You are on page 1of 100

PRAKTIKUM JURNAL REVIEW

NAMA : Lidya kurnia lestari


TINGKAT/SEMESTER : 3/6

Identitas Artikel penelitian : Saputra, W., & Nurrizka, R. H. (2012). Faktor demografi dan risiko gizi buruk dan gizi kurang. Makara
kesehatan, 16(2), 95-101.
No Bagian manuskrip Tertulis Syarat dan Ketentuan Hasil review
1 ABSTRAK Abstrak Penelitian ini  Latar belakang. Bagian ini Di bagian metode seharusnya ada
membahas masalah gizi buruk menjelaskan tentang fenomena kriteria inklusi /ekslusi.
dan gizi kurang pada tiga yang terjadi dan alasan
komunitas di Sumatera Barat, pengambilan topik.
yaitu komunitas perkotaan,  Tujuan. Bagian ini berisi tujuan
komunitas perikanan dan penelitian secara umum.
komunitas pertanian melalui  Metode. Bagian ini berisi: kata
studi terhadap 572 keluarga kunci dan database, kriteria
yang dipilih dengan inkulsi/ ekslusi.
menggunakan teknik purposive  Hasil dan diskusi. Tulislah hasil
random sampling. Hasil studi dari literatur yang telah
terhadap evaluasi status gizi direview dan dianalisis.
anak balita menunjukkan Ringkasan singkat kekuatan dan
implikasi (1) masih banyak keterbatasan bukti (misalnya
anak balita yang memiliki gizi ketidakkonsistenan,
buruk di Sumatera Barat ketidaktepatan,
dimana prevalensi gizi buruk ketidakkonsistenan bukti
sekitar 17,6 persen dan gizi pendukung atau konflik
kurang sekitar 14 persen, (2) lainnya).
kemiskinan dan tingkat  Simpulan dan saran. Tulislah
pendidikan orang tua implementasi hasil dari LR dan
merupakan faktor utama usulan bagi pihak terkait agar
penyebab balita menderita gizi bisa memanfaatkan hasil
buruk dan gizi kurang. Ini
menjadi kompleks ketika penelitian.
intervensi dari pemerintah  Kata Kunci. kata kunci terdiri
untuk kemiskinan sangat dari 3-5 kata/kosa kata.
lemah terutama pada
komunitas perikanan,
komunitas pertanian tradisional
dan komunitas perkotaan
sehingga tidak mampu
memberikan perubahan untuk
kesejahteraan masyarakat dan
menimbulkan masalah balita
gizi buruk dan gizi kurang.
Upaya sistematis diperlukan
untuk mengintegrasikan
program untuk mengatasi
kemiskinan dan program untuk
menyediakan makanan agar
dapat meminimalkan risiko
gizi buruk dan gizi kurang
dalam masyarakat.
Keywords: children, food,
malnutrition, poverty, welfare

2. Pendahuluan Sebagai salah satu negara dengan  Paragraph 1 dan 2 biasanya Sudah tercantum semua didalam
kompleksitas kependudukan yang mengenalkan pembaca kebidang penelitian tersebut.masalah yang diteliti
sangat beraneka ragam, Indonesia masalah yang diteliti secara umum. secaraumum ada,menjelaskan yang lebih
dihadapi oleh dinamika persoalan  Paragraph selanjutnya menjelaskan spesifik juga ada, dan pertanyaan
gizi buruk. Walaupun proses lebih spesifik. eksperimental juga ada.
pembangunan di Indonesia telah  Terakhir pertanyaan eksperimental
mampu mengatasi persoalan ini, apa yang akan dijawab oleh sebuah
tetapi dilihat dari kecenderungan penelitian dan bagaimana
data statistik, masih banyak melakukannya.
persoalan yang perlu diselesaikan
terutama yang menyangkut
persoalan balita gizi kurang.
Secara bertahap, sebenarnya
Indonesia telah mampu
menurunkan prevalensi balita gizi
kurang. Selama dua dasawarsa
terakhir, Indonesia berhasil
menurunkan prevalensi balita gizi
kurang dari 31 persen pada tahun
1989 menjadi 18,4 persen persen
pada tahun 2007.
Ini menunjukkan bahwa proses
pencapaian target MDGs
secara bertahap dapat dilakukan
oleh Indonesia. Tetapi,
masih terdapat beberapa
persoalan penting yang menjadi
kendala dalam pengurangan
prevalensi balita gizi kurang di
Indonesia ertama, terdapat
disparitas prevalensi balita gizi
kurang antar provinsi.Ini
menunjukkan bahwa secara
nasional masih terdapat
persoalan-persoalan balita gizi
kurang di Indonesia. Jika
dibandingkan prevalensi balita
gizi kurang di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta mencapai
10,9 persen sedangkan di Provinsi
Nusa Tenggara Timur masih
sekitar 33,6 persen. Ini
menunjukkan perbedaan yang
sangat jauh.Implikasinya, ke
depan akan menimbulkan
semakin besarnya ketimpangan
pembangunan manusia antar
provinsi di Indonesia. Kedua,
terdapat juga kesenjangan antar
daerah perkotaan dengan
perdesaan. Angka balita gizi
kurang di perkotaan mencapai
15,9 persen lebih rendah
dibanding di daerah perdesaan
yang mencapai 20,4 persen.
Ketiga, terdapat juga disparitas
antar kelompok sosial ekonomi.
Ini menjadi focus utama dalam
persoalan gizi buruk di Indonesia
dimana pendapatan, pendidikan,
dan pekerjaan orang tua
mempengaruhi perbandingan
prevalensi gizi buruk. Persoalan
ini akan mudah dipahami ketika
pengambil kebijakan mengetahui
karakteristik dari rumah tangga
yang memiliki anak penderita gizi
buruk. Mengetahui informasi ini
sangat penting dalam upaya
mengatasi permasalah gizi buruk
di Indonesia. Pertama,
karakteristik rumah tangga akan
memudahkan
penangganan terhadap penderita
gizi buruk. Dengan mengetahui
pada level mana risiko terbesar
bagi
penderita gizi buruk maka pola
penangganannya akan cepat
dilakukan.Kedua, karakteristik
rumah tangga memberikan
kemudahaan bagi cara mengambil
tindakan terhadap masalah gizi
buruk. Seperti ketika seorang
balita terindikasi penderita gizi
buruk dan informasi yang ada
bahwa balita ini memiliki orang
tua dengan pendapatan rendah
maka pendekatan kesejahteraan
merupakan langkah utama untuk
mengatasi persoalan ini. Ketiga,
mengelompokan rumah tangga
dengan risiko terbesar penderita
gizi buruk. Ini akan memudahkan
dalam melihat penangganann
secara lebih makro. Tulisan ini
akan membahas model pengaruh
demografi terhadap risiko anak
balita menderita gizi buruk di tiga
komunitas di Sumatera Barat.
Sumatera Barat yang merupakan
provinsi basis pangan di kawasan
Sumatera seharusnya merupakan
daerah yang memiliki prevalensi
penderita gizi buruk yang lebih
rendah. Ironisnya, data tahun
2007 menunjukkan, prevalensi
anak dengan gizi buruk masih
sekitar 20,2 persen; di atas rata-
rata nasional sebesar 18,4 persen.
Hal ini menimbulkan pertanyaan
apakah ada pengaruh kondisi
demografi?
Diharapkan dengan mengetahui
karakteristik demografi, maka
pola penangganan masalah gizi
buruk dapat dibuat.
3. Metode Pengumpulan data primer. 1. Informasikan secara ringkas Belum menyebutkan bahan ataupn alat
Kajian ini mengunakan data mengenai bagaimana penelitian itu yang digunakan dalam penelitian tersebut,
mikro melalui studi lapangan dilakukan. Uraian disajikan dalam tetapi sudah tercantum apa saja yang
yang dilaksanakan pada tahun beberapa paragraf tanpa subbagian. ingin di diperiksa pada sampel tersebut.
Hanya hal-hal yang pokok saja
2010 pada tiga komunitas di
yang disajikan. Uraian rinci
Sumatera Barat. Jumlah tentang rancangan penlitian tidak
sampel ditetapkan sebanyak perlu diberikan.
572 yang akan merefleksikan 2. Materi pokok bagian ini adalah apa
situasi rumah tangga di jenis penelitiannya, siapa
Sumatera Barat yang pupolasinya dan bagaimana
bercirikan masyarakat nelayan, penarikan/pemilihan sampelnya,
masyarakat pertanian dan bagaimana data dikumpulkan,
perkebunan, dan masyarakat siapa sumber data, dan bagaimana
perkotaan. Daerah yang data dianalisis.
representatif pada setiap 3. Penelitian yang menggunakan alat
dan bahan perlu ditulis spesifikasi
kabupaten/kota dipilih untuk
alat dan bahannya.
mewakili ketiga jenis 4. Untuk penelitian kualitatif perlu
masyarakat ini. Sample dipilih ditambahkan perincian mengenai
secara acak. Kemudian, kehadiran peneliti, subjek penelitan
penarikan sampel dilakukan dan informan beserta cara-cara
secara sytematical random mengambil data penelitian, lokasi
sampling dari interval sampel penelitian dan lama penelitian.
yang ditentukan sesuai dengan Selain itu juga diberikan uraian
jumlah rumah tangga yang ada. mengenai pengecekan keabsahan
Menghitung status gizi balita. hasil penelitian.
Untuk menilai status gizi balita
digunakan indek antopometri,
yaitu berdasarkan berat badan
menurut umur (BB/U) dengan
baku rujukan WHO-NCHS
yang disajikan dalam versi
skor simpang baku. Status gizi
dikatakan kurang apabila
BB/U –2 SD, sedangkan status
gizi dikatakan normal apabila –
2 SD ≤BB/U≤ +2SD. Status
gizi dikatakan buruk apabila
BB/U kurang dari –3 SD.
Analisis karakteristik risiko
gizi buruk (regresi logistik).
Analisis karakteristik penderita
gizi buruk dilakukan untuk
melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi munculnya
risiko gizi buruk di dalam
komunitas yang akan dikaji.
Mengingat variabel terikat
yang digunakan merupakan
variabel dikotomis, yaitu anak
balita yang memiliki gizi buruk
dan anak balita yang memiliki
gizi baik, maka digunakan
model regresi logistik. Model
logistik pada dasarnya
digunakan untuk melihat
probabilitas terjadinya sutau
keadaan dengan
memperhitungkan faktor-
faktor lain yang ada dalam
model. Dengan demikian,
model tersebut cukup memadai
digunakan dalam penelitian ini,
khususnya untuk melihat
probalitas munculnya gizi
buruk berdasarkan beberapa
variabel yang diduga
mempengaruhinya.
Sesungguhnya model logistik
bukanlah satu-satunya model
regresi yang dapat dibentuk
berdasarkan variabel terikat
dikotomis, tetapi juga dapat
digunakan model probit atau
model normit. Perbedaan
model tersebut terletak pada
fungsi distribusi atau
cumulative distribution
function (CDF) yang
digunakan dalam model, di
mana model logistik mengikuti
CDF logistik, sedangkan
model probit mengikuti CDF
normal. 15 Dipilihnya model
logistik pada penelitian ini
tidak melalui pengkajian
teoretis secara mendalam
untuk mendapatkan CDF yang
tepat guna menganalisis
sifatsifat variabel terikat,
melainkan didasarkan pada
pendapat bahwa model logistik
lebih mudah untuk
diinterpretasikan.
4. Hasil Hasil dari studi mikro terhadap 1. Hasil harus disajikan dalam urutan Sudah ada apa yang harus ada di bagian
penilaian status gizi balita yang sistematis, logis, dan tanpa hasil.
melihatkan implikasi tersebut. ada interpretasi.
Faktor kemiskinan dan 2. Hindari data yang tidak relevan
3. Sajikan data dalam bentuk gambar
rendahnya tingkat pendidikan
atau tabel yang mudah dimengerti
orang tua merupakan faktor 4. Format hasil penelitian dan
utama dalam risiko balita pembahasan tidak dipisahkan,
menderita gizi buruk dan gizi mengingat jumlah halaman yang
kurang. Polemiknya justru tersedia bagi penulis terbatas.
bertambah rumit ketika 5. Manuskrip ditulis dengan
intervensi pemerintah terhadap kerapatan baris 1,5 spasi, huruf
kemiskinan masih lemah Cambria 12
sehingga kantong-kantong 6. Hasil penelitian dapat disajikan
kemiskinan terutama yang dengan dukungan tabel, grafik atau
terjadi pada komunitas gambar sesuai kebutuhan, untuk
memperjelas penyajian hasil secara
nelayan, perkotaan dan
verbal.
pertanian tradisional belum 7. Judul tabel dan grafik atau
mampu memberikan keterangan gambar disusun dalam
perubahan terhadap bentuk frase (bukan kalimat)
kesejahteraan masyarakat secara ringkas.
berimplikasi besar terhadap 8. Keterangan gambar/grafik
munculnya kasus gizi buruk diletakkan di bawah gambar/grafik
dan gizi kurang pada balita. tersebut, sedangkan judul tabel
Perlu strategi khusus dalam diletakkan di atasnya. Judul
menangani persoalan gizi ini. diawali dengan huruf kapital.
Pertama, pendekatan 9. Jangan mengulang menulis angka-
angka yang telah tercantum dalam
kesejahteraan rumah tangga
tabel di dalam teks pembahasan.
menjadi poin penting untuk Jika akan menekankan hasil yang
mengatasi gizi kurang pada diperoleh sebaiknya sajikan dalam
balita. Dimana risiko bentuk lain, misalnya persentase
kemiskinan terhadap gizi atau selisih. Untuk menunjukkan
angka yang dimaksud, rujuk saja
kurang pada balita cukup
tabel yang memuat angka tersebut.
besar. Perlu sentuhan terhadap
program kemiskinan yang
berkaitan langsung dengan
peningkatan gizi balita
terutama di kantong-kantong
kemiskinan seperti nelayan,
pertanian dan perkotaan.
Program ini dapat melalui
peningkatan pendapatan rumah
tangga yang akhirnya berujung
kepada perbaikan asupan gizi
balita. Kedua, pelayanan
kesehatan pada level Posyandu
perlu intensif dilakukan
terutama pelayanan terhadap
perbaikan gizi balita.
Pemberian makanan tambahan
pada balita merupakan hal
terbaik untuk meningkatan gizi
balita. Ketiga, ditemukan
lemahnya pengetahuan orang
tua terhadap persoalan gizi
ditemukan dalam studi ini.
Untuk itu sosialisasi gizi perlu
diintensifkan agar setiap
keluarga dapat paham
mengenai gizi tersebut.
Keempat, program-program
bantuan untuk masyarakat
miskin perlu diintensifkan
terutama melakukan
diversifikasi bantuan bukan
saja terhadap karbohidrat tapi
juga mencangkup protein dan
vitamin. Strategi ini akan
efektif bila secara makro,
perekonomian nasional dapat
ditingkatkan dan kesejahteraan
serta pendidikan masyarakat
juga lebih dikembangkan
sehingga angka balita gizi
kurang di Indonesia dan
Sumatera Barat menjadi lebih
kecil.
5. Kesimpulan Dari implikasi diatas dapat Kesimpulan Kesimpulan terlalu panjang karena
disimpulkan bahwa persoalan gizi 1. Sederhana, singkat dan jelas(ditulis didalam kesimpulan hanya menuliskan
dalam masyarakat memiliki sepanjang satu paragraph dalam simpulan sepanjang satu paragraph.
multidimensi faktor yang menjadi bentuk esai) Saran didalam penelitian ini belum ada
penyebab munculnya kasus-kasus 2. Pesan dapat tersampaikan dan harus ditambahkan sarannya.
gizi buruk dan gizi kurang di 3. Berisi intisari dari tulisan
Indonesia. Pangan merupakan 4. Dimulai dari hal khusus menjadi
salah satu bagian yang sangat hal yang umum
penting dan menjadi penyebab 5. Menggunakan kosakata baku
munculnya persoalan gizi. Gizi 6. Dapat bergabung dengan kalimat
kurang dipengaruhi oleh utama
kurangnya asupan terhadap 7. Dapat berupa hubungan sebab
pangan baik segi kuantitas akibat
maupun dari segi kualitas. Tapi 8. Dibuat berdasarkan kata kunci
ini tidak mutlak menyebabkan pada kalimat penjelas dan ide
terjadinya kasus gizi buruk dan pokok.
gizi kurang. Saran
Ada dua aspek langsung yang
saling mempengaruhi persoalan 1. Saran ditulis tidak terlalu
gizi. Pertama, kekurangan pangan panjang(maksimal 200 kata).
seperti uraian diatas. Kedua, 2. Memuat harapan penulis.
pengaruh dari infeksi penyakit. 3. Berisi rekomendasi.
Dimana faktor ini saling timbul
balik. Dari faktor tersebut,
sebenarnya persoalan gizi kurang
merupakan sebuah implikasi dari
masih lemahnya sistem pelayanan
kesehatan, pola asuh orang tua
terhadap anak yang kurang
memberikan perhatian dalam
tumbuh kembangnya anak dan
stok asupan makanan dalam
rumah tangga. Ini merupakan
persoalan klasik yang berpangkal
pada persoalan kemiskinan,
rendahnya pendidikan masyarakat
dan kurang keterampilan dalam
menjalani kehidupan (life skill).
Ketika ini terjadi dalam sebuah
kasus yang kompleks, dimana
semua faktor saling
mempengaruhi maka persoalan-
persoalan gizi akan terus
berkembang.
Hasil dari studi mikro terhadap
penilaian status gizi balita
melihatkan implikasi tersebut.
Faktor kemiskinan dan rendahnya
tingkat pendidikan orang tua
merupakan faktor utama dalam
risiko balita menderita gizi buruk
dan gizi kurang. Polemiknya
justru bertambah rumit ketika
intervensi pemerintah terhadap
kemiskinan masih lemah sehingga
kantong-kantong kemiskinan
terutama yang terjadi pada
komunitas nelayan, perkotaan dan
pertanian tradisional belum
mampu memberikan perubahan
terhadap kesejahteraan
masyarakat berimplikasi besar
terhadap munculnya kasus gizi
buruk dan gizi kurang pada balita.
Perlu strategi khusus dalam
menangani persoalan gizi ini.
Pertama, pendekatan
kesejahteraan rumah tangga
menjadi poin penting untuk
mengatasi gizi kurang pada balita.
Dimana risiko kemiskinan
terhadap gizi kurang pada balita
cukup besar. Perlu sentuhan
terhadap program kemiskinan
yang berkaitan langsung dengan
peningkatan gizi balita terutama
di kantong-kantong kemiskinan
seperti nelayan, pertanian dan
perkotaan. Program ini dapat
melalui peningkatan pendapatan
rumah tangga yang akhirnya
berujung kepada perbaikan
asupan gizi balita. Kedua,
pelayanan kesehatan pada level
Posyandu perlu intensif dilakukan
terutama pelayanan terhadap
perbaikan gizi balita. Pemberian
makanan tambahan pada balita
merupakan hal terbaik untuk
meningkatan gizi balita. Ketiga,
ditemukan lemahnya pengetahuan
orang tua terhadap persoalan gizi
ditemukan dalam studi ini. Untuk
itu sosialisasi gizi perlu
diintensifkan agar setiap keluarga
dapat paham mengenai gizi
tersebut.
Keempat, program-program
bantuan untuk masyarakat miskin
perlu diintensifkan terutama
melakukan diversifikasi bantuan
bukan saja terhadap karbohidrat
tapi juga mencangkup protein dan
vitamin. Strategi ini akan efektif
bila secara makro, perekonomian
nasional. dapat ditingkatkan dan
kesejahteraan serta pendidikan
masyarakat juga lebih
dikembangkan sehingga angka
balita gizi kurang di Indonesia
dan Sumatera Barat menjadi lebih
kecil.
6. Daftar pustaka 1. UNICEF, Achieving MDGs • Urutan penulisan daftar pustaka Urutan penulisan daftar pustaka belum
through RPJMN. Nutrition adalah nama, tahun terbit, judul, terurut seperti syarat dan ketentuannya.
Workshop, Jakarta: Bappenas; lokasi penerbitan, nama penerbit.
2009. • Masing-masing bagian dipisah
2. Asian Development Bank. dengan tanda titik (.).
Draft design and monitoring • Ada pengecualian untuk lokasi
framework: Project number penerbit dengan nama penerbit,
38117: Nutrition improvement dimana keduanya dipisah dengan
through community tanda titik dua (:).
empowerment. Manila: Asian • Gelar akademik, agama, dll dari
Development Bank; 2006. penulis tidak perlu dicantumkan.
3. Aries M, Martianto D. Estimasi • Judul karya tulis ditulis
kerugian ekonomi akibat status menggunakan huruf miring,
gizi buruk dan biaya kecuali judul artikel.
penanggulangannya pada balita di • Jika artikelnya berbahasa Inggris
berbagai provinsi di Indonesia. maka ditulis
Jurnal Gizi dan Pangan. dengan huruf miring.
2006;1(2):26-33. • Daftar pustaka diurutkan
4. Bappenas, Peta jalan berdasarkan alfabet.
percepatan pencapaian tujuan
pembangunan milenium di
Indonesia. Jakarta: Badan
Perencanaan Pembangunan
Nasional; 2010.
5. Bappenas. Laporan
pembangunan manusia Indonesia
tahun 2007. Jakarta: Badan
Perencanaan Pembangunan
Nasional; 2007.
6. Departemen Gizi dan
Kesehatan FKM UI. Gizi dan
Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Rajawali Press; 2007.
7. Widya Karya Nasional Pangan
dan Gizi. Ketahanan pangan dan
gizi di era otonomi daerah dan
globalisasi. Program dan Abstrak.
Jakarta, Indonesia: LIPI; 2004.
8. Hasan Y, Saputra W.
Ketahanan pangan dan
kemiskinan: Implementasi dan
kebijakan penyesuaian. Jurnal
Ipteks Terapan. 2008;2(1):146-
168
9. Supariasa, IDN, Bakri B, Pajar
I. Penilaian status gizi. Jakarta:
EGC Penerbit Buku Kedokteran;
2002. 10. Marut UD. Aspek sosial
ekonomi dan kaitannya dengan
masalah gizi kurang di Kabupaten
Manggarai, Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Gizi dan Pangan.
2007; 2(3):36-43.
11. Saputra W, Zein A, Yulius Y,
Junaidi, Azkha N. Penelitian dan
Pengkajian Indeks Pembangunan
Manusia di Pasaman Barat.
Padang: Bappeda Pasaman Barat;
2007.
12. Ghassemi H, Zeitlin M,
Mansour M. Positive deviance in
child nutrition (with emphasis on
psychosocial and behavioral
aspects and implication for
development). Tokyo: United
Nations University Press; 1990.
13. Kementerian Kesehatan. Riset
kesehatan dasar 2007. Jakarta:
Balai Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan; 2009.
14. Das S, Rahman RM.
Application of ordinal logistic
regression analysis in determining
risk factors of child malnutrition
in Bangladesh. Nutrition Journal.
2011;10:124. 15. Nachrowi &
Usman. Analisis regresi logistic
dengan aplikasi SPSS. Jakarta:
Penerbit Rajawali Pers; 2002.
16. Mudjajanto ES, Sukandar D.
Food consumption and nutritional
status of breastfeeding mothers
and infants. Jurnal Gizi dan
Pangan. 2007;2(2):13-25.
17. Riyadi H, Anwar F. Food
consumption and nutritional
status of children participating at
Posyandu program in Cianjur
regency. Jurnal Gizi dan Pangan.
2007;2(2):1-12.
18. Pujiyanti S. Pengaruh
pemberian air susu ibu (ASI),
konsumsi zat gizi, dan
kelengkapan kartu menuju sehat
(KMS) terhadap status gizi bayi.
Jurnal Gizi dan Pangan.
2008;3(1):7-11.

