You are on page 1of 54

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Kehutanan Skripsi Sarjana

2018

Perbanyakan Vegetatif Salagundi


(Rhoudolia teysmanii Hook. F.) Melalui
Stek Pucuk

Fadillah, Sufi
Universitas Sumatera Utara

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/7494
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
PERBANYAKAN VEGETATIF SALAGUNDI
(Rhoudolia teysmanii Hook. F.) MELALUI STEK PUCUK

SKRIPSI

SUFI FADILLAH
141201132

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

Universitas Sumatera Utara


PERBANYAKAN VEGETATIF SALAGUNDI
(Rhoudolia teysmanii Hook. F.) MELALUI STEK PUCUK

SKRIPSI

OLEH :

SUFI FADILLAH
141201132

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

Universitas Sumatera Utara


PERBANYAKAN VEGETATIF SALAGUNDI
(Rhoudolia teysmanii Hook. F.) MELALUI STEK PUCUK

SKRIPSI

Oleh :

SUFI FADILLAH
141201132

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

SUFI FADILLAH. Vegetative Propagation Technique of Salagundi (Rhoudolia


teysmanii Hook. F.) By Shoot Cutting. Supervised by KANSIH SRI HARTINI
and ARIDA SUSILOWATI.

Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) is a native tree species from


North Sumatra and classified into lesser known species due to lack information in
the market. The wood of salagundi have strength class I and potential to be
developed on a large scale. The less information of it utilization and lower natural
regeneration causing this population become decreased every year. Vegetative
propagation through shoot cuttings is an alternative and prospective way
propagate this species. Therefore the research was conducted to obtain data and
information the effect of Rootone-F concentration on succesfulness of salagundi
shoot cuttings and the appropriate concentration which increased the rooting
percentage of salagundi (R. teysmanii Hook. F.). Cutting material was obtained
from natural regeneration seedling with height >50cm in Simorangkir Julu
village of sub district Siatas Barita, North Tapanuli district. Planting medium
used in this research was sand and top soil in a ratio (1:1). Randomized Complete
Block Design (RCBD) with 5 treatments, control (0 ppm), Rootone-F 100 ppm,
200 ppm, 300 ppm, and smeared / pasta was used in this research. The results
showed that various Rootone-F concentrations had affeced the shoot height.
Treatment with a concentration of 300 ppm gave the best results for growing
shoot cuttings.

Keywords: Rootone-F, salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.), shoot cuttings

i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

SUFI FADILLAH. Perbanyakan Vegetatif Salagundi (Rhoudolia teysmanii


Hook. F.) melalui Stek Pucuk. Dibimbing oleh KANSIH SRI HARTINI dan
ARIDA SUSILOWATI.

Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) merupakan jenis pohon asli


Sumatera Utara yang keberadaannya kurang dikenal di dunia perdagangan. Kayu
jenis ini termasuk kelas kuat I yang potensial untuk dikembangkan dalam skala
besar. Pemanfaatan jenis yang kurang serta regenerasi alam yang sulit akibat tidak
adanya rehabilitasi menyebabkan jenis ini terancam punah. Teknik perbanyakan
vegetatif dengan stek merupakan alternatif untuk perbanyakan bibit jenis ini. Oleh
sebab itu dilakukan perbanyakan secara vegetatif melalui stek pucuk. Tujuan
penelitian ini adalah mendapatkan data dan informasi mengenai keberhasilan stek
pucuk salagundi dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (Rootone-F) yang tepat
untuk meningkatkan persentase tumbuh stek pucuk salagundi (R. teysmanii Hook.
F.). Sumber bahan stek salagundi dari anakan dengan tinggi >50cm di Desa
Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara. Media
tanam yang digunakan berupa pasir dan top soil yang telah disangrai terlebih
dahulu dengan perbandingan pasir : top soil (1 : 1). Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan yaitu kontrol
(0 ppm), Rootone-F 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan dioles/pasta. Hasil
penelitian menunjukkan pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F berpengaruh
terhadap tinggi tunas. Perlakuan dengan konsentrasi 300 ppm memberikan hasil
terbaik untuk pertumbuhan stek.

Kata Kunci : Rootone-F, salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.), stek pucuk

ii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

Sufi Fadillah dilahirkan di Sei Sentosa pada tanggal 3 Agustus 1996 oleh

pasangan Bapak Abu Sopyan dan Ibu Marliana. Penulis merupakan anak pertama

dari dua bersaudara. Beralamat di Jl. Pembangunan Gang. Mados Desa Sei

Sentosa Ajamu Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhan Batu Provinsi

Sumatera Utara.

Adapun riwayat pendidikan penulis, yaitu pada tahun 2008 lulus dari SDN

114371 Sei Sentosa. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Swasta

Yapendak Ajamu dan lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2014 lulus dari SMAN 3

Rantau Utara Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Selanjutnya penulis

melanjutkan ke jenjang pendidikan Strata-1 (S-1) di Universitas Sumatera Utara

pada tahun 2014 di Jurusan Kehutanan. Selama masa perkuliahan penulis fokus

pada kegiatan perkuliahan dan juga mengikuti beberapa organisasi kampus

diantaranya Rain Forest, BKM Baytul Asyjaar, Jaringan Intelektual Mahasiswa

Muslim Kehutanan Indonesia (JIMMKI). Selain itu penulis juga mengikuti

Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Desa Sei Nagalawan, Perbaungan

Kabupaten Serdang Berdagai selama 10 hari pada tahun 2016 dan Praktik Kerja

Lapangan di Balai Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Yogyakarta selama 1

bulan pada tahun 2018.

Untuk menyelesaikan pendidikan Strata-1 di Universitas Sumatera Utara,

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Perbanyakan Vegetatif Salagundi

(Rhoudolia teysmanii Hook. F.) melalui Stek Pucuk. Kegiatan ini dibimbing oleh

Dr. Kansih Sri Hartini, S. Hut., MP dan Dr. Arida Susilowati, S. Hut., M. Si.

iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi

ini berjudul “Perbanyakan Vegetatif Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.)

melalui Stek Pucuk” disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Kehutanan pada Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas

Sumatera Utara, Medan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini

tidak terlepas dari bantuan secara langsung maupun tidak langsung oleh beberapa

pihak. Secara khusus ucapan terimakasih saya sampaikan kepada Ibunda

Marliana, Ayahanda Abu Sopyan, dan Adinda Wulan Syafitry atas segala bentuk

perhatian serta dukungan yang diberikan selama ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Kansih Sri Hartini, S. Hut., MP dan Ibu Dr. Arida Susilowati, S. Hut.,

M. Si selaku dosen pembimbing yang senantiasa berbagi ilmu serta

memberikan arahan dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D selaku Ketua Departemen

Budidaya Hutan dan Ibu Dr. Deni Elfiati, SP., MP selaku Sekretaris

Departemen Budidaya Hutan atas segala bantuan kelengkapan berkas.

4. Bapak Tito Sucipto, S. Hut., M. Si selaku Penasehat Akademik yang

senantiasa memberi arahan serta saran.

5. Ibu Dr. Anita Zaitunah, S. Hut., M. Sc selaku penguji sidang dari Departemen

Manajemen Hutan dan Bapak Arif Nuryawan, S. Hut., M. Si., Ph. D selaku

iv
Universitas Sumatera Utara
penguji sidang dari Departemen Teknologi Hasil Hutan atas segala masukan

untuk penyelesaian penulisan skripsi ini.

6. Ibu/Bapak staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kehutanan atas segala ilmu

dan bantuannya.

7. Tim Salagundi (Irene S. Silitonga, Muhammad Rizky, Bernandus

Ompusunggu dan Reza Pahlevi), DRUIDAY, HUT D 014, BDH 014, Tim

PKL Balai KPH Yogyakarta dan Suporter (Nurul Rahana Nasution, Elys

Zahlia Nasution, Miranda Bahar, Rima Tamara, dan Utami Meirani) yang

selalu mendukung dan memberi semangat untuk penulis.

8. Keluarga Besar Rain Forest, BKM Baytul Asyjaar, JIMMKI atas segala

dukungan yang diberikan.

