You are on page 1of 9

Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

FUNGSI MANAJEMEN UNTUK SISTEM SURVEILANS DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD) DI PUSKESMAS BANGKINANG KOTA
KABUPATEN KAMPAR TAHUN 2017

Emdas Yahya1, Buchori Lapau2, Oktavia Dewi3


1
Mahasiswa STIKes Hang Tuah Pekanbaru, Indonesia
Email : emdas_yahya@gmail.com
2,3
Dosen STIKes Hang Tuah Pekanbaru, Indonesia

ABSTRACT
Dengue hemorrhagic fever (DHF) occurences in the local government clinic in
Bangkinang city are increasing each year. The increasing of DHF cases may be
caused by the weakness of DHF surveillance system in all levels. A good
management is surely required in order to keep the surveillance in track.
However it may decrease the incidence of dengue and case fatality rate, the
implementation of the surveillance also needs to be assessed. Without the
assessment of the surveillance system, it can not guarantee that surveillance
works well. The aim of this research is determining the relation of management
for DHF surveillance system at the local government clinic in Bangkinang city.
The research was a non-standard qualitative research using the phenomenology
approach. It was executed in July 2017. There was one key informant and three
additional informants. the information was collected through depth interview and
observation. Then it would be analysed using content analysis method. The result
of surveillance system assessment of at the local gorvernment clinic in
Bangkinang city was categorized as “enough” and “good”. And the management
function do not runs well. Due to incidental planning, inadequate human
resource, late epidemiological investigation, no larva monitoring officer, low
knowledge and behavior of society and limitations of fogging tools, the incidence
of dengue always increased. Local government clinic officer is supposed to
improve the implementation of surveillance system along with its implementation
management. The formation of larva monitoring officer is also required as well as
the improvement of cross-sector coordination and counseling for the improvement
of community knownledge.

Keywords : Surveilans system, surveilans assessment, management, dengue


hemorrhagic fever

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 1


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

PENDAHULUAN kegiatan surveilans epidemiologi


Demam berdarah dengue (DBD) berjalan sesuai yang diharapkan,
merupakan penyakit infeksi virus diperlukan manajemen kegiatan yang
akut yang sering muncul dan baik (Dirjen PP dan PL, 2003).
berkembang di daerah tropis. Sehingga memungkinkan dapat
(Kemenkes RI, 2015). World Health menekan jumlah kasus dan angka
Organization (WHO) mencatat kematian DBD (Zumaroh, 2015).
bahwa negara Indonesia sebagai Manajemen adalah serangkaian
negara dengan kasus DBD tertinggi proses yang terdiri atas perencanaan,
di Asia Tenggara (Zumaroh, 2015). pengorganisasian, pelaksanaan dan
Di Indonesia, hingga saat ini DBD kontrol (Peraturan Mentri Kesehatan
masih menjadi permasalahan RI, 2016). Akan tetapi pelaksanaan
kesehatan masyarakat. Angka surveilans itu sendiri perlu dinilai
kesakitan DBD menurut provinsi proses pelaksanaannya. Tanpa
tahun 2016, Provinsi Riau adanya penilaian sistem surveilans
menduduki peringkat ke 12 dari 34 tidak dapat menjamin bahwa
provinsi di Indonesia. Data dari surveilans dapat berjalan dengan
Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar, baik. Jika sistem surveilans tidak
angka kejadian kasus DBD di berjalan dengan baik maka data yang
Kabupaten Kampar merupakan diperoleh tidak berkualitas dan tidak
peringkat 6 dari semula peringkat 8, akurat sehingga sulit dijadikan
jumlah angka kematian akibat DBD sebagai dasar manajemen kesehatan
Kabupaten Kampar merupakan untuk pengambilan keputusan dalam
urutan ketiga Se Provinsi Riau perencanaan, pelaksanaan,
(Dinkes Provinsi Riau, 2016). pemantauan, evaluasi program
Puskesmas Bangkinang Kota adalah kesehatan dan peningkatan
satu dari lima puskesmas dengan kewaspadaan serta respon terhadap
kasus DBD tertinggi di Kabupaten kejadian luar biasa yang cepat dan
kampar. Dimana terjadi peningkatan tepat. Sistem surveilens dapat
penderita DBD, tahun 2014 ditingkatkan dengan manajemen
berjumlah 3 kasus, tahun 2015 sistem surveilans yang baik,
berjumlah 17 kasus dan tahun 2016 sehingga informasi yang dihasilkan
berjumlah 38 kasus. menjadi berkualitas dan akurat
Pemerintah telah melakukan (Lapau, 2013).
berbagai upaya dalam Studi pendahuluan pada 3 Maret
menanggulangi munculnya kasus- 2017 di Puskesmas Bangkinang Kota
kasus DBD. Berdasarkan Kepmenkes Kabupaten Kampar didapatkan
No 581 Tahun 1992 tentang bahwa hanya ada satu petugas
Pemberantasan Penyakit DBD surveilans, tidak adanya pelatihan
mencanangkan program surveilans untuk petugas, tidak
pengendalian penyakit DBD. adanya kader juru pemantau jentik
Surveilans salah satu program untuk wilayah kerja Puskesmas
pengendalian DBD yang berperan Bangkinang Kota demikian pula
dengan cara memantau dengan koordinasi lintas sektoral
kecenderungan penyakit DBD, yang kurang baik. Adanya
mendeteksi dan memprediksi peningkatan jumlah kasus DBD pada
terjadinya kejadian luar biasa (KLB) 3 tahun terakhir di Puskesmas
DBD (Dirjen PP dan PL, 2003). Agar Bangkinang Kota yang

