Professional Documents
Culture Documents
Faculty of Biology, Universitas Nasional, Jakarta Magister Program of Biology, Graduate School, Universitas Nasional, Jakarta
Faculty of Biology, Universitas Nasional, Jakarta Magister Program of Biology, Graduate School, Universitas Nasional, Jakarta
Abstract
The Bukit Rimbang Bukit Baling Wildlife Reserve Area (SMBRBB) Riau is one of the areas that has the
characteristics of lowland rainforest types with high biodiversity, so it is possible to find many macro fungi, but
there is no data on macrofungi diversity. This research was conducted with the aim of obtaining diversity data
and potential data on macrofungi, both as food ingredients and as medicinal ingredients. This study uses a
searching method that is modified by the path method using sample plots. 138 macrofungi species were
obtained, which included 52 genera, 37 families and 3 phyla. Macrofungi diversity index at this location is
relatively moderate, and high uniformity index. 66 species potentially as medicinal ingredients, including
Amauroderma rugosum, Ganoderma aplanatum, Ganoderma lucidum, Lentinus sajo-caju, Lentinus
squamolosus, Cymatoderma elegans, Daldinea concentrica, Microporus xantopus, M. afinitis, Pycnoporus
cinnabarius, Polyporus arcularius, Rigidoporus microporus, Rigidoporus microporus, Trametes versikularis,
and Xylaria longipes. As many as 32 species have potential as food ingredients, including Auricularia auricula,
Auricularia delicata, Auricularia polytricha, Cookeina sulcipes, Phallus indusiatus, Lentinus sajor-caju,
Lentinus squamolosus, Pleurotus ostreatus, Schizophyllum commune, Tramella fuciformis, and
Volvariellavolvacea.
26
yang harus dibantu dengan menggunakan lup (Brundrett & Baugher 2008), How To Identify
dan mikroskop. Sampel yang digunakan untuk Mushrooms To Genus I (Largent,1973), Agaric
pengamatan tubuh buah lanjut ini berasal dari Flora of The Lesser Antilles (Pegler, 1983), dan
sampel yang sudah dibikin herbarium, karena A Preliminary Polypore Flora of East Africa
jamur tidak bisa bertahan lama bila tidak (Ryvardern and Johansen , 1980).
diawetkan kecuali yang teksturnya liat dan c. Pengelompokkan Potensi Jamur
keras. Potensi jamur yang ditemukan
Spora yang diamati adalah spora hasil dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu
dari pembuatan jejak spora. Untuk pengamatan sebagai bahan pangan dan sebagai bahan obat
spora digunakan mikroskop sampai pada tiap kawasan berdasarkan diskusi dengan
pembesaran 100X. Yang diperhatikan dalam masyarakat, literatur dan dengan
pengamatan jejak spora ini antara lain, bentuk, memperhatikan kondisi di sekitar jamur yang
ukuran, dan ornamen-ornamen lain pada spora ditemukan.
tersebut. Analisis Data
b. Identifikasi makrofungi 1. Keanekaragaman Jenis Makrofungi
Identifikasi jamur dilakukan Untuk mengetahui indeks
berdasarkan data dari hasil pengamatan keanekaragaman jenis jamur pada setiap
lapangan dan data dari hasil pengamatan habitat digunakan rumus Shannon-Winner
laboratorium yang meliputi; sifat (parasit, (Magurran, 2004).
saprofit), keberadaan tumbuh (sendiri atau 2. Indeks Nilai Penting
koloni), substrat tempat tumbuh (kayu, ranting Guna mengetahui tingkat penguasaan
hidup atau mati, serasah, tanah), bentuk tubuh jenis dalam komunitas dihitung nilai penting
buah, warna, tekstur, kedudukan tangkai, dari masing-masing jenis yang ada.
komponen lain penyusun tangkai, ciri lain Penghitungan nilai penting mengacu pada
penyusun lamela , pori atau bagian lain Kusmana , (1997).
penghasill spora, bentuk spora, ukuran, warna HASIL DAN PEMBAHASAN
dan ornamen lainnya pada spora, dan ciri-ciri Lokasi dan Kondisi Lingkungan Penelitian
spesifik lainnya. Data yang diperoleh ini Penelitian di Kawasan Suaka Margasatwa
selanjutnya dicocokkan dengan buku-buku Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau
identifikasi makrofungi, sampai ditemukan ini dilakukan di lima lokasi berbeda, yaitu
nama jenisnya. Buku rujukan untuk identifikasi Kawasan Suaka Marga Satwa Rimbang Baling
yang digunakan antara lain adalah; Guide To (SMRB), Stasiun Subayang, Sungai Batu
Mushrooms (Pacioni 1994), Working with Dinding, Desa Muara Bio, dan Desa Tanjung
Mycorrhiza in Foresty and Agriculture Belit (Gambar 1).