9. Penulis megucapkan terima kasih kepada seluruh kerabat dan teman-teman

yang tidak tertulis satu persatu. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas

segala kebaikan yang telah diberikan dengan limpahan rahmat dan karunia-

Nya kepada kita semua.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kesalahan penulisan

dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat diharapkan untuk penyelesaian skripsi ini. Semoga penelitian ini dapat

memberi manfaat untuk kepentingan penelitian dan pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2018

Sufi Fadillah

v
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT ......................................................................................................... i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.)............................ 4
Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif dengan Stek Pucuk ................. 4
Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Stek.......................... 6
Aplikasi Zat pengatur Tumbuh Rootone-F ............................................. 9
Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan Stek....................... 10
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 12
Bahan dan Alat Penelitian ....................................................................... 12
Metode Penelitian.................................................................................... 12
Prosedur Penelitian.................................................................................. 14
Parameter Penelitian................................................................................ 16

HASIL DAN PEMBAHASAN


Persentase Hidup Stek ............................................................................. 20
Persentase Berakar Stek .......................................................................... 21
Tinggi Stek ............................................................................................. 22
Diameter Stek ......................................................................................... 24
Jumlah Daun ........................................................................................... 25
Panjang Akar Primer dan Sekunder ....................................................... 27
Jumlah Akar Primer dan Sekunder ........................................................ 29
Skoring Perlakuan Stek ........................................................................... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

No Halaman
1. Rekapitulasi nilai P value (Sig) perlakuan Rootone-F terhadap persentase
hidup stek, persentase berakar stek, tinggi tunas, diameter tunas, jumlah
daun, panjang akar dan jumlah akar selama 12 minggu pengamatan. ......... 18
2. Uji lanjut DMRT pada parameter tinggi tunas Salagundi............................ 24
3. Hasil skoring perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F terhadap
parameter stek Salagundi. ............................................................................ 32

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

No Halaman
1. Pertumbuhan stek salagundi, (a) kontrol, (b) Rootone-F 100 ppm, (c)
Rootone-F 200 ppm, (d) Rootone-F 300 ppm, (e) dioles/pasta.. ................. 19
2. Grafik persentase hidup stek pucuk salagundi ............................................. 20
3. Grafik persentase berakar stek pucuk salagundi .......................................... 21
4. Grafik tinggi tunas stek pucuk salagundi ..................................................... 22
5. Stek yang memiliki tunas namun tidak menunjukkan gejala perakaran
pada perlakuan K1 (100 ppm) (a) dan K3 (300 ppm) (b). ........................... 23
6. Grafik diameter tunas stek pucuk salagundi ................................................ 25
7. Grafik jumlah daun stek salagundi............................................................... 26
8. Grafik panjang akar primer dan sekunder stek salagundi ............................ 27
9. Stek yang memiliki akar namun tidak menunjukkan gejala bertunas K2
(200 ppm) (a), K3 (300 ppm) (b) dan K4 (dioles/pasta) (c) ........................ 28
10. Grafik jumlah akar primer dan sekunder stek salagundi ............................. 30
11. Stek yang mengalami serangan jamur ......................................................... 31

viii
Universitas Sumatera Utara
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.) merupakan salah satu jenis

pohon asli Sumatera Utara, namun keberadaannya kurang dikenal di dunia

perdagangan. Pohon ini dapat dijumpai di Tapanuli dan daerah Simalungun.

Masyarakat lokal banyak memanfaatkan kayu salagundi sebagai tiang penyangga

rumah karena memiliki bentuk batang yang lurus (Pasaribu et al. 2008).

Pemanfaatan jenis yang kurang dikenal sampai saat ini belum didukung oleh data

sifat dasar yang dimilikinya. Penelitian terkait keberadaan salagundi, saat ini

masih cukup terbatas, padahal menurut Pasaribu (2017) jenis ini termasuk jenis

pohon dengan kelas kuat I yang potensial untuk konstruksi utama.

Terkait dengan regenerasinya baik alami maupun buatan, sampai saat ini

informasi tersebut belum diperoleh. Padahal informasi ini penting mengingat kayu

salagundi banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Batak untuk konstruksi rumah,

sehingga dikhawatirkan akan mengancam keberadaan jenis ini. Selain itu, karena

kualitas kayunya yang baik, jenis ini juga cukup potensial untuk dikembangkan

dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan strategi penyediaan bibit yang

berkualitas dan dalam jumlah yang memadai. Salah satu strategi yang dapat

dilakukan adalah melalui teknik perbanyakan secara vegetatif.

Teknik perbanyakan secara vegetatif dengan stek merupakan salah satu

metode yang dapat memperbanyak tanaman secara masal dan tidak tergantung

musim buah. Selain itu, teknik ini dapat memperbanyak tanaman yang memiliki

kesulitan dalam memperoleh buah dan biji, benih cepat rusak, dan klon-klon yang

memiliki sifat genetik unggul (Danu dan Putri, 2015). Cara stek banyak dipilih

Universitas Sumatera Utara


2

orang, alasannya karena bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit, tetapi dapat

diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak. Tanaman yang dihasilkan

dari stek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan

terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya (Wudianto, 2000).

Untuk mempercepat keberhasilan teknik pembibitan melalui pembiakan

secara vegetatif, perlu penggunaan zat pengatur tumbuh dalam membantu

tumbuhnya perakaran (Sudomo et al. 2012). Permasalahan yang ada dalam

pembiakan tanaman dengan stek adalah sulitnya pembentukan akar, dan usaha

untuk mempercepat terbentuknya akar dapat dilakukan dengan menggunakan zat

pengatur tumbuh (ZPT). Zat pengatur tumbuh tanaman yang dihasilkan oleh

tanaman disebut fitohormon, sedangkan yang sintesis disebut zat pengatur tumbuh

tanaman sintetik (Payung dan Susilawati, 2014). Untuk menstimulir pertumbuhan

akar stek maka digunakan ZPT (Rootone-F) dengan beberapa dosis. Penambahan

zat pengatur tumbuh pada stek diharapkan meningkatkan kemampuan berakar dan

persentase hidup stek (Supriyanto dan Prakasa, 2011).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan data dan informasi mengenai keberhasilan stek pucuk salagundi.

2. Mendapatkan data dan informasi mengenai dosis zat pengatur tumbuh

(Rootone-F) yang tepat untuk meningkatkan persentase tumbuh stek pucuk

salagundi.

Universitas Sumatera Utara


3

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai bahan

informasi maupun kontribusi dalam rangka konservasi dan pelestarian salagundi.

Keberhasilan stek pucuk yang dilakukan diharapkan mampu mengatasi

permasalahan regenerasi alami jenis, mampu menyediakan bibit yang berkualitas

serta berguna dalam pemanfaatan salagundi secara lestari.

Universitas Sumatera Utara


4

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Salagundi (Rhoudolia teysmanii Hook. F.)

Kayu salagundi oleh masyarakat lokal sering digunakan untuk tiang

pancang rumah. Bentuk pohon dan pancang yang lurus dari jenis ini, menjadikan

sering dieksploitasi dalam bentuk tiang. Pohon salagundi memiliki tinggi

mencapai 13 meter dengan tinggi batang bebas cabang 9 m sedangkan diameter

berkisar 36 - 45 cm. Pohon ini tidak memiliki banir apabila ada, ukurannya sangat

kecil berupa bagian batang pohon yang menonjol. Tajuk pohon berupa tajuk

payung dengan percabangan yang jarang. Daun berbentuk ellips berkelompok

pada bagian ranting. Kulit pohon beralur pendek, berwarna coklat dan terdapat

bagian yang putih, tebal kulit berkisar 0,6 – 0,8 cm. Kulit sangat mudah

dipisahkan dengan bagian batang pohon dan terdapat kambium yang sangat

licin (Pasaribu et al., 2008).

Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif dengan Stek Pucuk

Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan perbanyakan tanaman

tanpa melalui proses perkawinan. Perbanyakan tanaman secara vegetatif dapat

dilakukan dengan mengambil bagian dari tanaman misalnya, batang, daun,

umbi, spora, pucuk dan lain-lain. Perbanyakan vegetatif dapat dilakukan dengan

cara stek, cangkok, merunduk, okulasi, dan sistem kultur jaringan. Penggunaan

teknologi perbanyakan vegetatif umumnya didasari pertimbangan berikut

ini : (1) sulitnya diperoleh benih secara kesinambungan akibat ketidakteraturan

musim, (2) mendapatkan perolehan genetik (genetic gain) secara maksimum,

(3) pembangunan kebun benih dari pohon induk tunggal, dan (4) konservasi

genetik (Nababan, 2009).

Universitas Sumatera Utara


5

Pembibitan secara vegetatif mempunyai keunggulan dibanding dengan

cara generatif. Dengan cara vegetatif seluruh karakter yang ada pada pohon induk

akan diwariskan kepada keturunannya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif

sangat penting artinya untuk pengembangan klon dan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dalam kegiatan pemuliaan pohon karena peranannya yang

sangat besar dalam mempertahankan perolehan genetik dibandingkan

dengan benih hasil penyerbukan alam. Selain itu dengan teknik perbanyakan

vegetatif dapat diperoleh bibit secara masal dalam waktu relatif singkat

(Mashudi dan Adinugraha, 2015).

Salah satu teknik perbanyakan secara vegetatif adalah stek pucuk.

Perbanyakan vegetatif dengan teknik ini menggunakan tunas atau trubusan dari

batang muda yang masih dalam tahap pertumbuhan, selanjutnya ditumbuhkan

pada media tanam sehingga mampu menghasilkan sistem perakaran yang

baik hingga tumbuh dan berkembang menjadi bibit siap tanam di lapangan

(Kurniaty et al. 2016).

Stek adalah perbanyakan tanaman yang dilakukan dengan menanam

potongan pohon induk ke dalam media agar tumbuh menjadi tanaman baru. Bahan

vegetatif yang digunakan adalah batang, pucuk, daun, atau akar. Namun untuk

perbanyakan vegetatif pohon-pohon kehutanan, bahan yang umum dipakai adalah

batang dan pucuk. Keunggulan perbanyakan tanaman dengan cara stek adalah :

Teknik pelaksanaannya sederhana, cepat dan murah, tidak ada masalah

ketidakcocokan sebagaimana yang timbul pada perbanyakan secara

penyambungan atau okulasi, banyak bibit yang dapat dihasilkan dari satu pohon

induk, produksi bibit tidak bergantung kepada musim masaknya buah dan seluruh

Universitas Sumatera Utara


6

bibit yang dapat dihasilkan memiliki sifat genetis yang sama dengan tanaman/

pohon induknya (Wudianto, 2000).

