You are on page 1of 16

TEATER TUTUR BAPANDUNG

DALAM MASYARAKAT BANJAR


Narrative Theater Bapandung in Banjar Society

Saefuddin
Balai Bahasa Kalimantan Selatan
Jalan Jenderal Ahmad Yani Km. 32,2, Loktabat, Banjarbaru 70712 Kalimantan Selatan
Telepon (0511) 4772641, Posel: kangasef@yahoo.co.id

Diterima 10 Juli 2019 Direvisi 6 Agutus 2019 Disetujui 9 Oktober 2019

Abstrak: Masalah yang dikaji dalam penelitian ini ialah bagaimana wujud teater tutur
bapandung (monolog) dalam masyarakat Banjar. Tujuan penelitian ini akan mengungkapkan
wujud teater tutur bapandung (monolog) dalam masyarakat Banjar. Masyarakat Banjar di
Kalimantan Selatan memiliki banyak tradisi lisan, salah satunya ialah teater tutur bapandung
disebut bapandung karena keahlian seseorang bercerita secara monolog dan memerankan
beberapa karakter tokoh, orangnya disebut pamandungan, unsur isi cerita memiliki banyak
hiburan (lelucon) yang dibawakan oleh pamandungan atau pemeran pertunjukkan. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif-kualitatif.Metode deskriptif-kualitatif ialah suatu metode
untuk memperoleh informasi tentang teater tutur bapandung dalam masyarakat Banjar secara
lebih terperinci.Hasil penelitian memperoleh gambaran tentang teater tutur bapandung dalam
masyarakat Banjar.
Kata kunci: teater tutur, bapandung, Banjar.

Abstract: The problem discusses in this study is how does the form of narrative theater bapandung
(monologue) in Banjar society. The aim of this study is to reveal the form of narrative theater bapandung
(monologue) in Banjar society. Banjar society in South Kalimantan has lots of oral traditions, one of them
is narrative theater bapandung. A man is called story teller because of his cleverness telling a story in
monologue way and playing several characters, that man is called pamandungan. The story in
bapandung has lots of jokes played by pamandungan or the performance player. This study uses
descriptive qualitative method. It is a method to get information about narrative theater bapandung in
Banjar society deeply. The result shows about the description of narrative theater bapandung in Banjar
society.
Keywords: bapandung, narrative theater, Banjar

1. PENDAHULUAN menjadi ciri khas daerahnya (Sunarti


dkk. 1978, hlm. 15). Kebudayaan lisan
Indonesia merupakan sebuah
juga menggambarkan berbagai pola
negara yang memiliki tradisi lisan atau
hidup dan dinamika masyarakat
budaya lisan yang cukup beragam.
pendukungnya dalam usahanya
Masing-masing suku di daerah di
meningkatkan harkat dan martabatnya,
Indonesia memiliki keunikan satu
serta meningkatkan kesejahteraannya.
dengan lainnya. Setiap suku dan budaya
Oleh karena itu, karya budaya lisan
dalam suatu masyarakat tentu memiliki
memiliki nilai-nilai yang penting dan
hasil kreativitas masyarakatnya, salah
dapat dipandang bermanfaat bagi
satunya ialah berwujud tradisi lisan yang
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

pendukung kebudayaan itu. Hal ini dan melestraikan tradisi lisan, yaitu
terasa sekali ketika kebudayaan sebagai dalam menjaga keutuhan tradisi itu juga
karya cipta manusia dikaji secara rinci, dalam rangka menjaga keutuhan Negara
baik itu berkaitan dengan unsur alat Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
perlengkapan hidup, sistem ekonomi, dalam wujud kebhinekaan (Davidson,
sistem ilmu pengetahuan, sistem 2003, hlm. 74).
kekerabatan, bahasa, kesenian, dan Salah satu wujud kebudayaan
sistem kepercayaan (yang bukan agama) lisan ialah bapandung amat penting untuk
(Daud, 1997, hlm. 52). Kebudayaan dikaji, terutama dalam rangka
dalam arti luas, yaitu seluruh total dari mengangkat dan mengembangkannya
pikiran, karya, dan hasil karya manusia (termasuk melestarikannya) untuk saat
yang tidak berakar dari nalurinya dan sekarang dan akan datang, tradisi lisan
karena itu hanya dapat dicetuskan oleh (kebudayaan lisan) dan keberadaannya
manusia sesudah sesuatu proses belajar dapat dikatakan hampir punah,
(Koentjaraningrat, 1985, hlm. 11). Oleh khususnya tradisi lisan bapandung yang
karena itu pula, kajian tradisi lisan atau hidup dan berkembang di dalam
seni pertunjukkan akan tetap penting masyarakat Banjar, diperkirakan muncul
antara lain dalam rangka menemukan pada abad ke-19 di Margasari, Rantau,
nilai-nilai budaya apa saja yang Kalimantan Selatan (Ideham dkk. 2005,
terkandung di dalam tradisi lisan itu, hlm 352) Sebelumnya, perlu
kemudian dikaitkan dengan manfaat dikemukakan sekilas mengenai tradisi
yang dapat diperoleh dari pengkajian lisan yang dimaksud. Tradisi lisan itu
itu, baik untuk pendukung kebudayaan mencakup: 1) yang berupa kesusastraan
yang bersangkutan maupun untuk para lisan, 2) yang berupa teknologi
pihak di luar pendukung kebudayaan tradisional, 3) yang berupa pengetahuan
dimaksud dalam masyarakat Nusantara. folklor di luar pusat istana dari kota
Masyarakat Nusantara banyak metropolitan, 4) yang berupa unsur-
memiliki kekayaan dan ciri khas tradisi unsur religi dan kepercayaan di luar
dalam berbagai budaya lisan. batas formal agama besar, 5) yang
Masyarakat yang tinggal di berbagai berupa unsur kesenian folklor di luar
daerah memiliki budaya sendiri yang pusat-pusat istana dan kota
sebagian memiliki kesamaan, metropolitan, dan 6) berupa hukum adat
sebagiannya juga memiliki perbedaan (Hutomo, 1991, hlm.11). Sementara itu,
dan daya tarik sendiri. Salah satu yang Pudentia (1998, hlm. 32) mengemukakan
menarik untuk dikaji ialah tradisi lisan. bahwa tradisi lisan (oral tradition)
Tradisi lisan yang ada di daerah dan mencakup segala hal yang berhubungan
tradisi lisan yang berada di Nusantara dengan sastra, bahasa, sejarah, biografi,
amat beragam dan amat banyak, dan berbagai pengetahuan serta jenis
sehingga perlu mendapat perhatian kesenian lain yang disampaikan dari
tersendiri bagi peneliti tradisi lisan, mulut ke mulut. Jadi, tradisi lisan tidak
pengkaji budaya, budayawan, juga bagi hanya mencakup cerita rakyat, teka-teki,
pendukung budaya itu sendiri. Menjaga peribahasa, nyanyian rakyat, mitologi,