30
A B C
Gambar 1. Peta lokasi penelitian ; A. Desa Tanjung Belit; B. Kawasan SMRB, Subayang dan Sungai
Batu Dinding; C. Desa Muara Bio.
Terdapat beberapa perbedaan kondisi besar dengan tutupan tajuk yang rapat, dan
lingkungan pada kelima lokasi penelitian ini. sebagian dari lohasi ini berada di pinggir
Stasiun Subayang dan Kawasan SMRB lebih sungai Sebayang. Sungai Batu Dinding berada
tertutup (ternaung) oleh berbagai jenis berseberangan dari St. Subayang, lokasi ini
tumbuhan, namun jenis tumbuhan dan kondisi lebih terbuka, berupa tebing-tebing yang
lantai hutannya sangat berbeda. Sementara cukup curam dan berbatuan, vegetasinya
Sungai Batu Dinding, Desa Mura Bio dan desa umumnya berupa tumbuhan semak dan perdu,
Tanjung Belit lebih terbuka. Kondisi kelima jarang sekali tumbuhan besar. Desa Mura bio
lokasi ini dapat dicerminkan dari kondisi dan Desa Tanjung Belit merupakan dua desa
lingkungannya yang sudah di lakukan selama yang ditempati penduduk, pedesaannya lebih
penelitian (Tabel 1.). terbuka, tidak banyak ditemukan tumbuhan
Terdapat beberapa perbedaan kondisi besar, kecuali di pekarangan atau di
lingkungan di masing-masing lokasi perkebunan penduduk sekitar.
penelitian, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh Kelembaban, suhu, dan pH secara
keberadaan tumbuhan sebagai penyusun ekologis merupakan faktor lingkungan yang
vegetasi, ketinggian dan struktur tanah di penting untuk pertumbuhan jamur makro.
lokasi tersebut. St. Subayang merupakan Kelembaban yang dibutuh untuk pertumbuhan
daerah yang teduh, karena banyak ditumbuhi jamur makro berkisar antara 50% - 70%
oleh berbagai jenis tumbuhan terutama tumbuh (Deacon, 1984), kisaran suhu pertumbuhan
31
antara 22oC - 35oC (Arif et al., 2007), dan nilai ditemukan di alam dalam jumlah yang sedikit
pH secara umum berkisar antara pH 5,5 - pH adalah dari Filum Myxomycota (jamur lendir).
7 (Chang dan Miles,2009). Filum Basidiomycota memiliki tubuh
Selain dari tiga faktor lingkungan buah (basidiokarp) yang sebagian besar
tersebut di atas (pH, suhu dan kelembaban), berukuran makroskopik sehingga dapat dilihat
intensitas cahaya juga mempengaruhi dengan mata telanjang (Ganjar et al. 2006).
pertumbuhan jamur makro. Biasanya jamur Basidiokarp terdiri, atas tudung (Cap), bilah
untuk pertumbuhannya membutuhkan (gill) atau pori, tangkai (stipe), kadang-kadang
intensitas cahaya yang rendah. Intensitas terdapat cincin (annulus), sisik dan volva
cahaya yang tinggi akan menghambat (scale) (Mureli et al., 2012). Pada lamela atau
pertumbuhan jamur karena akan menghambat pori ini, terbentuk banyak basidium yang akan
pembentukan struktur reproduksinya. Besar menghasilkan spora (basidiospora), berjumlah
kecilnya intensitascahayadi suatu lokasi empat berada di luar basidium. Sementara
penelitian sangat dipengaruh ioleh tutupan filum Ascomycota dicirikan dengan spora
tajuk (kanopi) dari tumbuhan yang ada (akospora) yang terdapat di dalam kantung
dilokasi pertumbuhan jamur makro tersebut. yang disebut askus. Askus. Setiap askus
biasanya memiliki 2-8 askospora. Kebanyakan
Komposisi Jenis ascomycetes bersifat mikroskopis, sebagian
Total jenis jamur yang ditemukan kecil bersifat makroskopis yang memiliki
secara keseluruhan terdiri atas 138 jenis, 52 tubuh buah (Gandjar et al., 2006).
marga dan 37 suku Jenis-jenis yang
ditemukaan tersebut didominasi oleh Filum Keanekaragaman Jenis
Basidiomycota, yaitu sebanyak 131 jenis, Terdapat perbedaan Indeks
sisanya 6 jenis Ascomycota, dan 1 jenis keanekaragaman jenis (H’) jamur makro di
Myxomycota (Tabel Lampiran). lima lokasi pengamatan.(Gambar 2).