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 2


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

dimungkinkan karena belum adanya informasi yang diperoleh dalam


penialaian sistem surveilans. Sistem penelitian ini, dilakukan triangulasi
surveilans yang kurang baik sumber dan triangulasi metode.
dimungkinkan karena fungsi Analisis data penelitian
manajemen yang tidak berjalan menggunakan content analysis.
dengan baik.
HASIL
METODOLOGI Penilaian Sistem Surveilans
Penelitian ini merupakan Penilaian sistem surveilans
kualitatif non standar dengan bertujuan untuk meningkatkan
pendekatan phenomenology. kegunaan dan efisiensi sistem
Penelitian ini dilakukan di di surveilans. Setelah dilakukan
Puskesmas Bangkinang Kota penilaian pada sistem surveilans di
Kabupaten Kampar, waktu Puskesmas Bangkinang Kota
pelaksanaan penelitian pada bulan didapatkan hasil sebagai berikut :
Juli 2017. Informan utama sebanyak Tabel 1
satu orang dan tiga orang informan Hasil Penilaian Penilaian Sistem
pendukung. Penilaian surveilans Survailens DBB Di Puskemas
berisi unsur-unsur yang dinilai dari Bangkinang Kota Kabupaten Kampar
sistem surveilans, sedangkan Tahun 2017
pedoman wawancara terdiri atas
daftar pertanyaan mengenai fungsi
manajemen yang diterapkan dalam
sistem surveilans DBD. Untuk
pedoman observasi digunakan
sebagai panduan dalam
mengobservasi dokumen terkait
pelaksanaan, pelaporan dan hasil
surveilans DBD di Puskesmas
Bangkinang Kota. Pengumpulan data
primer dilakukan dengan wawancara
mendalam yang dicatat dan direkam
dengan alat perekam. Data sekunder
didapat melalui observasi terhadap
dokumen-dokumen yang mendukung
penelitian seperti laporan kasus DBD
mingguan, bulanan dan tahunan.
Hasil wawancara setiap
informan dimuat dalam bentuk
transkrip wawancara lengkap untuk
setiap informan. Informasi
dikelompokkan berdasarkan unsur-
unsur penilaian surveilans. Data-data
yang tidak sesuai dengan penelitian
akan direduksi dalam matriks
penilaian sistem surveilans dan
matriks fungsi manajemen. Untuk
menjaga validitas dan reliabilitas