108
Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Saefuddin)

dan legenda sebagaimana umumnya sebagai bagian warisan generasi


diduga orang, tetapi juga berkaitan terdahulu, maka pada inti tradisi lisan
dengan sistem kognitif kebudayaan, itu masih menunjukkan keaslian dan
seperti: sejarah, hukum, dan pengobatan kekhasannya (Hatue, 1998, hlm. 54).
(Hasan, 2008. hlm. 67). Kalaupun ada perubahan pada tradisi
Tradisi lisan ialah segala wacana lisan yang mengandalkan bahasa sebagai
yang diucapkan/disampaikan secara sarana, maka tidak mengurangi
turun-temurun meliputi lisan dan keberadaan tradisi lisan tersebut. Dari
keberaksaraan dan diartikan juga sebagai sinilah muncul istilah pelestarian tradisi
“sistem wacana yang bukan beraksara”. lisan sebagai khazanah budaya masa lalu
Kemudian Kuntowijoyo mengemukakan atau yang disebut tradisi lisan atau
bahwa tradisi lisan mengandung nilai- kebudayaan lisan, di antaranya tradisi
nilai moral, keagamaan, adat istiadat, lisan bapandung yang berlangsung dalam
cerita-cerita khayali, peribahasa, masyarakat Banjar.
nyanyian, dan mantra (Kuntowijoyo, Masyarakat Banjar mempunyai
2003, hlm. 25). beragam tradisi lisan. Tradisi lisan
Apa yang dikemukakan oleh dimaksud, yaitu bapandung, mamanda,
Hutomo, Pudentia, dan Kuntowijoyo di madihin, Lamut, cerita-cerita rakyat, cerita
atas dapat dipahami bahwa tradisi lisan para datu, teka-teki, mahalabiu,
cakupannya cukup luas. Oleh karena itu, peribahasa, ungkapan, asal mula
dalam tulisan ini akan diuraikan hal-hal tempat, pantun, nyanyian rakyat, dan
yang sesuai dengan lingkup tradisi lisan syair. Di samping itu juga mantra atau
Banjar dan hubungannya dengan usaha dalam bahasa Banjar disebut juga bacaan
untuk mengangkat dan mengembangkan (Hendrawan dkk., 2011, hlm. 15). Selain
tradisi lisan atau sastra daerah Banjar itu penelitian teater tutur bapandung ini
atau sebagian apa yang dikehendaki dipandang perlu perlu, penelitian
dalam upaya revitalisasi tradisi lisan tentang tradisi lisan bahasa yang lain
pada masyarakat Banjar. juga pernah dilakukan oleh yang pernah
Satu hal yang patut untuk dilakukan oleh (Saefuddin, 2013, hlm.
direnungkan bahwa tradisi lisan 142—157), berjudul Kearifan Lokal dalam
manapun, termasuk tradisi lisan (sastra Fabel Banjar, penelitian lain seperti;
daerah) masyarakat Banjar merupakan (Yulianto, 2016, hlm. 79—90) yang
bagian dari budaya Banjar, terus berjudul Legenda Telaga Bidadari dan
mengalami perubahan (berevolusi), Legenda Jaka Tarub Sebuah Kajian
sesuai dengan sifat kebudayaan yang Struktural Sastra Bandingan, sedangkan
selalu berkembang, seiring dengan Laila, 2017, hlm. 209—219) juga pernah
dinamika kehidupan masyarakat Banjar meneliti cerita rakyat, berjudul Etos
tersebut. Perubahan dan perkembangan Tokoh Utama dalam Cerita Rakyat, dan
kebudayaan itu tak bisa dielakkan. Pada penelitian-penelitian tradisi lisan lain
sisi lain, tradisi lisan (sastra daerah) yang mengungkap tantang tradisi lisan

109
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

yang terdapat dalam kehidupan gambaran samar yang dapat diberi


masyarakat Banjar. makna oleh penonton (KBBI, 2017,
Oleh karena itu, masalah yang hlm.1151), termasuk teater rakyat dalam
akan dibahas dalam penelitian ini ialah hal ini teater tutur bapandung mengacu
salah satu tradisi lisan bapandung dan pada bentuk pertunjukan yang memiliki
bagaimana wujud teater tutur bapandung rujukan makna yang dimaksud di atas.
atau cerita monolog ini dalam Teater tutur atau sebutan lain ialah
masyarakat Banjar dari wujud cerita seni pertunjukkan, drama, dan
hingga struktur tuturnya. Tujuan sandiwara, istilah-istilah ini maksudnya
penelitian ini akan mengungkapkan sama, yaitu merujuk pada jenis
wujud teater tutur bapandung atau cerita pertunjukan panggung (teater) monolog
monolog dalam masyarakat Banjar dari (Ideham, dkk., 2005, hlm. 353). Namun,
wujud tuturnya cerita hingga struktur jika dilihat dari sisi wujud
tuturnya. pertunjukannya secara lebih terperinci,
masing-masing memiliki ciri khas, jenis
pertunjukkan teater, drama, dan
2. KERANGKA TEORI
sandiwara ialah diperankan oleh
Teater berasal dari kata Yunani beberapa orang tokoh karakter dengan
theatron yang berarti tempat kostum yang beragam sesuai
pertunjukkan (Soetrisman, 2007. hlm. 1). karakternya, berbeda dengan teater
Teater mengandung arti luas, yakni tutur. Teater tutur dipentaskan secara
suatu kegiatan manusia yang secara monolog oleh seorang aktor yang
sadar menggunakan tubuhnya sebagai memerankan beberapa karakter tokoh-
alat atau media utama untuk nya tempat pertunjukkan tidak harus di
menyatakan rasa dan karyanya, gedung atau ruangan tempat
mewujud dalam karya seni (Soetriman, pertunjukkan film atau gedung taeter,
2008, hlm. 43). Dalam KBBI, teater sandiwara, yang baru itu diputar film
mengandung arti 1) gedung atau perang; drama Shake Speare, “Hamlet”
ruangan tempat pertunjukan film, akan dipertunjukkan di ruangan besar
sandiwara, dan sebagainya 2) ruangan dengan deretan kursi-kursi ke samping
besar dengan deretan kursi-kursi ke dan ke belakang untuk mengikuti kuliah
samping dan ke belakang untuk atau untuk peragaan ilmiah: pementasan
mengikuti kuliah atau untuk peragaan drama sebagai suatu seni atau profesi;
ilmiah, 3) pementasan drama dan seni drama; sandiwara; drama (KBBI,
sebagainya suatu seni atau profesi; seni 2017, hlm. 257), sedangkan teater tutur
drama; sandiwara; drama; termasuk ialah jenis pertunjukkan (tempatnya
teater yang mengutamakan gerak-gerik tidak harus di dalam gedung
pantomin, tari, suara, dan seminimal pertunjukkan) dilakukan secara monolog
mungkin kata-kata, tidak berunsur cerita oleh seorang pelakon atau aktor yang
yang bersifat alur, tetapi memainkan beberapa karakter tokoh dan
memperlihatkan nuansa suasana dan berganti pakaian dalam pertunjukkan
kejadian yang mengarah kepada suatu secara langsung sesuai tokoh yang

