Professional Documents
Culture Documents
Indra Rahmat
STKIP PGRI SUMATERA BARAT
Email : indrarahmat1983@gmail.com
ABSTRACT
mengatur kehidupan dan ketertiban yang sangat kuat dengan institusi ninik
dalam suatu masyarakat yang terikat mamaknya di dalam sebuah kaum, suku
dalam suatu jalinan kekerabatan atau clan.
seseorang dengan segala aspeknya ditarik Sistem Kewarisan Masyarakat Adat
dalam garis keturunan ibu (Warman, Minangkabau
2001:67). Seseorang anak laki-laki atau
perempuan merupakan clan dari Masyarakat Minangkabau yang
perkauman ibu, ayah tidak dapat matrilineal sistem kewarisannya bersifat
memasukkaan anaknya ke dalam clan– kolektif. Terhadap harta warisan diwarisi
nya sebagaimana yang berlaku dalam oleh sekolompok ahli waris dalam
sistem patrilinial. keadaan tidak terbagi-bagi penguasaan
Oleh karena itu waris dan pusaka dan pemilikannya, melainkan setiap ahli
diturunkan menurut garis keturunan ibu. waris berhak untuk mengusahakan,
Hardland, Sidney (Hasan, 1988:14), menggunakan atau mendapatkan hasil
menyebutkan bahwa ada delapan ciri dari harta warisan tesebut (Hadikusuma,
sistem materinilial : 1999:26).
Sistem kewarisan yang kolektif ini,
a). Keturunan menurut garis ibu. harta warisan tidak dimiliki secara
b). Suku terbentuk menurut garis ibu. pribadi oleh anggota
c). Kawin harus keluar suku. keluarga/kerabat/kaum yang
d). Balas dendam adalah kewajiban bersangkutan. Para anggota kaum hanya
seluruh anggota kaum. boleh memanfaatkan harta pusaka yang
e). Kekuasaan teoritis ada ditangan berbentuk tanah untuk digarap bagi
ibu, walaupun jarang dilaksanakan. keperluan hidupnya atau mendiami harta
f). Yang berkuasa adalah mamak. pusaka yang berbentuk Rumah Adat.
g). Dalam perkawinan suami tinggal Tetapi anggota kaum tersebut tidak dapat
dirumah kaum isterinya. memilikinya sebagai hak milik
h). Warisan diturunkan dari mamak
kepada anak dari saudara perorangan (Hadikusuma, 1999:17).
perempuan (kemenakan)nya. Waris menurut Adat Minangkabau
tidak ada istilah punah karena dalam
Sistem kekerabatan ini tetap warisan ini adat menggariskan adanya
dipertahankan masyarakat Minangkabau waris yang bertali adat, bertali buek,
sampai sekarang, karena masyarakat bertali budi dan hal ini bila ada
Minangkabau tidak terputus hubungan
kekerabatan walaupun di luar Indonesia kesepakatan kaum. Terhadap kaum itu
dan telah menjadi Warga Negara Asing, punah warisan jatuh kepada waris yang
sepanjang garis keturunan ibu masih bertalian dengan suku dan bila yang
melekat kepada dirinya. Sistem ini selalu sesuku tidak ada pula harta pusaka kaum
disempurnakan sejalan dengan usaha yang punah itu jatuh pada nagari. Ninik
menyempurnakan sistem adatnya.
Terutama dalam mekanisme mamaknagarilah yang menentukan.
penerapannya di dalam kehidupan Menurut Kemal, Iskandar, bila tidak ada
sehari-hari. perut yang terdekat, anggota waris yang
Oleh karena itu peranan seorang terakhir dapat menentukan sendiri waris
penghulu ataupun ninik mamak dalam yang terdekat dari orang-orang yang
kaitan bermamak berkemanakan bertali adat untuk melanjutkan hak-hak
sangatlah penting. Bahkan peranan
penghulu dan ninik mamak itu boleh dariperut itu, sesudah punah sama sekali,
dikatakan sebagai faktor penentu dan baru ditentukan oleh Kerapatan Adat
juga sebagai indikator. Keberadaan Nagari.