Stek pucuk merupakan metode perbanyakan vegetatif dengan cara

menumbuhkan terlebih dahulu tunas-tunas aksilar pada media tumbuh

dipersemaian hingga tunas tersebut berakar (rooted cutting) sebelum semai yang

dihasilkan dipindahkan ke lapangan. Keberhasilan stek pucuk tergantung

beberapa faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya adalah tingkat

ketentuan donor stek, kondisi fisiologi stek, waktu pengumpulan stek, dan lain

sebagainya. Adapun yang termasuk faktor luar antara lain adalah

media perakaran, suhu, kelembaban, intensitas cahaya, dan hormon pengatur

tumbuh (Na’iem, 2000).

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keberhasilan Stek

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengakaran setek

antara lain adalah faktor internal seperti hormon pertumbuhan. Pemberian zat

pengatur tumbuh dari golongan auksin (hormon eksogen) sangat bermanfaat

untuk meningkatkan persen setek berakar, jumlah dan kualitas akar setek

(Kurniaty et al. 2016).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek berakar dan tumbuh baik

adalah sumber bahan stek dan perlakuan terhadap bahan stek. Hal yang perlu

diperhatikan dalam perlakuan terhadap bahan stek adalah penggunaan jenis

media. Berdasarkan pengalaman, pasir merupakan jenis media yang cocok bagi

pertumbuhan awal stek. Pasir memiliki tekstur dan aerasi yang cocok bagi

pertumbuhan akar, namun pasir tidak memiliki kandungan unsur hara yang

diperlukan bagi pertumbuhan lanjutan sehingga harus dilakukan penyapihan

Universitas Sumatera Utara


7

sampai bibit siap tanam. Untuk itu perlu dicari media lain sebagai pengganti pasir

yang memiliki aerasi yang baik juga mengandung unsur hara yang dibutuhkan

bibit (Wudianto, 2000).

Bahan stek pucuk lebih baik dibandingkan dengan bahan stek batang. Hal

ini disebabkan karena bahan stek pucuk lebih juvenil dibandingkan dengan bahan

stek batang. Pada bahan stek batang sebagian pori-porinya kemungkinan

mengandung zat lilin yang menghambat tumbuhnya akar dalam pengakaran stek

sehingga menghasilkan persentase stek menjadi anakan lebih kecil

(Mardi et al. 2016).

Pertumbuhan stek dipengaruhi oleh interaksi faktor dalam dan faktor

lingkungan. Faktor dalam terutama meliputi kandungan cadangan makanan dalam

jaringan stek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk), hormon endogen

dalam jaringan stek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran, kelembaban, suhu,

intensitas cahaya dan teknik penyetekan. Media perakaran stek yang digunakan

sebaiknya memiliki aerasi dan drainase yang baik serta ketersediaan air yang

cukup. Ketersediaan cadangan makanan dan zat pengatur tumbuh pada bahan stek

merupakan faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek. Solusi untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan pemilihan ukuran bahan stek yang tepat dan pemberian

zat pengatur tumbuh eksogen. Umur pohon induk bahan stek sangat berpengaruh

terhadap persen hidup, persen tunas, persen akar, panjang akar, jumlah akar,

biomasa akar stek. Bahan stek berasal dari tingkat anakan lebih mudah bertunas

dan berakar dibandingkan dengan bahan stek dari pohon muda (belum berbuah)

dan pohon dewasa (sudah berbuah) (Danu et al. 2011).

Universitas Sumatera Utara


8

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan stek pucuk

adalah jenis media yang baik dan harus memiliki pH yang kondusif untuk

pertumbuhan bibit, memiliki struktur yang porus sehingga proses aerasi dan

drainase akan berjalan dengan baik, memiliki daya ikat air yang tinggi dan bebas

patogen. Keberadaan daun pada stek merupakan faktor yang mempengaruhi

perkembangan akar. Hal ini dapat dipahami karena semakin luas permukaan daun

maka fotosintat yang dihasilkan cenderung semakin banyak. Keberadaan daun

sangat penting pada stek pucuk dan dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh

stek. Namun demikian luas daun yang disisakan pada stek pucuk juga harus

diperhatikan, sebab apabila daun pada stek terlalu banyak (luas) maka laju

transpirasi akan tinggi sehingga akan menyebabkan stek menjadi layu

(Mashudi dan Adinugraha, 2015).

Media tumbuh merupakan komponen utama dalam proses budidaya dan

harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang akan ditanam. Media tumbuh harus

dapat menjaga kelembaban daerah di sekitar perakaran, menyediakan cukup unsur

hara dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Kesuburan tanah dapat

dipertahankan dengan menambahkan bahan organik. Bahan organik berfungsi

menambah unsur hara dan memperbaiki struktur serta aerasi tanah sehingga

memudahkan penetrasi akar. Penggunaan bahan organik dengan komposisi yang

sesuai diharapkan dapat mempercepat dan meningkatkan pertumbuhan bibit

(Sutriyani et al. 2016).

Pengaruh pemberian suatu konsentrasi zat pengatur tumbuh berbeda-beda

untuk setiap jenis tanaman, bahkan berbeda pula antar varietas dalam suatu

spesies. Efektivitas zat pengatur tumbuh pada tanaman dipengaruhi oleh

Universitas Sumatera Utara


9

konsentrasi yang diberikan, karena perbedaan konsentrasi akan menimbulkan

perbedaan aktivitas. Perbedaan aktivitas zat pengatur tumbuh ditentukan oleh

bahan stek spesies yang digunakan. Zat pengatur tumbuh yang secara alami ada

dalam tanaman berada di bawah optimal, sehingga dibutuhkan sumber dari luar

untuk menghasilkan respon yang maksimal. Pada fase pembibitan dengan

metode stek, penggunaan zat pengatur tumbuh secara langsung dapat

meningkatkan kualitas bibit serta mengurangi jumlah bibit yang tumbuh abnormal

(Nurlaeni dan Surya, 2015).

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F

Untuk mempercepat pembentukan akar pada tanaman, dapat digunakan zat

pengatur tumbuh buatan yang diberi secara eksogen (dari luar). Salah satu zat

pengatur tumbuh dari jenis auksin yang digunakan untuk membantu mempercepat

keluarnya akar pada stek adalah Rootone F. Dalam kebiasaan mempergunakan zat

pengatur tumbuh untuk stek dikenal dua cara untuk merangsang pertumbuhan

akar, yaitu pertama membiarkan stek dalam larutan dengan cara dengan cara

mencelupkan atau merendamnya (cara basah) dan kedua dengan mengolesi bagian

dasar stek dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) (cara kering). Perlakuan basah

memudahkan stek menyerap zat dan ZPT perangsang. Tinggi rendahnya hasil dari

penggunaan ZPT tergantung pada beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah

lamanya stek direndam dalam satu larutan. Semakin lama stek berada dalam

larutan semakin meningkat larutan dalam stek (Supriyanto dan Prakasa, 2011).

Menurut Putra et al. (2014) konsentasi Rootone-F 200 ppm dengan

perendaman selama 15 menit memberi pengaruh nyata terhadap panjang akar dan

jumlah daun pada stek pucuk jabon (Anthocephalus cadamba), hal tersebut diduga

Universitas Sumatera Utara


10

konsentrasi 200 ppm Rootone-F paling efektif untuk mempercepat terjadinya

pembelahan sel, perpanjangan sel dan diferensiasi sel sehingga pertumbuhan tunas

dan daun jauh lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 0 ppm, 100 ppm dan

300 ppm. Mulyani dan Ismail (2015) menyatakan pemberian konsentrasi

Rootone-F berpengaruh sangat nyata terhadap panjang tunas dan jumlah daun

stek pucuk Jambu Air (Syzygium samarangense) dengan konsentrasi 200 ppm dan

pada konsentrasi 300 ppm terbaik untuk panjang akar, jumlah akar dan berat akar.

Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Pertumbuhan Stek

Hormon adalah zat organik yang dihasilkan oleh tanaman yang merupakan

bagian dari proses regulasi pada tumbuhan. Hormon dihasilkan pada bagian yang

sel-selnya masih aktif membelah diri dapat melalui pucuk, batang maupun ujung

akar. Hormon tumbuh adalah zat organik bukan hara yang dihasilkan oleh

tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis.

Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang menghasilkan menuju

bagian tanaman lainnya (Azizah, 2008).

Hormon secara alami sudah ada pada tumbuhan, namun zat pengatur

tumbuh (ZPT) tetap diberikan pada stek dengan tujuan meningkatkan kemampuan

berakar stek, mempercepat proses pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan

kualitas akar, serta mengurangi keragaman jumlah dan kualitas perakaran stek.

Penggunaan Rootone-F sebagai zat pengatur tumbuh tanaman selain harganya

yang relatif lebih murah di banding hormon IAA dan IBA, keberadaannya relatif

mudah ditemukan di pasaran (Sudomo et al. 2012).