Umumnya, jamur makro yang Indeks Keanekaragaman Jenis
ditemukan di lingkungan termasuk ke dalam makrofungi di lima lokasi pengamatan
filum Basidiomycota, dan biasanya berkisar antara 2,975% sampai dengan
makrofungi ini lebih dikenal dengan istilah 3,360%. Indek keanekaragaman tertinggi
jamur atau cendawan. Sementara filum ditemukan di Stasiun Subayang (3,360%),
Ascomycota umumnya berukuran mikroskopis yang diikuti oleh Kawasan SMRB (3,357%).
dan hanya sebagian kecil yang berukuran Indeks keanekaragaman terendah di Sungai
makroskopis. Jenis lain yang juga sering Batu Dinding (2,975%).
32
Indeks
Keanek
aragam
an (%)
Lokasi Penelitian
Gambar 2. Indeks keanekaragaman Jamur Makro di lima lokasi pengamatan di kawasan Suaka
Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau.
Indek
keserag
aman
Jenis
Lokasi Penelitian
Gambar 3. Nilai indeks keseragaman jenis Jamur Makro di lima lokasi Kawasan Suaka Margasatwa
Bukit Rimbang Bukit Baling (SMBRBB) Riau.
34
dimanfaatkan oleh organisme di sekitarnya, kawasan Muara Bio, dan Sungai Batu Dinding
terutama tumbuhan. Untuk jenis jamur makro (Gambar 4). Beberapa contoh jenis-jenis foto
yang bersifat mikoriza, kehadirannya sangat jamu makro berpotensi sebagai bahan obat
dibutuhkan oleh tumbuhan di sekitarnya yang ditemukan di lokasi penelitian
terutama tumbuhan berkayu, untuk membantu ditampilkan pada gambar 5.
dalam penyerapan air dan mineral dari dalam Di negara Asia Timur penggunaan
tanah. Selain dari itu jamur makro juga dapat jamur sebagai obat sudah lama diketahui,
dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber jenisnya antara lain adalah Lentinus dan
bahan pangan dan bahan obat. Ganodermalucidum. Jamur tersebut dapat
Hasil penelitian ini menemukan dimanfaatkan sebagai obat-obatan karena
sebanyak 86 jenis jamur makro punya potensi, mengandung beberapa senyawa kimia dalam
yang terdiri dari 66 jenis berpotensi obat dan tubuh buahnya. Gnodermin (asam
sebanyak 32 jenis berpotensi pangan (Tabel ganodermat) pada jamur yang dihasilkan
Lampiran 2). Jumlah makrofungi yang Ganoderma spp. dapat membantu penetralan
ditemukan dalam penelitian yang berpotensi atau penurunan senyawa penyebab berbagai
sebagai bahan obat lebih banyak dibandingkan penyakit (Hudler, 1998).
dengan yang berpotensi sebagai bahan pangan. Masyarakat di sekitar Kawasan Bukit
Adanya perbedaan ini sangat terkait pada Rimbang Bukit Baling sudah memanfaatkan
subtrat tempat tumbuh serta lingkungan tubuh beberapa jenis jamur ini sebagai bahan obat,
dari makrofungi tersebut. Pada umumnya, informasi ini lansung diperoleh dari
jamur yang berpotensi sebagai bahan obat masyarakat setempat dan orang pintar
umumnya dapat tumbuh pada substrat yang (paramedis) yang dipercaya oleh masyarakat
lebih luas, dan bahkan mampu tumbuh pada di kawasan tersebut. Jenis jamur yang
kondisi lingkungan yang eksrim bagi dimanfaatkan masyarakat, antara lain:
makrofungi secara umum. Hal tersebut dapat Pleurotus spp. untuk kembung, Polyporus
dilihat dari indeks keanekaragaman jamur untuk obat bisul di kulitGanoderma lucidum
yang berpotensi sebagai bahan obat ini untuk obat meriang. Jenis lain yang juga
dibandingkan dengan yang berpotensi sebagai digunakan adalah Picnoporus,dan Cookeina.
bahan pangan pada masing-masing lokasi Jamur yang berpotensi pangan yang
penelitian selalu mendominasi (Gambar 4). ditemukan di kawasan tersebut antara lain
Indeks Keanekaragaman jenis jamur adalah Agaricus sp., Auricularia auricula,
makro berpotensi obat paling tinggi di Auricularia delicata, Auricularia polytricha,
kawasan SMRB, selanjutnya diikuti oleh Calvatia sp., Hygroporus sp., Inonotus sp.,
35
Lentinus sajor caju., Lentinus squamolosus; Beberapa jenis dari jemur tersebut sudah
Pleurotus ostreatus; Cookeinasuicipes; dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, yaitu
Schizophyllumcommune., Tramella fuciformis, Auricularia auricula, Lentinus, Sarcoscypha ,
dan Volvariella volvacea (Gambar 6). dan Schizophyllum commune.