sistem ini tidak hanya terletak pada
kedudukan dan peranan kaum
perempuan saja, tetapi punya hubungan
1. Rumah Gadang (Rumah Besar) dan kesepakatan dalam kaum tanah harta
benda-benda perlengkapan adat pusaka tinggi dapat diperjual belikan. Hal
Wawancara dengan Ibu Rosni ini berlaku apabila dalam keadaan
pada tanggal 25 Juli 2009 dan A. DT. mendesak, di dalam adat disebutkan
Panjang pada tanggal 29 Juli 2009, ‘Tidak kayu jenjang dikeping, tidak emas
pengelolaan dari rumah gadang bungkal diasah”, artinya adat
dilakukan oleh perempuan dalam membenarkan mengurangi harta pusaka
kaum sebagai tempat hunian, secara gadai atau jual dengan cara-cara
begitupun terhadap benda yang dibenarkan oleh adat (Syarifuddin,
perlengkapan adat. 1984:226).
Selain itu hibah yang
Pembahasan mengakibatkan terjadinya peralihan
Pengelolaan terhadap materi tanah kepemilikan atas tanah adalah hibah
harto pusako tinggi, penggunaanya lepas. Penghibahan harta pusaka dapat
bertujuan untuk mensejahterakan berlaku apabila ahli waris yang dekat
kehidupan bersama anak dan kemenakan telah menyetujuinya, dengan adanya
dan adatnya. Hal ini menggambarkan persetujuan itu, maka ahli waris lainnya
bahwa tanah sebagai fungsi sosial dalam yang jauh tidak dapat membatalkannya
masyarakat Kecamatan Batipuh sejalan (Syarifuddin,1984:256).
dengan bunyi pasal 6 UU RI No. 5 tahun Pengelolaan tanah pusaka tinggi
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- yang tidak mengakibatkan terjadinya
pokok Agraria. Yang berbunyi “semua hak peralihan hak kepemilikan terhadap
atas tanah mempunyai fungsi sosial”. tanah tersebut terjadi dalam bentuk
Ganggam bauntuak merupakan hak perjanjian bagi hasil berdasarkan, pagang
pengelolaan tanah pusako tinggi. Hak gadai serta hibah beralas. Hal ini telah
pengelolaan ini di dalam adat diakui sesuai dengan asas pemanfaatan tanah
sebagai hak pakai. menurut adat yang dilambangkan dengan
Pengelolaan terhadap tanah pusaka “kabau tagak kubangan tingga / bangau
tinggi yang dilakukan oleh orang lain, tabang kubangan tingga” (kerbau berdiri
dapat dikelompokkan berdasarkan akibat kubangan tinggal, bangau terbang
cara perolehan hak-hak pengelolaannya kubangan tinggal).
yaitu, terjadinya peralihan hak-hak atas Pengelolaan atas dasar kerjasama
tanah pusaka dan tidak terjadinya ini mempertimbangkan unsur
peralihan hak-hak atas tanah pusaka. kepentingan kedua belah pihak. Terhadap
Terjadinya peralihan hak-hak atas pemanfaatan dari hasil pengelolaan tanah
tanah pusaka dalam pengelolaannya yang pusaka tinggi ini dengan sistem bagi hasil
diperoleh atas dasar jual beli dan hibah, juga diatur dalam Perda No. 6 Tahun
dimana dalam kedua perbuatan terhadap 2008 tentang Tanah Ulayat dan
tanah pusaka tinggi. Salah satu syarat Pemanfaatannya Pasal 3 Ayat 2 Perda
menurut adat untuk dapat tersebut berbunyi :
berlangsungnya suatu transaksi adalah “Pemanfaatan tanah ulayat oleh
sakato kaum (sepakat kaum) (Amir, pihak lain yang bukan warga Hukum Adat
2001:117). Maksudnya harus disetujui yang bersangkutan dilakukan dengan
oleh seluruh kaum, “karena hak ulayat” prinsip saling menguntungkan dan
(beschikkingsrecht) menurut Hukum Adat berbagi risiko, dengan kaedah “ adat diisi
ada di tangan suku/masyarakat limbago dituang ” melalui musyawarah
hukum/desa (Seotiknjo,1983:45). mufakat”.
Jual beli tanah pusaka tinggi di Pagang gadai tanah pusaka tinggi di
dalam adat adalah suatu perbuatan yang Minangkabau berbeda dengan gadai
dilarang. Namun karena atas dasar menurut UUPA. Objek gadai menurut