Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
tanaman dan lingkungan dengan memerhatikan dan memanfaatkan sumber daya
hayati yang melimpah di alam.
Seperti penggunaan pestisida hayati sekarang mulai dikembangkan
penggunaan bahan tumbuhan untuk dijadikan biopestisida nabati. Biopestisida
nabati kembali mendapat perhatian menggantikan insektisida kimia sintetik
karena relatif aman, murah, mudah aplikasinya di tingkat petani, selektif, tidak
mencemari lingkungan, residunya relatif pendek, aman terhadap hewan bukan
sasaran, dan mudah terurai di alam sehingga tidak menimbulkan pengaruh
samping.
Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal dari
tumbuhan, karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini mudah
terurai di alam sehingga residunya mudah hilang, maka relatif aman bagi manusia.
Pestisida nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain: repelant, yaitu menolak
kehadiran serangga, misaknya dengan bau yang menyengat, antifidant: mencegah
serangga makan tanaman yang disemprot, merusak perkembangan telur, larva,
pupa, menghambat reproduksi serangga betina, racun syaraf, mengacaukan sistem
syaraf di dalam tubuh serangga. Atraktan, yaitu pemikat serangga, yang dapat
dipakai sebagai perangkap serangga, mengendalian jamur atau bakteri. Dengan
demikian pengunaan biopestisida nabati maka secara perlahan akan tercipta
keseimbangan ekologi yang berkesinambungan.
2
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan paper ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan memahami formulasi biopestisida berbasis ekstrak
tumbuhan.
2. Untuk mengetahui dan memahami cara ekstraksi bahan aktif biopestisida
berbasis ekstrak tumbuhan.
3. Untuk mengetahui dan memahami contoh formulasi dan aplikasi
biopestisida berbasis ekstrak tumbuhan.
4. Untuk mengetahui dan memahami strategi pemanfaatan biopestisida
berbasis ekstrak patogen.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dalam pembuatan paper ini sebagai berikut :
Agar penulis serta pembaca dapat mengetahui dan memahami formulasi dan
aplikasi biopestisida berbasis ekstrak tumbuhan yang selama ini telah diterapkan.
3
BAB II
4
dengan air hampir tidak mengalami perubahan warna. Wettable Powder adalah
formulasi pestisida berbentuk padat yang terdiri dari bahan aktif dan tepung
kering yang halus sebagai bahan pembawa yang apabila dicampur dengan air akan
membentuk suspensi (Direktorat Pupuk dan Pestisida Tanaman 2011).
5
2.3 Contoh Formulasi dan Aplikasi Biopestisida Berbasis Ekstrak Tumbuhan
6
konstan. Tegangan permukaan terbentuk karena adanya gaya tarik menarik antara
molekul-molekul pada suatu cairan dengan udara.
Molekul cairan menciptakan gaya tarik menarik ke dalam atau tekanan
internal yang membatasi kecenderungan cairan mengalir dan membentuk antar
muka yang besar dengan zat lain (Kamalakar et al. 2013). Surfaktan mengubah
tegangan permukaan cairan dengan cara memecah gaya yang menahan molekul
cairan dibagian antar muka.
Pengujian formula minyak mimba + surfakan terhadap larva Spodoptera
litura
Komposisi formula mimba yang diuji konsentrasi terbaik DEA 5%
ditambahkan surfaktan kationik SK 55 2% dalam minyak mimba. Perlakuan
dengan larutan mimba + surfaktan pada pengenceran berbagai konsentrasi
tersebut mengakibatkan kematian serangga uji 22% sampai 100% pada hari ke-9
sedangkan pada kontrol kematian larva hanya mencapai 4%. Dari aplikasi yang
telah dilakukan terlihat jelas bahwa perbedaan konsentrasi larutan dapat
mengakibatkan perbedaan nilai mortalitas. Daun kedelai kontrol dimakan habis
sedangkan daun perlakuan hanya sedikit yang dimakan. Selain itu, larva S. litura
kontrol tampak sehat dan sudah mencapai instar V akhir sedangkan larva
perlakuan belum ada yang mencapai instar V. Hal tersebut menunjukkan bahwa
bahan aktif mimba menghambat makan dan perkembangan larva S. litura.
Berdasarkan hasil analisa tegangan permukaan, analisa sudut kontak, dan
analisa ukuran droplet, konsentrasi surfaktan dietanolamida (DEA) yang terbaik
untuk digunakan dalam formulasi insektisida dari minyak biji mimba adalah 5%.