Indeks
Keanekar
agaman
Jenis
jamur
potensi
36
Gambar 6. Contoh Jamur Makro berpotensi sebagai bahan pangan yang ditemukan di lokasi
penelitian (Dokumentasi Noverita, 2016).
37
DAFTAR PUSTAKA
Arif A, M Muin, T Kuswinanti, dan V Faisal A, Noverita, dan H Rusmendro.
Harfiani. 2007. Isolasi dan 2007. Kelimpahan dan
identifikasi Jamur Kayu dari hutan kenekaragaman Jamur Makroskopis
Pendidikan dan Latihan Tbo-tabo bermanfaat pada ketinggian berbeda
Kecamatan Bungoro Kabupaten di Pusat Pendidikan Konservasi
Pangkep. Jurnal Perennial. 3(2): 49 Alam Bodogol (PPKAB), Taman
– 54. Nasional Gunung Gede Pangrango
Aryantha IP. 2005. Strategi risert dan Jawa Barat. Jakarta: Fakultas
pengembangan dalam pengelolaan Biologi Universitas Nasional.
potensi biodiversitas. Workshop Hawksworth DL. 2001. The magnitude of
Pengelolaan Potensi Biodiversitas, fungal divers: the 1.5 million species
LPIU-FK8PT – Universitas estimate revisited. Mycol. Res.
Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, 105:1422-1432.
Denpasar-Bali, 14-15 November Hilman dan Romadoni. 2001.
2005 Hudler GW. 1998. Magical mushrooms,
Bougher NL and Sume K. 1998. Fungi of mischievous mould. USA: Princeton
Southern Australia. Nederlands University Press, pp 248.
Westeen Australia 6907: University Krebs C Z. 1985. Ecology : the
of Western Australia Press. experimental analysis of distribution
Brundrett M, Bougher N, Dell, Grove BT, and abundance, third Edition. New
and Malajczuk N. 1995. Working York : Harper and Row Publisher
with mycorrhiza in foresty and Inc.
agriculture. Australia: ACIAR Kusmana C. 1997. Metode survey vegetasi.
Monograph . Bogor: PT. Penerbit Insitut Pertanian
Brundrett MC. 2008. Mycorrhizal Bogor.
associations: the web resource. Kuswinanti K dan Rahmawati. 2008.
Online at Isolasi dan identifikasi Jamur Kayu
http://mycorrhizas.info/index.html. dari hutan Pendidikan Universitas
Chang ST and PG Miles. 1989. Edible Hasanuddin Di Bengo-Bengo
Mushrooms and Their Cultivation. Kecamatan Cenrana Kabupaten
Boca Raton, FL: CRC Press, 345 pp. Maros. Jurnal Perennial, 5(1) : 15-
Deacon JW. 1997. Modern Mycology. 3rd 22 Oktober 2008
ed., Blackwell Science,Willey. Largent D. 1973. How to Identify
Edinburgh. Mushrooms to Genus I: Macroscopic
Ermanita V, Mades Fifendy, dan Yosmed Features. Mad River Press. Inc.
Hidayat . 2018. Jenis-jenis Jamur Route.Eureka California.
Makroskopis yang terdapat pada Leonard PL. 2010. Guide to collecting and
perkebunan kelapa sawit PTPN VI preserving fungal specimens for the
Unit Usaha Ophirpasaman Barat Queensland Herbarium. Brisbane:
Program Studi Pendidikan Biologi Queensland Herbarium, Department
STKIP PGRI SUMBAR. of Environment and Resource
Management.
38
Magurran AE. 2004. Measuring Biological Kawasan Air Terjun Curug Pandan
Diversity. Australia: Blackwell Kabupaten Lahat serta
Publishing Company. sumbangannya pada pembelajaran
Noverita N, Sinaga E, Setia TM. 2017. Biologi di SMA. Jurnal
Jamur Makro berpotensi pangan dan Pembelajaran Biologi, Kajian
obat di Kawasan Cagar Alam Biologi dan
Lembah Anai dan Cagar Alam pembelajarannya.Universitas
Batang Palupuh Sumatera. Jurnal Sriwijaya, 3 (1).
