Professional Documents
Culture Documents
SKRIPSI
OLEH:
SKRIPSI
OLEH:
Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing
(Ir. Revandy I.M.Damanik, M.Si., M.Sc., P.hD.) (Luthfi Aziz Mahmud Siregar, S.P., M.Sc., P.hD.)
Ketua Anggota
Diketahui Oleh:
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun skripsi ini. Adapun judul
Kondisi Hipoksia secara In Vitro”. Skripsi ini merupakan syarat untuk dapat
kepada Bapak Ir. Revandy I. M. Damanik, M.Si., M.Sc., P.hD. selaku ketua
komisi pembimbing dan Bapak Luthfi Aziz Mahmud Siregar, S.P., M.Sc., P.hD.
Skripsi ini merupakan tahap awal yang belum banyak didukung oleh
kajian teori, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
terima kasih.
Penulis
Hal.
ABSTRACT .................................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
Hipotesis Penelitian ................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian ............................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman ...................................................................................... 4
Varietas ................................................................................................... 6
Pengaruh Lahan Tergenang terhadap Tanaman Kedelai ........................ 7
Mekanisme Toleransi Fisiologi dan Biokimia Tanaman Kedelai
terhadap Kondisi Hipoksia ..................................................................... 9
Kultur In Vitro ........................................................................................ 11
Kultur kalus ............................................................................................ 12
Peran Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur In Vitro ............................... 14
Pertumbuhan Kalus Tanaman Kedelai Secara In vitro ........................... 15
PELAKSANAAN PENELITIAN
Tahap 1: Pembentukan Kalus Embriogenik ......................................... 20
Sterilisasi Alat ............................................................................... 20
Pembuatan Media .......................................................................... 20
Persiapan Ruang Kultur ................................................................ 21
Sterilisasi Eksplan ......................................................................... 21
LAMPIRAN .................................................................................................... 55
No. Hal.
No. Hal.
No. Hal.
10. Lampiran 10. Data Pengamatan Bobot Segar Kalus Total (g) ................... 70
11. Lampiran 11. Data Pengamatan Kandungan Klorofil Total (mg/l) ........... 71
15. Lampiran 15. Pembuatan Larutan Super Oksida Dismutase (SOD) .......... 75
Latar Belakang
Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman
pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini
perbaikan gizi masyarakat, karena merupakan sumber protein nabati yang relatif
murah bila dibandingkan sumber protein lainnya seperti daging, susu, dan ikan.
Di samping itu kedelai juga mengandung mineral seperti kalsium, posfor, besi,
kesadaran akan kebutuhan protein berdampak pada kebutuhan akan kedelai terus
sebesar ± 2,2 juta ton biji kering, akan tetapi kemampuan produksi dalam negeri
saat ini baru mampu memenuhi sebanyak 779.992 ton (BPS, 2013) atau 33,91 %
dan kenaikan permukaan laut dapat mengakibatkan banyak lahan pertanian yang
tergenang. Tersedianya varietas kedelai yang adaptif pada kondisi tersebut akan
sederhana, mudah, dan cepat. Kerja sama dengan lembaga internasional terutama
akan terjadi gangguan pada proses fisiologis dan biokimiawi yaitu respirasi,
menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu
pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman
(Harjanti, 2012).
pengembangan kedelai di lahan sawah, tetapi juga prospektif bagi wilayah yang
sering mengalami cekaman genangan seperti lahan pasang surut. Luas lahan
pasang surut di Indonesia mencapai 20,10 juta ha, sekitar 20−30% di antaranya
unggul toleran genangan diantaranya varietas Baluran, Gepak kuning dan Wilis
mengatakan salah satu tujuan teknik in vitro adalah membantu dalam seleksi dan
terhadap stres lingkungan. Metode kultur jaringan yang pada mulanya hanya suatu
perkembangan pertanian.
Tujuan penelitian
pada beberapa varietas kedelai (Glycine max (L.) Merill) toleran terhadap
Hipotesis penelitian
5. Ada interaksi beberapa jenis auksin dengan beberapa varietas kedelai terhadap
Kegunaan Penelitian
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi
Botani Tanaman
Sistem perakaran kedelai terdiri dari 2 macam, yaitu akar tunggang dan
akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan akar
tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang
optimal, sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20-30
cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4
atau mengarah ke bawah. Pertumbuhan batang terdiri dari dua tipe yaitu
Bentuk daun kedelai yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Tanaman
kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang
tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal
dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa
utama dan cabang, masing-masing satu gugus bunga memiliki 2-35 bunga kecil,
berwarna putih atau ungu pucat. setiap bunga yang terdiri dari dua bracteoles,
setengah panjangnya; dua lobus kelopak atas berada di balik kelopak standar dan
tiga di bawah lunas, salah satu ditengah memiliki panjang melebihi lunas
(Cobley, 1976)
Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya
bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk
pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap
kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50,
semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk
polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini
kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning
Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung
jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keping biji. Warna kulit biji
kuning, hitam, hijau, coklat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat
pada dinding buah. Bentuk biji kedelai umumnya bulat lonjong, tetapi ada pula
yang bundar atau bulat agak pipih. Biji kedelai yang kering akan berkecambah
bila memperoleh air yang cukup. Kecambah kedelai tergolong epigeous, yaitu
keping biji muncul diatas tanah. Warna hipokotil, yaitu bagian batang kecambah
dibawah keping, ungu atau hijau yang berhubungan dengan bunga. Kedelai yang
tetua, semakin besar peluang terbentuknya genotipe yang potensial. Varietas baru
yang dihasilkan harus memiliki sifat yang lebih baik yang sesuai harapan
sehingga dapat diterima oleh produsen serta konsumen dan dapat memberikan
nilai tambah ekonomi. Hal ini dapat diusahakan dengan cara seleksi terhadap
populasi tertentu dari perbendaharaan klon yang ada dan introduksi klon yang
baru atau perbaikan beberapa sifat keturunan tanaman yang sudah diusahakan
(Arifin,2013).