NAMA : Lidya kurnia lestari


TINGKAT/SEMESTER : 3/6
Identitas Artikel penelitian : Sartika, R. A. D. (2010). Analisis pemanfaatan program pelayanan kesehatan status gizi balita. Kesmas: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional (National Public Health Journal), 5(2), 90-96.

No Bagian manuskrip Tertulis Syarat dan Ketentuan Hasil review


1 ABSTRAK Gizi merupakan faktor  Latar belakang. Bagian ini Masih ada kalimat pengertian,seharusnya
determinan utama yang menjelaskan tentang fenomena tidak usah dimasukan kedalam
berhubungan dengan kualitas yang terjadi dan alasan abstrak,masih menuliskan referensi buku,
sumber daya manusia. Anak-anak pengambilan topik.
berusia kurang dari lima tahun  Tujuan. Bagian ini berisi tujuan
adalah kelompok rentan untuk penelitian secara umum.
masalah gizi dan kesehatan.  Metode. Bagian ini berisi: kata
Tujuan penelitian ini kunci dan database, kriteria inkulsi/
mendapatkan faktor status gizi ekslusi.
yang paling dominan anak usia  Hasil dan diskusi. Tulislah hasil
dibawah lima tahun. Penelitian ini dari literatur yang telah direview
dilakukan terhadap sumber data dan dianalisis. Ringkasan singkat
sekunder data riset kesehatan kekuatan dan keterbatasan bukti
dasar (Riskesdas) tahun 2007. (misalnya ketidakkonsistenan,
Penelitian ini menggunakan ketidaktepatan, ketidakkonsistenan
metode analisis multivariat untuk bukti pendukung atau konflik
menilai berbagai faktor risiko lainnya).
yang berhubungan dengan status  Simpulan dan saran. Tulislah
nutrisi. Mengunakan berat badan implementasi hasil dari LR dan
untuk umur, faktor risiko paling usulan bagi pihak terkait agar bisa
dominan adalah diare setelah memanfaatkan hasil penelitian.
dikontrol dengan sumber air  Kata Kunci. kata kunci terdiri dari
minum, ketersediaan latrine, 3-5 kata/kosa kata.
status sosioekonomi, ukuran kelu
arga , gender, pemanfaatan
pelayanan kesehatan, penyakit
saluran napas, pekerjaan ibu dan
waktu pemberian air susu ibu
sampai dua tahun. Menggunakan
tinggi untuk tinggi badan faktor
risiko dominan adalah
ketersediaan latrines setelah
dikendalikan oleh perilaku cuci
tangan, status sosial ekonomi,
sumber air minum, durasi
pemberian ASI sampai dua tahun.
Untuk mengatasi masalah gizi
pada anak usia di bawah lima
tahun dibutuhkan kebijakan yang
terfokus memulihkan
pertumbuhan dan status kesehatan
anak usia di bawah lima tahun
dengan korelasi antara program
gizi dan program lain, seperti
kesehatan lingkungan dan
imunisasi. Selain itu, pemerintah
harus mengatur peranan posyandu
sebagai fasilitas yang membantu
pemerintah untuk meningkatkan
status kesehatan masyarakat
Kata kunci: Akses pelayanan
kesehatan, balita, status gizi,
malnutrisi

2. Pendahuluan Memasuki era globalisasi,  Paragraph 1 dan 2 biasanya Sudah tercantum semua didalam
Indonesia menghadapi tan- tangan mengenalkan pembaca kebidang penelitian tersebut.masalah yang diteliti
besar karena harus bersaing masalah yang diteliti secara umum. secaraumum ada,menjelaskan yang lebih
dengan negaranegara  Paragraph selanjutnya menjelaskan spesifik juga ada, dan pertanyaan
lain. Untuk menghadapi tantangan lebih spesifik. eksperimental juga ada.
tersebut dibutuhkan sumber daya Terakhir pertanyaan eksperimental
manusia (SDM) yang berkualitas. apa yang akan dijawab oleh sebuah
Banyak faktor yang perlu penelitian dan bagaimana
diperhatikan untuk menciptakan melakukannya.
SDM yang berkualitas antara lain,
faktor pangan (unsur gizi),
kesehatan, pendidikan dan lain-
lain. Seseorang
tidak akan bisa hidup sehat jika
kekurangan gizi, karena mudah
terserang penyakit. Prevalensi gizi
buruk pada tahun 2004 sebesar
7,53% dan meningkat menjadi adi
8,80% pada tahun 2005. Pada
tahun 2000 prevalensi gizi buruk
pada anak usia 12-13 bulan
sebesar 9,80%;
dan meningkat menjadi 10,90%
(tahun 2005). Prevalensi gizi
kurang (<-2 SD) berdasarkan
berat badan/usia (BB/U) sebesar
27,30% pada tahun 2002 menjadi
27,50% pada tahun 2003 dan
menjadi 28,00%
pada tahun 2005. Gangguan
pertumbuhan dini disebabkan
kekurangan gizi pada masa janin,
pemberian air susu ibu (ASI)
eksklusif yang kurang tepat,
terlalu dini memberikan makanan
pendamping (MP) ASI dan
pemberian MP-ASI yang tidak
mencukupi (energy dan zat gizi
mikro), terutama zat gizi besi dan
seng. Gangguan pertumbuhan
dapat
terjadi dalam waktu singkat atau
waktu lama. Gangguan
pertumbuhan
akut sering terjadi pada perubahan
berat badan sebagai akibat
menurunnya nafsu makan, sakit
misalnya diare dan saluran
pernapasan atau karena tidak
cukup konsumsi makanan.
Sedangkan, gangguan
pertumbuhan
kronis dapat terlihat pada
hambatan pertambahan tinggi
badan. Faktor langsung penyebab
gizi kurang
adalah asupan gizi yang rendah
dan penyakit infeksi, sedangkan
faktor tidak langsung adalah
persediaan pangan, pola asuh,
sanitasi, sumber air bersih dan
pelayanan kesehatan. Akar
masalah dari semua itu adalah
krisis ekonomi, politik, dan sosial.
Penyakit infeksi
merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh dalam proses
pertumbuhan anak. Masa anak-
anak umur 6-36 bulan adalah
masa berisiko terjadinya infeksi
selain
masa pertumbuhan. Peralihan dari
ASI ke MP-ASI merupakan salah
satu faktor penyebab penurunan
berat badan dan status gizi anak.
Periode dua tahun pertama
merupakan masa emas untuk
pertumbuhan dan perkembangan
otak yang optimal. Hasil beberapa
penelitian di Indonesia
menunjukkan Prevalensi gizi
kurang pada kelompok umur di
bawah dua tahun (baduta) yang
tinggi. Sebagai upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat
(UKBM), kegiatan Posyandu
yang paling memasyarakat
dewasa ini adalah dengan lima (5)
program pokok prioritas
mencakup (keluarga berencana)
KB, kesehatan ibu dan anak
(KIA), Gizi, imunisasi, dan
penanggulangan diare. Pertanyaan
yang sering timbul adalah banyak
kegiatan/program yang telah
dilaksanakan, tetapi belum
memperlihatkan hasil maksimal?
Hal ini ditandai dengan prevalensi
gizi kurang yang masih tinggi dan
muncul kasus gizi lebih. Apakah
program yang dijalankan sudah
sesuai dengan kebijakan
dan pedoman yang telah
ditetapkan? Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui hubungan
antara pemanfaatan program
pelayanan kesehatan dan faktor
lainnya
terhadap status gizi balita (usia 0-
59 bulan).