110
Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Saefuddin)

diperankannya dan disaksikan langsung yang dilihat, tetapi pada peran karakter
oleh penonton. yang dimainkannya, sedangkan
Teater tutur bapandung sebagai bapandung keahlian pelaku (pemeran)
karya seni merupakan satu kesatuan berganti peran dan memainkan karakter
yang utuh antara manusia (pemeran) dapat dilihat ketika aktor di panggung
bagian keseluruhan tubuhnya sebagai berganti pakaian secara langsung di
alat atau media utamanya sebagian atau depan penonton sekaligus memerankan
keseluruhan unsur penggunanya tokoh secara yang dimainkannya.
(Muslim, 2009, hlm. 1). Kadungan Artinya, pamandungan harus memiliki
maksud itu sejalan dengan pendapat dua keahlian sekaligus, yaitu
yang dikemukakan oleh Budiawan yang memerankan tokoh dan berganti pakaian
mengelompokkan bahwa unsur-unsur secara teliti agar peran tokoh yang
teater berkaitan dengan; 1) tubuh dimainkan tidak terjadi kekeliruan.
manusia sebagai media/alat utama Misalnya peran tokoh itu yang
pemeran atau pemain, 2) gerak dimainkan ialah seorang laki-laki atau
sebagai unsur penunjang (gerak: tubuh, seorang perempuan, dan tokoh-tokoh
suara, bunyi, dan rupa), 3) suara sebagai lainnya, sehingga pertunjukan dapat
unsur penunjang (kata atau ucapan dilihat oleh penontonnya itu secara
pemeran), 4) bunyi sebagai unsur natural walaupun dilihat secara
penunjang (efek bunyi benda, dan langsung di panggung tidak rasa
musik), 5) rupa sebagai unsur penunjang canggung pemerannya dan tampak dari
(cahaya, sinar lampu, skenario, kostum, tokoh ke tokoh itu berganti peran
dan tat arias (Budiawan, 2009, hlm. 39). mengganggu penontonya.
Bertolak dari kelima unsur teater Kemudian, perbedaan antara
itu, kita dapat menelusuri kembali karya banyak pengertian atau istilah drama
seni (teater tutur bapandung) apakah dan teater, termasuk teater rakyat ialah
teater tutur termasuk ke dalam sebagai bentuk pengayaan pengetahuan
kelompok teater, drama, dan sandiwara. serta dapat memperjelas bentuknya, baik
Jika ditelusuri jenis pertunjukkannya, itu drama, teater maupun sandiwara.
teater tutur memiliki kemiripan dengan Sehingga istilah-istilah itu memberkan
pantomin, tetapi dari dekorasi dan rias warna tersendiri pada bagian-bagian
untuk pertunjukkan panggung teater mana yang menjadi perbedaan antara
tutur lebih mengandalkan banyaknya satu dengan lainnya. Misalnya drama
kostum yang digunakan untuk berganti- memiliki bobot pertentangan laku dalam
ganti peran tokoh, sedangkan pantomin (internal action) dan gerak luar (internal
lebih mengandalkan rias wajah untuk ekterior) yang seimbang, tetapi persoalan
tidak dikenali aslinya karena faktor rias sesungguhnya memiliki kelebihan dan
yang menutupi wajah sepenuhnya. kekurangan masing-masing dan satu
Pantomin yang dilihat sebagai tontonan sama lain saling mengisi (Batubara, 2007,
bukan pada pelaku tokohnya semata hlm. 43). Apabila gerak dalam dan gerak