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 3


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

Kualitas dan Akurasi Perencanaan


Kualitas data terdiri atas Perencanaan surveilans di
relevansi dan validitas, sedangkan Puskesmas Bangkinang Kota
akurasi data teariri atas relevansi, dilakukan pada loka karya tahunan
validitas dan realibilitas data. Ada tetapi dalam pelaksanaannya petugas
persamaan dan perbedaan data antara hanya pencatatan rutin kasus DBD
kualitas dan reabilitas data. Validitas yang dilaporkan, kemudian
data ditentukan oleh bias informasi pemegang program akan melakukan
dan bias seleksi. Bias informasi penyelidikan epidemiologi (PE).
tergantung pada ketepatan waktuan “Surveilans direncanakan jika
dan kelengkapan data . ada laporan kasus dicatat lalu
a. Relevansi data dilakukan penyelidikan
(skor tujuan surveilans + skor epidemiologi. Kadang
pengolahan dan analisis data) / 2 dirapatkan di lokakarya
= (2+1)/2 = 1,5 tahunan.”(Informan 1)
Jadi relevansi data antara kurang Pemegang program surveilans
dan cukup merencanakan kegiatan surveilans
b. Validitas data dari pengumpulan data surveilans
Bias informasi = (ketepatan yang dicatat rutin pada buku laporan
diagnosis + kelengkapan data + kasus, kemudian dilakukan PE
ketepatan data) / 3 Hasil PE dituangkan dalam
= (3 + 3 + 3)/3 = 3 laporan PE dan disertakan dengan
Bias seleksi = (partisipasi hasil laboratorium yang
faskes + akses masyarakat) / 2 menunjukkan positif terinfeksi DBD,
= (2+3) / 2 = 2,5 dilaporkan ke dinas kesehatan
Validitas = sebagai permohonan dilakukan
(bias informasi + bias seleksi) / fogging. Selain kegiatan diatas juga
2 direncanakan kegiatan lain seperti
= (3 + 2,5) / 2 = 2,75 larvasidasi, pembagian kelambu dan
c. Reliabilitas data penyuluhan. Perencanaan surveilans
Reliabilitas data ditentukan oleh juga memperhitungkan sarana
konsistensi data. Bila data prasarana yang dibutuhkan dalam
inkonsistensi maka data tidak pelaksanaan surveilans.
reliable “Sarana yang dibutuhkan
d. Kualitas seperti buku pedoman, komputer
Kualitas = (relevansi + dalam membuat laporan. Buku
validitas) / 2 pedoman yang diberikan dinkes,
= (1,5 + 2,75) / 2 = 2,125 tetapi tidak ada yang terbaru.
Jadi kualitas data antara cukup Ini buku pedomannya dari tahun
dan bagus 2011”(Informan 1)
e. Akurasi Pembiayaan surveilans
Akurasi = (relevansi + direncanakan dalam rapat tahunan,
validitas + reliabilitas data) / 3 pelaksanaan dibiayai dari anggaran
= (1,5+2,75+1) / 3 = 1,6 puskesmas yang sudah direncanakan
Jadi akurasi data antara cukup dan telah disetujui oleh dinas
dan bagus kesehatan.

Fungsi Manajemen Surveilans

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 4


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

Pengorganisasian dengan baik tetapi pelaksanaan PE


Pada pelaksanaan surveilans di kadang terlambat.
Puskesmas Bangkinang Kota sumber “Selama ini surveilans terus
daya manusia yang diperlukan adalah berjalan dan pelaksanaan PE
petugas yang sudah terlatih melalui yang terkadang terlambat
pelatihan yang diberikan oleh dinas karena pemegang program
kesehatan tentang surveilans. surveilans hanya satu orang.”
“Diperlukan petugas yang ahli (Informan 1)
dalam bidang surveilans dan Pelaporan hasil surveilans
sudah paham mengenai dimulai dari laporan yang diterima
pelatihan yang diberikan baik dari pustu, bidan desa, poli
dinkes”(Informan 4) puskesmas ataupun masyarakat yang
Dalam kegiatan surveilans di melapor sendiri dicatat dan direkap
Puskesmas Bangkinang Kota petugas oleh pemegang program, dibuat
puskesmas dibagi menjadi satu orang dalam laporan yang dikirim ke dinas
pemegang program yang kesehatan tiap bulannya. Data hasil
bertanggung jawab kepada satu surveilans dibuat dalam bentuk tabel
orang penanggung jawab P2M yang yang dibagi menurut tempat, waktu,
kemudian bertanggung jawab kepada usia dan jenis kelamin.
kepala puskesmas. Serta dokter yang Hasil observasi ditemukan
bertugas mendiagnosis kasus DBD. laporan kasus DBD hanya dari tahun
Pelaksanaan surveilans ke 2015, menurut informasi dari
lapangan dilakukan oleh pemegang informan berkas-berkas puskesmas
program didampingi bidan desa. banyak yang hilang sejak puskesmas
Terkadang turut serta penangggung pindah tempat satu tahun yang lalu.
jawab P2M ataupun TKS. Sementara Pemegang program surveilans
dokter puskesmas hanya bertugas yang cukup kewalahan jika terdapat
dalam penemuan kasus di poli lebih dari satu kasus DBD yang
puskesmas. memerlukan PE. Sehingga ada PE
“Kalau ada laporan kasus DBD yang terlambat pelaksanaannya.
kami akan PE ke lapangan, “Pemegang program surveilans
terlibat disana ada saya sebagai hanya ada satu orang, dan itu
pemegang program, ada bidan pun tidak hanya melakukan
desa terkadang tenaga kerja surveilans DBD tetapi juga 20
sukarela (TKS) turut serta ke penyakit menular lainnya yang
lapangan”(Informan 1) memerlukan surveilans.
Belum terbentuknya kader Sehingga PE kadang dilakukan
jumantik di wilayah kerja Puskesmas beberapa hari setelah pelaporan
Bangkinang Kota menyebabkan kasus. Untuk pembentukan
pemegang program surveilans hanya jumantik memang belum
melakukan PE jika ada laporan terlaksana hingga sekarang
kasus. dikarena tidak adanya dana
untuk gaji jumantik”(Informan
Pelaksanaan 4)
Realisasi pelaksanaan surveilans Pemegang program terbantu
di Puskesmas Bangkinang Kota dengan aktifnya masyarakat melapor
pecatatan laporan kasus terlaksana ke puskesmas jika menemukan kasus
DBD. Disisi lain keaktifan