3. Metode Desain penelitian yang 1. Informasikan secara ringkas Dalam metode penelitian ini sudah
digunakan adalah desain studi mengenai bagaimana penelitian itu lengkap menjelaskan apa yang harus ada
potong lintang (cross sectional) dilakukan. Uraian disajikan dalam didalam metode penelitian.
dengan populasi balita berusia beberapa paragraf tanpa subbagian.
0-59 bulan. Data yang Hanya hal-hal yang pokok saja
dikumpulkan dengan metoda yang disajikan. Uraian rinci
wawancara langsung meliputi tentang rancangan penlitian tidak
perlu diberikan.
variabel terikat: status gizi.
2. Materi pokok bagian ini adalah apa
Variabel bebas meliputi akses jenis penelitiannya, siapa
pelayanan kesehatan (jarak pupolasinya dan bagaimana
tempuh, waktu tempuh, dan penarikan/pemilihan sampelnya,
fasilitas), pemanfaatan bagaimana data dikumpulkan,
pelayanan kesehatan siapa sumber data, dan bagaimana
(penimbangan, penyuluhan, data dianalisis.
imunisasi, pelayanan KIA, KB, 3. Penelitian yang menggunakan alat
pengobatan, pemberian dan bahan perlu ditulis spesifikasi
makanan tambahan (PMT), alat dan bahannya.
suplementasi gizi, karakteristik 4. Untuk penelitian kualitatif perlu
ditambahkan perincian mengenai
balita (umur, jenis kelamin,
kehadiran peneliti, subjek penelitan
pemberian ASI eksklusif, dan informan beserta cara-cara
pemberian ASI sampai 2 tahun, mengambil data penelitian, lokasi
MP-ASI dan penyakit infeksi), penelitian dan lama penelitian.
karakteristik keluarga (jumlah Selain itu juga diberikan uraian
anggota keluarga, status mengenai pengecekan keabsahan
perkawinan, pendidikan, hasil penelitian.
pekerjaan, status sosial
ekonomi, dan status merokok
ibu) dan pola hidup bersih dan
sehat (kebiasaan cuci tangan,
sumber air bersih, dan
ketersediaan jamban). Besar
sampel tingkat nasional,
propinsi, dan kabupaten untuk
blok sensus (BS) dan RT
(rumah tangga) untuk data
kesehatan masyarakat sekitar
280.000 RT. Kerangka
pengambilan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah kerangka sampel
SUSENAS tahun 2007.
Pemilihan sampel dilakukan
secara bertahap yaitu
pemilihan BS secara
Probability Proportional to
Size (PPS) dengan ukuran
adalah banyaknya rumah
tangga hasil pendataan di
setiap BS menurut hasil P4B
(Pendaftaran Pemilih dan
Pendataan Penduduk
Berkelanjutan Pemilu 2004).
Berdasarkan BS terpilih,
dipilih 16 rumah tangga (RT)
secara Linear Systematic
Sampling. Berat badan diukur
dengan timbangan berat badan
digital merek AND dengan
ketelitian 50 gram dan
tinggi/panjang badan dengan
alat ukur microtoise/length
measuring board dengan
ketelitian 0,1 cm. Hasil
pengukuran kemudian
diterjemahkan ke dalam Z skor
berdasarkan indeks
antropometri berat badan/usia
(BB/U), tinggi badan/usia
(TB/U), dan berat badan/tinggi
badan (BB/TB). Status gizi
balita dikelompokkan menurut
klasifikasi WHO.3 Standar Z
skor balita berdasarkan BB/U
adalah: berat badan sangat
rendah (Zskor <-3,0), rendah
(Z-skor >=-3,0 s/d Z-skor <-
2,0), normal (Z-skor >=-2,0 s/d
Z-skor <=2,0), berat badan
lebih (Z-skor >2,0 s/d Z-skor
<=3,0) dan gemuk (Z-skor
>3,0). Berdasarkan TB/U
meliputi tinggi badan sangat
pendek (Z-skor <-3), pendek
(Z-skor >=-3,0 s/d Z-skor <-
2,0), normal (Z-skor >=-2,0 s/d
Z-skor <=2,0), tinggi (Z-skor
>2,0 s/d Z-skor <=3,0) dan
sangat tinggi (Z-skor >3,0).
Sedangkan, menurut BB/TB
adalah sangat wasted (<-3 Z-
skor), wasted (Z-skor>=-3,0
s/d Z-skor <-2,0), normal (Z-
skor >=-2,0 s/d Z-skor <=2,0),
berlebihan (Zskor >2,0 s/d Z-
skor <=3,0) dan gemuk (Z-skor
>3,0).
4. Hasil Sejumlah 74.598 balita, diperoleh 1. Hasil harus disajikan dalam urutan yang Di dalam hasil sudah lengkap karena
proporsi balita lakilaki (50,90%), sistematis, logis, dan tanpa ada interpretasi. sudah ada semua yang harus ada di hasil.
balita yang diberikan ASI 2. Hindari data yang tidak relevan
eksklusif (16,20%), lama 3. Sajikan data dalam bentuk gambar atau
pemberian ASI yang tepat tabel yang mudah dimengerti
(30,60%), pemberian MP-ASI 4. Format hasil penelitian dan pembahasan
tepat (6,90%). Jika dilihat dari tidak dipisahkan, mengingat jumlah
penyakit yang diderita balita halaman yang tersedia bagi penulis
dalam satu (1) bulan ter-akhir terbatas.
diperoleh prevalens penyakit 5. Manuskrip ditulis dengan kerapatan
infeksi saluran pernapasan akut baris 1,5 spasi, huruf Cambria 12
(ISPA) 32,20%, diare 6,10% dan 6. Hasil penelitian dapat disajikan dengan
campak 1,10%. Sebagian besar dukungan tabel, grafik atau gambar sesuai
ibu tidak memiliki kebiasaan kebutuhan, untuk memperjelas penyajian
mencuci tangan (70,70%), hasil secara verbal.
memiliki sumber air terlindung 7. Judul tabel dan grafik atau keterangan
(71,30%) dan memiliki jamban gambar disusun dalam bentuk frase (bukan
(68,30%). Berdasarkan sebaran kalimat) secara ringkas.
usia balita terhadap status gizi, 8. Keterangan gambar/grafik diletakkan di
terlihat bahwa kejadian stunted bawah gambar/grafik tersebut, sedangkan
mengalami peningkatan mulai judul tabel diletakkan di atasnya. Judul
kelompok bayi usia 0-6 bulan diawali dengan huruf kapital.
hingga balita kelompok usia 13- 9. Jangan mengulang menulis angka-angka
23 bulan. Sedangkan, pada berat yang telah tercantum dalam tabel di dalam
badan rendah, peningkatan teks pembahasan. Jika akan menekankan
proporsi terjadi hingga usia balita hasil yang diperoleh sebaiknya sajikan
mencapai 36-59 bulan. Proporsi dalam bentuk lain, misalnya persentase
kejadian wasted meningkat mulai atau selisih. Untuk menunjukkan angka
kelompok bayi usia 0-6 bulan yang dimaksud, rujuk saja tabel yang
hingga 24-35 bulan (Lihat Tabel memuat angka tersebut.
1). Untuk analisis selanjutnya,
status gizi anak balita
dikelompokkan berdasarkan
berdasarkan indikator BB/U,
TB/U dan BB/TB status gizi
dibagi menjadi malnutrisi (under
nutrition dan over nutrition) dan
status gizi normal.
Indikator Berat Badan Menurut
Umur Proporsi malnutrisi lebih
banyak terjadi pada balita yang
berumur lebih tua, laki-laki,
pemberian MP-ASI tidak tepat
waktu serta yang menderita
penyakit ISPA, diare dan campak
(p=0,000). Kejadian malnutrisi
pada balita berhubungan dengan
variabel akses (jarak, waktu dan
ketersediaan alat transportasi,
pemanfaatan pelayanan
kesehatan), variabel perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS)
(kebiasaan mencuci tangan,
sumber air minum dan
ketersediaan jamban) dan
karakteristik keluarga (jumlah
anggota keluarga, status sosial
ekonomi dan pendidikan ibu)
dengan nilai p=0,000. Hasil
analisis multivariat menunjukkan
bahwa faktor risiko yang paling
berhubungan dengan status gizi
balita (BB/U) adalah penyakit
diare setelah dikontrol oleh
sumber air minum, ketersediaan
jamban, status sosial ekonomi,
jumlah anggota keluarga, jenis
kelamin, pemanfaatan pelayanan
kesehatan, penyakit ISPA,
pekerjaan ibu, dan lama
pemberian ASI sampai 2 tahun.
Indikator Tinggi Badan Menurut
Umur.Malnutrisi lebih banyak
terjadi pada anak balita lakilaki,
lama pemberian ASI tidak tepat,
pemberian MP-ASI tidak tepat,
menderita penyakit diare dan
ISPA (p<0,05). Kejadian
malnutrisi berhubungan dengan
variabel akses (jarak, waktu, dan
ketersediaan alat transportasi),
variabel PHBS (kebiasaan cuci
tangan, sumber air minum, dan
ketersediaan jamban) dan variabel
karakteristik keluarga (jumlah
anggota keluarga, status sosial
ekonomi, dan pendidikan ibu)
(p=0,000). Hasil yang menarik
adalah proporsi malnutrisi pada
balita dengan ibu status ‘cerai’
lebih tinggi dibandingkan dengan
ibu status ‘kawin’ (p=0,049).
Faktor risiko yang paling
berhubungan dengan status gizi
balita (TB/U) adalah ketersediaan
jamban setelah dikontrol oleh
kebiasaan cuci tangan, status
sosial ekonomi, sumber air
minum, lama pemberian ASI
sampai 2 tahun, penyakit diare,
jumlah anggota keluarga, dan
jenis kelamin.
Indikator Berat Badan Menurut
Tinggi Badan. Berbeda dengan
indikator BB/U dan TB/U, pada
indikator BB/TB proporsi
malnutrisi semakin sedikit pada
balita yang berumur lebih tua
(p=0,000). Proporsi malnutrisi
lebih banyak terjadi pada balita
laki-laki dan lama pemberian ASI
tidak tepat (p=0,000). Kejadian
malnutrisi berhubungan dengan
variabel akses (jarak, waktu, dan
ketersediaan alat transportasi),
variabel pemanfaatan pelayanan
kesehatan (yankes) dan PHBS
(kebiasaan cuci tangan dan
sumber air minum) (p=0,000).
Faktor risiko yang paling
dominan berhubungan dengan
status gizi balita (BB/TB) adalah
jenis kelamin setelah dikontrol
oleh umur, sumber air minum,
jarak, dan waktu menuju pos
pelayanan terpadu (posyandu),
pos kesehatan desa (poskesdes),
dan pos lintas desa (polindes),
variabel pemanfaatan pelayanan
kesehatan dan penyakit ISPA.
5. Kesimpulan Prevalensi gizi kurang (Z-skor <- 1. Sederhana, singkat dan jelas(ditulis Penulisan kesimpulan didalam penelitian
2,0) balita berdasarkan indikator sepanjang satu paragraph dalam ini sudah benar.
BB/U adalah 19,6%, prevalensi bentuk esai)
pendek (Z-skor <-2,0) menurut 2. Pesan dapat tersampaikan
TB/U adalah 38,2% dan kurus (Z- 3. Berisi intisari dari tulisan
skor <-2,0) menurut BB/TB 4. Dimulai dari hal khusus menjadi
adalah 14,8%. Hasil analisis hal yang umum
multivariat menunjukkan bahwa 5. Menggunakan kosakata baku
faktor risiko yang berhubungan 6. Dapat bergabung dengan kalimat
paling dominan dengan status gizi utama
balita (BB/U) adalah penyakit 7. Dapat berupa hubungan sebab
diare setelah dikontrol oleh akibat
sumber air minum, ketersediaan 8. Dibuat berdasarkan kata kunci
jamban, status sosial ekonomi, pada kalimat penjelas dan ide
jumlah anggota keluarga, jenis pokok.
kelamin, pemanfaatan pelayanan
kesehatan, penyakit ISPA,
pekerjaan ibu, dan lama
pemberian ASI sampai 2 tahun.
Sedangkan, variabel yang paling
dominan berhubungan dengan
malnutrisi menurut indikator
TB/U adalah ketersediaan jamban
setelah dikontrol oleh kebiasaan
cuci tangan, status sosial
ekonomi, sumber air minum, lama
pemberian ASI sampai 2 tahun,
penyakit diare, jumlah anggota
keluarga dan jenis kelamin.
Faktor risiko yang paling
dominan berhubungan dengan
status gizi balita (BB/TB) adalah
jenis kelamin setelah dikontrol
oleh umur, sumber air minum,
jarak, dan waktu menuju
posyandu, poskesdes, dan
polindes, variabel pemanfaatan
pelayanan kesehatan dan penyakit
ISPA.
6. Saran Dalam mengatasi masalah kurang 1. Saran ditulis tidak terlalu Dalam saran penelitian ini sudah
gizi sebaiknya kebijakan bertitik panjang(maksimal 200 kata). tercantum semua unsur-unsur yang harus
tolak kepada perbaikan status 2. Memuat harapan penulis. ada didalam saran.
pertumbuhan dan kesehatan balita 3. Berisi rekomendasi.
dengan mengaitkan program gizi
dengan program lainnya, seperti
kesehatan lingkungan termasuk
PHBS (penyediaan sarana air
bersih dan jamban keluarga),
program imunisasi dan program
perbaikan sarana transportasi.
Responden yang mengalami
kesulitan menuju pelayanan
kesehatan terdekat masih tinggi
dengan alasan jauh, tidak ada alat
transportasi, serta layanan tidak
lengkap, maka unit pelayanan
kesehatan perlu melakukan
kegiatan ‘jemput bola’ ke daerah-
daerah yang masih sulit
terjangkau serta revitalisasi peran
posyandu sebagai wadah yang
membantu pemerintah untuk
meningkatkan kesehatan
masyarakat.
7. Daftar pustaka 1. Departemen Kesehatan • Urutan penulisan daftar pustaka Urutan penulisan daftar pustaka belum
Republik Indonesia. Gizi dalam adalah nama, tahun terbit, judul, sesuai dengan syarat dan ketentuan
angka. Jakarta: Departemen lokasi penerbitan, nama penerbit. sepertiyang tertera di samping. Seperti
Kesehatan Republik Indonesia; • Masing-masing bagian dipisah penulisan tahun terbit yang berada di
2006. dengan tanda titik (.). akhir padahal tahun terbit ditulis setelah
2. Gibson RS. Principles of • Ada pengecualian untuk lokasi nama.
nutritional assessment. New penerbit dengan nama penerbit,
York: Oxford University Press; dimana keduanya dipisah dengan
2005. tanda titik dua (:).
3. World Health Organization. • Gelar akademik, agama, dll dari
WHO anthro 2005, beta version penulis tidak perlu dicantumkan.
Feb 17th, 2006: software for • Judul karya tulis ditulis
assessing growth and menggunakan huruf miring,
development of the world’s kecuali judul artikel.
children. Geneva: WHO; 2006. • Jika artikelnya berbahasa Inggris
4. Departemen Kesehatan maka ditulis dengan huruf miring.
Republik Indonesia. Riset • Daftar pustaka diurutkan
kesehatan dasar. Jakarta: berdasarkan alfabet.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia; 2007.
5. Beau J, Garenne M, Diop B,
Briend A. Diarrhea and
nutritional status as risk factors of
child mortality in a Dakar
hospital. J Tropical Pediatr.1987;
33: 4–9.
6. Martin-Prevel Y, Traissac P,
Delpeuch F, Maire B. Decreased
attendance at routine health
activities mediates deterioration
in nutritional status of young
African children under worsening
socioeconomic conditions. Int J
Epidemiol. 2001; 30: 493–500.
7. Suparman, Muslimatun S,
Abikusno N. Relationship
between healthcenter performance
and the nutritional status of
children in Bandung District,
West Java Province, Indonesia.
Food and Nutrition Bulletin.
2001; 1: 39-44.
8. Lestari W. Menjaga kesehatan
balita. Jakarta: Puspa Swara;1995.
9. Zeitlin M. Pola asuh gizi.
Widya Karya Pangan dan Gizi
VII. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia; 2001. 10.
Roesli U. Mengenal ASI
eksklusif. Seri 1. Jakarta: Trubus
Agriwidya; 2000.
11. Vogel A, Hutchinson BL,
Mitchell EA. Factors associated
with the duration of
breastfeeding. Acta Paediatr.
1999; 88: 1320-6.
12. World Health Organization.
The quantity and quality of breast
milk. Report on the WHO
Collaborative Study on Breast-
feeding. Geneva, Switzerland:
WHO;1985.
13. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Ibu rumah
tangga selalu memberikan air
susu ibu (ASI). Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal
Bina Kesehatan Masyarakat;
2003.
14. Dewey KG, Cohen RJ, Landa
RL, Brown KH. Effects of age of
introduction of complementary
foods on iron status of breast-fed
infants in Honduras. Am J Clin
Nutr. 1998; 67: 878–84.
15. Studdert LJ, Frongillo EA, Jr.,
Valois P. Household food
insecurity was prevalent in Java
during Indonesia’s economic
crisis. J Nutr. 2001; 131: 2685–
91. 16. Pelletier, DL, Frongillo E
A, Schroeder DG, Habicht JP.
The effects of malnutrition on
child mortality in developing
countries. Bull WHO.1995; 73:
443–8.
17. Brown KH. Diarrhea and
malnutrition. J Nutr. 2003; 133:
S328–32.
18. Semba RD, de Pee S, Sun K,
Sari M, Akhter N, Bloem MW.
Effect of parental formal
education on risk of child stunting
in Indonesia and Bangladesh: a
cross-sectional study. Lancet.
2008; 371: 322–8.
19. Schultink W. Past trends in
nutritional status of urban
children in southeast asia, and
present changes in Indonesia
related to the socio-economic
crisis. Am J Clin Nutr. 2000: 13
(1).
20. Torlesse H, Kiess L, Bloem
MW. Association of household
rice expenditure with child
nutritional status indicates a role
for macroeconomic food policy in
combating malnutrition. J Nutr.
2003; 133: 1320–5

NAMA : Lidya kurnia lestari


TINGKAT/SEMESTER : 3/6
Identitas Artikel penelitian : Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Media
Gizi Indonesia, 10(1), 13-19.
No Bagian Tertulis Syarat dan Ketentuan Hasil review
manuskrip
1 ABSTRAK Stunting merupakan penggambaran dari  Latar belakang. Bagian ini Tidak ada kriteria inkulsi/
status gizi kurang yang bersifat kronik menjelaskan tentang ekslusi,
pada masa pertumbuhan dan fenomena yang terjadi dan
perkembangan sejak awal kehidupan. alasan pengambilan topik.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan  Tujuan. Bagian ini berisi
terjadinya stunting pada balita seperti tujuan penelitian secara
karakteristik balita maupun faktor sosial umum.
ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah  Metode. Bagian ini berisi:
mengetahui faktor yang berhubungan kata kunci dan database,
dengan kejadian stunting pada balita. kriteria inkulsi/ ekslusi.
Penelitian ini merupakan penelitian  Hasil dan diskusi. Tulislah
observasional analitik dengan desain hasil dari literatur yang telah
kasus kontrol yang dilakukan di wilayah direview dan dianalisis.
kerja Puskesmas Tanah Kali Kedinding, Ringkasan singkat kekuatan
Surabaya. Sampel yang diambil sebanyak dan keterbatasan bukti
34 balita untuk masing-masing kelompok (misalnya
kasus maupun kontrol dengan teknik ketidakkonsistenan,
simple random sampling. Analisis data ketidaktepatan,
menggunakan uji Chi-Square dan Fisher ketidakkonsistenan bukti
Exact. Hasil penelitian menunjukkan pendukung atau konflik
bahwa panjang badan lahir yang rendah lainnya).
(OR=4,091; CI=1,162-14,397), balita  Simpulan dan saran.
yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif Tulislah implementasi hasil
(OR=4,643; CI=1,328-16,233), dari LR dan usulan bagi
pendapatan keluarga yang rendah pihak terkait agar bisa
(OR=3,250; CI=1,150-9,187), pendidikan memanfaatkan hasil
ibu yang rendah (OR=3,378; CI=1,246- penelitian.
9,157), dan pengetahuan gizi ibu yang  Kata Kunci. kata kunci
kurang (OR=3,877; CI=1,410-10,658) terdiri dari 3-5 kata/kosa
merupakan faktor yang berhubungan kata.
dengan kejadian stunting pada balita.
Terdapat hubungan antara panjang badan
lahir balita, riwayat ASI eksklusif,
pendapatan keluarga, pendidikan ibu dan
pengetahuan gizi ibu terhadap kejadian
stunting pada balita. Perlunya program
yang terintegrasi dan multisektoral untuk
meningkatkan pendapatan keluarga,
pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu dan
pemberian ASI eksklusif untuk
mengurangi kejadian stunting.
Kata kunci: balita, sosial ekonomi,
stunting