Varietas
Varietas adalah kelompok tanaman dalam jenis atau spesies tertentu yang
dapat dibedakan dari kelompok lain berdasarkan suatu sifat atau sifat-sifat
tertentu. Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotip dan genotip yang
(Liptan, 2000).
kedelai karena untuk mencapai produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh
lapangan masih dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik varietas dengan
tidak dilakukan dengan baik, potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas
terhadap hal tersebut di atas, dalam konteks budidaya tanaman perlu dilakukan
dapat meningkatkan vigor bibit pada saat akan ditanam di lapang. Oleh karena itu,
proses pembibitan yang optimal sesuai dengan kondisi lahan rawa perlu dicari dan
Kekurangan maupun kelebihan air tidak baik untuk tanaman karena akan
jenuh air, pori makro pada tanah terisi oleh air, padahal idealnya pori makro tanah
terisi oleh udara. Pori makro tanah berfungsi sebagai tempat berdifusinya CO 2
dari akar tanaman ke dalam tanah yang nantinya akan dilepas ke udara. Jika pori
makro terisi air, maka akar tanaman akan tergenang air dan CO 2 tidak dapat
berdifusi. Dampak genangan air adalah menurunkan pertukaran gas antara tanah
dari pori tanah maupun menghambat laju difusi). Genangan selain menimbulkan
misal keluarnya CO 2 dari pori tanah. CO 2 terakumulasi di pori, pada tanah yang
baru saja tergenang 50% gas terlarut adalah CO 2 , sebagian tanaman tidak mampu
Dalam kondisi kultur jaringan yang diisolasi dan dalam kondisi perendaman
tanaman (bentuk paling ekstrim dari stres banjir) adanya perbedaan dalam hal
pembatasan dalam difusi gas dan zat terlarut yang biasa ditemui di seluruh
jaringan (mis akar, rimpang, dan umbi-umbian), sebagian besar hilang ketika
bagian tanaman di dalam tanah terutama bintil. Ini berakibat aktivitas bintil mulai
lebih awal dan dengan laju lebih cepat. Meskipun demikian penyerapan nitrogen
menurun terutama karena akar bagian bawah yang berada dalam tanah jenuh mati,
sehingga luas permukaan akar menurun. Dengan genangan dalam parit, sampai
Dampak kondisi jenuh air dapat diketahui dengan melihat akar tanaman
yang lebih pendek dari tanaman yang tumbuh dengan kondisi kapasitas air lapang,
batang tanaman yang tumbuh di kondisi jenuh juga lebih pendek daripada batang
tanaman yang tumbuh dengan kondisi kapasitas air lapang. Hal ini terjadi karena
akar tanaman awalnya tergenang air sehingga akarnya tidak dapat menancap ke
dalam tanah dengan baik sehingga menghambat suplai unsur hara yang
dibawah kadar normal (20-21%) (Ivanovic, 2009). Keadaan hipoksia ini akan
memberikan efek lebih lanjut berupa cedera jaringan sebagai akibat berkurangnya
aktivitas respirasi aerob; yang jika dibiarkan berlanjut dapat menimbulkan efek
paling berat berupa kematian sel. Setiap sel dalam tubuh makhluk hidup memiliki
kemampuan untuk melakukan adaptasi dalam keadaan ini sampai batas hipoksia
oksidatif yang menghasilkan ATP yang merupakan sumber energi utama dalam
dihasilkan menjadi lebih sedikit (pada fermentasi dihasilkan hanya 2 mol ATP
banyak solubel protein. Sebagian besar anaerobik protein ini adalah enzim yang
(Suwignyo, 2007).
menerus sebagai akibat reaksi biokimia. Apabila produksi ROS dan radikal bebas
menimbulkan suatu keadaan yang disebut stress oksidatif. Adanya stres oksidatif
akan merusak lipid seluler, protein maupun DNA dan menghambat fungsi normal
penurunan aktivitas enzim SOD sebagai salah satu sistem antioksidan endogen
adalah yang paling banyak dan ditemukan di sitosol, peroksisom, kloroplas dan
(Alscher et al. 2002). Fe-SOD lebih banyak ditemukan di tanaman dikotil. Fe-
mitokondria.
dan berapa banyak suatu enzim/protein dapat diproduksi dalam organ atau
punya korelasi positif yang terbatas pada tanaman dewasa, sedangkan pada
tanaman muda korelasi tersebut kurang pasti atau tidak ada. Hasil penelitian
tanaman yang peka tidak ada perubahan atau bahkan turun dibandingkan dengan
keadaan sehat.