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 5


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

masyarakat dalam melapor ke kelengkapan data, ketepatan


puskesmas jika menemukan kasus diagnosis dan akses masyarakat.
DBD berbanding terbalik dengan Tetapi didapatkan dua unsur
keaktifan masyarakat dalam penilaian dengan skor kurang yaitu
bergotong royong. pengolahan dan analisis data dan
“Masyarakat pahamnya kalau konsistensi data. Dapat disebabkan
ada DBD ya fogging, padahal pemegang program tidak memiliki
yang terpenting disini adalah latar belakang ilmu kesahatan
kebersihan lingkungan. Sudah masyarakat yang memahami
jarang masyarakat ingin gotong pengolahan dan analisis data,
royong apalagi saat musim walaupun pemegang program
penghujan genangan air tersebut telah sering mendapat
banyak. Disatu sisi hanya ada pelatihan dari dinas kesehatan.
satu alat fogging dengan satu Sebagaimana menurut KMK RI
pekerja untuk seluruh desa di Nomor
Kabupaten Kampar tidak hanya 1116/MENKES/SK/VIII/2003
wilayah kerja Puskesmas Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Bangkinang Kota”(Informan 4) Sistem Surveilans Epidemiologi
Penilaian Kesehatan, tenaga surveilans
Hasil wawancara dengan epidemiologi di tingkat puskesmas
informan didapatkan bahwa selama terdiri atas satu petugas epidemiolog
ini belum ada penilaian sistem yang terampil.
surveilans. Beban tugas pemegang program
“Penilaian surveilans belum yang tidak hanya melakukan
pernah, pengawasan sebagai surveilans DBD saja tetapi juga
kontrol ya dari laporan yang melakukan surveilans 20 penyakit
tepat waktu dikirim ke dinkes. menular lainnya. Seperti hasil
Ada juga pembinaan dari dinkes penelitian Frans (2010) bahwa
berupa pelatihan pengisian form petugas mengerjakan tugas rangkap,
laporan DBD baru, hal ini membuat kegiatan surveilans
pembelajaran tentang nyamuk tidak sesuai dengan semestinya dan
dan informasi baru lainnya” menyebabkan waktu mereka menjadi
(Informan 1). terbagi sehingga menyebabkan
Penilaian surveilans di pelaksanaan semua komponen dari
Puskesmas Bangkinang Kota dapat sistem surveilans mejadi kurang
dikategorikan kurang baik karena optimal.
belum dilakukannya penilaian sistem Dua unsur penilaian dengan skor
surveilans sebagai bentuk evaluasi cukup yaitu tujuan surveilans dan
terhadap pelaksanaan surveilans. partisipasi fasilitas kesehatan. Hal ini
Selama ini penilaian surveilans dapat disebabkan perencanaan
hanya berdasarkan ketepatan surveilans tidak betul-betul
pengiriman laporan. dilakukan dengan baik, dimana
pelaksanaan surveilans dilapangan
PEMBAHASAN yang dilakukan petugas kesehatan
Hasil penilaian sistem surveilans lebih mengarah pada pengumpulan
di Puskesmas Bangkinang Kota data. Hal serupa juga diungkapkan
didapatkan empat unsur dengan skor dalam penelitian oleh Desi (2016)
bagus yaitu ketepatan dan dimana Pelaksanaan Surveilans