Hormon berpengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan

tumbuhan. Rootone-F yang mengandung auksin dapat mempercepat pembelahan

Universitas Sumatera Utara


11

dan pertumbuhan sel-sel tumbuhan. Hormon auksin memiliki kemampuan untuk

merangsang pemanjangan sel pada batang yang mengalami pembelahan dan pada

bagian koleoptil, tetapi hormon ini juga mempengaruhi perkembangan pusat

respon, termasuk pembentukan akar, diferensiasi jaringan pembuluh, respons

tropik, dan perkembangan kuncup ketiak, bunga dan buah. Setiap hormon

mempengaruhi respon pada banyak bagian tanaman. Respon itu bergantung pada

spesies, bagian tanaman, fase perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar

hormon yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan (Wulandari et al. 2015)

Permasalahan yang ada dalam pembiakan tanaman dengan stek adalah

sulitnya pembentukan akar, dan usaha untuk mempercepat terbentuknya akar

dapat dilakukan dengan menggunakan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh

tanaman yang dihasilkan oleh tanaman disebut fitohormon, sedangkan yang

sintesis disebut zat pengatur tumbuh tanaman sintetik. Zat pengatur tumbuh

didefinisikan sebagai senyawa organik selain hara yang memiliki sifat-sifat seperti

hormon tanaman. Zat tersebut dalam jumlah kecil dapat mendorong, menghambat

atau memodifikasi secara kuantitatif pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Untuk mempercepat pembentukan akar pada tanaman, dapat digunakan zat

pengatur tumbuh buatan yang diberi secara eksogen (dari luar). Salah satu zat

pengatur tumbuh dari jenis auksin yang digunakan untuk membantu mempercepat

keluarnya akar pada stek adalah Rootone-F (Payung dan Susilawati, 2014).

Universitas Sumatera Utara


12

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 22 April 2018 sampai 15 Juli 2018.

Rangkaian kegiatan mulai dari pengambilan bahan stek salagundi di Desa

Simorangkir Julu Kecamatan Siatas Barita, Kabupaten Tapanuli Utara dilanjutkan

dengan penanaman dan pengamatan dilakukan di rumah kaca, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan stek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pucuk dari anakan

salagundi dengan tinggi berkisar >50 cm. Adapun media tanam yang digunakan

berupa pasir dan top soil yang telah di sangrai terlebih dahulu dengan

perbandingan pasir : top soil (1 : 1). Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F, dan

Dithane (sebagai anti jamur) digunakan dalam penelitian ini.

Alat yang digunakan adalah sungkup propagasi, gunting stek, potray/tube

untuk tempat menanam stek, ember plastik untuk merendam stek, sendok untuk

mengaduk larutan ZPT, kaliper untuk mengukur diameter stek, termometer untuk

mengukur suhu dalam persemaian, sprayer untuk menyiram tanaman, paranet,

penggaris untuk mengukur tanaman, kertas label untuk memberi tanda pada setiap

perlakuan, kamera untuk mengambil gambar dan alat tulis.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan konsentrasi zat pengatur tumbuh

(Rootone-F) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kontrol, 100 ppm, 200

ppm, 300 ppm dan dioles. Setiap perlakuan terdiri dari 4 ulangan dan setiap

Universitas Sumatera Utara


13

ulangan terdiri atas 3 stek. Sehingga jumlah stek yang ditanam adalah 5 x 4 x 3 =

60 stek.

Model umum yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = µ + Ti + βj + ∑ij

Keterangan :

i : 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dioles/pasta.

j : 1, 2, 3, 4

Yij : Data pengamatan aplikasi pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-F)

pada pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan ke-i, ulangan

ke-j.

µ : Rataan umum.

Ti : Perlakuan aplikasi ke-i pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-F) pada

pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan.

βj : Pengaruh kelompok ulangan ke-j pada pertumbuhan stek pucuk

salagundi pada umur 3 bulan.

∑ij : Galat pada perlakuan aplikasi pemberian zat pengatur tumbuh (Rootone-

F) pada pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan ke-i,

ulangan ke-j.

Hipotesis yang akan diuji melalui penelitian ini sebagai berikut :

H0 : Tidak ada pengaruh perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap

pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan.

H1 : Terdapat pengaruh perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh terhadap

pertumbuhan stek pucuk salagundi pada umur 3 bulan.

Universitas Sumatera Utara


14

Analisis data dilakukan dengan menggunakan software Statistical Package

for the Social Sciences (SPSS) dan menggunakan analisis sidik ragam ANOVA.

Jika hasil yang diperoleh berpengaruh nyata maka dilakukan pengujian lanjutan

menggunakan Uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada Taraf 5%.

Dilakukan penilaian berdasarkan skoring pada tabel pengaruh perlakuan

terhadap seluruh parameter dengan skor 1-5 untuk hasil yang tertinggi sampai

terendah untuk mengetahui konsentrasi Rootone-F yang paling optimal bagi

pertumbuhan stek salagundi.

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Bibit Cabutan Alam

Bibit salagundi yang akan digunakan sebagai mother plant diperoleh dari

cabutan alam hutan sebagai sumber bahan stek pucuk. Tindakan yang dilakukan

dalam perawatan mother plant adalah penyiraman air, penyiangan dan penyortiran

(grading). Penyiraman dilakukan setiap hari dengan intensitas 2 (dua) kali yaitu

pagi dan sore hari. Pembersihan gulma dan tanaman pengganggu lainnya

(penyiangan) dilakukan 1 minggu sekali untuk menghilangkan tanaman

pengganggu di dalam media atau di sekitar tanaman. Penyortiran dilakukan untuk

mengeluarkan bibit yang busuk atau mati. Tindakan perawatan lainnya adalah

menambah media pada polybag yang telah mengalami erosi akibat penyiraman.

2. Pengambilan Bahan Stek

Bahan stek pucuk salagundi diambil dari pucuk percabangan tanaman

salagundi. Pengambilan bahan stek dilakukan pada sore hari sehingga penguapan

relatif rendah dan telah terjadi fotosintesis. Bahan pucuk dari percabangan

tersebut diambil kemudian dipotong dengan panjang stek sekitar 8-12 cm dan

Universitas Sumatera Utara


15

setiap bahan stek pucuk menyisahkan 2-3 daun yang dipotong 1/3 yang bertujuan

untuk mengurangi penguapan pada bahan stek pucuk ketika di tanam. Bahan stek

yang telah dipotong dimasukkan kedalam air untuk menjaga kelembabannya.

3. Penyiapan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media pasir : top soil

(1:1).

4. Penyiapan Larutan zat Pengatur tumbuh (Rootone-F)

Konsentrasi Rootone-F yang diaplikasikan meliputi kontrol (0 ppm), 100

ppm, 200 ppm, dan 300 ppm dan dioles/pasta. Penyiapan larutan Rootone-F

dilakukan dengan cara :

1. Kontrol (0 ppm).

2. Konsentrasi 100 ppm, adalah campuran 100 mg Rootone-F dengan 1 liter air.

3. Konsentrasi 200 ppm, adalah campuran 200 mg Rootone-F dengan 1 liter air.

4. Konsentrasi 300 ppm, adalah campuran 300 mg Rootone-F dengan 1 liter air.

5. Dioles/pasta, adalah campuran 1 gram Rootone-F dengan 1 ml air.

Bahan stek dimasukkan ke dalam air sebelum ditanam, setelah bahan stek

dan larutan hormon tersedia sesuai dengan dosis perlakuan kemudian bahan stek

dicelupkan ke dalam larutan tersebut selama 1 jam dan ditanam di media tanam.

5. Penanaman Stek

Bahan stek kemudian ditanam pada media yang telah disiapkan terlebih

dahulu dan disusun sesuai acakan yang telah dibuat secara lengkap, penanaman

dilakukan dengan cara melubangi media terlebih dahulu dengan ukuran kira-kira

sebesar pensil dan kedalaman 2 cm. Setelah itu bahan stek dimasukkan pada

lubang tanam dan ditekan dengan dua jari untuk memadatkan agar stek tidak

Universitas Sumatera Utara


16

bergoyang saat dilakukan penyiraman. Selanjutnya stek yang sudah ditanam di

sungkup rapat dan diletakkan pada rumah kaca.

6. Pemeliharaan Stek

Pemeliharaan tanaman dilakukan secara periodik bertujuan untuk menjaga

suhu dan kelembaban. Periodisitas penyiraman disesuaikan dengan umur bibit

stek yaitu 2 kali seminggu sampai dengan stek berumur 2 minggu, 1 kali

seminggu untuk stek umur 3 dan 4 minggu, dan 1 kali sebulan untuk stek yang

berumur lebih dari 1 bulan. Penyiraman sungkup propagasi dilakukan 2 hari sekali

pada siang hari guna menjaga suhu di dalam sungkup. Sanitasi daun yang gugur

dan yang mati dikeluarkan dari sungkup dan dibuang untuk menghindari

perkembangan jamur.

Parameter Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Persentase Hidup

Persentase yang hidup dapat dihitung pada akhir penelitian dengan rumus

sebagai berikut :

2. Persentase Stek Berakar

Persentase stek berakar dapat dihitung pada akhir penelitian dengan rumus

sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


17

3. Tinggi Tunas

Tunas yang tumbuh diamati dan diukur panjangnya sekali seminggu untuk

setiap kombinasi perlakuan dengan menggunakan penggaris.

4. Diameter Tunas

Pengukuran diameter tunas yang tumbuh pada setiap kombinasi perlakuan

dilakukan dengan menggunakan kaliper. Pengambilan data dilaksanakan sekali

seminggu bersamaan dengan pengambilan data parameter tinggi tunas dan jumlah

daun.

5. Jumlah Daun

Jumlah daun yang tumbuh pada tunas dihitung manual setiap seminggu

sekali.

6. Panjang Akar

Panjang akar dihitung dengan cara mengukur panjang akar terpanjang

pada setiap stek pada akhir pengamatan dengan menggunakan penggaris. Panjang

akar yang dihitung adalah panjang akar primer dan sekunder.

7. Jumlah Akar

Jumlah akar primer dan sekunder akan dihitung secara manual pada akhir

penelitian.

