” (berpantang keruh tiak jernih)

Artinya setiap persoalan yang tumbuh dalam kaum, suku dan nagari
dapat selesaikan melalui musyawarah dan mufakat.

Beberapa aspek penting yang menjadi tantangan dan kendala bagi


Niniak Mamak dalam kembali ke pemerintahan nagari menurut Arief
(dalam Rita, tanpa tahun:738) antara lain sebagai berikut :

1) Bagaimana melakukan reposisi adat basandi syarak, syarak


basandi kitabullah; syarak mangato adat mamakai; alam
takambang jadi guru. Dalam hal ini berlaku tagak suku mamaga
suku, tagak nagari mamaga nagari, tagak bangso mamaga
bangso. Tentunya pemimpin adat harus menguasai seluk beluk
adat, taat beragama, dan berilmu pengetahuan. Ia harus memiliki
akhlak yang Islami, demokratis, bertanggung jawab, berilmu
pengetahuan dan melaksanakan nilai-nilai budaya dan adat istiadat
dalam kehidupan nyata.
2) Pewarisan adat Minagkabau kepada generasi muda. Generasi
muda yang dimaksud adalah anak dan kemenakan baik laki-laki
maupun perempuan. Pewarisan ini sebenarnya telah digariskan
dahulu secara turun temurun dari Niniak turun ka Mamak, dari
Mamak turun ka Kamanakan, tapi pelaksanaan di zaman sekarang
sangatlah kurang.
3) Kualitas sumber daya manusia pemimpin/tetua adat. Harus diakui
bahwa lebih dari 80 persen pemimpin atau tetua adat
berpendidikan rendah bahkan sampai sangat rendah. Mereka yang
berpendidikan lebih memilih bekerja di luar nagarinya. Hal ini
merupakan kendala sekaligus tantangan bagi pemimpin atau tetua
adat untuk dapat berperan penting dalam pemerintahan nagari.
4) Politik, untuk memperoleh kewenangan politis Niniak Mamak
harus mampu berinteraksi dengan komponen lainnya, yaitu alim
ulama dan cadiak pandai.
5) Ekonomi, pemanfaatan sumber daya fisik sebaik-baiknya untuk
kemaslahatan kaum, suku dan nagari. Pemanfaatan sumber daya
fisik berupa harta benda kaum, suku dan nagari.
b. Kepemimpinan Alim Ulama
Kepemimpinan alim ulama berkaitan dengan kekuatan filosofi
“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” dan merupakan
dasar bagi masyarakat Minangkabau sendiri. Filosofi tersebut
mempunyai makna yang luar biasa, basandi adalah bersendikan
sedangkan syarak adalah syari’at Islam, dan Syariat Islam bersendikan
atau bersumber dari kitab Allah yakninya Alquran. Sikap jiwa yang
lahir dari lahir dari syariat ini menjadi kekuatan besar dari kekayaan
budaya masyarakat, sebab Alquran adalah petunjuk hidup umat Islam
yang tidak diragukan lagi.
Keberadaan alim ulama di Minangkabau tidak bisa dipandang
sebelah mata, sebab tradisi keagamaan di Minangkabau sangat kuat,
dan alim ulamalah yang akan meluruskan adat yang tidak sesuai
dengan syariat Islam. Alim ulama juga berfungsi sebagai pembinan
iman dan akhlak generasi penerus Minangkabau. Konsep
kepemimpinan alim ulama dijelaskan dalam pepatah adat
Minangkabau berikut ini :
“Suluah bendang dalam Nagari” (suluh penerang dalam negeri)
“Palito nan tak namuah padam” (pelita yang tidak akan padam)
“Duduaknyo bacamin kitab” (duduknya bercermin kitabullah)
“Tagak nan rintang jo pituah” (tegaknya sibuk memberi petuah)
Alim ulama bertindak sebagai suluh atau obor yang menerangi
masyarakat dari kegelapan. Ia harus tahu akan halal dan haram, hak
dan bathil, syariat dan hakikat, dan mampu menjadi penenang disaat
kerusuhan yang ada di masyarakat bekerja sama dengan niniak mamak
dan cadiak pandai.
c. Kepemimpinan cadiak pandai
Cadiak atau cerdik adalah kemampuan akal seseorang dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang rumit dengan cara yang
mudah. Pandai adalah keahlian seseorang pada suatu bidang ilmu, atau
keterampilan yang profesional. Jadi, cadiak pandai adalah orang
cerdas yang memiliki kemampuan menyelesaikan maslah rumit dan
mempunyai keterampilan profesional dalam bidang ilmunya.
Cadiak pandai mempunyai tugas membuat undang-undang atau
membuat peraturan-peraturan(Rita, tanpa tahun:742). Cadiak pandai
adalah pemimpin yang menjabat di pemerintahan. Kepemimpinan
cadiiak pandai haruslah :
“Tahu dek rantiang nan ka mancucuak”
(tahu dengan ranting yang akan menusuk)
“Tahu di dahan nan ka maimpok”
(tahu dengan dahan yang akan menimpa)
Maknanya dalam proses kepemimpinannya, cadiak pandai
haruslah bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang kan terjadi
dan mencari solusi dari berbagai masalah yang timbul di masyarakat.
Sebagai pemimpin di pemerintahan, cadiak pandai juga harus menjadi
jembatan penghubung antara masyarakat dengan dunia luar (luar
daerah) untuki menunjang kemajuan daerah.
3. Proses Kepemimpinan Tungku Tigo Sajarangan
Konsep kepemimpinan ini berkaitan langsung dan serasi dengan
sistem masyarakat Minangkabau yang egaliter dan demokratis, karena
sifatnya yang egaliter dan demokratis maka pengambilan keputusan harus
dimusyawarahkan. Pada mulanya, proses kepemimpinan yang terbentuk
hanya berkenaan dengan bidang dan permasalahan adat saja. Kemudian
dengan masuknya agama islam dalam masyarakat Minangkabau, timbullah
unsur pemimpin alim ulama dan faktor agamapun turut menentukan
kehidupan masyarakat. Kehidupan semakin maju dan berkembang melalui
sistem perekonomian dan pendidikan menimbulkan pula unsur pimpinan
baru yang dinamai cadiak pandai yang bergerak dibidang kepemimpinan
secara formal atau pejabat pemerintahan. Menurut adat Minangkabau, jika
ada masalah baru maka masalah tersebut membutuhkan solusi

You might also like