Sementara untuk surfaktan kationik SK 55 konsentrasi terbaik yang dapat
digunakan pada proses formulasi yaitu 2%. Hasil pengujian terhadap mortalitas
larva ulat grayak dari jenis formulasi yaitu DEA 5% dengan penambahan
surfaktan kationik 2% menunjukkan bahwa pada konsentrasi tertinggi yang
diujikan yaitu 12,5 mL larutan formula dalam 1 liter air memiliki tingkat kematian
(mortalitas) larva ulat grayak sebesar 100%.
7
B. BIOPESTISIDA DARI EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS
DALAM MENGHAMBAT AKTIFITAS CENDAWAN Oncobasidium
Theobremae SECARA In-Vitro
Penyakit vascular streak dieback (VSD) pada kakao (Theobroma cacao L.) di
Asia Tenggara dan Melanesia disebabkan cendawan O. theobromae. Cendawan
ini memproduksi basidiospora pada basidium yang berkembang pada cabang
kakao yang terserang dan terjadi setelah tengah malam pada kondisi sangat
lembab. Basidiospora disebarkan oleh angin dan apabila spora ini datang pada
permukaan yang kering, maka akan segera kehilangan viabilitasnya. Pada daun
muda yang mengandung tetesan air, basidiospora mudah berkecambah sehingga
tabung kecambah berpenetrasi pada epidermis dan masuk ke dalam xilem
(Rosmana, 2005). Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi cendawan O.
Theobremae biakan cendawan berwarna putih, serta berbentuk lingkaran yang
berwarna coklat kekuning kuningan dan berwarna hitam pada bagian tengah serta
jika dilihat dari bentuk mikroskopis dengan pembesaran 100x betuk hifa berskat
8
dan terlihat bulatan dibagian tengah hifa. Persentase daya hambat ekstrak rimpang
lengkuas tertinggi yaitu pada konsentrasi 0,75% sebesar 38,77%.
Mati pucuk (VSD) merupakan salah satu penyakit penting pada perkebunan
kakao. Mengingat hal ini, maka perlu digalakkan penggunaan obat tradisional
secara alamiah melalui pemanfaatan umbi-umbian, yang mudah ditemukan
disekitar kita dan tidak menimbulkan efek samping, yaitu menggunakan ekstrak
rimpang lengkuas (Alpinia galanga). lengkuas selain mengandung minyak atsiri,
juga mengandung senyawa flavonoid, fenol dan terpenoid. Sedangkan minyak
atsiri didalam lengkuas mengandung eugeno, sineol dan metil sinamat. Secara
kimia, minyak asiri tersusun dari berbagai macam komponen yang secara garis
besar tersusun dari terpenoid dan fenil propanal. Fenil propanal memiliki
percabangan rantai berupa gugus-gugus fenol dan eter fenol. Senyawa fenol
meiliki efek krosif dapat mendenaturasi protein merusak dinding dan membra sel
mikroba dan menonaktifkan enzim-enzim. Senyawa ini termasuk mikrobakteri,
fungisid dan menonaktifkan virus virus lipovilik. Rimpang lengkuas mengandung
zat-zat yang dapat menghambat enzim xanthin oksidase sehingga bersifat sebagai
antitumor. Kandungan saponin dan asetoxichavikol yang dimiliki oleh lengkuas
sangat berperan dalam mekanisme ketahanan tanaman ini terhadap serangan
patogen khususnya jamur (Suprapta, 1998). Ekstrak rimpang lengkuas (A.
galanga) berpotensi sebagai pengawet nabati untuk mengendalikan beberapa
mikroba patogen.
Pertumbuhan diameter koloni cendawan O. Theobremae pada tiap perlakuan
konsentrasi yang mengandung ekstrak lengkuas mampu menghambat
pertumbuhan koloni cendawan. Dimana ekstrak rimpang lengkuas mengandung
saponin dan asetoxichavikol yang bisa berfungsi sebagai penghambat mikroba
patogen. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka akan semakin efektif
dalam menghambat aktifitas pertumbuhan penyakit Vascular streak diabact
(VSD) menunjukkan bahwa konsentrasi 0,75% memiliki daya hambat paling
tertinggi dalam menekan pertumbuhan cendawan O. theobremae.