Universitas Sumatera Utara


18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembentukan akar pada stek merupakan fase kritis yang menentukan

keberhasilan perbanyakan secara vegetatif. Oleh karena itu diperlukan perlakuan

yang mampu merangsang pembentukan akar stek sehingga mampu dihasilkan

bibit baru dengan persentase keberhasilan berakar dan sistem perakaran yang

berkualitas (De Klerk et al.1997).

Pemberian hormon Rootone-F pada stek pucuk salagundi dengan berbagai

konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap persentase hidup stek,

persentase berakar stek, jumlah daun, panjang akar, jumlah akar, dan diameter

stek namun memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tunas (Tabel 1). Hormon

secara alami sudah ada pada tumbuhan, namun zat pengatur tumbuh tetap

diberikan dengan tujuan meningkatkan kemampuan berakar stek,

mempercepat proses pertumbuhan akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar

(Hardiwinoto et al. 2016).

Tabel 1. Rekapitulasi nilai P value (Sig) perlakuan Rootone-F terhadap persentase hidup
stek, persentase berakar stek, tinggi tunas, diameter tunas, jumlah daun, panjang
akar dan jumlah akar selama 12 minggu pengamatan.
Parameter
Sumber
db % % Jumlah
Keragaman Tinggi Diameter PAP PAS JAP JAS
Hidup Berakar Daun
Perlakuan 4 0,26 0,54 0,02* 0,42 0,27 0,36 0,5 0,86 0,48
Kelompok 3 0,37 0,59 0,01* 0,55 0,18 0,38 0,77 0,43 0,52
Keterangan : *= berpengaruh nyata; PAP= panjang akar primer; PAS= panjang akar
sekunder; JAP= jumlah akar primer; JAS= jumlah akar sekunder.

Hasil pengamatan pertumbuhan stek salagundi selama 12 minggu,

memperlihatkan adanya periode dan gejala kematian stek setelah penanaman. Stek

pucuk mulai mengalami pertumbuhan pada minggu ke-2 yang ditandai dengan

mulai terbentuknya tunas apikal pada stek. Kematian stek terjadi minggu ke-6

Universitas Sumatera Utara


19

setelah penanaman, kematian ini ditandai dengan mengeringnya tunas dan batang

stek. Kualitas perakaran stek ditunjukkan dengan parameter persentase

hidup, persentase berakar, jumlah dan panjang akar karena parameter

tersebut mencerminkan performa bibit setelah dipindahkan ke lapangan

(Mohammed dan Vidaver 1990).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 1. Pertumbuhan stek salagundi pada minggu ke-12, (a) kontrol; (b) Rootone-F
100 ppm; (c) Rootone-F 200 ppm; (d) Rootone-F 300 ppm; (e) dioles/pasta.

Universitas Sumatera Utara


20

Persentase Hidup

Persentase hidup stek pucuk salagundi pada berbagai konsentrasi

Rootone-F berkisar 50% - 83,33%. Persen hidup tertinggi sebesar 83,33%

terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm). Sedangkan persen hidup terendah 50%

diperoleh pada perlakuan K4 (dioles/pasta) (Gambar 2).

90 83.33
75 75
Persentase Hidup (%)

80
70 58.33
60 50
50
40
30
20
10
0
Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4
(Dioles/pasta)

Perlakuan

Gambar 2. Grafik persentase hidup stek pucuk salagundi

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berbagai konsentrasi

Rootone-F tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter persentase stek

hidup salagundi pada taraf 5%. Hal ini diduga karena persentase hidup stek

salagundi tidak hanya dipengaruhi oleh ZPT, melainkan juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor lainnya.

Menurut Danu et al. (2011) pertumbuhan stek dipengaruhi oleh interaksi

antara faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam terutama meliputi kandungan

cadangan makanan dalam jaringan stek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon

induk), hormon endogen dalam jaringan stek, dan jenis tanaman. Faktor luar yang

mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran,

kelembaban, suhu, intensitas cahaya, hormon pertumbuhan dan teknik

Universitas Sumatera Utara


21

penyetekan. Media perakaran stek yang digunakan sebaiknya memiliki aerasi dan

drainase yang baik serta ketersediaan air yang cukup.

Persentase Stek Berakar

Persentase berakar stek pucuk salagundi pada berbagai konsentrasi

Rootone-F berkisar 41,67% - 75%. Persen berakar tertinggi diperoleh pada stek

pemberian ZPT (kontrol) yaitu sebesar 75%. Sedangkan persen berakar terendah

(41,67%) diperoleh pada perlakuan K4(dioles/pasta) (Gambar 3).

80 75
66.67 66.67
Persentase Berakar (%)

70
60 50
50 41.67
40
30
20
10
0
Kontrol K1 (100 ppm) K2 (200 ppm) K3 (300 ppm) K4
(Dioles/pasta)
Perlakuan

Gambar 3. Grafik persentase berakar stek pucuk salagundi.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berbagai

konsentrasi Rootone-F tidak memberikan pengaruh nyata pada taraf 5%.

Penambahan Rootone-F pada penelitian ini, diharapkan dapat merangsang

pembentukan akar stek, meningkatkan kecepatan pembentukan danjumlah akar.

Pada penelitian ini, stek tanpa penambahan ZPT menghasilkan persentase berakar

tertinggi. Hal ini diduga karena salagundi memiliki auksin endogen yang

cukup untuk membentuk perakaran baru. Hasil yang sama juga diperoleh

Susilowati et al. (2017) pada stek kemenyan.

Universitas Sumatera Utara


22

Menurut Azizah (2008) hormon adalah zat organik yang dihasilkan oleh

tanaman yang merupakan bagian dari proses regulasi pada tumbuhan. Hormon

dihasilkan pada bagian yang sel-selnya masih aktif membelah diri dapat melalui

pucuk, batang maupun ujung akar. Hormon tumbuh adalah zat organik bukan hara

yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur

proses fisiologis. Hormon biasanya bergerak dari bagian tanaman yang

menghasilkan menuju bagian tanaman lainnya.

Tinggi Tunas

Pertumbuhan tinggi tunas menunjukkan kecenderungan adanya

pertambahan tinggi setiap minggunya (Gambar 4). Rata-rata tunas tertinggi

diperoleh pada perlakuan K3 (300 ppm) yaitu 4,42 cm sedangkan rata-rata tunas

terendah diperoleh pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,90 cm. Berdasarkan

pengamatan yang dilakukan selama 12 minggu, ditemukan beberapa stek yang

memiliki tunas dan mengalami pertambahan tinggi namun tidak menunjukkan

gejala perakaran (Gambar 5). Hal ini diduga masih terdapat cadangan makanan

berupa karbohidrat pada bahan stek yang dapat digunakan untuk pertumbuhan.

5
4.5
4
Tinggi Tunas (cm)

3.5
3 Kontrol
2.5 K1 (100 ppm)
2 K2 (200 ppm)
1.5 K3 (300 ppm)
1
K4 (dioles)
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Minggu ke-n

Gambar 4. Grafik tinggi tunas stek pucuk salagundi.

Universitas Sumatera Utara


23

Menurut Hidayanto et al. (2003), kandungan karbohidrat yang terdapat

pada bahan stek, merupakan faktor utama untuk perkembangan tunas dan akar.

Cadangan karbohidrat tersebut akan mampu memacu pertumbuhan awal tunas,

sehingga pertumbuhan panjang tunas juga akan lebih cepat. Dengan cadangan

makanan yang cukup, stek akan mampu membentuk tunas lebih banyak. Kondisi

lingkungan yang baik terutama media tanam, suhu dan kelembaban udara serta

cahaya yang cukup, juga akan memacu pertumbuhan tunas.

(a) (b)

Gambar 5. Stek yang memiliki tunas namun tidak menunjukkan gejala perakaran
pada perlakuan K1 (100 ppm) (a); dan K3 (300 ppm) (b).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi

Rootone-F berpengaruh terhadap pertambahan tinggi stek pucuk salagundi.

Perlakuan K3 menunjukan pertumbuhan tinggi tunas lebih baik dibandingkan

kontrol. Hal ini menujukkan zat pengatur tumbuh menembus jaringan tanaman

dan memacu aktifitas auksin yang terkandung dalam tanaman. Zat pengatur

tumbuh yang diberikan mampu memacu proses pertumbuhan tinggi, dimana

berfungsi mendorong pertumbuhan dan dapat merangsang penyerapan hara oleh

tanaman (Trisna et al. 2013).

Universitas Sumatera Utara


24

Tabel 2. Uji lanjut DMRT dengan taraf 5% pada parameter tinggi tunas salagundi
Perlakuan Rata-rata
K0 1,44ab
K1 3,00bc
K2 3,37bc
K3 4,42c
K4 0,90a

Berdasarkan hasil uji DMRT dengan taraf 5% pada parameter tinggi tunas

salagundi dapat disimpulkan bahwa perlakuan K3 yang terbaik. Hasil pengamatan

langsung menunjukkan pertumbuhan tunas stek salagundi dimulai pada minggu

ke-2, hal tersebut diindikasikan dengan kemunculan tunas apikal pada stek. Hal

ini sesuai dengan penelitian Achmad (2016), yang menyatakan bahwa

pertumbuhan awal stek terjadi pada minggu ke-2 setelah penanaman. Hal ini

disebabkan karena adanya rangsangan dari ZPT yang diberikan, kondisi

lingkungan sepertu suhu dan kelembaban yang optimum untuk pertumbuhan stek.