Kultur In Vitro
sel, jaringan dan organ dalam kondisi yang aseptik dan secara in vitro. Kultur
dicirikan oleh kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan
dengan kandungan nutrisi yang lengkap dan zat pengatur tumbuh serta kondisi
dapat berasal dari satu sel somatik sehingga bibit yang dihasilkan dapat lebih
kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul
jaringan. Pada tanaman perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat
lebih menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan
dalam waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas
botol kultur sebaiknya lebih tinggi lagi. Eksplan yang dikulturkan menghendaki
suhu ruang kultur yang optimum agar tetap segar, seperti pucuk tanaman Peach
akan tetap segar pada suhu 21oC hingga 24oC (80-90%), sedangkan pada suhu
28oC hanya 7% yang segar. Kultur kalus juga menunjukkan laju pertumbuhan
Kultur Kalus
Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian, tetapi organ yang
gymnospermae, pakis, dan juga moss. Bagian tanaman seperti embrio muda,
hipokotil, kotiledon, dan batang muda, merupakan bagian yang mudah untuk
tinggi, Nitrogen erat kaitannya dengan sintesis klorofil dan sintesis protein
maupun enzim. Enzim (rubisco) berperan sebagai katalisator dalam fiksasi CO2
Kultur kalus bertujuan untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi
dirinya (massa selnya) secara terus menerus. Sel-sel menyusun kalus adalah sel-
sel parenkhima yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam
kultur in vitro, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril dalam
media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin. Bila eksplan
perlakuan zat pengatur tumbuh. Pembentukan kalus pada eksplan yang ada
(Gunawan, 1987).
pada tingkat awal diferensiasi sel serta kondisi lingkungan yang mendukungnya
atau faktor pemicu yang dapat mempengaruhi ekspresi gen dalam menentukan
berulang baik pada perlakuan yang sama maupun pada perlakuan yang berbeda.
Kalus embriogenik mempunyai struktur friabel, noduler dan berwarna putih atau
efektif digunakan untuk modifikasi genetik seperti transfer gen dan fusi protoplas,
jumlah regenerasi yang diperoleh lebih banyak sehingga efektif untuk multiplikasi
plasma nutfah serta merupakan material yang baik untuk studi biokimia maupun
morfogenesis akar dan tunas serta embriogenesis. Auksin 2,4-D sering digunakan
tertentu diperlukan auksin lain seperti NAA, IAA, 4-CPA dan Picloram
(Haloho, 2004).
ini megurangi potensial air dan sel, akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel
massa sel yang tidak terorganisir yang awalnya merupakan jaringan penutup luka,
memberikan nutrisi yang cukup kompleks di dalam medium kultur, sehingga sel-
sel membelah secara tidak terkendali membentuk massa sel yang tidak
menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi
hormon dengan baik. produksi auksin endogen memerlukan energi yaitu ATP dan
Dalam kultur sel, massa sel yang disebut kalus merupakan materi yang
pertumbuhan sel lambat. Sebelum hal tersebut terjadi, sel-sel dapat dipindahkan
dapat memacu proliferasi tunas aksilar dan tunas adventif dan mengatur
Suatu sifat yang diamati dalam jaringan yang membentuk kalus adalah
bahwa pembelahan sel tidak terjadi pada semua sel dalam jaringan asal, tetapi
kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang
tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-
ini terdapat pada kalus kortek umbi wortel) (Shofiyah dan Purnawanto, 2010).
Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m dpl pada bulan Maret sampai dengan
September 2016.
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan eksplan:
biji kedelai yang diperoleh dari koleksi Balai Penelitian Tanaman Kacang-
Baluran, Gepak kuning dan Wilis, berupa kotiledon yang telah dipisahkan dari
bagian embrio. Bahan kimia: larutan stok makronutrien medium MS; larutan stok
mikronutrien, sukrosa, vitamin, asam amino, larutan stok zat pengatur tumbuh
2,4-D, NAA dan IAA, akuades steril; agar; bahan sterilisasi yaitu alkohol 70%,
spiritus, detergen, Dithane, Benlate, Chlorox dan Iodine . Buhan buffer pH:
NaOH 0,1 N dan HCL 0,1 N. kertas label, kertas saring, kertas payung, kertas
tissu, korek, aluminium foil.; bahan larutan analisa histologi kalus yaitu
Acetocarmin 2%, alkohol 96% dan Asam asetat; bahan larutan analisa klorofil
yaitu aseton 85%, kertas saring; bahan larutan analisa protein yaitu H 2 SO 4 pekat
merah 0.02%, metil biru 0.02% dan alkohol; bahan larutan analisa Enzim SOD
yaitu PVPP, nitrogen cair, buffer ekstrak, buffer potassium phosphate, EDTA,
L-Methionin, NBT, dan riboflavin ; bahan larutan analisa Enzim POD yaitu
PVPP, nitrogen cair, CaCl, fenol, Amino antiphirine, dan buffer MES pH 6.
gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, batang pengaduk, botol kultur, alat-alat
diseksi (scalpel, pinset, gunting), Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), timbangan
analitik, pipet tetes, alat sterilisasi (autoklaf, lampu spiritus, dan penyemprot
lampu fluourescenst, hot plate, magnetic stirrer, mortar, alu, mikroskop cahaya,
Metode Penelitian
penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial terdiri
V1 : Baluran
V2 : Gepak kuning
V3 : Wilis
A1 : MS + 2,4-D 10 mg/L
A2 : MS + NAA 10 mg/L
A3 : MS + Picloram 10 mg/L
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model sebagai berikut :
i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3, 4, 5, 6
Dimana :
μ = rataan umum
(αβ) ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor V dan taraf ke-j faktor A
ε ijk = pengaruh galat percobaan pada sampel ke-l yang memperoleh kombinasi
perlakuan ke-ij
Jika perlakuan (Varietas yang diuji, jenis ZPT auksin dan interaksi)
berbeda nyata dalam sidik ragam maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda
Sterilisasi Alat
digunakan dilakukan sterilisasi. Semua alat seperti botol kultur, petridis, gelas
ukur, erlenmeyer, cawan petri, pipet ukur, pinset, scalpel, dan alat-alat gelas
lainnya terlebih dahulu direndam dalam deterjen dicuci bersih dan dibilas dengan
ukur, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas sampul coklat, sedangkan
untuk erlenmeyer dan gelas ukur untuk permukaannya ditutup dengan aluminium
foil. Setelah itu, semua botol kultur dan alat-alat dimasukkan kedalam autoclave
pada tekanan 17.5 psi, dengan suhu 121 0C selama 60 menit. Kemudian alat-alat
Pembuatan Media
menggunkan zat pengatur tumbuh yaitu 2,4-D, NAA dan IAA dengan konsentrasi
sehingga stock yang akan diambil untuk dicampurkan dapat diketahui dan
dituliskan volume masing-masing stock yang akan dipipet. Media dibuat dalam
dan 5 ml untuk larutan stok mikro. Setelah itu ditambahkan larutan Iron sebanyak
diukur pH pada 5.6-5.8. Lalu dituang medium ke dalam erlenmeyer 2 liter dan
ditambahkan agar 7 g. Dipanaskan hingga agar larut. Setelah itu ditunggu hingga
larutan tampak bening maka larutan siap untuk dijadikan larutan media.
hot plate. Sambil menunggu larutan media dingin botol kultur yang sudah
disterilkan disiapkan dan aluminium foil dipotong sesuai dengan ukuran mulut
botol. Lalu larutan media yang sudah dingin dimasukkan kedalam botol kultur dan
ditutup dengan aluminium foil. Media disterilisasi dengan autoclave pada 15 psi,
121 oC selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu media didinginkan didalam
dan disterilkan dengan sinar ultra violet selama 1 jam sebelum proses penanaman
dilakukan, semua alat yang akan dipakai harus disemprot dengan alkohol 70%
tersebut terkontaminasi.
Sterilisasi Eksplan
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai
varietas Baluran, Gepak kuning dan Wilis. Benih kedelai yang digunakan
sambil digojok, setelah itu dibilas dengan air mengalir sebanyak 3 kali. Pekerjaan
Eksplan yang sudah bersih direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 2 g/L,
minimal 3 kali. Lalu direndam kembali dalam larutan Benlate kemudian digojok
kali. Setelah itu eksplan direndam dalam larutan Chlorox 10% selama 15 menit
sambil digojok, kemudian dibilas dengan aquadest steril minimal 3 kali. Eksplan
direndam dengan larutan Iodine selama 10 menit sambil digojok kemudian dibilas
Penanaman
alkohol 70%. Eksplan yang akan di tanam adalah kotiledon kedelai, Eksplan yang
media sesuai dengan perlakuan. Setiap botol media sesuai dengan perlakuan.
Setiap botol kultur terdiri dari 1 eksplan. Botol kultur diletakkan di Rak Kultur
dibawah cahaya.
didalam ruangan kultur setiap hari disemprot dengan alkohol 70% agar bebas dari
Suhu ruang kultur yang digunakan adalah 18-22 0C dan intensitas cahaya sebesar
2000 lux.
penggenangan.
MS0 cair pada kalus yang tumbuh sampai kalus tertutupi oleh media tersebut
selama 48 jam.
serbuk kalus diukur beratnya sebanyak 1 g. Sampel yang sudah digerus (slurry)
klorofil total dengan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 645
nm, dan 663 nm. Kadar klorofil total dihitung dengan rumus:
(1995). Sampel disiapkan dengan mengeringkan kalus segar dalam oven selama
24 jam. Sampel lalu diambil sebanyak 0,2 g yang telah dihaluskan dimasukkan ke
1-1,5 jam atau sampai cairan bewarna jernih. Labu beserta isinya didinginkan lalu
4 tetes indikator (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan metil biru
dilakukan destilasi hingga sekitar 125 ml destilat dalam labu erlenmeyer. Ujung
kondensor kemudian dibilas dengan sedikit air destilat dan ditampung dalam
erlenmeyer lalu dititrasi dengan NaOH 0,02 N sampai terjadi perubahan warna
hijau menjadi ungu. Penetapan blanko dilakukan dengan cara yang sama.
N = Normalitas NaOH
FK = Faktor Konversi
Beauchamp dan Erodovich (1971) yang dimodifikasi. Setelah kalus sebagai bahan
sampel digerus dengan menambahkan PVPP secukupnya dan nitrogen cair maka
akan didapat bahan sampel dalam bentuk serbuk lalu ditimbang sebanyak 0.1 g.
Setelah itu buffer ekstrak disiapkan sebanyak 1 ml pada tube 1.5 ml. Lalu bahan
sampel yang telah diukur tersebut dimasukkan kedalam tube yang berisi buffer
ekstrak tersebut.