2 Pendahuluan Stunting menggambarkan status gizi kurang  Paragraph 1 dan 2 biasanya Didalam penelitian tersebut.masalah
yang bersifat kronik pada masa pertumbuhan mengenalkan pembaca yang diteliti secara umum
dan perkembangan sejak awal kehidupan. kebidang masalah yang diteliti ada,menjelaskan yang lebih spesifik
Keadaan ini dipresentasikan dengan nilai z- secara umum. juga ada, tetapi tidak ada
score tinggi badan menurut umur (TB/U)  Paragraph selanjutnya menuliskan pertanyaan
kurang dari -2 standar menjelaskan lebih spesifik. eksperimentalnya.
deviasi (SD) berdasarkan standar  Terakhir pertanyaan
pertumbuhan menurut WHO (WHO, 2010). eksperimental apa yang akan
Secara global, dijawab oleh sebuah penelitian
sekitar 1 dari 4 balita mengalami stunting dan bagaimana melakukannya.
(UNICEF, 2013). Di Indonesia, berdasarkan
hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013,
terdapat 37,2% balita yang mengalami
stunting.
Diketahui dari jumlah presentase tersebut,
19,2% anak pendek dan 18,0% sangat pendek.
Prevalensi
stunting ini mengalami peningkatan
dibandingkan hasil Riskesdas tahun 2010
yaitu sebesar 35,6%. Masa balita merupakan
periode yang sangat
peka terhadap lingkungan sehingga
diperlukan perhatian lebih terutama
kecukupan gizinya
(Kurniasih, 2010). Masalah gizi terutama
stunting pada balita dapat menghambat
perkembangan anak, dengan dampak negatif
yang akan berlangsung dalam kehidupan
selanjutnya seperti penurunan intelektual,
rentan terhadap penyakit tidak menular,
penurunan produktivitas hingga menyebabkan
kemiskinan dan risiko melahirkan bayi
dengan
berat lahir rendah (UNICEF, 2012; dan
WHO, 2010).
Status gizi ibu hamil sangat memengaruhi
keadaan kesehatan dan perkembangan janin.
Gangguan pertumbuhan dalam kandungan
dapat menyebabkan berat lahir rendah (WHO,
2014).
Penelitian di Nepal menunjukkan bahwa bayi
dengan berat lahir rendah mempunyai risiko
yang lebih tinggi untuk menjadi stunting
(Paudel, et al., 2012). Panjang lahir bayi juga
berhubungan dengan kejadian stunting.
Penelitian di Kendal
menunjukkan bahwa bayi dengan panjang
lahir yang pendek berisiko tinggi terhadap
kejadian
stunting pada balita (Meilyasari dan Isnawati,
2014). Faktor lain yang berhubungan dengan
stunting adalah asupan ASI Eksklusif pada
balita. Penelitian di Ethiopia Selatan
membuktikan bahwa balita yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif
selama 6 bulan berisiko tinggi mengalami
stunting (Fikadu, et al., 2014).
Status sosial ekonomi keluarga seperti
pendapatan keluarga, pendidikan orang tua,
pengetahuan ibu tentang gizi, dan jumlah
anggota keluarga secara tidak langsung dapat
berhubungan
dengan kejadian stunting. Hasil Riskesdas
(2013) menunjukkan bahwa kejadian stunting
balita banyak dipengaruhi oleh pendapatan
dan pendidikan orang tua yang rendah.
Keluarga
dengan pendapatan yang tinggi akan lebih
mudah memperoleh akses pendidikan dan
kesehatan
sehingga status gizi anak dapat lebih baik
(Bishwakarma, 2011). Penelitian di Semarang
menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga
merupakan faktor risiko terjadinya stunting
pada balita usia 24-36 bulan (Nasikhah dan
Margawati, 2012).
Prevalensi stunting pada balita di Kota
Surabaya tahun 2014 sebesar 21,5% dan
Puskesmas
Tanah Kali Kedinding merupakan puskesmas
dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi.
Tahun 2012, prevalensi stunting di Puskesmas
Tanah Kali Kedinding mencapai 20,83% dan
terus
meningkat pada tahun 2013 yaitu sebesar
21,86% dan meningkat lagi pada tahun 2014
menjadi
25,69%. Pendapat banyak penelitian yang
telah dilakukan untuk menganalisis kejadian
stunting terutama pada daerah dengan
prevalensi yang tinggi (Nasikhah dan
Margawati, 2012; Paudel, et al., 2012; dan
Fikadu, et al., 2014). Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Tanah Kali
Kedinding, Kota Surabaya.
3. Metode Penelitian ini merupakan penelitian 1. Informasikan secara ringkas Dalam metode penelitan ini sudah
observasional analitik dengan desain studi mengenai bagaimana lengkap menjelas apa yang harus
kasus kontrol. Sampel kasus adalah balita penelitian itu dilakukan. ada didalam metode penelitian.
usia 12-59 bulan dengan TB/U kurang Uraian disajikan dalam
beberapa paragraf tanpa
dari -2 SD dan sampel kontrol adalah
subbagian. Hanya hal-hal yang
balita usia 12-59 bulan dengan TB/U pokok saja yang disajikan.
lebih dari -2 SD di wilayah kerja Uraian rinci tentang rancangan
Puskesmas Tanah Kali Kedinding. Besar penlitian tidak perlu diberikan.
sampel minimal yang diperlukan dihitung 2. Materi pokok bagian ini adalah
berdasarkan rumus besar sampel pada apa jenis penelitiannya, siapa
studi kasus kontrol dengan tingkat pupolasinya dan bagaimana
kemaknaan 95% (Zα=1,960) dan penarikan/pemilihan
kekuatan 80% (Zß=0,842), OR=3,91 sampelnya, bagaimana data
sehingga diperoleh sampel minimal dikumpulkan, siapa sumber
sebanyak 34 orang dengan perbandingan data, dan bagaimana data
dianalisis.
sampel antara kasus dan kontrol adalah
1:1. Pengambilan sampel penelitian 3. Penelitian yang menggunakan
dilakukan dengan menggunakan teknik alat dan bahan perlu ditulis
simple random sampling berdasarkan spesifikasi alat dan bahannya.
kriteria inklusi yaitu anak usia 12-59 4. Untuk penelitian kualitatif
perlu ditambahkan perincian
bulan, bersedia menjadi responden dengan
mengenai kehadiran peneliti,
nilai z-score untuk indeks TB/U < -2 SD subjek penelitan dan informan
pada kelompok kasus dan nilai z-score beserta cara-cara mengambil
untuk indeks TB/U > -2 SD pada data penelitian, lokasi
kelompok kontrol. Variabel terikat dalam penelitian dan lama penelitian.
penelitian ini adalah kejadian stunting, Selain itu juga diberikan uraian
sedangkan variabel bebas adalah berat mengenai pengecekan
badan lahir, panjang badan lahir, riwayat keabsahan hasil penelitian.
pemberian ASI Eksklusif, pendapatan
keluarga, pendidikan orang tua balita,
pengetahuan gizi ibu dan jumlah anggota
keluarga. Jenis data yang dikumpulkan
adalah data primer dan data sekunder
sebagai penunjang. Data primer diperoleh
melalui wawancara menggunakan
kuesioner kepada ibu balita. Status gizi
stunting diperoleh melalui pengukuran
tinggi badan balita menggunakan
microtoise dengan tingkat ketelitian 0,1
cm. Penelitian ini telah mendapatkan
persetujuan dari komisi etik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga dengan nomor 94-KEPK.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Tanah Kali Kedinding Kota
Surabaya mulai bulan April sampai Juni
2015. Analisis data dilakukan untuk
melihat hubungan variabel dan besar
risiko (OR) dengan menggunakan uji
ChiSquare atau Fisher Exact apabila
syarat untuk uji Chi Square tidak
terpenuhi dengan tingkat kepercayaan
95% (α=0,05%).
4. Hasil Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar 1. Hasil harus disajikan dalam Didalam penelitian ini sudah ada
balita stunting maupun normal mempunyai urutan yang sistematis, logis, semua.
berat badan lahir normal (≥2500 gram). dan tanpa ada interpretasi.
Berdasarkan hasil uji Fisher Exact dengan 2. Hindari data yang tidak
tingkat kepercayaan 95% didapatkan bahwa relevan
tidak ada hubungan yang bermakna antara 3. Sajikan data dalam bentuk
berat badan lahir dengan kejadian stunting gambar atau tabel yang mudah
pada balita (p=1,000). Hasil ini berbeda dimengerti
dengan penelitan Kolbrek (2011), di Medan 4. Format hasil penelitian dan
yang menunjukkan bahwa balita yang lahir pembahasan tidak dipisahkan,
dengan berat badan lahir rendah berhubungan mengingat jumlah halaman
dengan kejadian stunting pada balita. yang tersedia bagi penulis
Penelitian di Nepal (Paudel, et al., 2012) terbatas.
menunjukkan bahwa berat badan lahir yang 5. Manuskrip ditulis dengan
rendah memiliki risiko stunting 4,47 kali kerapatan baris 1,5 spasi, huruf
lebih besar daripada balita dengan berat lahir Cambria 12 .
normal. Berat badan lahir merupakan salah 6. Hasil penelitian dapat disajikan
satu indikator kesehatan pada bayi yang baru dengan dukungan tabel, grafik
lahir. Berat badan lahir merupakan parameter atau gambar sesuai kebutuhan,
yang sering dipakai untuk menggambarkan untuk memperjelas penyajian
pertumbuhan janin pada masa kehamilan. hasil secara verbal.
Bayi dengan berat badan lahir rendah akan 7. Judul tabel dan grafik atau
lebih rentan terhadap pengaruh lingkungan keterangan gambar disusun
yang kurang baik di masa mendatang dalam bentuk frase (bukan
(Umboh, 2013). kalimat) secara ringkas.
Berat lahir pada hasil penelitian ini tidak 8. Keterangan gambar/grafik
menunjukkan hubungan dengan kejadian diletakkan di bawah
stunting pada balita dapat disebabkan oleh gambar/grafik tersebut,
banyak faktor yang lebih besar pengaruhnya sedangkan judul tabel
dengan kejadian stunting balita seperti diletakkan di atasnya. Judul
ketidakcukupan gizi serta infeksi diawali dengan huruf kapital.
(Kusharisupeni, 2002). Selain itu efek berat 9. Jangan mengulang menulis
badan lahir terhadap pertumbuhan tinggi angka-angka yang telah
badan paling besar terdapat pada usia 6 bulan tercantum dalam tabel di
pertama. Jika pada 6 bulan pertama balita dalam teks pembahasan. Jika
dapat memperbaiki status gizinya, maka akan menekankan hasil yang
terdapat kemungkinan bahwa tinggi badan diperoleh sebaiknya sajikan
balita dapat tumbuh dengan normal dan dalam bentuk lain, misalnya
terhindar dari kejadian stunting di usia persentase atau selisih. Untuk
selanjutnya (Adair dan Guilkey, 1997). menunjukkan angka yang
Berdasarkan tabel 1, balita pada kelompok dimaksud, rujuk saja tabel
stunting memiliki proporsi panjang badan yang memuat angka tersebut.
lahir lebih tinggi 23,5% dibandingkan
kelompok balita normal. Hasil uji Chi Square
didapatkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara panjang badan lahir dengan
kejadian stunting pada balita dengan OR
4,091. Artinya, balita dengan panjang badan
lahir kurang (48 cm). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meilyasari dan Ismawati (2014), dan
penelitian Anugraheni (2012) di Pati yang
menunjukkan bahwa risiko stunting lebih
tinggi dialami oleh balita dengan panjang
lahir rendah (< 48 cm). Risiko untuk terjadi
gangguan tumbuh (growth faltering) lebih
besar pada bayi yang telah mengalami falter
sebelumnya yaitu keadaan pada masa
kehamilan dan prematuritas. Artinya, panjang
badan yang jauh di bawah ratarata lahir
disebabkan karena sudah mengalami retardasi
pertumbuhan saat dalam kandungan.
Retardasi pertumbuhan saat masih dalam
kandungan menunjukkan kurangnya status
gizi dan kesehatan ibu pada saat hamil
sehingga menyebabkan anak lahir dengan
panjang badan yang kurang (Kusharisupeni,
2002). Tabel 1 menunjukkan bahwa balita
yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif
selama 6 bulan pertama lebih tinggi pada
kelompok balita stunting (88,2%)
dibandingkan dengan kelompok balita normal
(61,8%). Hasil uji Chi Square menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara pemberian
ASI eksklusif dengan kejadian stunting
dengan OR sebesar 4,643. Hasil ini sejalan
dengan penelitian Arifi n (2012) dan Fikadu,
et al. (2014) di Ethiopia Selatan yang
menunjukkan bahwa balita yang tidak
diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan
pertama memiliki risiko yang lebih besar
terhadap kejadian stunting. Hasil wawancara
dengan ibu balita yang menjadi responden
penelitian menunjukkan bahwa alasan ibu
balita yang tidak memberikan ASI eksklusif
pada anaknya karena ASI tidak keluar pada
saat anak lahir sehingga bayi diberikan susu
formula sebagai pengganti. Setelah ASI sudah
lancar maka ASI diberikan kepada anaknya
dengan tetap ditambah susu formula. Selain
itu, makanan tambahan ASI diberikan lebih
awal agar bayi tidak menangis atau rewel.
ASI memiliki banyak manfaat, misalnya
meningkatkan imunitas anak terhadap
penyakit, infeksi telinga, menurunkan
frekuensi diare, konstipasi kronis dan lain
sebagainya (Henningham dan McGregor,
2009). Kurangnya pemberian ASI dan
pemberian MP-ASI yang terlalu dini dapat
meningkatkan risiko terjadinya stunting
terutama pada awal kehidupan (Adair dan
Guilkey, 1997). Besarnya pengaruh ASI
eksklusif terhadap status gizi anak membuat
WHO merekomendasikan agar menerapkan
intervensi peningkatan pemberian ASI selama
6 bulan pertama sebagai salah satu langkah
untuk mencapai WHO Global Nutrition
Targets 2025 mengenai penurunan jumlah
stunting pada anak di bawah lima tahun
(WHO, 2014). Berdasarkan tabel 2 dapat
diketahui bahwa keluarga pada kelompok
balita normal cenderung berpenghasilan
cukup (50%) dibandingkan dengan keluarga
balita stunting (23,5%). Hasil analisis Chi
Square menunjukkan bahwa pendapatan
keluarga merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting pada balita
(p=0,044) dengan OR sebesar 3,250. Hasil ini
sejalan dengan penelitian Candra (2013), di
Semarang dan Ramli et al. (2009), di Maluku
Utara yang menyatakan bahwa pendapatan
yang rendah merupakan faktor risiko kejadian
stunting pada balita. Status ekonomi yang
rendah dianggap memiliki dampak yang
signifikan terhadap kemungkinan anak
menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013).
Menurut Bishwakarma (2011), keluarga
dengan status ekonomi baik akan dapat
memeroleh pelayanan umum yang lebih baik
seperti pendidikan, pelayanan kesehatan,
akses jalan, dan lainnya sehingga dapat
memengaruhi status gizi anak. Selain itu,
daya beli keluarga akan semakin meningkat
sehingga akses keluarga terhadap pangan
akan menjadi lebih baik.
Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi tingkat
pendidikan ayah yang rendah pada kelompok
balita stunting sedikit lebih tinggi (47,1%)
dibandingkan dengan kelompok balita normal
(32,4%). Akan tetapi hasil uji Chi Square
tidak menunjukkan hubungan yang signifi
kan antara pendidikan ayah dengan kejadian
stunting pada balita (p=0,32). Pendidikan ibu
merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita (p=0,029)
dengan OR sebesar 3,378. Hal ini bisa dilihat
dari distribusi data yang menunjukkan bahwa
lebih dari separuh ibu balita stunting memiliki
tingkat pendidikan yang rendah (61,8%),
sementara lebih dari separuh ibu pada
kelompok balita normal memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi (67,6%). Penelitian ini
Tabel 2 menunjukkan bahwa proporsi tingkat
pendidikan ayah yang rendah pada kelompok
balita stunting sedikit lebih tinggi (47,1%)
dibandingkan dengan kelompok balita normal
(32,4%). Akan tetapi hasil uji Chi Square
tidak menunjukkan hubungan yang signifi
kan antara pendidikan ayah dengan kejadian
stunting pada balita (p=0,32). Pendidikan ibu
merupakan faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita (p=0,029)
dengan OR sebesar 3,378. Hal ini bisa dilihat
dari distribusi data yang menunjukkan bahwa
lebih dari separuh ibu balita stunting memiliki
tingkat pendidikan yang rendah (61,8%),
sementara lebih dari separuh ibu pada
kelompok balita normal memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi (67,6%). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ramli, et al. (2009) di Maluku di mana
pendidikan ayah tidak berhubungan dengan
kejadian stunting sedangkan pendidikan ibu
berhubungan secara signifi kan dengan
kejadian stunting pada balita. Hal ini bisa
disebabkan karena peran pengasuhan lebih
besar dilakukan oleh ibu sedangkan ayah
lebih banyak bekerja sehingga waktu dengan
anaknya akan lebih berkurang. Penelitian di
Kamboja oleh Ikeda, et al. (2013), dan Tiwari,
et al. (2014) di Nepal juga menunjukkan
bahwa pendidikan ibu merupakan faktor
risiko kejadian stunting pada anak di bawah
lima tahun. Ibu dengan pendidikan tinggi
mempunyai pengetahuan yang lebih luas
tentang praktik perawatan anak serta mampu
menjaga dan merawat lingkungannya agar
tetap bersih (Taguri, et al., 2007). Orang tua
terutama ibu yang mendapatkan pendidikan
lebih tinggi dapat melakukan perawatan anak
dengan lebih baik daripada orang tua dengan
pendidikan rendah. Orang tua dengan
pendidikan yang lebih rendah lebih banyak
berasal dari keluarga yang sosial ekonominya
rendah sehingga diharapkan pemerintah
meningkatkan akses pendidikan untuk
keluarga dengan sosial ekonomi yang kurang
(Ikeda, et al., 2013). Tingkat pendidikan ibu
turut menentukan mudah tidaknya seorang ibu
dalam menyerap dan memahami pengetahuan
gizi yang didapatkan. Pendidikan diperlukan
agar seseorang terutama ibu lebih tanggap
terhadap adanya masalah gizi di dalam
keluarga dan diharapkan bisa mengambil
tindakan yang tepat sesegera mungkin
(Suhardjo, 2003). Berdasarkan tabel 2 dapat
diketahui bahwa ibu balita stunting (61,8%)
memiliki pengetahuan gizi yang lebih rendah
daripada ibu balita normal (29,4%). Hasil
analisis Chi-Square menunjukkan bahwa
pengetahuan gizi ibu merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada
balita (p=0,015) dengan OR sebesar 3,877.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Nasikhah
dan Margawati (2012) di Semarang Timur
yang menyatakan bahwa pengetahuan ibu
merupakan faktor risiko kejadian stunting
pada balita.
Penyediaan bahan dan menu makan yang
tepat untuk balita dalam upaya peningkatan
status gizi akan dapat terwujud bila ibu
mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang
baik (Lestariningsih, 2000). Ketidaktahuan
mengenai informasi tentang gizi dapat
menyebabkan kurangnya mutu atau kualitas
gizi makanan keluarga khususnya makanan
yang dikonsumsi balita (Sjahmien, 2003).
Salah satu penyebab gangguan gizi adalah
kurangnya pengetahuan gizi dan kemampuan
seseorang menerapkan informasi tentang gizi
dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat
pengetahuan gizi ibu memengaruhi sikap dan
perilaku dalam memilih bahan makanan, yang
lebih lanjut akan memengaruhi keadaan gizi
keluarganya (Suhardjo, 2003). Tabel 2
menunjukkan bahwa lebih dari separuh
kelompok balita stunting (67,6%) dan normal
(58,8%) memiliki jumlah anggota keluarga >4
orang. Hasil uji statistik Chi Square
menghasilkan bahwa jumlah anggota keluarga
bukan merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting pada balita. Hasil ini
berbeda dengan penelitian Fikadu, et al.
(2014) di Ethiopia Selatan yang menunjukkan
bahwa balita yang tinggal dengan jumlah
anggota keluarga yang lebih banyak
mempunyai risiko yang lebih tinggi terhadap
kejadian stunting. Besar keluarga menentukan
status gizi, namun status gizi juga ditentukan
oleh faktor lain seperti dukungan keluarga
dalam pemberian makanan bergizi serta
tingkat sosial ekonomi keluarga. Keluarga
dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang
disertai jumlah anak yang banyak akan
mengakibatkan bukan hanya kurang perhatian
dan kasih sayang pada anak namun juga
kebutuhan primer seperti makanan, sandang,
dan papan atau perumahan tidak dapat
terpenuhi (Soetjiningsih, 1995).