9
C. Biopestisida Dari Ekstrak Daun Kedondong (Lannea Grandisengl)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Erwinia Carotovora
Tanaman Lidah Buaya (Aloe vera baradensis, Miller), termasuk salah satu
dari sepuluh jenis tanaman terlaris di dunia karena memiliki potensi yang sangat
besar untuk dikembangkan terutama dibidang pengobatan dan industri
(Suryowidodo, 1989). Pengembangan Lidah Buaya tidak bisa terlepas dari
berbagai faktor pembatas terutama dari serangan organisme pengganggu tanaman
(OPT). Salah satu diantaranya adalah penyakit busuk lunak (Soft root) yang
disebabkan oleh Erwinia carotovora (Semangun, 1988). Kerugian akibat adanya
penyakit busuk lunak mendorong dilakukannya berbagai usaha pengendalian.
Salah satu usaha pengendalian yang dilakukan yaitu dengan pengendalian
menggunakan biopestisida nabati. Daun kedondong yang telah bersih dirajang
sampai agak halus kemudian dikering anginkan ± 3 hari. Formulasi bahan yang
telah kering digunakan ditimbang sebanyak 100 gram, kemudian ditambah dengan
solven methanol sebanyak 1000 ml. Setelah direndam selama 3 hari pada suhu
kamar, rendaman ekstrak disaring dengan kertas saring watman no 2. Filtrat yang
diperoleh diuapkan dengan vacum rotary evaporator untuk memisahkan antara
pelarut (methanol) dan ekstrak. Ekstrak yang diperoleh ditimbang, dicatat
beratnya dan dilarutkan dalam aceton hingga konsentrasinya menjadi 50%
kemudian disimpan dalamErlenmeyer dan siap digunakan untuk pengujian
berikutnya.
Sesuai dengan laporan Agrios (1988) dan Dube (1978) dimana dalam
laporannya bahwa bakteri yang tumbuh pada media PPGA tersebut adalah bakteri
E carotovora dengan ciri berwarna putih kekuningan dengan aroma menyerupai
aroma gas belerang, ini menunjukkan bahwa penelitian ini telah mampu
mengisisolasi bakteri E carotovora dari tanaman Lidah Buaya. Pada pengujian
aktivitas ekstrak daun kedondong pada potongan daun Lidah Buaya, dimana
busuknya potongan daun Lidah Buaya disebabkan oleh enzim enzim yang
dikeluarkan oleh bakteri E carotovora seperti enzim peptidase yang berfungsi
menguraikan bagian pektin sebagai perekat antar dinding sel dan enzim selulase
yang berfungsi memecah selulose dari dinding sel sehingga jaringan menjadi
10
lunak dan mengeluarkan cairan berwarna kekuningan, hal ini juga mendukung
pendapatnya Agrios (1988). Potongan daun Lidah Buaya perlakuan ekstrak 4, 5
dan 6% dan kontrol sehat pada hari ketiga kelihatan masih segar. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak dengan konsentrasi 4, 5 dan 6% mampu melindungi
potongan daun Lidah Buaya dari serangan bakteri E carotovora. Aktivitas
antibakteri ekstrak daun kedondong terhadap pertumbuhan bakteri E carotovora
disebabkan oleh salah satu komponen senyawa aktif yang bersifat antibakteri.
Senyawa tersebut diduga adalah senyawa tannin, dimana senyawa ini
merupakan senyawa organik yang merupakan metabolit sekunder yang diketahui
aktif menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri. Senyawa tanin juga
terdapat pada tanaman jambu biji, daun salam, lempuyang gajah yang diketahui
efektif menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus
aureus yang sering menyebabkan penyakit diare pada hewan (Suanda,2002;
Sabu,2006)
Virus inhibitor merupakan zat yang dapat mencegah infeksi virus yang
terdapat pada sap dari tanaman tertentu. Tanaman juga memiliki kandungan
senyawa aktif yang bersifat antiviral yang berperan dalam penghambatan
pergerakan virus. Ada tidaknya antiviral dalam suatu tanaman dapat berpengaruh
pada ketahanan tanaman terhadap penghambatan infeksi virus. (Smith, 1972)
perlakuan ekstrak Euchornia crassipes, Euchema alvarezii, Mirabilis jalapa, dan
Amaranthus spinosus dapat menurunkan preferensi serangga vektor terhadap
tanaman inang, memperpanjang masa inkubasi gejala, menekan perkembangan
penyakit gemini virus (Duriat, 2008).