111
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

luar ini dinyatakan agak melebihi itu, sebelum menjadi aktor teater tutur
kewajaran, tipe drama ini menjadi atau seni drama, seseorang harus melalui
melodrama. Tragedi memiliki bobot pembinaan yang disiplin dan teratur.
pertentangan gerak laku dalam yang Untuk mengembangkan bakat, seorang
memantulkan rasa dukanya, sedangkan aktor harus didukung oleh kesiapan-
komedi seperti pertunjukan teater rakyat kesiapan diri dan teknik-teknik akting
bapandung memiliki bobot pertentangan yang mesti dipelajarinya. Pengetahuan
gerak laku dalam yang memantulkan teater sangatlah mutlak guna
rasa kegembiraan, karena pertunjukkan membentuk visi atau tujuan yang
disebut pula sebagai bentuk hendak dicapai dari sebuh pertunjukkan
pertunjukkan hiburan rakyat yang bagi seni peran dalam teater termasuk dalam
penonton dapat menghilangkan penat terater tutur, baik untuk memberi dasar
setelah bekerja seharian dan ibaratnya ia penguasaan keterampilan teater dan
telah mendapatkan seteguk dahaga merangsang bakat dan kreativitas
hiburan, yaitu bapandung yang seorang pelaku teater. Bakat tanpa
menghadirkan kegembiraan. Gerak laku disertai kerja keras tidak akan dapat
luarnya berpautan dengan pertentangan berkembang lebih baik, jika seorang
gerak laku di dalamnya masing-masing. aktor (pemeran pertunjukkan) cepat
Pendapat di atas itu kemudian marasa puas diri, hal itu bagi pemeran
dapat dimaknai dalam suatu kesimpulan aktor dapat dianggap sebagai masalah
bahwa teater tutur atau pertunjukkan yang serius dan harus segera diatasi.
rakyat, baik itu berbentuk drama,
sandiwara, maupun teater rakyat (seni 3. METODE PENELITIAN
pertunjukkan rakyat) tidaklah penting,
Tahapan pengumpulan data
tetapi yang lebih penting bagi
digunakan metode studi kepustakaan
masyarakat ialah wujud hiburannya.
(library research) dengan teknik
Wujud hiburan itu mempunyai ciri-ciri,
pembacaan dan pencatatan.Penerapan
yaitu; 1) adanya pikiran atau perasaan
metode dan teknik ini bertujuan untuk
yang diungkapkan oleh pemeran
mengumpulkan data teater tutur
karakter tokohnya kepada penontonnya,
bapandung yang djadikan objek
2) adanya orang yang menjadi media
penelitian; mengumpulkan ulasan atau
untuk mengungkapkan perasaan dan
pembahasan yang berkaitan dengan
pikiran masyarakatnya, 3) adanya
objek; dan mengumpulkan penelitian-
bentuk ungkapan menggunakan laku
penelitian yang ada hubungannya
jasmani dan ucapan kata-kata, serta 4)
dengan penelitian ini. Pada tahapan
adanya publik atau penonton yang satu
analisis data digunakan metode
sama lain dapat menghadirkan sebuah
deskriptif analitik. Metode ini digunakan
wujud hiburan dalam bentuk teater tutur
dengan cara mendeskripsikan data yang
atau seni pertunjukkan rakyat
kemudian disusul dengan analisis
(Soetrisman 2008, hlm. 33).
(Ratna, 2004, hlm. 53). Nazir (1988, hlm.
Media pokok teater ialah aktor
65) mengatakan bahwa metode
atau pemain dan penonton.Oleh karena

112
Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Saefuddin)

deskriptif analitik bertujuan untuk juga peran seorang laki-laki. Penonton


membuat deskripsi, gambaran atau sangat akrab dengan tukang pandung
uraian secara sistematis, faktual dan dan sebaliknya. Penonton sering
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, bertanya langsung atau berkomentar,
serta hubungan antarfenomena yang dan juga tukang pandung bisa saja
diselidiki. Tahapan terakhir dari bertanya langsung kepada salah seorang
penonton. Oleh karena itu, hampir tidak
keseluruhan proses penelitian ialah
ada batas antara pamandung dengan
penyajian analisis data. Hasil analisis
penonton yang berada di sekitar
data dapat disajikan dalam bentuk jurnal halaman pertunjukan. Misalnya tukang
ilmiah. Metode yang digunakan pada pandung yang sudah berganti pakaian
tahapan ini ialah metode informal atau seorang puteri (perempuan), lalu duduk
disebut pula dengan metode penyajian di samping seorang laki-laki yang
secara naratif. Menurut Sudaryanto menontonnya, kemudian si puteri
(dalam Ratna, 2004, hlm. 5), metode merayu si laki-laki tersebut yang
informal ialah cara penyajian melalui dianggapnya sebagai pangeran.
kata-kata biasa. Mengenai cerita pandung, tidak
mempunyai pakem tertentu, bergantung
sistuasi penonton dan keinginan tukang
4. HASIL DAN PEMBAHASAN pandung. Di Margasari yang merupakan
4.1 Cerita Bapandung asal usul bapandung ini dikenal
masyarakat Banjar di seluruh
Cerita bapandung ialah cerita Kalimantan Selatan. Di daerah ini
dalam teater tutur yang dimainkan tukang pandung banyak membawakan
dengan cara bertutur atau bercerita yang kisah dalam syair-syair Brahma
dituturkan oleh seorang penutur seperti Syahdan, Hikayat Si Miskin, Hikayat
narasi atau dalang. Kalau dalang Cindra Hasan, dan Abduk Muluk kisah
memainkan dengan media wayang, cerita yang cukup popular pada saat itu.
pamandungan justru mempergunakan Namun, sama sekali tidak terikat oleh
batang tubuhnya sendiri menggantikan salah satu cerita, artinya tukang pandung
dialog-dialog tokoh-tokohnya. Sebagai bebas berkreasi dalam memerankan isi
sebuah teater, bapandung mempunyai cerita syair atau hikayat tersebut.
unsur-unsur seperti: 1) cerita, 2) cerita Kadang-kadang tukang pandung
dimainkan oleh pamandungan, dan 3) memunculkan cerita carangan (syair
ditonton. Jenis-jenis cerita dalam prosa), misalnya Kembang Sakti,
bapandung ialah kisah satu malam, Rumaidi, Kamaruz-zaman, dan
dongeng, dan legenda. Kisah yang sebagainya.
dituturkan dimainkan oleh tukang Hal itu memperjelas ciri
pandung dan ia pula pelaku cerita, kelisanan, yaitu satuan informasi secara
dimainkan dengan menirukan suara, tetap, bersifat streotipe, misalnya:
bunyi, dan sebagainya bahkan tukang “Rumaidi bajalan pupus hutan
pandung berganti pakaian perempuan batamu hutan, pupus padang batamu
untuk memerankan tuan puteri begitu padang, manyubarang sungai batamu

113
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

sungai, naik gunung turun gunung Nangini buah nagapa, ka?