5. Kesimpulan dan Panjang badan lahir, riwayat ASI Eksklusif, Sudah ada semua yang harus ada di
saran pendapatan keluarga, pendidikan ibu, dan Kesimpulan dalam kesimpulan dan saran.
pengetahuan gizi ibu merupakan faktor yang 1. sepanjang satu paragraph
berhubungan dengan kejadian stunting pada dalam bentuk esai)
balita. Perlu adanya program yang terintegrasi 2. Pesan dapat tersampaikan
dan multisektoral untuk meningkatkan 3. Berisi intisari dari tulisan
pendapatan keluarga, pendidikan ibu, 4. Dimulai dari hal khusus
pengetahuan gizi ibu, dan pemberian ASI menjadi hal yang umum
eksklusif untuk menanggulangi kejadian 5. Menggunakan kosakata baku
stunting pada balita. 6. Dapat bergabung dengan
kalimat utama
7. Dapat berupa hubungan sebab
akibat
8. Dibuat berdasarkan kata kunci
pada kalimat penjelas dan ide
pokok.
Saran
1. Saran ditulis tidak terlalu
panjang(maksimal 200 kata).
2. Memuat harapan penulis.
3. Berisi rekomendasi.
6. Daftar pustaka  Adair, L. S., & Guilkey, D. K. (1997). • Urutan penulisan daftar Sudah sesuai dengan syarat dan
Age specifi c determinant of stunting pustaka adalah nama, tahun ketentuan penulisan daftar pustaka.
in Filipino children. The Journal of terbit, judul, lokasi penerbitan,
Nutrition, 127, 314-320. Diakses dari nama penerbit.
The Journal of Nutrition database. • Masing-masing bagian dipisah
dengan tanda titik (.).
 Arifi n, D. Z., Irdasari, S. Y., & • Ada pengecualian untuk lokasi
Handayana, S. (2012). Analisis penerbit dengan nama
Sebaran dan Faktor Risiko Stunting penerbit, dimana keduanya
pada Balita di Kabupaten dipisah dengan tanda titik dua
Purwakarta.Diakses dari (:).
http://www.pustaka.unpad.ac.id • Gelar akademik, agama, dll
dari penulis tidak perlu
 Anugraheni, H. S. (2012). Faktor dicantumkan.
Risiko Kejadian Stunting pada anak • Judul karya tulis ditulis
usia 12-36 bulan di kecamatan Pati, menggunakan huruf miring,
Kabupaten Pati (Skripsi, Universitas kecuali judul artikel.
Diponegoro, Semarang). Diakses dari • Jika artikelnya berbahasa
http://www.ejournal-s1.undip.ac.id Inggris maka ditulis
 Bishwakarma, R. (2011). Spatial dengan huruf miring.
Inequality in Children Nutrition in • Daftar pustaka diurutkan
Nepal: Implications of Regional berdasarkan alfabet.
Context and Individual/Household
Composition. (Disertasi, University
of Maryland, College Park, United
States). Diakses dari http://
hdl.handle.net/1903/11683
 Candra, A. (2013). Hubungan
underlying factors dengan kejadian
stunting pada anak 1-2 tahun. Journal
of Nutrition and Health, Vol.1, No.1.
Diakses dari
http://www.ejournal.undip.ac.id
 Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (2013). Laporan Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013. Jakarta:
Balitbangkes.
 Fikadu, T., Assegid, S. & Dube, L.
(2014). Factor associated with
stunting among children age 24 to 59
months in Meskan District, Gurage
Zone, South Ethiopia: A case-control
study. BMC Public Health, 14(800).
Diakses dari http://
www.biomedcentral.com/1471-
2458/14/800.
 Henningham, H. B. & McGregor, S.
G. (2009). Gizi dan perkembangan
anak. In Gibney, M. J. dkk (Eds.),
Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
 Ikeda, N., Yuki, I., & Shibuya, K.
(2013). Determinants of reduced child
stunting in Cambodia: Analysis of
pooled data from three demographic
and health surveys. Bulletin of the
World Health Organization, 91, 341-
349. doi
http://dx.doi.org/10.2471/BLT.12.113
381.
 Kolbrek, M. (2011). Malnutrition and
associated risk factors in children
aged 6-59 months in urban Indonesia
(Master’s thesis, University of Oslo,
Oslo, Norway). Diakses dari http://
www.duo.uio.no
 Kurniasih dkk. (2010). Sehat dan
bugar berkat gizi seimbang. Jakarta:
Gramedia.
 Kusharisupeni. (2002). Peran status
kelahiran terhadap stunting pada bayi:
Sebuah studi prospektif. Jurnal
Kedokteran Trisakti, 23(3), 73-80.
Diakses dari
http://www.univmed.org/ wp-
content/uploads/2011/02Kusharisupe
ni. Pdf
 Lestariningsih, S. (2000). Gizi prima
bayi dan balita: Seri ayah bunda.
Jakarta: Yayasan Aspirasi Pemuda.
 Meilyasari, F. & Isnawati, M. (2014).
Faktor risiko kejadian stunting pada
balita usia 12 bulan di Desa
Purwokerto Kecamatan Patebon,
Kabupaten Kendal. Journal
ofNutrition College, 3(2), 16-25.
Diakses dari
http://www,ejournals1.undip.ac.id
 Nasikhah, R dan Margawati, A.
(2012). Faktor risiko kejadian
stunting pada balita usia 24-36 bulan
di Kecamatan Semarang Timur.
Journal of Nutrition College,1(1).
Diakses dari http:// www.ejournal-
s1.undip.ac.id
 Paudel, R., Pradhan, B., Wagle, R. R.,
Pahari, D.P., & Onta S. R. (2012).
Risk factors for stunting among
children: A community based case
control study in Nepal. Kathmandu
University Medical Journal, 10(3),
18-24.
 Ramli, Agho, K. E., Inder, K. J.,
Bowe, S. J. Jacobs, J. & Dibley, M. J.
(2009). Prevalence and risk factors
for stunting and severe stunting
among under-fi ves in North Maluku
Province of Indonesia. BMC
Pediatrics, 9-64. doi:10.1186/1471-
2431-9-64.
 Sjahmien, M. (2003). Ilmu gizi jilid
2. Jakarta: PT Bharatara Niaga Media

NAMA : Lidya kurnia lestari


TINGKAT/SEMESTER : 3/6

: Khaerani, A., Sitoayu, L., Melani, V., Gifari, N., & Nuzrina, R. (2020). The Role of Giving Eat Reminder
Identitas Artikel penelitian
Application Media to Changes in Knowledge, Attitude, Behavior, and Eat Pattern of Adolescent Age 13-15 Years Old. JHE (Journal of Health
Education), 5(1), 29-38.
No Bagian Tertulis Syarat dan Ketentuan Hasil review
manuskrip
1 ABSTRAK Background: Adolescence is a  Latar belakang. Bagian ini Tujuan belum ada,kriterian inklusi dan
period of transition physical, menjelaskan tentang fenomena eksklusi belum ada,metode analisis data
mental, and emotional changes. yang terjadi dan alasan belum ada.
Adolescents usually experience pengambilan topik.
lifestyle changes and eating habits  Tujuan. Bagian ini berisi tujuan
such as excessive dieting, penelitian secara umum.
skipping meals, using  Metode. Bagian ini berisi: kata
supplements and adopting diets. kunci dan database, kriteria
Method : The study used the inkulsi/ ekslusi.
quasy experimental method with  Hasil dan diskusi. Tulislah hasil
pre-test and post-test in the dari literatur yang telah direview
intervention and control groups. dan dianalisis. Ringkasan singkat
The number of samples used in kekuatan dan keterbatasan bukti
this study amounted to 84 (misalnya ketidakkonsistenan,
samples Result: Most of the ketidaktepatan, ketidakkonsistenan
respondents were male (61.9%) bukti pendukung atau konflik
with an lainnya).
average age of 14 years. Based on  Simpulan dan saran. Tulislah
the analysis carried out showed implementasi hasil dari LR dan
that there were no significant usulan bagi pihak terkait agar bisa
changes in the knowledge, memanfaatkan hasil penelitian.
attitudes, behaviors and eating  Kata Kunci. kata kunci terdiri dari
patterns of adolescents before and 3-5 kata/kosa kata.
after the intervention (p> 0.05),
but there was a change in diet, the
mean score on knowledge and
behavior scores increased
Conclusion : Nutrition education
with the application of Remind
me application can increase the
knowledge, attitudes, behavior
and diet of adolescent balanced
nutrition, if adolescents are
exposed to the media intensely
and continuously. Providing the
Remind me application media as
a media for nutritional education
to adolescents still needs to be
developed in an effort to perfect
the application display, content,
specifications of mobile phones or
smart phones, better programming
system specifications and safer
domain server usage will reduce
debugging on the application
system, so that the message
delivered and can be achieved.
Keywords:
Application System, Eating
Pattern, Nutrition Knowledge.

2 Pendahuluan According to the Minister of  Paragraph 1 dan 2 biasanya Didalam penelitian tersebut.masalah yang
Health Regulation Number 25 of mengenalkan pembaca kebidang diteliti secara umum ada,menjelaskan
2014 adolescents are the age masalah yang diteliti secara umum. yang lebih spesifik juga ada, tetapi tidak
group of 10 to 18 years.  Paragraph selanjutnya menjelaskan ada menuliskan pertanyaan
Adolescence is a transition period lebih spesifik. eksperimentalnya.
From childhood To adulthood  Terakhir pertanyaan eksperimental
where physical, mental, and apa yang akan dijawab oleh sebuah
Emotional change occur very penelitian dan bagaimana
quickly (Ministry of Health, melakukannya.
2014).
Biological,emotional, and
cognitive changes in adolescents
Are directly related to nutritional
status. The growth and physical
Development experienced by
adolescents significantly increases
their needs for energy,
carbohydrates,fats, protein,
vitamins and minerals.
Adolescents usually experience
changes in lifestyle and eating
habits such as excessive diets,
skipping meals, use of nutritional
supplements and dietary adoption.
This often occurs
because of kei nginan to contort
her body (body image) that result
in changes in daily eating pattern
(Purnamasari , 2017).
Diet consists of the amount, type
and frequency of eating. The
Frequency of eating is said to Be
good if the frequency of eating
Every day is three main meals
Or two main meals with one
snack,and it is considered
insufficient if the frequency of
Eating each day is two main
meals or less. The composition
Of food includes the type and
Quantity or portion of food to
Be consumed (Walalangi,
Sahelangi, & Widodo, 2015) .
The
Dietary pattern of adolescents
in Indonesia is still not good, this
is reinforced by the results of
research by the Ministry of Health
(2014) that the average
level of energy sufficiency in
adolescents aged 13-18 years is
72.3% with the proportion
Who consume <70% AKE of
52% of the total population. youth
Nationally (Ministry of Health,
2014) .
The research of Schoenfeld et al. (
2015 ) there is emerging evidence
that irregular eating
patterns can have a negative
impact on metabolic effects that
will affect nutritional status.
Basically,a person’s nutritional
Status is determined based on
Nutritional consumption and the
body’s ability to use these
nutrients. Normal nutritional
status indicates that the quality
and quantity of food has met the
body’s needs.