Phosphate (pH 7.5) dan 1 mM EDTA, dimana untuk mendapatkan hasil yang
50 µM, 0.1 mM EDTA sebanyak 150 µM, 100 mL estrak enzim sebanyak 100
dibawah cahaya 15 watt dan dibiarkan 15 menit. Setelah itu terakhir ditambahkan
aquadest sebanyak 350 µM dengan total volume 1.5 mL lalu larutan divortex
hingga larut dan dibaca oleh spektrofotometer UV-Vis dengan absorbansi 560 nm.
analisis yaitu kalus sebagai bahan sampel digerus dengan menambahkan PVPP
secukupnya dan nitrogen cair maka akan didapat bahan sampel dalam bentuk
serbuk lalu ditimbang sebanyak 0.1 g. Setelah itu larutan CaCl disiapkan
sebanyak 1 ml pada tube 1.5 ml. Lalu bahan sampel yang telah ditimbang tersebut
konsentrasi akhir 0.01 M. Larutan A dan B tidak dapat dijadikan larutan stok
A510 = Af-Al
Keterangan:
Peubah Amatan
Warna Kalus
warna kalus diamati pada tiap perlakuan dalam suatu botol kultur.
Tekstur Kalus
kalus yang diamati yaitu kalus yang remah/friabel, kalus kompak dan ada
96% sebanyak 25 ml dan Asam asetat sebanyak 25 ml. Preparat histologi diamati
yaitu pada umur 8 MST dengan cara menimbang kalus dengan timbangan analitik
pada hukum Lamber – Beer. Metode yang dilakukan untuk menghitung kadar
klorofil pada penelitian ini adalah Metode Arnon (1949), dalam Kumianjani
absorbansi larutan klorofil pada panjang gelombang (λ) = 663 dan 645 nm.
AOAC, (1995) dengan melakukan 3 proses tahapan yaitu proses destruksi, proses
560 nm. Satu unit enzim aktivitas SOD didefenisikan sebagai aktivitas SOD mg
protein.
setelah didiamkan. Aktivitas satu unit enzim peroksidase dapat dilihat dari
Hasil
Tahap 1
Pada Tabel 1. terlihat bahwa pemberian ZPT 2,4-D 10 mg/l pada eksplan
varietas Gepak kuning dan Wilis telah terbentuk kalus pada umur 4 dan 8 MST,
sedangkan untuk pemberian ZPT NAA dan IAA 10 mg/l kalus belum juga
terbentuk pada kedua umur tersebut, dikarenakan untuk tujuan induksi kalus
embriogenik ZPT NAA dan IAA tunggal dengan konsentrasi tersebut belum bisa
respon terhadap media yang diberikan hal ini mungkin akibat konsentrasi zat
dilihat pada Lampiran 7, 8 dan 9. atas pengaruh pemberian beberapa jenis ZPT
2 - - -
3 - - -
V1A2 1 - - -
3 - - -
V1A3 1 - - -
2 - - -
3 - - -
V2A2 1 - - -
2 - - -
3 - - -
V2A3 1 - - -
3 - - -
V3A2 1 - - -
3 - - -
V3A3 1 - - -
2 - - -
3 - - -
Keterangan: Friable tipe I : kalus yang teksturnya seperti kapas; friable tipe II
: kalus yang teksturnya mudah pecah dan berbutir seperti pasir;
- : tidak terbentuknya kalus.
dilihat pada Gambar 2. atas pengaruh pemberian ZPT 2,4-D 10 mg/l terhadap
SM SE
SM
SE
SE
SM
SM
SE
(a) (b)
kuning dan Wilis dengan pemberian ZPT 2,4-D 10 mg/l menunjukkan telah
untuk melihat adanya reaksi pertumbuhan sel-sel embrioid pada jaringan kalus
tersebut.
Dari hasil pertumbuhan kalus yang terbentuk pada tiap perlakuan pada
tahap I, hanya perlakuan V2A1 dan V3A1 yang respon membentuk kalus
sehingga pada tahap II hanya kedua perlakuan tersebut yang dijadikan sebagai
bahan analisa pada tahap II yaitu identifikasi kalus toleran genangan. Karena
jumlah kalus yang dihasilkan pada tahap induksi masih terbatas maka pada setiap
Pada tahap II, data hasil penelitian tidak dilakukan pengolahan data
Data pengamatan dari bobot kalus segar total dapat dilihat pada
Lampiran 10. Hasil uji beda rataan bobot kalus segar total sebelum dan setelah
Gambar 3. Rataan bobot segar kalus total (g) dari genotipe kedelai varietas
Gepak kuning (V2) dan Wilis (V3) yang diinduksi pada media dengan
ZPT 2,4-D 10 mg/l (A1) sebelum dan setelah penggenangan.
Data pengamatan dari jumlah klorofil total dapat dilihat pada Lampiran
11. Dari data hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan pemberian media
ZPT 2,4-D pada beberapa jenis varietas kedelai dan interaksinya keduanya
memberikan respon perbedaan hasil terhadap jumlah klorofil total saat sebelum
dan setelah penggenangan. Dengan jumlah klorofil total tertinggi terdapat pada
varietas gepak kuning dengan media ZPT 2,4-D 10 mg/l sebelum dan setelah
penggenangan. Hasil uji beda rataan klorofil total dapat dilihat pada Gambar 4.