bajalan siang kalawan malam” Ini buah bilaran, ini buah
(Taman Budaya, 2017, hlm.17). mangkudu”.Ujar gariwai.
Mun dimakan sagan nangapa? Ujar bini
Satuan informasi yang demikian
Gariwai.
itu, nantinya bisa juga ditemukan oleh Sagan tatamba bibis”, ujar Gariwai
pendengar bapandung pada cerita yang “Mun manusia mamakan mingkudu,
lain, misalnya di dalam cerita “Ancil siapa lagi nang mamakan?”Ujar nang
Tunggal” hanya ada sedikit variasi. Klise bini.
Anciltunggal sebagai berikut. “Muyaknya lah, sagan makanan baa…
“Si Galuh Bungsu balianan tiga tahun, bi!” Ujar Gariwai.
kanapa ditinggalakan ulih Ancil tunggal Sakarapak sakariak tu juga nang bii
saurangan di dalam punduk di hutan baubah manjadi babi. (dikisahkan oleh
Gumbili Rimbanguan. Kasian si galuh Asmuni, 2017).
balalau bajalan kada tantu ka mana
tujuan. Pupus hutan batamu hutan, “Maka setelah itu Nining Gariwai
pupus rimba, pupus padang batamu diam termenung mendengar
padang balalu hutan, pupus rima batamu mandangar pembicaraan istrinya
rimba, pupus padang batamu padang yang sangat kasar. Maka si istri hamil
balalu sampai pinggir laut” (dikisahkan dan sakit.. Gariwai sangat ketakutan
oleh Mastiani, 2017). kalau si istri bertanya terus, hati
Gariwai jadi bosan, maka kalau
“Si Galuh Bungsu balianan tiga tahun, menyebut apakah, bisa jadi masalah
kenapa ditinggalkan ulih nanti”.
Anciltunggal sendirian di dalam “ini buah apa ka? Ujar istri Gariwai.
pondok di hutan singkong. Bingung, Ini buah bilaran, ini buah
Kasian si Galuh lalau berjalan tidak mangkudu”. Ujar gariwai.
tentu ke mana tujuan. habis hutan Kalau dimakan apa manfaatnya? Ujar
bertamu hutan, habis rimba, habis istri Gariwai.
padang bertamu padang berlalu Untuk obat darah rendah”, ujar
hutan, habis rimba bertamu rimba, Gariwai
habis padang bertamu padang “Kalau manusia memakan
akhirnya sampai pinggir laut” Mengkudu, siapa lagi yang
(dikisahkan oleh Mastiani, 2017). memakan?”Ujar nang bini.
“Jengkel lah, untuk makanan baa…
Satuan informasi terpotong oleh bi!” Ujar Gariwai.
Seketika itu juga si istri berubah
kata-kata, seperti syahdan, maka, balalu,
manjadi babi. (dikisahkan oleh
kasian banar, dan sebagainya, pada Asmuni, 2017).
bagian percakapan misalnya sebagai
berikut. Kuatnya kesan kepekaan akan
“Maka imbah itu Nining Gariwai waktu dan urutan waktu terbukti
badiam taungut mandangar pamandiran
nang bini kasar babanaran. Maka nang
dengan penggunaan kata-kata: kada
bini batianan manggaring.Gariwai lawas, kutika itu, limbah itu, hari ka hari
takutan babanaran bila nang bini batakun bulan ka bulan, bulan batamu tahun, dan
tarus, hati Gariwai jadi muyak, maka sebagainya. “Lawas bakaka lawasan, hari ka
kaluku tasambati napakah, imbaham hari minggu ka minggu batamu minggu,
kaina”.
“ini buah nangapa ka? Ujar bini Gariwai bulan ka bulan batamu tahun anak si Galuh

114
Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Saefuddin)

ganal mulai naik rarainya”. (Tuturan yang menganut tradisi lisan itu akan
Mastian, Aciltunggal, 2017). mempertahankan ingatan mereka karena
Masyarakat tradisional yang kenyataan menjadi tampak sederhana,
berbudaya lisan sebagai tradisi, terdiri dua komponen yang dapat
cemderung melihat sesuatu yang tampak dibedakan, yaitu baik dan buruk.
di permukaan belaka. Oleh karena itu,
hubungan antara sesuatu dengan sesuatu 4.2 Struktur Bapandung
lainnya cenderung tampak dari segi 1) Pembukaan
waktu atau segi keserampakan Bapandung diawali dengan
kehadiran. Mereka kesulitan pantun-pantun pembukaan sebaga
menemukan hubungan yang relative bentuk penghormatan terhadap
tersembunyi, misalnya hubungan sebab penonton. Lambat laun pantun-pantun
akibat, susunan peristiwa yang itu diganti oleh pamandungan dengan
nyanyian yang disebut dengan
berjenjang, berlapis-lapis, dan
palayaran.Lirik lagi palayaran juga berupa
sebagainya.
pantun-pantun.Pantun-pantun tersebut
Jadi, meskipun satuan informasi
sebagai berikut.
dan ekspresi contoh-contoh di atas cukup
panjang, tetapi masih terdapat cara-cara Cuba latupan karena kunci
lain di dalamnya yang digunakan Kada tabuka pintu lamari
sebagai alat mengingat. Sehubungan Cuba jangan karena janji
Kada pang aku datang kamari
dengan hal itu, tampak pada permukaan
tersebut, bahwa masyarakat pun Asam pauh dalima pauh
cenderung pula tidak memisahkan apa Paku di sini bisa diramu
yang tampak di permukaan dengan yang Ulun jauh sampian jauh
Waktu di sisni bisa batamu
ada di dalamnya, yakni apa yang di balik
yang tampak di permukaan kisahan Tabus salah sarai sarampun
tukang pandung. Masyarakat dan si Jangan disimpan di dalam peti
tukang pandung sepakat bahwa bentuk Lamun tak salah maminta ampun
yang baik mempunyai isi yang baik, Jangan disimpan di dalam hati
orang yang jahat tentu bertampang Randah pang gantung tilam bagandir
buruk pula, dan perbuatan yang Gantung bahalai lawan raraga
merusak ialah si penjahat. Karena itulah Sudah untungku kalawan takdir
tokoh-tokoh cerita dalam sastra lisan Untuk badapat lawan kaluarga.
bapandung cenderung hitam putih, dan
penggambaran watak tokoh-tokoh cerita 4.3 Babak Pertunjukkan awal
banyak mengandalkan deskripsi fisik. Bapandung
Penggambaran secara hitam putih itu, Setelah pembukaan, bapandung
yang baik hanya baik, yang buruk dilanjutkan dengan menuturkan
sepenuhnya buruk, dan itulah sangat permulaan cerita yakni penuturan tokoh
mempermudah masyarakat (penonton) inti (utama), kemudian bagaimana