Pengaplikasian Ekstrak dan Virus
Pengujian keberhasilan inokulasi virus CMV dilakukan dengan melihat
antiviral yang terdapat pada ekstrak tanaman yang diinokulasikan pada tanaman
mentimun. Inokulasi dilakukan secara mekanis. Pembuatan ekstrak dengan
11
konsentrasi 50 gram daun /100 ml penyangga fosfat. Mencampurkan ekstrak
dengan sap virus CMV dengan perbandingan 1:1. Proses inokulasi dilakukan
dengan menyemprotkan campuran sap virus dan ekstrak pada kotiledon yang telah
diolesi karborundum. Pembilasan dilakukan setelah ± 30 menit untuk
membersihkan sisa karborundum agar tidak mengganggu proses fisiologi. Ekstrak
E. crassipes, E. alvarezii A. spinosus dan M. jalapa diduga mengandung inhibitor
sehingga mampu menekan intensitas penyakit. Namun kandungan ekstrak yang
bersifat antiviral pada E. alvarezii belum diketahui.
Menurut Cardoso et al. (2014) ekstrak E. crassipes terdapat senyawa asam
shakimat yang berfungsi sebagai antiviral. Pada perlakuan A. spinosus diduga
terdapat kandungan senyawa tanin yang berfungsi sebagai antiviral. Hal ini
diperkuat dengan hasil penelitian Hersanti (2004) dimana A. spinosus mampu
menekan infeksi CMV . Menurut Vivanco et al. (1999) ekstrak M. jalapa terdapat
senyawa aktif yang dapat mengendalikan virus disebut sebagai protein antivirus
dan dikenal sebagai Ribosome Inactivating Protein (RIPs). RIPs juga terdapat
pada ekstrak akar dan daun M. jalapa dan disebut sebagai Mirabilis Antiviral
Protein (MAP). Mekanisme penghambatan virus yang dilakukan oleh MAP ada
dua cara. Yang pertama, pada saat aplikasi ekstrak, MAP masuk ke bagian atas
epidermis dan bertahan di ruang antarselnya. Kedua, MAP dan virus melakukan
penetrasi bersamasama pada saat inokulasi. Keduanya saling berkompetisi untuk
mencari daerah aktif ribosom sehingga dapat mencegah infeksi virus pada tahap
awal sebelum virus mengalami deenkapsidasi.
12
1) keunggulan dan kekurangan pestisida nabati sehingga petani menyadari
sepenuhnya bahwa penggunaan pestisida nabati tidak memberikan efek
langsung, namun mengendalikan OPT secara perlahan
2) jenis-jenis tanaman di sekitar kebun yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pestisida nabati
3) cara menyiapkan dan mengolah bahan tanaman sehingga siap diekstrak
menjadi bahan aktif pestisida nabati
4) cara memformulasi pestisida nabati yang murah dan mudah sehingga
secara ekonomis terjangkau oleh petani
5) cara memanfaatkan pestisida nabati yang benar sesuai dengan arahan para
ahli demi tercapainya tingkat keberhasilan pengendalian OPT yang
optimal.
Upaya jangka panjang memerlukan dukungan serius dari pemangku kebijakan
untuk menekan pestisida kimia sintetis yang beredar di pasaran. Secara bertahap
perizinan pendaftaran pestisida baru perlu dibatasi dan semua pestisida yang
beredar di pasaran dievaluasi ulang terkait dengan resistensinya terhadap hama
sasaran. Insektisida yang menunjukkan tingkat resistensi tinggi sebaiknya izin
edarnya dipertimbangkan kembali untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat
efek domino dari penggunaan pestisida sintetis yang diaplikasikan pada
konsentrasi yang lebih tinggi.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah membantu penyuluh pertanian
dalam mendampingi petani memproduksi dan memanfaatkan pestisida nabati.
Peran penyuluh dalam memperkenalkan dan menyebarluaskan pemanfaatan
pestisida nabati kepada petani menjadi sangat penting mengingat penyuluh adalah
ujung tombak percepatan adopsi teknologi oleh petani. Melalui pendampingan
terhadap penyuluh, diharapkan budi daya pertanian ramah lingkungan dapat
segera menyebar luas ke petani.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15