Lampiran 12. Dari data hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
media ZPT 2,4-D pada beberapa jenis varietas kedelai dan interaksinya keduanya
terdapat pada varietas Gepak kuning dengan media ZPT 2,4-D 10 mg/l sebelum
dan setelah penggenangan. Hasil uji beda rataan konsentrasi protein dapat dilihat
pada Gambar 5.
Data pengamatan dari jumlah Nilai Aktivitas Enzim SOD dapat dilihat
pada Lampiran 13. Dari data hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan
pemberian media ZPT 2,4-D pada beberapa jenis varietas kedelai dan interaksinya
enzim SOD saat sebelum dan setelah penggenangan. Dengan jumlah nilai
aktivitas enzim SOD tertinggi terdapat pada varietas Wilis dengan media ZPT
2,4-D 10 mg/l sebelum dan setelah penggenangan. Hasil uji beda rataan nilai
Data pengamatan dari jumlah nilai aktivitas enzim POD dapat dilihat pada
Lampiran 14. Dari data hasil analisa menunjukkan bahwa perlakuan pemberian
media ZPT 2,4-D pada beberapa jenis varietas kedelai dan interaksinya keduanya
memberikan respon perbedaan hasil terhadap nilai aktivitas enzim POD saat
sebelum dan setelah penggenangan. Dengan jumlah nilai aktivitas enzim POD
tertinggi terdapat pada varietas Wilis dengan media ZPT 2,4-D 10 mg/l sebelum
dan setelah penggenangan. Hasil uji beda rataan nilai aktivitas enzim POD saat
perlakuan 2,4-D 10 mg/l terhadap varietas Gepak kuning dan Wilis telah mampu
membentuk kalus pada 4 dan 8 MST. Kalus yang terbentuk umumnya berwarna
dan IAA pada Tabel 1. terlihat bahwa tidak adanya eksplan kotiledon pada tiap
varietas kedelai yang mampu membentuk kalus baik itu pada 4 dan 8 MST. Hal
ini disebabkan karena ZPT 2,4-D merupakan auksin yang mampu menginduksi
kalus sebagai respon awal dari pertumbuhan eksplan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rusdianto dan Indrianto (2012) yang menyatakan bahwa respon awal
Kalus merupakan massa sel yang tidak terorganisir yang awalnya merupakan
jaringan penutup luka, dimana sel-sel yang pada awalnya dorman (quiescent)
dan pada sebagian perlakuan juga ditemukan warna hijau pada kalus yang
pembelahan pada kalus. Hal ini sesuai dengan pendapat Shofiyah dan Purnawanto
dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-kuningan, putih,
hijau, kuning kejingga-jingaan. Hasil yang sama dari penelitian Rusdianto dan
Indrianto (2012) yang menyatakan bahwa kalus yang berwarna putih bening atau
Pada peubah tekstur kalus Tabel 2. menunjukkan bahwa pada umur 8 MST
kalus yang terbentuk pada perlakuan V2A1 dominan bertekstur kompak bernodul
sedangkan pada perlakuan V3A1 pada umur 8 MST memiliki tekstur dominan ke
friable tipe II bernodul. Hal ini diduga karena medium, konsentrasi ZPT maupun
varietas kedelai mempengaruhi perbedaan struktur kalus yang terbentuk. Hal ini
kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang
dikenal dengan kalus remah (friable). Hasil yang sama dari penelitian Capuana
dan Debergh (1997) menunjukkan bahwa kalus yang dihasilkan dari perlakuan
kedelai menunjukkan bahwa pemberian ZPT 2,4-D 10 mg/l telah terdapat kalus
embriogenik. Pada kedua kalus tersebut terlihat sel-sel meristem yang sangat rapat
dan sel-sel embriogenik pada bagian tepi memiliki ruang antar sel yang lebih
besar dibandingkan sel meristem. Hal ini sesual dengan hasil penelitian Kasi dan
terdapat di bagian tengah sedangkan sel embriogenik terdapat di bagian tepi. Sel
sehingga sel-sel meristem lebih rapat. Di antara kedua jaringan tersebut terdapat
sekelompok sel yang mempunyai vakuola yang besar dan bersifat paren-kimatis
(yang nantinya akan membentuk jaringan parenkim dan seperti yang dinyatakan
oleh Vajrabhaya (1990) sel-sel embriogenik mempunyai ciri-ciri inti sel besar,
yang diberikan sehingga konsentrasi zat pengatur tumbuh di dalam sel berubah.
somatik.
dimana rataan bobot segar kalus total tertinggi terdapat pada perlakuan V3A1.
ditanam. Hal ini sesuai dengan pendapat Irwan (2006) yang menyatakan bahwa
daya hasil dari varietas unggul yang ditanam. Potensi hasil biji di lapangan masih
dengan baik, potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak
dapat tercapai.