Dalam penelitian ini, stek yang paling cepat bertunas adalah stek yang diberi

perlakuan K3 (300 ppm). Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi tersebut cukup

mengandung bahan aktif yang merangsang pertumbuhan akar dan tunas.

Diameter Tunas

Rata-rata diameter stek tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (100 ppm)

yaitu 0,22 mm sedangkan rata-rata diameter terendah terdapat pada perlakuan K4

(dioles/pasta) yaitu 0,07 mm (Gambar 6). Analisis sidik ragam menunjukkan

bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F tidak berpengaruh nyata

terhadap pertambahan diameter stek pucuk salagundi. Pertumbuhan diameter stek

salagundi tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini diduga

karena waktu penelitian yang sangat singkat sehingga laju pertumbuhan diameter

pada stek belum menunjukkan peningkatan.

Universitas Sumatera Utara


25

0.25

0.2
Diameter (mm)

0.15 Kontrol
K1 (100 ppm)
0.1 K2 (200 ppm)
K3 (300 ppm)
0.05
K4 (dioles)

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Minggu ke-n

Gambar 6. Grafik diameter tunas stek pucuk salagundi

Pemberian Rootone-F 100 ppm menghasilkan ukuran diameter tunas

terbesar. Besarnya ukuran diameter yang dihasilkan oleh stek pucuk

menyebabkan terjadinya proses pemanjangan sel, pembentukan dinding sel baru

dan akhirnya akan menambah jumlah jaringan pada stek yang menyebabkan

diameter batang stek membesar (Nurlaeni dan Surya, 2015).

Jumlah Daun

Rata-rata jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm)

yaitu 5 helai daun. Sedangkan rata-rata jumlah daun terendah terdapat pada

perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 1 helai daun (Gambar 7). Pertumbuhan daun

baru pada stek salagundi mulai tampak pada minggu ke-3. Analisis sidik ragam

menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi Rootone-F tidak

berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun stek pucuk salagundi.

Universitas Sumatera Utara


26

5
Jumlah Daun
4
Kontrol
3 K1 (100 ppm)
K2 (200 ppm)
2
K3 (300 ppm)
1 K4 (dioles)

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Minggu ke-n

Gambar 7. Grafik jumlah daun stek salagundi

Pada pertumbuhan stek pucuk salagundi, keberadaan daun merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan akar. Hal ini sesuai dengan

Mashudi dan Adinugraha (2015) pada jenis stek pucuk pulai (Alstonia scholaris)

yang menemukan bahwa stek yang memiliki daun terbanyak setelah 3 bulan

memiliki jumlah dan panjang akar terbaik. Hal ini diduga karena semakin luas

permukaan daun maka fotosintat yang dihasilkan juga semakin besar. Keberadaan

daun sangat penting pada stek pucuk dan dapat mempengaruhi keberhasilan

tumbuh stek. Namun daun yang disisakan pada saat melakukan stek juga harus

diperhatikan. Sebab apabila daun pada stek terlalu banyak/luas maka laju

transpirasi akan menjadi tinggi sehingga menyebabkan stek menjadi layu. Maka

pada penelitian ini daun pada stek disisakan dua buah dan dipotong 1/3 bagian.

Universitas Sumatera Utara


27

Panjang Akar Primer dan Sekunder

Rata-rata panjang akar primer tertinggi terdapat pada perlakuan

K3 (300 ppm) yaitu 1,96 cm sedangkan rata-rata panjang akar primer terendah

terdapat pada perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 0,68 cm. Rata-rata panjang akar

sekunder tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (100 ppm) yaitu 0,67 cm

sedangkan rata-rata panjang akar sekunder terendah terdapat pada perlakuan K4

(dioles/pasta) yaitu 0,28 cm (Gambar 8). Perlakuan terbaik untuk panjang akar

primer dan sekunder terdapat pada perlakuan K3 (300 ppm). Pertumbuhan akar

dalam penelitian ini dipacu dengan memberi perlakuan Rootone-F, yaitu salah

satu zat pengatur sintesis yang mengandung hormon auksin. Pengaruh auksin

pada perakaran stek adalah untuk meningkatkan kecepatan pembentukan dan

jumlah akar (Payung dan Susilawati, 2014).

2.5
1.96
Panjang Akar (cm)

Primer
2
1.5 1.2 Sekunder
1.16 1.1
1 0.67 0.65 0.68
0.5
0.5 0.33 0.28

Perlakuan
Gambar 8. Grafik panjang akar primer dan sekunder stek salagundi

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi Rootone-

F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang akar primer dan

sekunder stek salagundi. Hal tersebut diduga, kemampuan tumbuh akar salagundi

dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah zat pengatur tumbuh.

Universitas Sumatera Utara


28

Hormon berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembentukan akar. Konsentrasi

hormon yang digunakan pada setiap jenis spesies berbeda-beda tergantung kepada

kebutuhan spesies tersebut.

(a) (b)

(c)

Gambar 9. Stek yang memiliki akar namun tidak menunjukkan gejala bertunas,
(a) K2 (200 ppm); (b) K3 (300 ppm); dan (c) K4 (dioles/pasta).

Wulandari et al. (2015) menyatakan bahwa hormon berpengaruh terhadap

proses pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Rootone-F yang mengandung

auksin dapat mempercepat pembelahan dan pertumbuhan sel-sel tumbuhan.

Hormon auksin memiliki kemampuan untuk merangsang pemanjangan sel pada

batang yang mengalami pembelahan dan pada bagian koleoptil, tetapi hormon ini

juga mempengaruhi perkembangan pusat respon, termasuk pembentukan akar,

Universitas Sumatera Utara


29

diferensiasi jaringan pembuluh, respons tropik, dan perkembangan kuncup ketiak,

bunga dan buah. Setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian

tanaman. Respon itu bergantung pada spesies, bagian tanaman, fase

perkembangan, konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui, dan

berbagai faktor lingkungan.

Akar sekunder merupakan akar yang tumbuh sepanjang akar primer yang

memiliki fungsi membantu dalam penyerapan unsur hara. Dari hasil pngamatan

akar stek yang dilakukan pada akhir penelitian, ternyata dari seluruh stek yang

bertunas terdapat stek yang belum memiliki perakaran padahal kondisi stek masih

segar. Hal ini diduga lambatnya proses pembentukan akar dikarenakan faktor

genetik dari tumbuhan salagundi yang memiliki pertumbuhan yang lambat.

Jumlah Akar Primer dan Sekunder

Rata-rata jumlah akar primer tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (200

ppm) dan K3 (300 ppm) yaitu 5 sedangkan rata-rata jumlah akar primer terendah

terdapat pada perlakuan kontrol, K1 (100 ppm) dan K4 (dioles/pasta) yaitu 4 .

Rata-rata jumlah akar sekunder tertinggi terdapat pada perlakuan K2 (200 ppm)

yaitu 12 sedangkan rata-rata jumlah akar sekunder terendah terdapat pada

perlakuan K4 (dioles/pasta) yaitu 3 (Gambar 10). Perlakuan terbaik untuk jumlah

akar primer dan sekunder terdapat pada perlakuan K2 dan K3.

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi

Rootone-F tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah akar primer dan

sekunder stek pucuk salagundi. Terbentuknya akar pada stek merupakan faktor

penting karena akar dapat menyerap unsur hara dari dalam tanah dan dapat

Universitas Sumatera Utara


30

mendukung kelangsungan hidupnya. Penambahan konsentrasi Rootone-F pada

stek pucuk akan meningkatkan jumlah akar yang dihasilkan.

14 12 12
12 11
10 Primer
Jumlah Akar

10
8
5 5 Sekunder
6 4 4 4
4 3
2
0

Perlakuan
Gambar 10. Grafik jumlah akar primer dan sekunder stek salagundi

Selama pengamatan 12 minggu stek diberikan perlakuan tertentu sebagai

upaya pemeliharaan yaitu dengan penyemprotan fungisida. Sebagian besar stek

salagundi mengalami kematian dengan menunjukkan gejala yang sama yaitu

terdapat bercak putih menyerupai pasta pada bagian pangkal stek yang diduga

disebabkan oleh serangan jamur (Gambar 11). Pertumbuhan jamur pada pangkal

stek dapat disebabkan oleh kondisi media tanam yang terlalu lembab. Hal

tersebut mengakibatkan terjadinya penggenangan air pada pangkal stek yang

pada akhirnya dapat menyebabkan pembusukan pada pangkal stek. Menurut

Jinus et al. (2012), kebanyakan jamur yang menyerang stek adalah jenis

Fusarium oxysporum. Jenis jamur ini menyerang hampir seluruh bagian tanaman

mulai dari perakaran yang ditandai dengan adanya bercak-bercak putih.

Universitas Sumatera Utara


31

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 11. (a) busuk batang akibat serangan jamur pada kontrol; (b) bercak putih
akibat serangan jamur pada akar stek Salagundi pada kontrol; (c) K1
(100 ppm); dan (d) K4 (dioles/pasta).

Skoring Perlakuan Stek

Hasil skoring terhadap beberapa perlakuan yang diberikan (Tabel 2),

skoring yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui perlakuan terbaik terhadap

parameter yang dilakukan. Hasil skoring menunjukkan nilai tertinggi diperoleh

pada perlakuan (K3) Rootone-F 300 ppm sebesar 12. Sedangkan skoring terendah

pada perlakuan (K4) dioles/pasta sebesar 38 (Tabel 3).