115
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

dengan hubungan dengan keluarga atau objek dan perilaku sosio budaya.Seperti
lingkungannya. Banyak pertunjukkan halnya pola masalah dan tema dan alur
awal disebabkan dengan peristiwa, kisahnya, latar juga cenderung
tindakan-tindakan yang menyebabkan berorientasi pada lingkungan yang
kejadian yang ditampilkan tanpa setidak-tidaknya pernah dialami oleh
direncanakan oleh pelaku tokoh terjadi penontonnya. Tukang pandung tidak
dengan segan menyebutkan beberapa
akibat tokoh cerita lainnya sepontan
desa, nama tokoh tertentu atau tempat
dimainkan, hal ini dapat dianggap cerita
yang dikenal oleh pendengarnya, tetapi
berlangsung tidak sama dengan tidak menggurui dan menyinggung
sekenario cerita yang dimainkan, tetapi perasaan tokoh tertentu hal demikian
seakan-akan cerita tersusun seperti yang dilakukan untuk membuka suasana agar
digambarkan dalam sekenario. terbuka cakrawala penontonnya. Dengan
Dengan demikian pertunjukkan demikian, cerita bapandung mempunyai
pun terjadi dengan sendirinya dan cerita latar yang disengaja harus akrab dengan
pun berlangsung dengan konflik-konflik penonton yang mendengarkannya.
seolah-oleh sesuai seknario awal. Penggambaran watak dan tabiat
Biasanya konflik-konflik dalam di dalam cerita bapandung selalu secara
bapandung cenderung konflik fisik. Dari analisis, tetapi sangat sederhana.
segi peristiwanya, gambaran mengenai Penggambaran secara dramatis sangat
tindakan-tindakan, cerita bapandung sedikit, mungkin karena keterbatasan
seperti cerita rakyat pada umumnya, waktu atau kekurangan pengetahuan si
cenderung mempunyai peristiwa yang tukang pandung. Pamandungan
mengejutkan, ada konflik tokoh, ada mempunyai banyak penuturan yang
peleraian, dan kemudian ada mengandung misi atau secara teoretis
penyelesaian akhir sebagai anti klimaks. disebut sudat pandang. Sudut pandang
Hal ini sengaja memilih peristiwa yang ini berada pada nilai-nilai tata kelakuan
mencolok mata atau yang menyentuh umum di masyarakat dan sangsi-
penontonnya secara langsung, agar sangsinya.
pesan yang disampaikan dalam
pertunjukan bapandung sampai kepada 4.4 Teknik Penuturan Bapandung
penontonnya dan menjadi pembicaraan Bapandung salah satu monolog
positif di dalam lingkungan tradisional juga pada pelaku akting
masyarakatnya dan menyebar ke tukang pandung serupa dengan
berbagai kelompok masyarakat lainnya.
pantomin.Pantomin terjadi ketika
Di samping itu, si tukang
pergantian tokoh. Bagaimana tukang
pandung selalu mempunyai klimaks
pandung memerankan seekor ular, seekor
yang biasanya dengan adu fisik dan
kalah menang itulah yang menyudahi singa, seekor burung atau berperan
cerita.Kalau tidak terjadi adu fisik, antara tokoh satu dengan tokoh lainnya.
tentulah ada siasat secara psikologis Demikian juga teknik-teknik suara,
terjadi kalah atau menang dalam bagaimana teknik bunyi efek tertentu
peristiwa itu. Peristiwa-peristiwa selalu misalnya suara raja berbeda dengan
mempunyai latar belakang baik suara patih, dan tentu berbeda pula
mengenai waktu, seting, maupun objek- dengan suara seorang puteri atau

116
Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Saefuddin)

permaisuri. Kualitas ujaran dan warna hari hanya tidur saja, coba kamu
suara ketika berdialog satu dengan yang bangun”!
lain, serupa dengan teknik suara dalang
pada wayang golek dan wayang kulit, Di sini digambarkan si Yujung
hanya saja perbedaannya terlatak pada tabiatnya kurang baik, dapat
warna suara dari tukang pandung lebih dilihat gambaran sebagai berikut.
natural.
“Hadang dulu, ma” Mana Jukung
1) Penuturan Penampilan Tokoh paninggalan abah?
Cerita atau struktur alurnya Itu di bawah batang sana” ujar umanya.
merupakan jiwanya. Tukang pandung Parangnya mana?
menuturkan tokoh-tokohnya selalu Di belakang dapur.
menuturkan bagaimana keadaan Pangayuh mana?
fisiknya, tabiat dan yang digambarkan Pangayuh basandar di puhun kayu” ujar
umanya pulang.
diupayakan mirip dengan orang-
orang yang yang diidolakan Badahuluan parang diambilnya, balalu
masyarakat khususnya untuk tokoh runtuhlah dapur.Balalu ditariknya
pratagonis, sedangkan gambaran pangayuh, rabah pulang kayu wadah
sebaliknya yang tak disukai oleh manyandarakan pangayuh.Lalu, inya
masyarakat tidak semestinya manabas rumput, waktu ditarik,
penuturan peran pratagonis. Namun, saburungan rumput batabas.Di
bisa juga tokoh yang digambarkan juhungnya jukung, lalu
dikayuhnya.Sakali mangayuh sarantau
antagonis, pada suatu waktu terbalik
maliwati.
menjadi pratagonis. Hal ini
dituturkan oleh tukang pandung “Sebentar dulu, Bu”Mana sampan
sebagai sindiran yang lembut bagi peninggalan Bapak?
sebagian masyarakat yang bertingkah Itu di bawah pohon di sana” kata ibunya.
laku demikian.Misalnya cerita si Parangnya mana?
Yujung Balum Sugih (kaya raya) yang Di belakang dapur.
dipandungkan oleh Mastiyani di Pengayuh sampan mana?
Marabahan Barito Kuala Pengayuh sampan bersandar di
pohon kayu” kata ibunya.
menggambarkan tokoh mengejutkan
dan diidolakan sebagai berikut.
Cepat-cepat ia mengambil parang,
tergesa-gesa dapur hingga
Si Yujung bagana di kampung awan berantakan. Lalu ditariknya
umanya.Gawiannya saban guring pengayuh sampan, jatuh lagi tempat
haja.Umanya bapadah, “nangapa nang
menyandarkan pengayuh sampan.
kawa ikam gawi Yujung, amun guring
Lalu, dia menebas rumput, waktu
haja, ayu pang bangun”.
ditarik, sepetak rumput ia tebas.
Si Yujung tinggal di kampung dengan
Didorong, lalu dikayuhnya. Sekali
ibunya.Pekerjaannya setiap hari
mengayuh serantau dilewati.
hanya tidur. Ibunya menyatakan,
“apa yang kamu bisa kerjakan
Yujung, kalau kamu lakukan setiap Demikian cara pamandungan
menggambarkan tokoh yang semula