Someone who is under normal


Weight has a risk of infectious
diseases, while someone who is
Above the normal size has a high
Risk of degenerative diseases.
Therefore, it is expected to pay
more attention to the diet that is
carried out (Muhajirin, 2011) .
Nutritional knowledge plays an
important role in determining the
health status of the community.
Various nutritional and health
problems can occur due to the low
level of public knowledge about
balanced nutrition, one of
Which is adolescents due to an
Imbalance in diet. Research
conducted by Fadhilah,
Widjanarko,& Shaluhiyah (2018)
As many as 65.4% of respondents
Have poor knowledge about
eating behavior. Respondents
with poor knowledge have bad
Eating behavior. This is
illustrated
By 50.6% of respondents having
Obesity nutritional status.
Based on these data, it can be
concluded that the level of
nutritional knowledge among
adolescents is still lacking, so that
health promo-tion and nutrition
education for adolescents are
still needed. Balanced nutrition
education for school-age children
can shape eating patterns and
improve the negative impacts that
arise as adults besides that it can
form a healthy diet during their
childhood so that they can grow
well Bong Nguyen & Mary W
(2017). KEMKOMINFO in
collaboration with UNICEF in
2014 conducted a study on the
use of internet for children and
adolescents, the ownership of
mobile phones in Indonesia
reached 84% of the total
population in 12 provinces with
an age range of 10-19 years, the
result was 80% of the 400
respondents had use the internet
with the highest percentage of
27% among children aged 14-15
years,and as many as 52% of
respondents access the internet
via mobile phones with 65%
using
the internet to support learning
activities. Research conducted
by Perdana et al in May 2017,
showed changes in balanced
nutritional behavior before and
after the intervention were
measured using a questionnaire.
Before the intervention, there
were 72.9% children with a good
Level of knowledge, 78.5%
children with a positive attitude,
54.9% children with good
balanced nutrition practices.
After the intervention, good
knowledge, positive attitude, and
Good balanced nutrition practice
Increased by 11.8%, 5.5%, and
15.9%, respectively.Androidbased
Nutrition education media is
better than other media. This
Study aims to determine the role
Of application media giving to
Changes in knowledge, attitudes,
Behavior and dietary pat-terns of
balanced nutrition in adolescents
aged 13-15 years.
3. Metode This type of research used in 1. Informasikan secara ringkas Sudah lengkap apa yang tercantum di
this study was a quasy mengenai bagaimana penelitian itu dalam metode penelitian.
experimental method by dilakukan. Uraian disajikan dalam
intervening (treatment ) on the beberapa paragraf tanpa subbagian.
Hanya hal-hal yang pokok saja
research subjects for behavior
yang disajikan. Uraian rinci
and knowledge of balanced tentang rancangan penlitian tidak
nutrition by giving a pre-test perlu diberikan.
and post-test . The design used 2. Materi pokok bagian ini adalah apa
is a non-equivalent control jenis penelitiannya, siapa
group design, in which the pupolasinya dan bagaimana
penarikan/pemilihan sampelnya,
intervention group and the
bagaimana data dikumpulkan,
control group are not selected siapa sumber data, dan bagaimana
in a straightforward manner data dianalisis.
but have been determined by 3. Penelitian yang menggunakan alat
the researcher (Siswanto, dan bahan perlu ditulis spesifikasi
Susila, & Suryanto, 2013) . alat dan bahannya.
The variables of this research 4. Untuk penelitian kualitatif perlu
include independent variables ditambahkan perincian mengenai
(free), namely a media kehadiran peneliti, subjek penelitan
application called Remind Me, dan informan beserta cara-cara
this application is based on mengambil data penelitian, lokasi
penelitian dan lama penelitian.
android which can be
Selain itu juga diberikan uraian
downloaded on the Play Store. mengenai pengecekan keabsahan
The Remind Me application hasil penelitian.
contains measurement of
nutritional status, recall of
respondent meals, balanced
nutrition education and meal
time alarms in accordance with
the principles of balanced
nutrition. S edangkan , the
dependent variable (dependent)
such as knowledge, attitude,
behavior and nutritional diet
seimb ang teenagers. The
sample in this study were
adolescents who were still
students of SMP AL-Chasanah
and SMP Al-Kamal aged 13-
15 years. The sample will be
divided into two groups,
namely the treatment group
given the application and the
other group without treatment
with only counseling related to
balanced nutrition for
adolescents using the
discussion or question and
answer method, each group
totaling 42 people. The
statistical test in this study was
conducted to determine
differences in knowledge,
attitudes, behavior and dietary
patterns of balanced nutrition
between the intervention group
and the control group. Based
on the results of the normality
test between the treatment
group and the control group in
this study, all data were
normally distributed, so that
the next analysis can be used
the paired sample ttest and
independent t-test.
4. Hasil Respondent Characteristics 1. Hasil harus disajikan dalam urutan Penelitian ini bagian hasilnya sudah
The number of respondents in yang sistematis, logis, dan tanpa lengkap.
this study were 84 students ada interpretasi.
consisting of the treatment 2. Hindari data yang tidak relevan
3. Sajikan data dalam bentuk gambar
group and the control group.
atau tabel yang mudah dimengerti
There are 26 male respondents 4. Format hasil penelitian dan
(61.9%) and 16 female pembahasan tidak dipisahkan,
respondents (38.1%). This mengingat jumlah halaman yang
study uses adolescent tersedia bagi penulis terbatas.
5. Manuskrip ditulis dengan
respondents aged 13-15 years
kerapatan baris 1,5 spasi, huruf
because according to Sundari Cambria 12 .
(2005) in adolescence, 6. Hasil penelitian dapat disajikan
individuals tend to still make dengan dukungan tabel, grafik atau
adjustments , which in gambar sesuai kebutuhan, untuk
adolescents is the ability to memperjelas penyajian hasil secara
make plans and organize verbal.
responses in such a way that 7. Judul tabel dan grafik atau
they can survive and cope with keterangan gambar disusun dalam
everything. form conflicts, bentuk frase (bukan kalimat)
difficulties, and frustrations secara ringkas.
8. Keterangan gambar/grafik
efficiently and have mastery
diletakkan di bawah gambar/grafik
and emotional maturity The tersebut, sedangkan judul tabel
most of the respondents were diletakkan di atasnya. Judul
14 years old in both the diawali dengan huruf kapital.
treatment group and the control 9. Jangan mengulang menulis angka-
group with a total of 22 angka yang telah tercantum dalam
students (52.4%) and 18 tabel di dalam teks pembahasan.
students (42.9%) Balanced Jika akan menekankan hasil yang
Diet Pre-test, Post-test 1 and diperoleh sebaiknya sajikan dalam
Post-test 2 between Treatment bentuk lain, misalnya persentase
and Control groups Giving atau selisih. Untuk menunjukkan
angka yang dimaksud, rujuk saja
questionnaires to respondents
tabel yang memuat angka tersebut.
in the treatment group and
control group to determine a
balanced nutritional diet. From
a total of 84 respondents with
each group of 42 respondents,
still a few respondents who
have a diet in accordance with
the pillars and guidelines for
balanced nutrition. In the
treatment group, the value
before being given the
intervention ( pre- test) was 4
respondents (9.5%) who
obeyed this value continued to
increase during the study as
evidenced by the increase in
respondents who obeyed the
post-test 1 to 8 respondents and
post-test 2 to 9 respondent, In
the control group or group
respondents who were not
given the media, the mean
score of behavior at the time of
the pre-test was found to be 7
obedient and 35 disobedient.
At the time of Post-test 1, it
was seen that there was no
increase in respondents who
were obedient, still 7 and 35
people were non-compliant
Post-test 2 decreased the
number of respondents who
obeyed to 5 people and 37
people who did not comply.
This proves that balanced
nutrition education can
encourage increased
knowledge but has not been
able to change behavior so that
dietary patterns also change .
In line with research conducted
by Musyayyib et al (2018), it is
shown that teenagers at the
Nahdlatul Ulum Soreang
Maros Islamic Boarding
School in Maros Regency who
have knowledge and good
eating patterns are 48 subjects
(35.8%), while those who have
good knowledge but poor diet.
as many as 50 subjects
(37.5%). Then those who had
less knowledge and good
eating patterns were 15
subjects (11.2%), while those
who had less knowledge and
eating patterns were 21
subjects (15. 7%) . The results
of the Chi square analysis, the
value of p = 0.57, indicate that
there is no relationship
between knowledge and diet at
the Nahdlatul Ulum Soreang
Islamic Boarding School .
Another study conducted by
Damayanti et al (2014) states
that there is no relationship
between nutritional knowledge
and diet. The cause of the
absence of a relationship
between nutritional knowledge
and diet is due to having a diet
that includes the number, type
and frequency of being in a
category that is not in
accordance with the nutritional
needs recommended every day.
Balanced Nutrition Knowledge
Pre-test, Posttest 1 and Post-
test 2 between the Treatment
and Control Groups
Measurement of knowledge is
carried out by interviewing or
giving questionnaires that ask
about the content of the
material to be measured from
the research subject or
respondent Notoatmodjo
(2010). A person’s nutritional
knowledge according to
Suwandono 2007 in Arimurti
(2012) can be assessed based
on the respondent’s answer to
the questions given according
to the questionnaire proposed.
The pretest in this study was
conducted to determine the
basic knowledge of
respondents regarding
knowledge of balanced
nutrition. Measurement of
adolescent knowledge about
the message of balanced
nutrition in this study was
carried out using a
questionnaire. Based on
research conducted in the
treatment group, it was found
that the mean score of
knowledge had an insignificant
increase because the pre-test
score was good. Based on table
1, the respondent’s knowledge
during the study can be said to
be good (8.04 ± 0.09), the
mean obtained from the control
group can also be said that the
control group has knowledge
of good balanced nutrition
(7.67 ± 0.88) . This is in line
with the theory of Nursalam
(2008) which states that the
criteria for assessing the level
of knowledge use values: the
level of knowledge is good if
the score is 76-100%, the level
of knowledge is sufficient if
the score or value is 56-75%
and the level of knowledge is
insufficient if the score is or is
value ≤ 56%. The results of
statistical tests carried out both
in the treatment group and the
control group showed that
there was a significant change
in the mean value of response
knowledge (p 0.05). This
research is in line with the
research conducted by Safitri
& Fitrant i (2016), it was found
that the mean increase in
nutritional knowledge in the
lecture group from the
previous 72.99% to 78.88%,
while in the booklet group the
average knowledge before
education was 73.96% to
78.89%. There was a
difference in the mean
knowledge of the lecture and
booklet groups (p 0.05). One of
the factors causing students’
low knowledge is the lack of
socialization and knowledge
about balanced nutrition.
Soekirman (2011) stated that in
2003 and 2005 the ………..
5. Kesimpulan dan There were changes to a balanced Kesimpulan Paragraph sudah melebihi ketentuan
saran. nutritional diet before and after 1. Sederhana, singkat dan jelas(ditulis dalam penulisan kesimpulan.
the intervention in the treatment sepanjang satu paragraph dalam Saran belum ada.
group and the control group. bentuk esai)
There was no difference in the 2. Pesan dapat tersampaikan
scores of knowledge, attitudes 3. Berisi intisari dari tulisan
and behavior of balanced nutrition 4. Dimulai dari hal khusus menjadi
for adolescents before and after hal yang umum
the intervention in the treatment 5. Menggunakan kosakata baku
group and the control group. It 6. Dapat bergabung dengan kalimat
can be concluded that there is no utama
influence pe mberian media 7. Dapat berupa hubungan sebab
applications Remind me to an akibat
increase in knowledge, attitudes 8. Dibuat berdasarkan kata kunci
and behavior of balanced nutrition Saran
in adolescents aged 13-15 years. 1. Saran ditulis tidak terlalu
The Remind me application panjang(maksimal 200 kata).
media is one of the media that can 2. Memuat harapan penulis.
keep up with technological 3. Berisi rekomendasi.
developments and trends among
teenagers so that it is expected to
be able to convey messages to
adolescents with an easy and
appropriate method. However, the
granting of media applications
Remind me as a media nutrition
education to adolescents still need
to be developed as an attempt to
download yempurnakan shortage
of applications ranging from
media display, the content of the
content, the specification mobile
phone or smart phone,
specification system better
programming and use of the
domain server that safer so that it
will reduce debugging in the
application system , so that the
message conveyed and the desired
goal can be achieved. In further
research, it is necessary to test the
acceptance of the Remind me
application media so that it can
continue to be developed
according to the times. In
addition, to overcome dietary
problems in adolescents, the
application of Remind Me can
increase knowledge, attitudes and
behavior of balanced nutrition for
adolescents, but adolescents need
to be exposed to the media
intensely and continuously.
6. Daftar pustaka  Aaliya, H., & • Urutan penulisan daftar pustaka Daftar pustaka di dalam artikel penelitian
Muwakhidah. (2017). adalah nama, tahun terbit, judul, ini sudah sesuai dengan syarat dan
Pengaruh Pendidikan Gizi lokasi penerbitan, nama penerbit. ketentuannya.
dengan Media Kinestetik • Masing-masing bagian dipisah
(Senam dan Lagu Pesan dengan tanda titik (.).
Gizi Seimbang) Terhadap • Ada pengecualian untuk lokasi
Peningkatan Gizi penerbit dengan nama penerbit,
dimana keduanya dipisah dengan
Seimbang Pada SD
tanda titik dua (:).
Muhammadiyah 4
• Gelar akademik, agama, dll dari
Kandangsapi Surakarta. penulis tidak perlu dicantumkan.
Jurnal Kesehatan, 10(2). • Judul karya tulis ditulis
 Academic of Nutrition menggunakan huruf miring,
and Dietetics. (2013). kecuali judul artikel.
Pocket Guide For • Jika artikelnya berbahasa Inggris
International Dietetics & maka ditulis
Nutrition Terminology dengan huruf miring.
(IDNT) Reference Manual • Daftar pustaka diurutkan
4th Edition. Hal 56. berdasarkan alfabet.
Chicago: Eat Right.
 Almatsier, S. (2002).
Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Gramedia.
 Almatsier, S., Soetardjo,
S., & Soekatri, M. (2011).
Gizi Seimbang Dalam
Daur Kehidupan. Jakarta:
PT. Gramedia.
 Andaningrum. (2014).
Pengaruh Komik Gizi
Seimbang Terhadap
Peningkatan
Pengetahuan Gizi Pada
Siswa Kelas V SDN Cisalak
3. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 1(2).
 Anggraeni, N. A., &
Sudiarti, T. (2017). Faktor
Dominan Konsumsi Buah
dan Sayur pada Remaja di
SMPN 98 Jakarta.
Indonesian Journal of
Human Nutrition , 5(1).
 Arimurti, D. (2012).
Pengaruh pemberian
Komik Pendidikan Gizi
Seimbang Terhadap
Pengetahuan Gizi Siswa
Kelas V Sdn Sukasari 4
Kota Tangerang. Depok:
Universitas Indonesia.
 Azrimaidaliza, I. P. (2011,
Agustus). Analisis
Pemilihan Makanan pada
Remaja di Kota Padang,
Sumatera Barat. Jurnal
Kesehatan Masyarakat
Nasional, 6(1).
 Azwar, S. (2003). Sikap
manusia teori dan
pengukurannya. Jakarta:
Pustaka Pelajar.
 Biro, F. M., & Wien, M.
(2010). Childhood
Obesity and Adult
Mobidities. The American
Journal of Clinical
Nutrition, 91.
 Bong Nguyen, M., & Mary
W, M. (2017). An after-
school cultural and age
sensitive nutrition
education intervention
for elementary
schoolchildren. Jurnal Of
Nutrition Education and
Behavior, 49.
 Brown, J. E. (2011).
Nutrition Through The
Life Cycle Fourth Edition.
USA: Thompson
Wadsworth.
 Chinetha, K. D. (2015). An
Evolution of Android
Operating System and Its
Version. International
Journal of Engineering
and applied science, 2(2).
 Contento, I. R. (2011).
Nutrition Education.
Sudburry: Jons and
bartlett publisher.
 Cortison, C. S., & Sefcek,
J. A. (2009). Eriksonian
Lifespan Theory and Life
History Theory: An
Integration Using the
Example of Identity
Formation. American
Psychological
Association .
 Damayanti, T. (2017).
Pengaruh Pemberian
Penyuluhan
Menggunakan Media
Monopoli Gizi Seimbang
(MOZIBANG) Terhadap
Pengetahuan dan Sikap
Mengenai Gizi Seimbang
Siswa Kelas V Sekolah
Dasar. Skripsi: Poltekkes
Bandung.
 Dewi, M., & Aminah, M.
(2016, Juni). Pengaruh
Edukasi Gizi terhadap
Feeding Practice Ibu
Balita Stunting Usia 6-24
Bulan. Indonesian Journal
of Human Nutrition, 3(1),
1-8.
NAMA : Lidya kurnia lestari
TINGKAT/SEMESTER : 3/6

Identitas Artikel penelitian : Krestanto, B., Handayani, D., & Puryatni, A. THE RELATIONSHIP BETWEEN LEVELS OF CYSTEINE
AND ACTIVATION OF P65, P50 SUBUNITS OF NF-B IN CHILDREN WITH MARASMUS TYPE MALNUTRITION.
No Bagian Tertulis Syarat dan Ketentuan Hasil review
manuskrip
1 ABSTRAK Background: Decreasing levels  Latar belakang. Bagian ini Belum ada kriteria inklusi dan
of cysteine are known to cause menjelaskan tentang fenomena ekslusi,belum ada metode analisis data
changes in the redox yang terjadi dan alasan
environment. GSH proved pengambilan topik.
antioxidants can lower the  Tujuan. Bagian ini berisi tujuan
reduction potential of penelitian secara umum.
GSSG/2GSH and activation of  Metode. Bagian ini berisi: kata
NF-kB. Many studies have kunci dan database, kriteria
proven the benefits of cysteine inkulsi/ ekslusi.
in patients with protein  Hasil dan diskusi. Tulislah hasil
malnutrition, but there is no dari literatur yang telah
research to prove the role of direview dan dianalisis.
cysteine in patients with Ringkasan singkat kekuatan dan
marasmus type malnutrition. keterbatasan bukti (misalnya
Aims: To determine the ketidakkonsistenan,
relationship between levels of ketidaktepatan,
cysteine and activation of NF- ketidakkonsistenan bukti
kB in children with marasmus pendukung atau konflik
type malnutrition. Methods: lainnya).
This study was an  Simpulan dan saran. Tulislah
observational analytic study implementasi hasil dari LR dan
using cross-sectional design. usulan bagi pihak terkait agar
The cysteine and activation of bisa memanfaatkan hasil
p65,p50 subunits of NF-kB penelitian.
measured in two groups as  Kata Kunci. kata kunci terdiri
marasmus type malnutrition dari 3-5 kata/kosa kata.
and controls of well-nourished
children. Marasmus type
malnutrition consisting of 18
children and controls
consisting of 18 well-nourished
children. The levels of cysteine
was measured using ELISA,
while activation of p65,p50
subunits of NF-kB examined
using flowcytometry method.
Results: The results of this
study showed that an average
of cysteine level ranking of
marasmus type malnutrition
group was lower compared to
well-nourished group (11.33 vs
25.67 pg/mL; p<0.0 05), while
activation of p50 subunits of
NF-kB was not significantly
different between marasmus
type malnutrition group and
control (15.47 vs 21.53;
p=0.085). The Spearman
correlation between levels of
cysteine and activation of p65
subunits of NF-kB in children
with marasmus type
malnutrition showed no
significant correlation (r=-
0.012; p=0.961), likewise
between cysteine and
activation of p50 subunits of
NF-kB also indicated no
significant correlation (r=-
0.428; p=0.076). Conclusion:
Cysteine levels and activation
of p65,p50 subunits of NF-kB
in children with marasmus type
malnutrition were significantly
lower compared with well-
nourished children. There was
no significant correlation
between the levels of cysteine
with the activation of p65,p50
subunits of NF-kB in patients
with marasmus type
malnutrition.
Keywords: cysteine levels,
activation of p65,p50 subunits
of NF-kB, children, marasmus
type malnutrition.