Universitas Sumatera Utara


32

Tabel 3. Hasil skoring perlakuan berbagai konsentrasi Rootone-F terhadap parameter stek
Salagundi.
Skoring
Parameter
Kontrol K1 K2 K3 K4
Persentase hidup stek 2 2 3 1 4
Persentase berakar stek 1 2 3 2 4
Tinggi tunas 4 3 2 1 5
Diameter tunas 3 1 2 2 4
Jumlah daun 3 2 2 1 4
Panjang akar primer 3 4 2 1 5
Panjang akar sekunder 3 1 4 2 5
Jumlah akar primer 2 3 1 1 4
Jumlah akar sekunder 2 2 1 1 3
Jumlah 23 20 20 12 38
Keterangan: 1-5 = nilai tinggi – nilai rendah; (K1) Rootone-F 100 ppm; (K2)
Rootone-F 200 ppm; (K3) Rootone-F 300 ppm; dan (K4)
dioles/pasta.

Perlakuan Rootone-F 300 ppm menghasilkan nilai tertinggi terhadap

beberapa parameter yaitu persentase hidup stek, tinggi tunas, jumlah daun,

panjang akar primer, jumlah akar primer dan jumlah akar sekunder. Selanjutnya

untuk persentase berakar perlakuan terbaik terdapat pada kontrol, perlakuan

terbaik untuk diameter tunas dan panjang akar sekunder terdapat pada perlakuan

Rootone-F 100 ppm, serta perlakuan Rootone-F 200 ppm dan Rootone-F 300 ppm

terbaik untuk jumlah akar primer dan sekunder.

Universitas Sumatera Utara


33

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Salagundi dapat diperbanyak dengan teknik stek pucuk dengan keberhasilan

hidup stek berkisar 50% - 83,33% dan berakar stek mencapai 41,67% - 75%.

2. Pemberian Rootone-F dengan berbagai konsentrasi berpengaruh nyata

terhadap pertambahan tinggi tunas stek salagundi. Berdasarkan hasil skoring

perlakuan Rootone-F 300 ppm menghasilkan nilai tertinggi terhadap beberapa

parameter yaitu persentase hidup stek, tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar

primer, jumlah akar primer dan jumlah akar sekunder.

Saran

Sebaiknya dalam penelitian selanjutnya dilakukan dalam jangka waktu

yang lebih lama sehingga hasil yang didapatkan lebih baik. Disarankan

menggunakan konsentrasi Rootone-F yang lebih tinggi dari 300 pm atau

menggunakan zat pengatur tumbuh jenis lain.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Achmad, B. 2016. Efektiitas Rootone-F, Air Kelapa Muda dan Ekstrak Bawang
Merah dalam Merangsang Pertumbuhan Stek Batang Pasak Bumi.
Jurnal Hutan Tropis. 4(3): 224-231.

Azizah, I. 2008. Pengaruh Zat pengatur Tumbuh (Root-Up) terhadap


Pertumbuhan Akar Jati (Tectona grandis L) dalam Perbanyakan
secara Stek Pucuk. [Skripsi] Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Danu dan K. P. Putri. 2015. Penggunaan Media dan Hormon Tumbuh dalam
Perbanyakan Stek Bambang lanang (Michelia champaca L). Jurnal
Pembenihan Tanaman Hutan. 3(2): 61-67.

Danu, A. Subiakto dan A. Z. Abidin. 2011. Pengaruh Umur Pohon Induk


Terhadap Perakaran Stek Nyamplung (Calophyllum inophyllum L).
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 8(1): 41-49.

De Klerk, G., J. Ter Brugge and S. Marinova. 1997. Efferctiveness of Indoleacetic


Acid, Indolebutyric Acid and Naphthaleneacetic Acid During
Adventitious Root Formation In Vitro In Malus ‘Jork 9’. Plant Cell
Tissue and Organ Culture. 49(1): 39-44.

Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. CV. ARMICO. Bandung.

Hardiwinoto, S., R. Riyanti, Widiyatno, Adriana dan W. W. Winarni. 2016.


Percepatan Kemampuan Berakar dan Perkembangan Akar Stek Pucuk
Shorea platyclados melalui Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh IBA.
Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 10(2): 63-70.

Hidayanto, M., S. Nurjanah dan F. Yossita. 2003. Pengaruh Panjang Stek Akar
dan Konsentrasi Natrium. Nitrofenol terhadap Pertumbuhan Stek Akar
Sukun (Artocarpus cadamba F.). Jurnal Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian. 6(2): 154-160.

Jinus., E. Prihastanti dan S. Haryanti. 2012. Pengaruh Zat Tumbuh (ZPT) Root-
Up dan Super-GA terhadap Pertumbuhan Akar Stek Tanaman Jabon
(Anthocephalus cadamba Miq). Jurnal Sains dan Matematika. 20(2):
35-40

Kurniaty, R., K. P. Putri dan N. Siregar. 2016. Pengaruh Bahan Setek dan Zat
Pengatur Tumbuh terhadap Keberhasilan Setek Pucuk Malapari
(Pongami apinnata). Jurnal Penelitian Tamanan Hutan. 4(1): 1-8.

Mardi, C. T., H. Setiado dan K. Lubis. 2016. Pengaruh Asal Stek dan Zat
Pengatur Tumbuh Atonik terhadap Pertumbuh dan Produksi Dua

Universitas Sumatera Utara


varietas Ubi jalar (Ipomoe abatatas. L) Lamb. Jurnal
Agroekoteknologi. 4(4): 2341-2348.

Mashudi dan H. A. Adinugraha. 2015. Kemampuan Tumbuh Stek Pucuk Pulai


Gading ( Alstonia scholaris (L) R. Br.) dari Beberapa Posisi Bahan
Stek dan Metode Pemotongan Stek. Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea. 4(1): 63-69.

Mohammed, G. dan W. E. Vidaver. 1990. The Influence of Acclimatization


Treatment and Plantlet Morphology on Early Greenhouse-
Performance of Tissue-Cultured Douhlas fir (Pseudotsuga menziesii
(Mirb) Franco). Plant Cell Tissue and Organ. 21(2): 111-117.

Mulyani, C dan J. Ismail. 2015. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman


Rootone-F terhadap Pertumbuhan Stek Pucuk Jambu Air (Syzygium
semaragense) pada Media Oasis. Agrosamudra. 2(2): 1-9.

Na’iem, M. 2000. Prospek Pertumbuhan Klon Jati di Indonesia. Seminar Nasional


Status Silvikultur 1999. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Nababan, D. 2009. Penggunaan Hormon IBA Terhadap pertumbuhan Stek


Eukaliptus klon IDN 48. [Skripsi] Fakultas Kehutanan Universitas
Sumatera Utara.

Nurlaeni, Y dan M. I. Surya. 2015. Respon Stek Pucuk Camelia javanica terhadap
Pemberian Zat Pengaruh Tumbuh Organik. Prosiding Seminar
Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia. 1(5): 1211-1215.

Pasaribu, G., S. Sahwalita dan B. Sipayung. 2008. Sifat Anatomi Empat Jenis
Kayu Kurang Dikenal di Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. 26(1): 16-29.

Pasaribu, G. 2017. Sifat Fisis dan Mekanis Empat Jenis Kayu Andalan Asal
Sumatera Utara. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 25: 15-27.

Payung, D dan Susilawati. 2014. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F dan
Sumber bahan Stek Terhadap Pertumbuhan stek Tembesu (Fagrae
afragrans) di PT. Jorong Barutama Greston Kalimantan Selatan.
Enviro Scienteae. 10: 140-149.

Putra, F., Indriyanto dan M. Riniarti. 2014. Keberhasilan Hidup Stek Pucuk Jabon
(Anthocephalus cadamba) dengan Pemberian Beberapa Konsentrasi
Rootone-F. Jurnal Silva Lestari. 2(2): 33-40.

Sakai, C dan A. Subiakto. 2007. Pedoman Pembuatan Jenis-Jenis Dipterocarpa


dengan KOFFCO System. Bogor (ID): DPPKR Gunung Batu.

Universitas Sumatera Utara


Sudomo, A., A. Rohandi dan N. Mindawati. 2012. Penggunaan Zat Pengatur
Tumbuh Rootone-F pada Stek Pucuk Manglid (Manglieti aglauca BI).
Jurnal Penelitian Tanaman Hutan. 10(2): 57-63.

Sumbayak, E. S. S dan T. E. Komar. 2008. Percobaan Pembiakan Vegetatif


Ramin (Gonystylus bacanus) Melalui Stek Pucuk Sumber Kebun
Pangkas di Rumah Kaca Menggunakan Koffco Sistem. Departemen
Kehutanan Balai Penelitian dan pengembangan Kehutanan.
International Tropical Timber Organization. Bogor.

Supriyanto dan K. E. Prakasa. 2011. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rotoone- F


terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume. Jurnal
Silvikultur Tropika. 3(1): 59-65.

Susilawati, A., K. S. Hartini, H. H. Rahcmat dan M. Alvarobi. 2017. Propagation


of Valuable North Sumatera Benzoin Trees (Styrax sp) Using
Macrocutting Technique. Material Science and Engineering. 180.

Sutriyani, Wardah, dan Yusran. 2016. Pertumbuhan Stump Nyatoh (Palaquium


sp) pada Berbagai Komposisi media Tumbuh dan Konsentrasi
Rootone-F di persemaian. Jurnal Mitra Sains. 4(4): 14-21.

Trisna, N., H. Umar dan Irmasari. 2013. Pengaruh Berbagai Jenis ZPT terhadap
Pertumbuhan STUMP Jati (Tectona grandis L. F). Warta Rimba. 3(1).