117
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

tidak disetujui oleh masyarakat, tetapi ditempelkan, lalu bokong kamu


berbalik apa yang dikehendaki angkat cepat-cepat. Hasilnya pasti
masyarakat. bagus, bulunya tercabut semuanya
dan akar-akarnya” ujar Pengantin.
4.5 Penuturan Latar Bapandung Keesokan harinya sambil berselimut
Penuturan latar baik plot, tokoh sarung dan parang di tangan pergilah
maupun latar sangat berhubungan Kiyai ke belakang rumah mencari
pohon manggis.
dengan nuansa kisahan. Di bawah ini
akan diuraikan contoh bagaimana
Pada contoh monolog cerita di
hubungan plot tokoh dan latar yang
atas mengandung unsur humor
dituturkan oleh pamandungan dalam
sekaligus sindiran bagi penontonnya
pertunjukkan bapandung.
“Ii … Gampang banar kiyai ay,” sahut
(masyarakat), agar menjadi orang jangan
Pengantin mulai dalam kalambu. terlalu polos bahwa dalam kehidupan
“Gampang haja membuangi balu burit kadang-kadang penuh liku-liku. Oleh
itu”. karena itu, jangan terjebak dengan
“Apa ujar ikam, Pengantin? Macam apa kepolosan atau bahkan karena
am?” Ujar Kiyai. ketidaktahuan seseorang menjadi bahan
“Macam ini haja, isuk baisukan tulak
olok-olokan, bahkan menjadikan
pian ka higa rumah kita ini.Di situ ada
seseorang untuk melakukan tipu daya
puhun manggis.Kupas kulitnya kurang
labih saluas burit pian.Apabila gatahnya kepada orang lain.
kaluar, lain pian likapakan kaburit ka
situ.Sasudah kira-kira sadang lawasnya 4.6 Humor sebagai Daya Tarik
dilikapakan tadi, lalu burit pian angkat Bapandung
bagasak.Hasilnya musti bagus banar, Cerita bapandung memang berasal
bulunya tacabut samuanya, lawan akar- dari cerita humor yang sangat diminati
akarnya” ujar Pangantin.
masyarakat Banjar.Jika malam biasanya
Pada baiskan harinya sambil basalimut
diadakan menjaga pengantin, maka
tapih dan parang di tangan tulaklah Kiyai
ka balakang rumah mancari puhun cerita humor itu bermunculan sampai
manggis. pagi. Dilihat dari cara menimbulkan
humor dalam pembicaraan peristiwa-
“Ii… Gampang benar kiyai,” sahut peristiwa, ada tiga teknik yang
Pengantin mulai dalam kelambu. digunakan dalam bapandung, yaitu
“Gampang saja membuangi balu sebagai berikut.
burit itu”.
“Apa ujar ikam, pengantin? Macam
1) Teknik Korban dalam Bapandung
apa am?” Ujar Kiyai.
Teknik korban ialah kejadian
“Macam ini saja, keesokannya pergi
yang semula seperti biasa saja, tetapi
kamu ke samping rumah kita ini. Di
situ ada pohon manggis. Kupas
pada akhirnya jatuh korban yang
kulitnya kurang lebih seluas bokong
menjadi bahan tertawaan. Contohnya,
kamu.Apabila getahnya keluar, lain apa yang disarankan pengantin Kiyai,
kamu tempelkan ke bokong ke pada dasarnya saran biasa, tetapi
situ.Sesudah kira-kira cukup lama akhirnya nanti jatuh korban si Kiyai, di

118
Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Saefuddin)

mana buritnya akan terluka yang sangat “Ini nah, bajuku nang tabalik.” Ujar
pedih. Kiyai.

“Tadi di tempat orang aruh, aku


2) Teknik Kontras dalam Bapandung selalu teingat dengannya. Wah, ini
Teknik kontras ialah harus cepat-cepat, nanti terbalik,”
dipergunakan oleh pamandungan dengan ujar Kiyai.
cara menjawab atau membalas dengan “Wah, ini jadi dua kali makan,”
berlawanan yang sama sekali tak pikir Pangantin dalam hatinya.Si
terduga. Misalnya, ketika Kiyai akan
Pangantin cepat-cepat bangun.
membalas kepada Pengantin tentang
“Tunggu sebentar Kiyai!” Ujarnya
kekalahannya maka digali lubang oleh
Kiyai. Malam harinya ketika Pengantin sesudah berdiri. Mana Kiyai
pulang dari orang kenduri, Pengantin terbalik tadi?
terjatuh ke dalam lubang tersebut, “Ini nah, bajuku yang terbalik.”
terkena jebakan si Kiyai. Ujar Kiyai.
Namun, Pengantin berteriak
minta tolong.Ketika ditolong oleh Kiyai, Demikian cara-cara pamandungan
Pengantin bukan berterima kasih, tetapi memuncukan humor dalam cerita.
malahmengucapkan alhamdulillah.“Jaka Humor yang demikian menambah
kada si Asir manulung, aku bisa mati di suasana ceria bagi penonton. Dengan
dalam lubang”. Sambil Pangantin humor itu, pesan-pesan moral yang larut
takurihing. (adat Banjar tidak boleh ke dalam peristiwa-peristiwa cerita
menyebut nama mertua). dalam pertunjukkan bapandung
langsung dapat dirasakan dalam
3) Teknik Serasi Bapandung kehidupan sehari-hari penonton,
Teknik Serasi ialah menyerasikan sehingga pesan yang disampaikan dalam
dipergunakan oleh pamandungan untuk cerita tidak sia-sia dan bermanfaat bagi
meimbulkan unsur humor.Suatu hal penonton.
yang terjadi, direaksi atau direspon
dengan menyerasikannya. Contoh si 5. PENUTUP
Kiyai akan membalas perbuatan tak Tradisi lisan pada masyarakat
beradat si Pengantin. Banjar cukup beragam.Dari segi bahasa
“Tadi di wadah nang urang aruh aku yang digunakan, tradisi lisan Banjar
selalu keingatan lawan inya. Wah, ini termasuk bapandung menggunakan
harus lakas-lakas, kaina tabalik,” ujar bahasa Melayu Banjar, di samping
Kiyai. terdapat pengaruh bahasa Arab, bahasa
“Wah, ini jadi dua kali makan,” pikir Jawa, bahasa Kawi. Tradisi lisan Banjar
Pangantin dalam hatinya.Si bapandung, sebagaimana tradisi lisan lain
Pangantin lakas-lakas bangun. seperti madihin, keberadaan atau
“Tunggu satumat Kiyai!” Ujarnya keberlangsungannya ialah dilakukan
sasudah badiri.Mana nang Kiyai secara turun-temurun. Sebagian tradisi
tabalik tadi?