tertinggi baik pada saat sebelum dan setelah penggenangan dibandingkan dengan
Pengaruh CO 2 juga di dalam kultur jaringan berkaitan erat dengan kebutuhan bagi
adanya perbedaan pengaruh pemberian ZPT yang diberikan kepada kedua varietas
konsentrasi, hal tersebut diduga karena varietas ini tidak tahan terhadap kondisi
pendapat Bloom dalam Dennis et al. (2000) yang menyatakan bahwa unsur hara
tertinggi terdapat pada perlakuan V3A1 baik pada saat sebelum dan setelah
penggenangan. Pada saat sebelum penggenangan rataan nilai aktivitas enzim SOD
tertinggi sebesar 0.62 unit/mg/l sedangkan pada perlakuan V2A1 nilai rataan
pada kedua perlakuan, dengan rataan tertinggi tetap pada perlakuan V3A1 yaitu
sebesar 0.41 unit/mg/l sedangkan perlakuan V2A1 sebesar 0.13 unit/mg/l. Hal ini
OH, sehingga enzim-enzim antioksidan endogen pada sel kalus tersebut terpakai
sehingga terjadi penurunan nilai aktivitas enzim SOD pada kalus tersebut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Astuti (2008) yang menyatakan bahwa sel yang normal
penurunan aktivitas enzim SOD sebagai salah satu sistem antioksidan endogen
dalam tubuh.
Jadhav et al. (1996) dalam Astuti (2008) menyatakan bahwa dalam cairan
intraseluler, enzim yang berperan pada proses degradasi senyawa ROS meliputi
radikal bebas. Beberapa mineral seperti Mn, Cu, Zn dan Se terlibat dalam
bahwa rataan tertinggi terdapat pada perlakuan V3A1 baik pada saat sebelum dan
enzim POD tertinggi sebesar 25.42 unit/mg/l sedangkan pada perlakuan V2A1
pada kedua perlakuan, dengan rataan tertinggi tetap pada perlakuan V3A1 yaitu
Penurunan nilai aktivitas enzim POD ini diduga bahwa kedua varietas pada
perlakuan ini belum dapat menunjukkan varietas yang tahan terhadap kondisi
penggenangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Agrios (2005) yang menyatakan
sedangkan pada tanaman yang peka tidak ada perubahan atau bahkan turun
endogen dapat menurun aktivitasnya. Oleh karena itu, jika terjadi peningkatan
radikal bebas dalam tubuh, dibutuhkan antioksidan eksogen dalam jumlah yang
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian pada varietas Gepak kuning dan Wilis merupakan
pertumbuhan.
3. Pada kondisi hipoksia interaksi varietas Gepak kuning dengan ZPT 2,4-D
protein sedangkan interaksi varietas Wilis dengan ZPT 2,4-D memiliki hasil
terbaik pada bobot segar kalus total, nilai aktivitas enzim SOD dan POD.
Saran
Alscher, R.G., N. Erturk, and L.S. Heath, 2002. Role of superoxide dismutases
(SODs) in controlling oxidative stress in plants. J. Exp. Bot. 53:1331-
1341.
Bradford, M.M. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of
microorganisms quantities of protein in utilizing the principle of
protein‐dye binding. Anal. Biochem 72:248‐254.
Constabel, F. 1984. Callus Cultur Induction and Maintennance in Vasil, I.K (Eds)
Cell Culture and Somatic Cell Genetics of Plants, Academic Press, Inc.
Orlando, Florida. 1: 27-42.
Hutami, S. 2009. Penggunaan suspensi sel dalam kultur in vitro. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian, Bogor. Jurnal AgroBiogen 5(2): 84-92.
Imelda, M., Estiati, A. and Hartati, N.S. 2001. Induction of mutation through
gamma irradition in three cultivars of banana. J. Annalaes Bogorienses
7(2): 75-82.
Irwan, A.W. 2006. Budidaya tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merill).
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Ivanovic, Z. 2009. Hypoxia or in situ normoxia: The Stem Cell Paradigm. J. Cell
Physiol. 5:219-271.
Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Penterjemah
Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Suriadikarta, D.A. dan M.T. Sutriadi. 2007. Jenis-jenis lahan berpotensi untuk
pengembangan pertanian di lahan rawa. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 26(3): 115−122.
Yelnititis dan T.E.Komar. 2010. Upaya induksi kalus embriogenik dari potongan
daun ramin. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi
Alam. Kementrian Kehutanan, Bogor.