2. Pendahuluan The high rate of mortality among  Paragraph 1 dan 2 biasanya Didalam penelitian tersebut.masalah yang
children under 5 years of age mengenalkan pembaca kebidang diteliti secara umum ada,menjelaskan
(infants) is still one of the health masalah yang diteliti secara umum. yang lebih spesifik juga ada, tetapi tidak
problem in the world. One of  Paragraph selanjutnya menjelaskan ada menuliskan pertanyaan
conspicuous cause is the lebih spesifik. eksperimentalnya.
nutritional state that is less or  Terakhir pertanyaan eksperimental
even worse. Noted one in three apa yang akan dijawab oleh sebuah
deaths among young children in penelitian dan bagaimana
the world each year due to poor melakukannya.
nutritional quality (Golden,
2002). A study also shows at least
3,5 million children deaths per
year due to malnutrition and poor
quality of food (WHO, 2000;
Golden, 2002).
World Health Organization
(WHO) estimates that 54 percent
of deaths in children are caused
by poor nutritional status (WHO,
2000). The Directorate-General
for Nutrition and KIA Indonesia
declared decrease the prevalence
of malnutrition among children
under five from 5,4% in 2007 to
4,9% in 2010.
Despite the decrease, but the
nominal amount of malnourished
children is still relatively large
compared to the number of large
Indonesian population. Riskesdas
data in 2013 showed the
prevalence of malnutrition in
children under five illustrates the
fluctuating from 18,4 percent
(2007) decreased to 17,9 percent
(2010) and then increased again
to 19,6 percent (2013).
Marasmus and kwashiorkor are
two main forms of clinical
manifestation of calorie-protein
malnutrition that occurs in a
condition of malnutrition.
Marasmus is characterized by
wasting and decreased physical
activity, but it still has the mental
status and appetite that are
relatively normal. Kwashiorkor,
including marasmic kwashiorkor,
is illustrated with massive oedema
of hands and feet, irritability,
decreased appetite, desquamative
skin, discolored hair, and fatty of
spacious liver (Golden, 2002;
WHO, 2005). Until now, factor
that is cause of marasmus or
kwashiorkor is still unknown.
Marasmus linked with adaptation
to
the input of energy and protein
are inadequate, while kwashiorkor
is the incidence of dis-adaptation
(WHO,
2000; Golden, 2002).
Energy deficiency and protein
that occur in malnutrition known
to affect cellular immunity
disorder significantly, as well as
changes in the immune response
that will increase the
susceptibility to infection
(Schaible et al., 2007). Protein
calorie malnutrition, deficiency of
fatty acid, vitamin, and trace
element will
affect the production of cytokines,
especially in condition of sepsis
(Grimble, 2001). WHO said that a
lack of nutrients or presence of
infection that increases the body's
nutritional needs is a cause of
protein-energy malnutrition
(WHO, 2000). Thus there is a
complex link of nutrition-
infection as breaking out of circle
that is mutually causing each
other. The management of
malnutrition must be done
comprehensively. In children with
severe malnutrition, have proven
consistently that the concentration
of Gluthatione reduced (γ-
glutamylcysteinylglycine, or
GSH) is quite low compared to
normal children, especially on
malnutrition with oedema
(Jahoor, 2012). Redox cycle of
GSH is a major component of the
antioxidant defense of body.
Low levels of GSH persumed is
caused a disturbance in
antioxidant capacity. The low
concentration of GSH in
malnutrition is also caused by
disturbance of synthesis due to
low levels of cysteine
concentration (Khare et al., 2014).
Furthermore, children with
oedematous malnutrition have
increased the levels as marker of
oxidant induced by lipid
peroxidation, such as
malondialdehyde, Hexanal, and
lipid hydroperoxidase (Aly et
al., 2014). Cysteine is amino acid
containing natural sulfur found in
most proteins. Cysteine is one of
the 20 standard amino acids
needed by human. Some research
findings prove strongly that the
decline in the release of cysteine
from protein breakdown is a
major contributor to the reduced
production of cysteine in
malnourished children. So that all
malnourished children could
decrease cysteine production due
to decreased contributions from
the protein breakdown and not
due to decreased de novo
synthesis (Nimni et al., 2007).
Giving cysteine as one of the
management of malnutrition is
expected to improve homeostasis
of GSH. Giving the cysteine is
expected to optimize immune
function, reduce the damage
caused by oxidants, and can
ultimately restore the integrity
and function of cell membrane
(Ghone, 2013).
Nuclear Factor-kappa B (NF-B)
is a heterodimer of p65 and p50
subunits as an inactive form in the
cytoplasm bound with inhibitor
kappa-B (IB). In humans, NF-
B is arranged in several proteins,
arranged in structure of homo and
heterodimers which are formed
five proteins, namely NF-B1
(p105/p50), NF-B2 (p100/p52),
RelA (p65), RelB, and c-Rel
(Hayden and Ghosh, 2008). After
translocate into the nucleus,
NF-B heterodimer will bind to
specific DNA to activate
transcription of cytokine genes
that play a role in the immune
response and inflammation (Dutta
et al., 2006; Perkins, 2007).
Translocation of NF-B induced by
LPS responds to oxidative stress
and tissue redox environment.
Redox environment that is more
Oxidized associated with an
increased translocation of NF-B.
On the contrary, the lower redox
status may decrease the activation
of NF-B. Potential reduction of
GSH disulfide (GSSG)/2GSH is
an indicator of tissue redox
environment. Antioxidants,
particularly glutathione, can
reduce the potential reduction of
GSSG/2GSH and
activation of NF-B (Li et al.,
2002).
Jun Li et al. (2002) stated that
protein malnutrition reduces the
levels of antioxidants, disturbs the
immune function, and increases
sensitivity to opportunistic
infection and septic shock. Many
studies have
proven the benefits of cysteine in
patients with protein malnutrition,
but there is no research to prove
the role of cysteine in patients
with malnutrition marasmus. This
is understandable because
marasmus is one form of
malnutrition that is most common
founded and is the end result of
severity grade of malnutrition.
Protein malnourished sufferer is
also more susceptible to septic
shock (Badaloo et al., 2012). To
learn more about relationship
between the levels of cysteine and
activation of NF-B in a child
with severe malnutrition
marasmus causes the
encouragement to do research on
the relationship between the
levels of cysteine and NF-B
activation of p65, p50 subunits in
children with the malnutrition
marasmus. The results obtained
from this study are expected to
contribute in a developing
treatment of malnutrition more
optimally so as to provide a better
prognosis.

3. Metode Malnutrition is the condition 1. Informasikan secara ringkas Di dalam metode penelitian ini belum
status of a person whose mengenai bagaimana penelitian itu ada menyebutkan sampel, populasi jenis
nutritional deficiencies, or his dilakukan. Uraian disajikan dalam penelitian, dan menggunakan alat atau
nutritional is below the beberapa paragraf tanpa subbagian. bahan apa dalam penelitian, belum ada
standard average. Malnutrition Hanya hal-hal yang pokok saja menjelaskan menggunakan analisis data
is defined as a measure of yang disajikan. Uraian rinci apa.
weight for height or body tentang rancangan penlitian tidak
length below 70%, or less than perlu diberikan.
2. Materi pokok bagian ini adalah apa
-3 SD (standard deviation) or
jenis penelitiannya, siapa
more below the average for the pupolasinya dan bagaimana
reference value of National penarikan/pemilihan sampelnya,
Center for Health Statistics bagaimana data dikumpulkan,
(Manary and Sandige, 2008). siapa sumber data, dan bagaimana
Malnutrition is divided into data dianalisis.
three types, namely 3. Penelitian yang menggunakan alat
malnutrition due to lack of dan bahan perlu ditulis spesifikasi
protein (called kwashiorkor), alat dan bahannya.
due to lack of energy or 4. Untuk penelitian kualitatif perlu
calories (called marasmus), ditambahkan perincian mengenai
kehadiran peneliti, subjek penelitan
and the lack of both
dan informan beserta cara-cara
(Katsilambros, 2011). Primary mengambil data penelitian, lokasi
malnutrition is caused by a diet penelitian dan lama penelitian.
that is less a source of protein Selain itu juga diberikan uraian
and/or calories, while mengenai pengecekan keabsahan
secondary malnutrition is hasil penelitian.
usually caused by
complications of chronic
diseases, such as AIDS,
malignancy, chronic renal
failure, inflammatory bowel
disease, and other diseases that
affect the body's ability to
absorb or use nutrient
(nutrient), or also to
compensate for the loss of
nutrients (Golden, 2002).
Malnutrition is a condition in
which a person is declared lack
of nutrients, or by another
expression his nutritional status
is below the standard average.
These Nutrients are protein,
carbohydrates, and calories.
Malnutrition is caused by an
imbalance between intake with
the need for nutrients (Celik et
al., 2012). Malnutrition (severe
malnutrition) is the most
severe form of the occurrence
of chronic malnutrition (WHO,
2000). Healthy Infants (under
five years) or malnutrition can
be seen from the weight gain
every month until the age of at
least 2 years (baduta).
According to World Health
Organization standards, If the
weight gain fit in with the
increased of age, the child is
said to be well-nourished. If it
is slightly below the standards
it is said to the status of
chronic malnutrition. If it is far
below the standards it issaid
severe malnutrition. Thus the
term of malnutrition is a form
of severe malnutrition with
heavy or acute levels (Golden,
2002).
4. Hasil This study used a study design 1. Hasil harus disajikan dalam urutan Dalam penelitian tersebut sudah lengkap
of case control, in which data yang sistematis, logis, dan tanpa apa yang harus ada di dalam hasil.
was taken by cross sectional by ada interpretasi.
using a sampling technique fit 2. Hindari data yang tidak relevan
3. Sajikan data dalam bentuk gambar
with the calculation of sample
atau tabel yang mudah dimengerti
size. Overall the subjects in 4. Format hasil penelitian dan
this study amounted to 36 pembahasan tidak dipisahkan,
people, consisting of 18 mengingat jumlah halaman yang
children suffering from tersedia bagi penulis terbatas.
infection with severe 5. Manuskrip ditulis dengan
malnutrition marasmus kerapatan baris 1,5 spasi, huruf
condition as the case group and Cambria 12 .
18 children suffering from 6. Hasil penelitian dapat disajikan
infection with good nutritional dengan dukungan tabel, grafik atau
conditions as the control group. gambar sesuai kebutuhan, untuk
memperjelas penyajian hasil secara
Overall, of the 36 subjects of
verbal.
the study there were 17 boys 7. Judul tabel dan grafik atau
and 19 girls. In the case group keterangan gambar disusun dalam
there were 10 boys (55,6%) bentuk frase (bukan kalimat)
and 8 girls (44,4%), whereas in secara ringkas.
the control group, there were 7 8. Keterangan gambar/grafik
boys (38,9%) and 11 were girls diletakkan di bawah gambar/grafik
(61,1%).A mean age in the tersebut, sedangkan judul tabel
group of severe malnutrition diletakkan di atasnya. Judul
marasmus was 77,0058,56 diawali dengan huruf kapital.
months, while the control 9. Jangan mengulang menulis angka-
angka yang telah tercantum dalam
group was 47,1142,87 tabel di dalam teks pembahasan.
months. The lowest age of the Jika akan menekankan hasil yang
cases group of malnutrition diperoleh sebaiknya sajikan dalam
marasmus was 6 months and bentuk lain, misalnya persentase
the highest age was 13 years. atau selisih. Untuk menunjukkan
The lowest age in the control angka yang dimaksud, rujuk saja
group was 1 month and the tabel yang memuat angka tersebut.
highest age was 12 years.
Infectious conditions contained
in the group of most cases of
severe malnutrition marasmus
were pneumonia and
tuberculosis while in the
control group was most
suffering from dengue fever.
Characteristics of the study
sample are shown in Table 5.1.
Based on the results in the
table above it is known that
only the variables of albumin
and urea levels are significant
differences between groups of
malnutrition with good
nutrition, because it has a p-
value <0,05. This study used
two methods namely
flowcytometry and ELISA.
The examination of
Flowcytometry aimed to look
at the NF-B activation of p65
and p50 subunits in PBMC,
while ELISA aimed to see the
levels of cysteine in the blood
plasma edge. On
flowcytometry examination, a
population of lymphocytes in
mononuclear cells (black
colour) was calculated first,
then each of the NF-B
activation of p65 and p50
subunits were seen. Each of
them were counted in % gate
and analyzed, as Figure 5.1
below. Figure (a) is a
population of lymphocytes in
mononuclear cells. Figure (b)
is the NF-B activation of p65
subunit. Figure (c) the NF-B
activation of p50 subunit.
5. Kesimpulan CONCLUSIONS AND 1. Sederhana, singkat dan jelas(ditulis Seharusnya penulisan kesimpulan dalam
RECOMMENDATIONS From sepanjang satu paragraph dalam bentuk narasi.
this study it can be concluded: bentuk esai)
1. Cysteine levels in patient 2. Pesan dapat tersampaikan
with malnutrition 3. Berisi intisari dari tulisan
marasmus was 4. Dimulai dari hal khusus menjadi
significantly lower hal yang umum
compared with patients 5. Menggunakan kosakata baku
with good nutrition. 6. Dapat bergabung dengan kalimat
2. The NF-B Activation of utama
p65 subunit in patient 7. Dapat berupa hubungan sebab
with malnutrition akibat
marasmus was lower and 8. Dibuat berdasarkan kata kunci
significantly different
compared with patient
with good nutrition.
3. The NF-B Activation of
p65 subunit in patient
with malnutrition
marasmus was lower and
significantly different
compared with patient
with good nutrition.
4. There was no significant
correlation between the
levels of cysteine with the
NF-B activation of p65
and p50 subunits in
patient with malnutrition
marasmus.
6. Saran 1. Further research is 1. Saran ditulis tidak terlalu Di dalam saran sudah terpenuhi dalam
needed to samples in panjang(maksimal 200 kata). penulisan saran.
different areas so as to 2. Memuat harapan penulis.
describe the levels of 3. Berisi rekomendasi.
cysteine in patient with
malnutrition marasmus in
Indonesia.
2. Needed the advanced
research and
epidemiological studies
uses the larger samples
and more homogeneous.
3. Another research is
needed that examines the
relationship between
oxidative stress and
antioxidant on the
activation of NF-B in
patient with malnutrition
marasmus
7. Daftar pustaka  Abbas AK, Lichtman  Urutan penulisan daftar pustaka Sudah sesuai dengan syarat dan ketentuan
AH, Pillai S. 2015. adalah nama, tahun terbit, judul, yang sudah dijelaskan disamping.
Cellular and Molecular lokasi penerbitan, nama penerbit.
Immunology. 8th ed.  Masing-masing bagian dipisah
Elsevier Saunder. dengan tanda titik (.).
Canada.  Ada pengecualian untuk lokasi
 Adjei-Frempong M, penerbit dengan nama penerbit,
Minkah B, Quaye L, dimana keduanya dipisah dengan
Acquah SEK, Opoku A, tanda titik dua (:).
Imrana M. 2012.  Gelar akademik, agama, dll dari
Evaluation of changes in penulis tidak perlu dicantumkan.
pro-inflammatory  Judul karya tulis ditulis
cytokines in menggunakan huruf miring,
malnourished children: A kecuali judul artikel.
Ghanaian case study. J  Jika artikelnya berbahasa Inggris
Med Biomed Sci. 1:21–8. maka ditulis dengan huruf miring.
 Ahmed T, Rahman S,  Daftar pustaka diurutkan
Cravioto A. 2009. berdasarkan alfabet.
Oedematous malnutrition.
Indian J Med Res.
130:651-4.
 Alam NH, Hamadani JD,
Dewan N, Fuchs GJ.
2003. Efficacy and safety
of a modified oral
rehydration solution
(ReSoMaL) in the
treatment of severely
malnourished children
with watery diarrhea. J
Pediatr. 143:614-619.
 Aly GS, Shaalan AH,
Mattar MK, Ahmed HH,
Zaki ME, Abdallah HR.
2014. Oxydative stress
status in nutritionally
stunted children. Egypt
Ped Assoc Gazz. 62:28-
33.
 Appleton and Vanbergen,
2013. Metabolism and
Nutrition. Medicine
Crash Course 4th ed.
Moseby. London.
 Avram MA,
Chattopadhyay J, Fein
PA, Mittman M. 2006.
Monitoring Albumin
Level as an Indicator of
Nutrition in Uremia
Therapy. Nefrologia I
Dializoterapia Polska.
10:163-5.
 Badaloo A, Hsu JW,
Taylor-Bryan C, Green C,
Reid M, Forrester T, et al.
2012. Dietary cysteine is
used more efficiently by
children with severe acute
malnutrition with edema
compared with those
without edema. Am J
Clin Nutr. 95:84–90.
 Badaloo A, Reid M,
Forrester T, Heird WC,
Jahoor F. 2002. Cysteine
supplementation
improves the erythrocyte
glutathione synthesis rate
in children with severe
edematous malnutrition.
Am J Clin Nutr. 76:646–
52.
 Bauchart-Thevret C, Stoll
B, Burrin DG. 2009.
Intestinal metabolism of
sulfur amino acids. Nutr
Res Rev. 22:175–87.
 Bhoite R, Lyer M. 2011.
Magnitude of
Malnutrition and Iron
Deficiency Anemia
among Rural School
Children: An appraisal.
Asian J Exp Biol. 2:354-
62.
 Bonizzi G, Karin M.
2004. The two NF-B
activation pathway and
their role in innate and
adaptive immunity.
Trends in Immunology.
70:505-15.
 Bowie A, O’Neill LA.
2000. Oxidative stress
and nuclear factor-B
activation: reassessment
of the evidence in the
light of recent
discoveries. Biochem
Pharmacol. 59:13-23.
 Brosnan JT, Brosnan ME.
2006. The Sulfur-
Containing Amino Acids:
An Overview. J Nutr.
136:1636S–1640S.
 Brown KH, Nyirandutiye
DH, Jungjohann S. 2009.
Management of children
with acute malnutrition in
resource-poor settings.
Nat Rev Endocrinol.
5:597–603.
 Caamano J, Hunter CA.
2002. NF-B family of
transcription factors:
central regulators of
innate and adaptive
immune functions.
Clinical Microbiology
Review. 15:414-29.

NAMA : Lidya kurnia lestari


TINGKAT/SEMESTER : 3/6

Identitas Artikel penelitian : Baswedan, S. I., & Sumarmi, S. (2021). ASSOCIATION OF MACRONUTRIENT INTAKE WITH
PERCENTAGE OF VISCERAL FAT IN INTERNATIONAL STUDENT AT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA. Media Gizi
Indonesia, 16(1), 48-52.
No Bagian Tertulis Syarat dan Ketentuan Hasil review
manuskrip
1 ABSTRAK Diets are often associated with nutritional status of a  Latar belakang. Bagian Belum ada hasil,
person. Good nutritional status always accompany a ini menjelaskan tentang kesimpulanan saran.
good diet, if the intake of food is good, then it will fenomena yang terjadi
give a good nutritional status as well. If energy dan alasan pengambilan
intake exceeds output energy along with low topik.
physical activity, so it can lead to a build up of fat  Tujuan. Bagian ini berisi
and increase the risk of overweight and obesity. The tujuan penelitian secara
purpose of this research was to analyze the umum.
relationship between macronutrient intake with  Metode. Bagian ini
visceral fat on foreign students Universitas berisi: kata kunci dan
Airlangga in Surabaya. This study is observational, database, kriteria inkulsi/
cross-sectional research design. The research ekslusi.
sample was 65 students, where subjects was  Hasil dan diskusi.
determined by purposive with inclusion criteria that Tulislah hasil dari
had stayed at least 6 months in Indonesia, healthy, literatur yang telah
and not on a diet. The independent variable is the direview dan dianalisis.
level of macro nutrient adequacy. The dependent Ringkasan singkat
variable is the visceral fat. Data were analyzed kekuatan dan
using chi-square test with a signifi cance level of keterbatasan bukti
Keywords: macronutrients, visceral fat, foreign (misalnya
student ketidakkonsistenan,
ketidaktepatan,
ketidakkonsistenan bukti
pendukung atau konflik
lainnya).
 Simpulan dan saran.
Tulislah implementasi
hasil dari LR dan usulan
bagi pihak terkait agar
bisa memanfaatkan hasil
penelitian.
 Kata Kunci. kata kunci
terdiri dari 3-5 kata/kosa
kata.