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 6


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

epidemiologi di setiap Puskesmas se- manusia serta beban tugas dari


Kota Kendari hanya sebatas tenaga surveilans.
pengumpulan data saja. Sementara dari pihak
Penilaian sistem surveilans di masyarakat yang kurang memiliki
Puskesmas Bangkinang Kota antara kesadaran dalam kebersihan
bagus dan cukup. Kemudian dari lingkungan. Padahal kesadaran
observasi yang dilakukan di masyarakat terhadap kebersihan
Puksesmas Bangkinang Kota bahwa lingkungan sangat mempengaruhi
setiap informan memiliki upaya pencegahan dan
pemahaman yang sama bahwa penanggulangan terjadinya kasus
pelaksanaan surveilans DBD sudah DBD. Seperti yang diungkapkan
berjalan secara baik sesuai dengan Rahmawati (2008) dalam
format yang ada berdasarkan buku penelitiannya bahwa terdapat
pedoman surveilans dan pelatihan hubungan yang bermakna secara
dari dinas kesehatan. statistik antara tindakan masyarakat
Tetapi hal diatas berbanding dengan kejadian DBD.
terbalik dengan jumlah kasus DBD Pemahaman masyarakat bahwa
tiap tahun di puskesmas yang selalu jika ada kasus DBD
meningkat. Hal tersebut dapat penanggulangannya dengan fogging.
disebabkan dari berbagai pihak. Dari Sehingga penyuluhan secara rutin
puskesmas dimungkinkan karena diperlukan untuk meningkatkan
sistem surveilans yang belum pengetahuan dan mengubah
maksimal pelaksanaannya disertai pemahaman yang salah
dengan fungsi manajemen yang dimasyarakat. Sebagaimana Menurut
belum berjalan dengan baik diliahat penelitian Heri (2013) menyatakan
dari perencanaan surveilans yang bahwa seseorang akan bertindak
bersifat insidental dan kurang untuk melakukan sesuatu disebabkan
terencana hanya jika ada laporan oleh pemikiran dan perasaan dalam
kasus, sumber daya manusia yang bentuk pengetahuan, persepsi, sikap,
kurang memadai dan tidak adanya kepercayaan dan penilaian-penilaian
jumantik yang dapat membantu seseorang terhadap suatu objek.
dalam pengendalian DBD. Padahal Ketersediaan alat fogging yang
menurut Kemenkes (2016) dengan hanya ada satu untuk se Kabupaten
ada jumantik dapat meningkatkan Kampar, juga turut serta dalam
keberasilan pengendalian DBD dan meningkatnya kejadian DBD di
memperkuat surveilans DBD. Tidak Puskesmas Bangkinang Kota.
adanya jumantik ini disebabkan
keterbatasan dana. KESIMPULAN
Pemegang program surveilans Sistem surveilans yang belum
hanya satu sehingga pelaksanaan PE maksimal pelaksanaannya dapat
tertunda dan pencatatan yang kurang disebabkan karena fungsi manajemen
lengkap. Hal yang sama juga yang belum berjalan dengan baik
ditemukan pada penelitian oleh M. diliahat dari perencanaan surveilans
Arie (2008) dimana pelaksanaan PE yang bersifat insidental dan kurang
di Puskesmas se Kota Semarang terencana, SDM yang kurang
sering terlambat yang disebabkan memadai, pemegang program
adanya keterbatasan sumber daya surveilans hanya satu sehingga
kesulitan dalam pelaksanaan PE jika