119
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

lisan masih hidup dan berkembang dapat mempererat tali persaudaraan


dengan baik, sesuai dengan dinamika sesama warga di lingkungan
masyarakat pendukungnya, seperti masyarakatnya dan di dalamnya
sastra lisan madihin, sebagian yang lain memuat nilai-nilai budi pekerti (akhlak)
memprihatinkan, bahkan untuk tradisi yang bermanfaat bagi masyarakat
lisan bapandung terancam mengalami pendukungnya.
kepunahan.Dari sinilah terasa amat
penting, para pihak untuk mengangkat
kembali dan mengembangkan tradisi
lisan Banjar khususnya bapandung agar DAFTAR PUSTAKA
tetap memberi manfaat dalam banyak
segi sebagai bagian penting dari Batubara, Ari F. (2007). Pendidikan seni.
kebudayaan Banjar.Tradisi lisan atau Kompas. Jakarta. Media Gruof.
sastra daerah Banjar bapandung
merupakan kekayaan lokal yang dapat Daud Alfani. (1997). Islam dan masyarakat
memperkaya kebudayaan nasional Banjar, deskripsi dan analisa
Indonesia, termasuk memperkuat utuh kebudayaan Banjar, Jakarta: PT. Raja
NKRI dalam wujud kebhinekaan. Grafindo Persada.
Keberadaan bapandung saat ini
cukup memperihatinkan, boleh jadi Davidson, Jamie S. (2003). “Primitive”
suatu saat nanti punah ditelan politics: The rise and fall of the Dayak
zaman.Oleh karena itu, mengenai tradisi unity party in West Kalimantan,
lisan bapandung amat penting dilakukan Singapore: National University.
penelitian. Paling tidak suatu ketika
nanti, tradisi lisan ini punah Hasan, Ahmadi, (2008). Adat badamai:
Interaksi hukum Islam dan hukum
dokumentasinya telah dilakukan dalam
adat dalam masyarakat Banjar.
bentuk rekaman, revitalisasi, dan hasil
Banjarmasin: Antasari Press.
penelitian. Harapan lain, pemerintah
daerah dapat mengupayakan dan Hatuwe, Masman. (1998). Sastra
memberikan perhatian terhadap tradisi modern. Makalah seminar nasional
lisan ini dalam rangka mempertahankan VIII bahasa dan sastra Indonesia.
khazanah budaya daerah dan budaya Semarang: IKIP Semarang.
nasinal atau tradisi lisan bapandung
sebagai bentuk hiburan masyarakat di Hendrawan, H. Mohandas. (2011).
masa lalu. Walaupun di masa sekarang Muatan lokal kebudayaan Banjar.
masyarakat sudah merasa leluasa untuk Dinas Pemuda, Olahraga,
menikmati sarana hiburan, baik Kebudayaan dan Pariwisata.
elektronik maupun saran gawai yang di Banjarnasin: Pemprov. Kalimantan
dalamnya sudah tersedia sarana hiburan. Selatan, Dinas Pemuda, Olahraga,
Namun, pertunjukkan bapandung Kebudayaan dan Pariwisata.
bukanlah semata-mata menghadirkan
sarana hiburan masyarakat melainkan

120
Teater Tutur Bapandung dalam Masyarakat Banjar (Saefuddin)

Hutumo, Suripan Hadi. (1991). Mutiara Banjarmasin: Taman Budaya,


yang terpendam: Pengantar studi Banjarmasin.
sastra lisan Surabaya: HISKI Jawa
Timur. Nazir. (1988). Metode penelitian. Jakarta:
Ghalia.
Ideham, M. Suriansyah, Syarifuddin,
Zaenal Arifin Anis, dan Wajidi. Pudentia MPSS (ed). 1998, Metodologi
(2005). Urang Banjar dan kajian tradisi lisan. Jakarta: Yayasan
kebudayaannya. Banjarmasin: Badan Obor Indonesia dan Yayasan
Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Tradisi Lisan.
Daerah Provinsi Kalimantan
Selatan. Ras, J.J. (1968). Hikajat Banjar: A study an
malay historiography, The Hague,
Koentjaraningrat. (1985). Kebudayaan, Martinus Nijhoff.
mentalitas, dan pembangunan.
Jakarta: PT. Gramedia. Ratna, Nyoman Kutha. (2013). Teori,
metode, dan teknik penelitian sastra.
Kuntowijoyo. (2003). Metodologi sejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Sanderta, Bakhtiar dkk.(2001). Bapandung
Laila, 2017. hlm. 209—219). Etos tokoh teater tutur daerah Kalimantan
utama dalam cerita rakyat. Jurnal Selatan. Banjarmasin: Taman
Undas 13 (2), hlm. 209—219. Budaya, Provinsi Kalimantan
Selatan.
Maran, Rafael Raga.(2000). Manusia dan
Kebudayaan: dalam perspektif ilmu Saefuddin, (2013). Kearifan lokal dalam
budaya dasar. Jakarta: PT Reneka masyarakat Banjar. Jurnal Undas 9
Cipta. (1), hlm. 142—157.

Muslim, Abdul Aziz. (2007). Seni teater. Sunarti, dkk. (1978). Sastra lisan Banjar.
Banjarbaru: Dewan Kesenian Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Banjarbaru. Pengembangan Bahasa.

Narasumber. (2017). Wawancara seputar Setyo, Budiman. (2008). Sekilas tentang


Bapandung dengan Mastiani. teater Yogyakarta. Yogyakarta: tanpa
Banjarmasin: Taman Budaya, penerbit resmi.
Banjarmasin.
Soetrisman, A.J. (2007). Drama formal dan
Narasumber.(2017). Wawancara seputar teater remaja.Yogyakarta: Yayasan
bapandung dengan Asmuni. Taman Bina Siswa.

121
Undas Vol 15, Nomor 2, Desember 2019: 107—122

Tim Penyusun. (2017). Kamus besar bahasa


Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Yulianto, Agus, (2016). Legenda telaga


bidadari dan legenda Jaka Tarub
sebuah kajian struktural sastra
bandingan. Jurnal Undas 9(1), hlm.
79—90.

122

You might also like