2. Pendahuluan In Indonesia, in 2016 the Ministry of Research,  Paragraph 1 dan 2 biasanya Didalam penelitian
Technology and Higher Education issued 6,967 mengenalkan pembaca tersebut.masalah yang diteliti
study permits for foreign students (Suwignjo,2017). The kebidang masalah yang secara umum ada,menjelaskan
interest of foreign students in studying diteliti secara umum. yang lebih spesifik juga ada,
in Indonesia is increasing. Foreign students who apply  Paragraph selanjutnya tetapi tidak ada menuliskan
for higher education in Indonesia range from 100-500 menjelaskan lebih spesifik. pertanyaan eksperimentalnya.
application letters per week which are  Terakhir pertanyaan
sent to the Ministry of Research, Technology and Higher eksperimental apa yang
Education (Suwignjo, 2017). In Surabaya, there are akan dijawab oleh sebuah
several universities that have programs for foreign penelitian dan bagaimana
students such as Petra Christian University, Surabaya melakukannya.
University (UBAYA), Ten November Institute of
Technology (ITS), and Universitas Airlangga (UNAIR).
Foreign students are students who come and move from
their home country to another country,
bringing the values, habits, beliefs, and behavior
of their country of origin (Wijaya, 2013). For some
people studying in another country is a challenge
in itself. Following educational programs at tertiary
institutions in other countries will provide
opportunities to be able to learn languages, cultures and
gain meaningful life experiences for students who do
(Amanah, 2015).
Switching regions can lead to changes in diet and diet.
These changes are adjusted to the
environment or country in which they live. Based on the
results of research in several countries, if the new
migrant population maintained their diet, then
a person had a lower risk of disease than the native
population of that country (Tobias et al., 2012). A
person’s diet can be infl uenced by cultural factors.
Cultural differences can also lead to differences in eating
patterns between individuals. Cultural factors infl uenced
a person in behaving and fulfi lling basic biological
needs, including
food needs (Sulistyoningsih, 2011). Previous research
has shown a decrease in the amount of intake by about ±
20% among
foreign students in Surabaya. This occured due to
differences in cultural environments that made it diffi
cult for foreign students to adapt and the lack of access
to food. Foreign students found it
diffi cult to fi nd local food, besides that foreign students
often skip their meals, only 1-2 times a
day (Levina and Muniroh, 2018).
A person’s health condition is also determined by
physical activity. If the energy consumed is excessive, it
is not the same as the energy expended and added with
less physical activity, it can cause weight gain,
increasing the risk of obesity and obesity
(Mahardikawati et al., 2008). Diet has a positive
relationship with obesity status. This is in line with high
body fat and visceral fat deposits (Putri et al., 2017).
Visceral fat is fat in the body that accumulates in the
central part of the body and wraps around
the internal organs of the body. Excess visceral fat is
associated with the incidence of central obesity. Central
obesity is associated with an increased
risk of degenerative diseases (Sugianti et al., 2009). This
research was conducted to identify the intake of macro
nutrients through the adequacy
level of intake with the percentage of visceral fat, for
foreign students at Universitas Airlangga, in Surabaya.

3. Metode This research was conducted with a crosssectional 1. Informasikan secara Sudah lengkap apa yang
design with 65 respondents of foreign students ringkas mengenai dijelaskan dalam metode
studying at Universitas Airlangga, Surabaya. bagaimana penelitian itu penelitian.
Respondents were selected using purposive dilakukan. Uraian disajikan
dalam beberapa paragraf
sampling, with the inclusion criteria of foreign
tanpa subbagian. Hanya
students who have lived in Indonesia for at least 6 hal-hal yang pokok saja
months, were in good health and were not on a diet. yang disajikan. Uraian
Respondents who had met the inclusion criteria rinci tentang rancangan
were contacted via email to ask about their penlitian tidak perlu
willingness to be the respondent, their health status diberikan.
and diet. Email addresses were obtained from 2. Materi pokok bagian ini
Airlangga Global Engagement (AGE) until the adalah apa jenis
number of respondents was met. This research was penelitiannya, siapa
conducted with a crosssectional design with 65 pupolasinya dan
bagaimana
respondents of foreign students studying at
penarikan/pemilihan
Universitas Airlangga, Surabaya. Respondents were sampelnya, bagaimana data
selected using purposive sampling, with the dikumpulkan, siapa sumber
inclusion criteria of foreign students who have lived data, dan bagaimana data
in Indonesia for at least 6 months, were in good dianalisis.
health and were not on a diet. Respondents who had 3. Penelitian yang
met the inclusion criteria were contacted via email menggunakan alat dan
to ask about their willingness to be the respondent, bahan perlu ditulis
their health status and diet. Email addresses were spesifikasi alat dan
obtained from Airlangga Global Engagement bahannya.
(AGE) until the number of respondents was met. 4. Untuk penelitian kualitatif
perlu ditambahkan
The data were taken from May to June 2019. The
perincian mengenai
method used when data collection was face-to-face kehadiran peneliti, subjek
interviews followed by measuring body visceral fat. penelitan dan informan
Macro nutritional intake data were obtained from a beserta cara-cara
2x24 hour food recall questionnaire. The intake mengambil data penelitian,
datas were analyzed using Nutrisurvey software to lokasi penelitian dan lama
determine the amount of macro nutrient intake, then penelitian. Selain itu juga
compared with the Nutritional Adequacy Rate diberikan uraian mengenai
(RDA). Adequacy of macro nutrients was said to be pengecekan keabsahan
suffi cient if it meets 80% -110% of the RDA hasil penelitian.
(WNPG, 2004). Data on the visceral fat percentage
of foreign students were obtained through direct
measurement using Bioimpedance Analysis (BIA)
Omron HBF375. Percentage of foreign students
visceral fat compared with cut-off from Omron
Healthcare. The percentage of visceral fat was
categorized as normal if ≤9%, high if> 9% to ≤14%,
and very high if> 14%. Data analysis used SPSS 21
software by performing a Chi-square test to analyze
the relationship between macro nutrient intake and
visceral fat. The signifi cance value used <0.05.To
find out how much influence the intake of macro
nutrients has on the percentage of visceral fat, a
linear regression test was carried out on the
adequacy of energy and fat with the percentage of
visceral fat. This research has received approval
from the faculty of Nursing Ethics Commission on
May 7, 2019 with number 1387-KEPK.

4. Hasil Respondents Characteristic Table 1 shows that most 1. Hasil harus disajikan dalam Sudah lengkap apa yang harus
of the respondents (52.3%) were young adults (18- urutan yang sistematis, ada di dalam hasil penelitian.
25 years). Age has a signifi cant relationship with logis, dan tanpa ada
the incidence of central obesity (Nurrahmawati and interpretasi.
2. Hindari data yang tidak
Fatmaningrum, 2018). Most of the respondents
relevan
(66.2%) are currently pursuing a Masters degree 3. Sajikan data dalam bentuk
and the largest number of respondents are from gambar atau tabel yang
postgraduate faculties. A person’s education is very mudah dimengerti
infl uential with the level of one’s individual 4. Format hasil penelitian dan
knowledge, so that it will increase awareness of pembahasan tidak
healthy living habits (Rahajeng and Tuminah, dipisahkan, mengingat
2009). More female respondents (63%) than male jumlah halaman yang
respondents (27%). Female gender had a signifi tersedia bagi penulis
cant relationship with the incidence of central terbatas.
obesity. Women had a 1.7 times higher risk of 5. Manuskrip ditulis dengan
kerapatan baris 1,5 spasi,
experiencing central obesity than men (Puspitasari,
huruf Cambria 12 .
2018). Most of the respondents came from the 6. Hasil penelitian dapat
Asian continent (70.8%), such as Myanmar, disajikan dengan dukungan
Malaysia, Yemen, Timor Leste, Palestine, Pakistan, tabel, grafik atau gambar
Syria and Syria. In addition, there were respondents sesuai kebutuhan, untuk
who came from the African continent, namely from memperjelas penyajian
Madagascar, Malagasy, Nigeria, Rwanda, Uganda, hasil secara verbal.
Zimbabwe, Tanzania, Ethiopia, and Kenya. Intake 7. Judul tabel dan grafik atau
and Adequacy of Respondents’ Macro Nutrients keterangan gambar disusun
dalam bentuk frase (bukan
Table 2 shows that the average energy intake of
kalimat) secara ringkas.
foreign students was 1.781 kcal, protein was 66.15 8. Keterangan gambar/grafik
g, fat was 69.7 g and carbohydrate was 224.56 g. diletakkan di bawah
Table 3, shows that most (78.5% and 81.5%) the gambar/grafik tersebut,
level of energy and carbohydrate adequacy of sedangkan judul tabel
foreign students was in the low category. As much diletakkan di atasnya.
as 43.1% had a less adequate level of fat and 60% Judul diawali dengan huruf
had a more adequate level of protein Visceral Fat kapital.
Level Table 4 shows more than 80% of foreign 9. Jangan mengulang menulis
students had visceral fat in the normal category and angka-angka yang telah
less than 20% have abnormal levels. Central obesity tercantum dalam tabel di
dalam teks pembahasan.
can be seen based on the size of the waist
Jika akan menekankan
circumference. High visceral fat affects waist hasil yang diperoleh
circumference and can increase the risk of central sebaiknya sajikan dalam
obesity (Gadekar et al., 2018). Relationship between bentuk lain, misalnya
Macro Nutrient Intake and Viseral Fat The results persentase atau selisih.
of this study indicated that there was a signifi cant Untuk menunjukkan angka
relationship at Universitas Airlangga, Surabaya did yang dimaksud, rujuk saja
not show a signifi cant relationship (p> 0.05). tabel yang memuat angka
Supported by the research of Nurrahmawati and tersebut.
Fatmaningrum (2018) where there was no signifi
cant relationship between carbohydrate and protein
intake with the incidence of central obesity. Based
on the results of the linear regression test above, the
regression function for energy adequacy was Y =
0.898 + 3.589X and for fat adequacy was Y = 2.038
+ 1.712X. Each additional 1% level of energy suffi
ciency, the percentage of visceral fat of the
respondent will increase by 3.589. For every 1%
increase in the adequacy level of fat, the percentage
of visceral fat will increase by 1.712. The higher the
energy and fat intake, the increase in visceral fat
will occur. Another study conducted by Sholuhiyah
(2018) showed a signifi cant relationship between
the level of energy adequacy and visceral fat (p =
0.037). High levels of energy suffi ciency will be
followed by high visceral fat. In contrast to Sofa’s
research (2018) where there was no signifi cant
relationship between visceral fat and food intake.
The size of the waist circumference can be affected
by the level of visceral fat. The risk of experiencing
central obesity can increase due to the higher
percentage of visceral fat (Gadekar et., 2018).
Central obesity can occur when more energy in the
form of food enters the body than the energy needed
or used and will be stored in the form of fat. Excess
fat will be accumulated in the abdominal adipose
tissue in the form of triglycerides. High calorie
intake, lifestyle modernization, and low physical
activity are other factors that cause central obesity
(Pahlevi, 2012). Central obesity is associated with
an increased risk of degenerative diseases (Sugianti
et al., 2009). Degenerative diseases in question such
as cardiovascular disease, dyslipidemia, diabetes
mellitus II, hypertension, and insulin resistance.
5. Kesimpulan dan Energy and fat intake were significantly associated with Kesimpulan Kesimpulannya sudah lengkap
saran. visceral glue. The higher the intake of energy and fat that 1. Sederhana, singkat dan hanya saja saran yang belum
is not used by the body, it will be stored and jelas(ditulis sepanjang satu ada di dalam penelitian ini.
accumulated into fat and the higher the level of visceral paragraph dalam bentuk
fat. The intake of carbohydrates with protein was not esai)
signifi cantly associated with visceral fat. The greater the 2. Pesan dapat tersampaikan
energy intake and fat accumulated, the visceral fat will 3. Berisi intisari dari tulisan
increase. 4. Dimulai dari hal khusus
menjadi hal yang umum
5. Menggunakan kosakata
baku
6. Dapat bergabung dengan
kalimat utama
7. Dapat berupa hubungan
sebab akibat
8. Dibuat berdasarkan kata
kunci
Saran
1. Sran ditul tidak terlalu
panjang(maksimal 200
kata).
2. Memuat harapan penulis.
3. Berisi rekomendasi.
6. Daftar pustaka  Amanah, S. (2015) Pola komunikasi dan proses • Urutan penulisan daftar Artikel penelitian ini Sudah
akulturasi mahasiswa asing di STAIN Kediri, pustaka adalah nama, tahun sesuai dengan syarat dan
Realita, 13(1), 54–64. Retrieved from http:// terbit, judul, lokasi ketentuan daftar pustaka.
jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/realita/article/ penerbitan, nama penerbit.
view/52. • Masing-masing bagian
 Gadekar, T. (2018) Correlation of visceral body dipisah dengan tanda titik
fat with waist–hip ratio, waist circumference and (.).
body mass index in healthy adults: A cross • Ada pengecualian untuk
sectional study, Medical Journal Armed Forces lokasi penerbit dengan
India. Director General, Armed Forces Medical nama penerbit, dimana
Services, 1–6. doi: 10.1016/j. keduanya dipisah dengan
mjafi .2017.12.001. tanda titik dua (:).
 Levina, A. & Muniroh, L. (2018) Perbedaan • Gelar akademik, agama, dll
asupan makronutrien mahasiswa asing sebelum dari penulis tidak perlu
dan saat tinggal di Surabaya, Indonesia, Gizi dicantumkan.
Indonesia, 41(2), pp. 97–104. Retrieved from • Judul karya tulis ditulis
https:// menggunakan huruf
ejournal.persagi.org/index.php/Gizi_Indon/ miring, kecuali judul
article/view/291. artikel.
 Mahardikawati, K., Venny, A. & Roosita (2008) • Jika artikelnya berbahasa
Aktivitas fi sik, asupan energi dan status gizi Inggris maka ditulis
wanita pemetik teh di PTPN VIII Bandung, Jawa dengan huruf miring.
Barat, Jurnal Gizi dan Pangan, 3(2), 79–85. doi: • Daftar pustaka diurutkan
10.25182/jgp.2008.3.2.79-85 berdasarkan alfabet.
 Nurrahmawati, F. & Fatmaningrum, W. (2018)
Hubungan usia, stres, dan asupan zat gizi makro
dengan kejadian obesitas abdominal pada ibu
rumah tangga di Kelurahan Sidotopo, Surabaya.
Amerta, 2(3), 254–264. doi: 10.20473/amnt.
v2.i3.2018.254-264.
 Pahlevi, A.E. (2012) Determinan status gizi pada
siswa sekolah dasar, KESMAS - Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 7(2), 122–126. doi:
10.15294/kemas.v7i2.1770.
 Puspitasari, N. (2018) Kejadian obesitas sentral
pada usia dewasa, HIGEIA (Journal of Public
Health Research and Development), 2(2), 249–
259. doi: 10.15294/higeia.v2i2.21112.
 Putri, V.R., Angkasa, D. & Nuzrina, R. (2017)
‘Konsumsi fast food, soft drink, aktivitas fi sik,
dan kejadian overweight siswa sekolah dasar di
Jakarta’, Indonesian Journal of Human
Nutrition, 4(1), 47–57. doi: 10.21776/
ub.ijhn.2017.004.01.5.
 Rahajeng, E. & Tuminah, S. (2009) Prevalensi
hipertensi dan determinannya di Indonesia,
Majalah Kedokteran Indonesia, 59, 580–587.
 Regev-Tobias, H. (2012) Dietary acculturation
and increasing rates of obesity in Ethiopian
women living in Israel, Nutrition. 28(1), 30–34.
doi: 10.1016/j.nut.2011.02.010.
 Sholuhiyah, Z. (2018) Hubungan tingkat
kecukupan energi dan zat gizi, aktivitas fi sik,
dan status gizi dengan komposisi tubuh pegawai
Smkn 13 Jakarta. Institut Pertanian Bogor.
 Sofa, I.M. (2018) Kejadian obesitas , obesitas
sentral , dan kelebihan lemak viseral pada lansia
wanita, Amerta Nutrition, 2(3), 228–236. doi:
10.20473/amnt.v2.i3.2018.228-236.
 Sugianti, E., Hardinsyah & Afriansyah, N.
(2009) Faktor risiko obesitas sentral, Gizi
Indonesia, 32(2), 105–116.
 Suwignjo, P. (2017) Perguruan Tinggi Indonesia
Diminati Mahasiswa Asing. Jakarta. Retrieved
from
https://www.ristekdikti.go.id/siaranpers/perguru
an-tinggi-indonesia-diminatimahasiswa-asing-2/.
 Wijaya, R. (2013) Anxiety uncertainty
management mahasiswi inholland program studi
manajemen bisnis internasional, E-Komunikasi,
1(1). Retrieved from
http://publication.petra.ac.id/ index.php/ilmu-
komunikasi/article/view/127.

You might also like