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 7


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

ada lebih dari satu kasus, pencatatan DAFTAR PUSTAKA


yang kurang lengkap, kemudian Depkes RI (2016). Profil Kesehatan
tidak adanya kader jumantik yang Indonesia Tahun 2016. Jakarta
dapat membantu dalam pengendalian : Kemenkes RI
DBD. Selain hal diatas yang dapat Desi Arwanti (2016)). Pelaksanaan
memungkinkan peningkatan kasus Surveilans Epidemiologi di
DBD di Puskesmas Bangkinang Kota Puskesmas Se-Kota Kendari
adalah kurangnya kesadaran dan Tahun 2016. Skripsi
pemahaman yang salah di diterbitkan. Fakultas Kesehatan
masyarakat serta ketersediaan alat Masyarakat Jurusan Kesehatan
fogging yang hanya ada satu untuk se Masyarakat. Kendari :
Kabupaten Kampar. Universitas Halu Oleo
Dinas Kesehatan Provinsi Riau
SARAN (2016). Profil Kesehatan
Kepada pihak puskesmas untuk Provinsi Riau Tahun 2016.
dapat meningkatkan pelaksanaan Pekanbaru : Dinas Kesehatan
sistem surveilans berserta Provinsi Riau.
manajemen mulai dari perencanaan Dirjen PP dan PL Kemenkes RI
yang terstruktur, pengembangan (2003). Pedoman Surveilans
SDM dan pembagian beban tugas Epidemiologi Penyakit. Jakarta
sehingga tidak ada tugas ganda dan : Kemenkes RI.
pelaksanaan PE tidak terlambat, Frans, YS, Antonius S, Dibyo, P.
pembentukan kader jumantik, 2010. Evaluasi dan
dilakukannya penilaian sistem Implementasi Sistem Surveilans
surveilans berkala sebagai evaluasi Demam Berdarah Dengue
pelaksanaan surveilans DBD serta (DBD) di Kota Singkawang-
peningkatan koordinasi linsek dan Kalimantan Barat tahun 2010,
penyuluhan untuk peningkatan BALABA 8 (1): 5-10
pemahaman masyarakat. Grace (2016). Organisasi &
Manajemen Kesehatan. Jakarta
UCAPAN TERIMAKASIH : EGC
Ucapan terima kasih ditujukan Heri, Supriyanto. 2011. Hubungan
kepada Hanafi, SKM, M.Kes sebagai antara Pengetahuan, Sikap,
ketua STIKes Hang Tuah Pekanbaru. Praktek Keluarga tentang
Ibu Dr. Mitra SKM, MKM selaku Pemberantasan Sarang
ketua Program Studi Magister Ilmu Nyamuk (PSN) dengan
Kesehatan Masyarakat STIKes Hang Kejadian Demam Berdarah
Tuah Pekanbaru. Bapak Prof Dr. dr. Dengue di Wilayah Kerja
Buchari Lapau, MPH dan Ibu Drg. Puskesmas Tlogosari Wetan
Oktavia Dewi, M.Kes yang telah Kota Semarang. Artikel Ilmiah.
banyak memberikan dukungan, Universitas Diponegoro.
arahan, bimbingan dan masukan Hikmawati, I (2011. Buku Ajar
dalam penulisan ini. Epidemiologi. Yogyakarta:
Nuha Medika
Kemenkes RI (2015). Modul
Pengendalian Demam
Berdarah Dengue. Jakarta :

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 8


Vol 1 No 2 Tahun 2017 ISSN 2580-3123

Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Lapau, Buchari (2013). Prinsip dan
Metode Epidemiologi. Jakarta :
Badan Penerbit FK UI
M. Arie (2008). Surveilans Penyakit
Demam Berdarah Dengue
(DBD) dan Permasahannya Di
Kota Semarang Tahun 2008.
Seminar Nasional Mewujudkan
Kemandirian Kesehatan
Masyarakat Berbasis Preventif
dan Promotif. ISBN: 978-979-
704-910-2
Rahmawati, Sari (2015). Hubungan
Pengetahuan Dan Tindakan
Masyarakat Dengan Kejadian
Demam Berdarah Dengue
(DBD). Jurnal Berkala
Epidemiologi, 3(2): 242–253
Zumaroh (2015). Evaluasi
Pelaksanaan Surveilans Kasus
Demam Berdarah Dengue Di
Puskesmas Putat Jaya
Berdasarkan Atribut
Surveilans. Jurnal Berkala
Epidemiologi, 3(1); 82-94

Jurnal Doppler Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai Page 9

You might also like