Wudianto, R. 2000. Membuat Setek, Cangkok, dan Okulasi. Penebar Swadaya


Anggota IKAPI. Jakarta.

Wulandari, A. S,. A. Subiakto dan R. Novan. 2015. Stek Pucuk Merawan (Hopea
cernua Teijsm. &Binn) dengan Perlakuan Media Tumbuh dan
Hormon. Jurnal Silvikultur Tropika. 6(3): 190-195.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Layout, rataan dan analisis sidik ragam persentase hidup stek, rataan
persentase berakar stek.

Tabel 3. Layout Rancangan Acak Kelompok


Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Ulangan 4
K1 K4 K0 K4
K0 K2 K2 K1
K2 K1 K4 K3
K3 K0 K3 K2
K4 K3 K1 K0
Keterangan
K0 : Kontrol (0 ppm)
K1 : Rootone-F 100 ppm
K2 : Rootone-F 200 ppm
K3 : Rootone-F 300 ppm
K4 : Dioles

Tabel 4. Rataan persentase hidup stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 66,667 66,667 33,333 33,333 33,333 233,333
2 100,000 100,000 33,333 100,000 33,333 366,666
3 100,000 100,000 66,667 100,000 33,333 400,000
4 33,333 33,333 100,000 100,000 66,667 333,333
Total Perlakuan 300,000 300,000 233,333 333,333 166,666 1333,332
Rata-rata 75,000 75,000 58,333 83,333 41,667 66,667

Tabel 5. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap persentase hidup
stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 7407,681a 7 1058,240 1,225 ,361
Intercept 82187,291 1 82187,291 95,101 ,000
PERLAKUAN 5185,384 4 1296,346 1,500 ,263
KELOMPOK 2963,159 3 987,720 1,143 ,371
Error 10370,474 12 864,206
Total 106666,467 20
Corrected Total 17778,156 19

Tabel 6. Rataan persentase berakar stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 66,667 66,667 33,333 33,333 33,333 233,333
2 100,000 100,000 33,333 33,333 33,333 299,999
3 100,000 100,000 33,333 100,000 33,333 366,666
4 33,333 0,000 100,000 100,000 66,667 300,000
Total Perlakuan 300,000 266,667 199,999 266,666 166,666 1199,998
Rata-rata 75,000 66,667 50,000 66,667 41,667 60,000

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Analisis sidik ragam persentase berakar stek, pengamatan dan
analisis sidik ragam tinggi stek, pengamatan diameter stek.

Tabel 7. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap persentase


berakar stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 5592,659a 7 798,951 ,609 ,739
Intercept 68290,592 1 68290,592 52,061 ,000
PERLAKUAN 4259,299 4 1064,825 ,812 ,541
KELOMPOK 2592,619 3 864,206 ,659 ,593
Error 15740,848 12 1311,737
Total 93333,267 20
Corrected Total 21333,507 19

Tabel 8. Tinggi tunas pengamatan terakhir stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 1,35 2 1,2 2 0 6,55
2 1,83 1,3 0,5 4,6 1,5 9,73
3 2,6 5,2 4,9 5,4 0 18,1
4 0 3,5 6,9 5,7 2,1 18,2
Total Perlakuan 5,78 12 13,5 17,7 3,6 52,58
Rata-rata 1,445 3 3,375 4,425 0,9 13,145

Tabel 9. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap pertumbuhan


tinggi stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 62,248a 7 8,893 4,597 ,010
Intercept 141,874 1 141,874 73,348 ,000
PERLAKUAN 30,411 4 7,603 3,931 ,029
KELOMPOK 29,003 3 9,668 4,998 ,018
Error 23,211 12 1,934
Total 223,691 20
Corrected Total 85,459 19

Tabel 10. Diameter tunas pengamatan terakhir stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 0,2 0,2 0,1 0,1 0 0,6
2 0,1 0,3 0,1 0,2 0,1 0,8
3 0,2 0,3 0,1 0,2 0 0,8
4 0 0,1 0,4 0,2 0,2 0,9
Total Perlakuan 0,5 0,9 0,7 0,7 0,3 3,1
Rata-rata 0,125 0,225 0,175 0,175 0,075 0,775

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3. Analisis sidik ragam diameter stek, pengamatan dan analisis sidik
ragam jumlah daun stek, rataan panjang akar primer.

Tabel 11. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap pertumbuhan
diameter stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model ,076a 7 ,011 ,979 ,488
Intercept ,464 1 ,464 41,795 ,000
PERLAKUAN ,047 4 ,012 1,050 ,422
KELOMPOK ,024 3 ,008 ,725 ,556
Error ,133 12 ,011
Total ,690 20
Corrected Total ,210 19

Tabel 12. Jumlah daun pengamatan terakhir stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 3,33 2,66 2 2 0 9,99
2 2,33 4 2 6,33 2,66 17,32
3 3,33 6,33 4,66 6,66 0 20,98
4 0 2,66 7,66 5,33 3,33 18,98
Total Perlakuan 8,99 15,65 16,32 20,32 5,99 67,27
Rata-rata 2,2475 3,9125 4,08 5,08 1,4975 16,8175

Tabel 13. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap jumlah daun
stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source Df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 53,435a 7 7,634 2,206 ,109
Intercept 216,152 1 216,152 62,474 ,000
PERLAKUAN 20,025 4 5,006 1,447 ,278
KELOMPOK 19,481 3 6,494 1,877 ,187
Error 41,518 12 3,460
Total 321,216 20
Corrected Total 94,953 19

Tabel 14. Rataan panjang akar primer stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 1,730 1,870 0,760 1,260 0,740 6,360
2 0,720 1,010 0,830 2,360 0,550 5,470
3 1,650 1,520 0,530 2,120 0,780 6,600
4 0,550 0,000 2,710 2,120 0,670 6,050
Total Perlakuan 4,650 4,400 4,830 7,860 2,740 24,480
Rata-rata 1,163 1,100 1,208 1,965 0,685 6,120

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4. Analisis sidik ragam panjang akar primer, rataan dan analisi sidik
ragam panjang akar sekunder, rataan jumlah akar primer.

Tabel 15. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap panjang akar
primer stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 4,939a 7 ,706 1,566 ,236
Intercept 30,645 1 30,645 68,028 ,000
PERLAKUAN 2,154 4 ,538 1,195 ,362
KELOMPOK 1,503 3 ,501 1,112 ,382
Error 5,406 12 ,450
Total 40,309 20
Corrected Total 10,345 19

Tabel 16. Rataan panjang akar sekunder stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 0,450 0,870 0,330 0,870 0,420 2,940
2 1,100 0,940 0,410 0,500 0,000 2,950
3 0,470 0,870 0,200 0,820 0,330 2,690
4 0,000 0,000 0,400 0,420 0,400 1,220
Total Perlakuan 2,020 2,680 1,340 2,610 1,150 9,800
Rata-rata 0,505 0,670 0,335 0,653 0,288 2,450

Tabel 17. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap panjang akar
sekunder stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source Squares df Square F Sig.
Corrected Model ,627a 7 ,090 ,778 ,617
Intercept 4,400 1 4,400 38,256 ,000
PERLAKUAN ,408 4 ,102 ,886 ,501
KELOMPOK ,130 3 ,043 ,378 ,771
Error 1,380 12 ,115
Total 6,809 20
Corrected Total 2,007 19

Tabel 18. Rataan jumlah akar primer stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 3,500 2,000 2,667 7,000 6,667 21,834
2 3,300 5,000 3,667 3,667 0,667 16,301
3 8,600 9,300 5,333 6,600 2,667 32,500
4 2,000 0,000 9,600 4,000 5,500 21,100
Total Perlakuan 17,400 16,300 21,267 21,267 15,501 91,735
Rata-rata 4,350 4,075 5,317 5,317 3,875 22,934

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5. Analisis sidik ragam jumlah akar primer, rataan dan analsis sidik
ragam jumlah akar sekunder.

Tabel 19. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap jumlah akar
primer stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 34,098a 7 4,871 ,546 ,785
Intercept 350,847 1 350,847 39,292 ,000
PERLAKUAN 11,014 4 2,753 ,308 ,867
KELOMPOK 26,538 3 8,846 ,991 ,430
Error 107,151 12 8,929
Total 562,014 20
Corrected Total 141,249 19

Tabel 20. Rataan jumlah akar sekunder stek salagundi


Kelompok Perlakuan Total
Ulangan K0 K1 K2 K3 K4 Kelompok
1 13,500 6,000 6,333 1,333 1,667 28,833
2 7,300 17,000 7,667 11,000 0,000 42,967
3 25,300 15,300 11,000 19,000 3,667 74,267
4 0,000 0,000 24,300 16,600 8,000 48,900
Total Perlakuan 46,100 38,300 49,300 47,933 13,334 194,967
Rata-rata 11,525 9,575 12,325 11,983 3,334 48,742

Tabel 21. Analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi Rootone-F terhadap jumlah akar
sekunder stek salagundi
Type III Sum of Mean
Source df F Sig.
Squares Square
Corrected Model 382,765a 7 54,681 ,819 ,590
Intercept 1812,163 1 1812,163 27,139 ,000
PERLAKUAN 244,552 4 61,138 ,916 ,486
KELOMPOK 158,883 3 52,961 ,793 ,521
Error 801,290 12 66,774
Total 3084,662 20
Corrected Total 1184,056 19

Universitas Sumatera Utara

You might also like