Mikologi Indonesia, 1(1). Suriawiria HU. 2000. Jamur konsumsi dan
Odum EP. 1996. Dasar-dasar ekologi. berkhasiat obat. Jakarta: Papas Sinar
Yogyakarta: Gadjah Mada Sinanti.
University Press. Tampubolon SDBM, Utomo B, dan
Pacioni G. 1994. Simon & Schuster’s Yunasfi. 2012. Keanekaragaman
Guide to Mushrooms. New York: A Jamur Makroskopis di Hutan
Fireside Book Published By Simon Pendidikan Universitas Sumatera
& Schuster Inc. Utara Desa Tongkoh Kabupaten
Pegler DN. 1983. AgaricFlora of the Karo Sumatera Utara . Skripsi.
Lesser Antilles. London: Her Program Studi Kehutanan, Fakultas
Majesty’s Stationery office, Pertanian, Universitas Sumatera
Pollard E dan Yates T J. 1995. Utara
Conservation Biology Series. Tyaningsih S, Nursyahra, dan Abizar.
Monitoring Butterfly for Ecology 2014. Inventarisasi Jamur
and Conservation. London UK: Makroskopis di kawasan penyangga
Chapman and Hall. (Buffer Zone) perkebunan kelapa
Ryvardern L and Johansen I.1980. A sawit Kiliran Jao Kecamatan
preliminary polypore flora of East Kamang Baru Kabupaten Sijunjung
Africa. Fungiflora-Oslo-Norway. Sulis . Skripsi. Program Studi
Sari PHM, Nazip K, dan Dayat E. 2016. Pendidikan Biologi STKIP PGRI
Jenis-Jenis Basidiomycota di Sumatera Bara
39
Lampiran
Tabel Lampiran: Jenis-jenis jamur makro yang ditemukan di lokasi penelitian beserta potensinya
No Jenis Suku Filum potensi
1 Agaricus sp. Agaricaceae Basidiomycota Pangan
2 Amanita citrina. Amanitaceae Basidiomycota -
3 Amanita rooseveltensis Amanitaceae Basidiomycota -
4 Amauroderma rugosum Ganodermataceae Basidiomycota Obat
5 Amauroderma sp1. Ganodermataceae Basidiomycota Obat
6 Auricularia auricula Auriculariaceae Basidiomycota Pangan/Obat
7 A. delicata Auriculariaceae Basidiomycota Pangan/Obat
8 A. polytricha Auriculariaceae Basidiomycota Pangan/Obat
9 Bordenzewia berkeleyi Polyporaceae Basidiomycota -
10 Calosera viscosa Dacrymycetaceae Basidiomycota -
11 Ceratiomyxa fruticulosa Ceratiomyxaceae Myxomycota -
12 Calvatia sp Agaricaceae Basidiomycota Pangan
13 Cookeina tricoloma Sarcoscyphaceae Ascomycota Pangan/Obat
14 Cookeina sulcipes Sarcoscyphaceae Ascomycota Pangan Obat/
15 Coprinellus sp 1 Agaricaceae Basidiomycota -
16 Coprinopsis sp Agaricaceae Basidiomycota -
17 Craterellus sp1 Cantharellaceae Basidiomycota Pangan
18 Craterellus sp2 Cantharellaceae Basidiomycota Pangan
19 Crepidotus sulphurinus Crepidotaceae Basidiomycota -
20 Crepidotus mollis Crepidotaceae Basidiomycota -
21 Cymatoderma elegans Meruliaceae Basidiomycota Obat
22 Cymatoderma sp1 Meruliaceae Basidiomycota Obat
23 Daedalea quercina Fomitopsidaceae Basidiomycota Obat
24 Daldinea concentrica Xylariaceae Ascomycota Obat
25 Phallus indusiatus Phallaceae Basidiomycota Pangan
26 Entoloma sp1 Entolomataceae Basidiomycota -
27 Entoloma sp2 Entolomataceae Basidiomycota -
28 Earliella scabrosa Polyporaceae Basidiomycota -
29 Filoboletus manipularis Mycenaceae Basidiomycota Pangan
30 Fomes fomentarius Polyporaceae Basidiomycota Obat
31 Fomitopsis pinicola Fomitopsidaceae Basidiomycota Obat
32 Geastrum sp Gestraceae Basidiomycota Obat
33 Galiella celebica Sarcosomataceae Ascomycota
34 Ganoderma aplanatum Ganodermataceae Basidiomycota Obat
35 G.boneanse Ganodermataceae Basidiomycota Obat
36 G. lucidum Ganodermataceae Basidiomycota Obat
40
42
43