- Warna Kalus X
- Tekstur Kalus X
- Analisis Histologi Kalus X
- Pengukuran Kandungan
Klorofil
Varietas Baluran
A Makronutrien
NH4NO3 1.650,000
KNO3 1.900,000
CaCl3.2HO 400,000
MgSO4.7H2O 370,000
KH2PO4 170,000
B Mikronutrien
MnSO4.4H2O 22,300
ZnSO4.7H2O 8,600
H3BO3 6,200 0,830
KI 0,025
CuSO4. 5H2O 0,025
CoCl2 . 6H2O 0,250
Na2MoO4.2H2O 440,000
C Iron
FeSO4.7H2O 27,000
NaEDTA 37,300
D Vitamin
Myo-inositol 0,100
Nicotinic Acid 0,005
Prydoxine HCl 0,005
Thiamine HCl 0,100
Glycine 0,002
Sukrosa 30.000.000
Agar 7.000,000
set
Friable tipe I, putih Friable tipe II, putih Kalus menjadi lebih
(4 MST)
Perlakuan Ulangan
1 2 3
V1A1 0 0 0
V1A2 0 0 0
V1A3 0 0 0
V2A1 1 1 2
V2A2 0 0 0
V2A3 0 0 0
V3A1 2 2 2
V3A2 0 0 0
V3A3 0 0 0
(8 MST)
Perlakuan Ulangan
1 2 3
V1A1 0 0 0
V1A2 0 0 0
V1A3 0 0 0
V2A1 3 1 3
V2A2 0 0 0
V2A3 0 0 0
V3A1 2 2 1
V3A2 0 0 0
V3A3 0 0 0
(4 MST)
Perlakuan Ulangan
1 2 3
V1A1 0 0 0
V1A2 0 0 0
V1A3 0 0 0
V2A1 2 1 2
V2A2 0 0 0
V2A3 0 0 0
V3A1 1 2 1
V3A2 0 0 0
V3A3 0 0 0
(8 MST)
Perlakuan Ulangan
1 2 3
V1A1 0 0 0
V1A2 0 0 0
V1A3 0 0 0
V2A1 2 1 2
V2A2 0 0 0
V2A3 0 0 0
V3A1 3 2 3
V3A2 0 0 0
V3A3 0 0 0
(4 MST)
Perlakuan Ulangan
1 2 3
V1A1 0 0 0
V1A2 0 0 0
V1A3 0 0 0
V2A1 1 1 1
V2A2 0 0 0
V2A3 0 0 0
V3A1 1 1 1
V3A2 0 0 0
V3A3 0 0 0
(8 MST)
Perlakuan Ulangan
1 2 3
V1A1 0 0 0
V1A2 0 0 0
V1A3 0 0 0
V2A1 1 1 1
V2A2 0 0 0
V2A3 0 0 0
V3A1 1 1 1
V3A2 0 0 0
V3A3 0 0 0
(Sebelum Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 4.70 4.90 4.80 14.40 4.80
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 6.00 7.40 6.70 20.10 6.70
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 10.70 12.30 11.50 34.50
Rataan 5.35 6.15 5.75 5.75
(Setelah Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 5.10 5.20 5.10 15.40 5.13
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 6.50 7.90 7.30 21.70 7.23
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 11.60 13.10 12.40 37.10
Rataan 1.29 1.46 1.38 6.18
(Sebelum Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 5.24 3.31 3.82 12.37 4.12
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 2.05 1.75 1.68 5.48 1.83
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 7.29 5.06 5.50 17.85
Rataan 3.64 2.53 2.75 2.98
(Setelah Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 3.03 3.54 3.43 10.00 3.33
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 1.58 2.29 0.94 4.81 1.60
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 4.61 5.83 4.36 14.80
Rataan 2.31 2.91 2.18 2.47
(Sebelum Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 11.96 12.40 11.51 35.87 11.96
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 12.35 11.04 10.93 34.32 11.44
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 24.31 23.45 22.44 70.19
Rataan 12.15 11.72 11.22 11.70
(Setelah Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 12.44 11.64 12.59 36.68 12.23
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 11.23 11.04 11.10 33.38 11.13
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 23.68 22.69 23.69 70.06
Rataan 11.84 11.34 11.85 11.68
(Sebelum Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 0.38 0.29 0.28 0.94 0.31
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 0.76 0.69 0.41 1.86 0.62
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 1.14 0.98 0.69 2.80
Rataan 0.57 0.49 0.35 0.47
(Setelah Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 0.12 0.13 0.14 0.39 0.13
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 0.41 0.34 0.46 1.22 0.41
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 0.53 0.47 0.60 1.61
Rataan 0.27 0.24 0.30 0.27
(Sebelum Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 6.47 11.62 9.09 27.18 9.06
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 7.40 36.17 32.68 76.25 25.42
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 13.87 47.79 41.77 103.43
Rataan 6.93 23.90 20.89 17.24
(Setelah Penggenangan)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II III
V1A1 - - - - -
V1A2 - - - - -
V1A3 - - - - -
V2A1 1.47 1.30 1.03 3.80 1.27
V2A2 - - - - -
V2A3 - - - - -
V3A1 16.73 9.03 7.85 33.61 11.20
V3A2 - - - - -
V3A3 - - - - -
Total 18.20 10.34 8.87 37.41
Rataan 9.10 5.17 4.44 6.23
sampai dengan pH 7,5 dan selanjutnya ditera dengan aquadest hingga volume
V1n1 = V2n2
X . 100 = 50 . 50
X = 250/100
X = 2,5 mL
200mL.
V1n1 = V2n2
X . 2,25 = 50 . 75
X = 3750/2250
X = 1,666 mL
V1n1 = V2n2
X . 390 = 50 . 13
X = 650/390
X = 1,666 mL
V1n1 = V2n2
X . 10 = 50 . 0,1
X = 5/10
X = 0,5 mL
Pengenceran Riboflavin 2 mM
V1n1 = V2n2
X . 180 = 50 . 2
X = 100/180
X = 0,555 mL
1. Persiapan larutan
a. CaCl2 0.5 M
b. Larutan A
c. Buffer MES
d. Buffer HEPES
e. Larutan B
- Uji aktivitas peroksidase dari HEPES dan MES, didapatkan hasil yang tertinggi
0.01 M
2. Tahap analisis
c. Digerus dengan N2 cair dan ditambahkan PVP 0.1 g sampai menjadi serbuk
Etanol = 5 mL
Phosporic acid = 10 mL
Semua bahan dicampurkan dalam wadah yang sudah dilapisi karbon atau plastik
hitam atau yang lainnya agar menghindari dari pancaran sinar matahari yang
Cara kerja :
1. Bahan (kalus) diambil 100µl dan dimasukkan ke tube berisi buffer ekstrak
(ekstrak enzim)