Professional Documents
Culture Documents
Makalah Sesikun Sekiman
Makalah Sesikun Sekiman
BAHASA LAMPUNG
SESIKUN / SEKIMAN BERUNSUR BINATANG
Disusun Oleh :
ERISKA
SELVINA
ADELIA
Alhamdulillah, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberi Penulis kekuatan dan kemudahan dalam menyelsaikan makalah ini sehingga
dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa
Lampung, namun demikian semoga makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi penulis
namun juga bisa bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak mengalami kekurangan, karena itu
penulis berharap masukan dari pembaca agar makalah ini menjadi lebih sempurna. Dalam
kesempatan ini penulis ingin menguncapkan terima kasih kepada Kepala MTS Darul Huda
Bandar Lampung yang telah memberi Penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di
lingkungan MTS Darul Huda Bandar Lampung. Penulis juga ingin mengucapkan terima
kasih kepada teman - teman di MTS Darul Huda Bandar Lampung Tangkas yang cukup
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa dan budaya merupakan dua aspek kehidupan yang tidak dapat dipisahkan
karena saling mempengaruhi satu sama lain. Budaya suatu daerah acapkali
tercermin dalam bahasa yang dituturkan oleh masyarakatnya, misalnya yang
tercermin dalam sastra lisan. Bahasa Lampung memiliki beberapa ragam sastra
lisan yang masih digunakan hingga saat ini. Ciri utama sastra lisan Lampung yaitu
terletak pada kelisanan, anonym, dan lekat dengan kebiasaan, tradisi serta adat
istiadat dalam kebudayaan masyarakat Lampung (Abdulah, 2008) . Lebih lanjut,
sastra lisan Lampung dikelompokkan kedalam lima bagian, yaitu: (1) Sesikun/
Sesikun / sekiman (peribahasa); (2) Seganing/teteduhan (teka-teki); (3) Memmang
(mantra); (4) Warahan (cerita rakyat); dan (5) Puisi yang terdiri dari paradinei,
pepaccur, pattun, bebandung, dan ringget (Sanusi dalam Abdulah, 2008).
Bagian dari sastra lisan Lampung yang akan menjadi pembahasan dalam makalah
ini adalah Sesikun / sekiman atau peribahasa. Pada umumnya peribahasa memiliki
arti kiasan. Wujud dari peribahasa ini terkadang dipengaruhi oleh filosopi atau
pola pikir masyarakat tutur yang menggunakan bahasa tersebut sehingga
terkadang terdapat perbedaan peribahasa antara satu bahasa dengan bahasa yang
lain meskipun peribahasa tersebut memiliki makna yang sama. Misalnya dalam
bahasa Indonesia terdapat peribahasa buah jatuh tak jauh dari pohonnya yang
bermakna kelakuan anak pada umumnya tidak jauh berbeda dengan kelakuan
orang tuanya. Sementara itu, dalam bahasa Inggris dikenal peribahasa like father
like son yang memiliki makna yang sama. Di lain pihak, Bahasa Lampung
memiliki peribahasa yang berbeda untuk pemaknaan yang semacam itu. Penutur
bahasa Lampung menggunakan peribahasa ibung mak jiweh jak rumpun ‘rebung
tak jauh dari rumpun’ yang memiliki makna yang sama dengan peribahasa-
peribahasa tersebut. Anak yang diibaratkan sebagai rebung, pada umumnya tidak
akan tumbuh terlalu jauh dari orang tuanya yang diibaratkan sebagai rumpun.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian kecil
mengenai peribahasa bahasa Lampung yang berunsur binatang guna
mempermudah para pembelajar bahasa Lampung dalam memahami makna
peribahasa-peribahasa yang terdapat dalam bahasa lampung.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Peribahasa merupakan semua bentuk bahasa yang memiliki arti kiasan berupa
kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna atau
fungsinya dalam masyarakat tutur yang digunakan secara turun-temurun dan
maknanya dapat dilihat dari segi ekspresi kebahasaannya (Badudu, 1983;
Kridalaksana,1982; dan Chaer, 2013). Peribahasa dalam bahasa Lampung dikenal
dengan istilah Sesikun / sekiman yang berfungsi untuk alat pemberi nasehat,
motivasi, sindiran, celaan, sanjungan dan lain sebagainya (Abdulah, 2008).
5. Deskripsi Wai kak mena Gosip sudah Pada data tersebut, gossip yang
Fakta bulok, iwani menyebar, tetapi menyebar diibaratkan dengan air
Kehidupan bagi indah ‘Air kebenarannya keruh yang menyebar kemana-mana.
sudah lebih belum jelas. Kebenaran diibaratkan seperti ikan.
dulu keruh, Ketika ikan berenang di dasar sungai
ikannya belum atau kolam, terkadang pergerakan
jelas’. tubuh ikan tersebut menyebabkan air
menjadi keruh. Peristiwa ini dijadikan
perumpaman dalam sekiman
tersebut. Kejanggalan akan
dirasakan apabila airnya tiba-tiba
mengeruh, tetapi tidak terlihat bahwa
ada ikan yang sedang berenang
disana. Begitupula dengan sekiman
ini, gosipnya sudah menyebar
kemana-mana,tapifaktaatau
kebenaran dari berita tersebut tidak
muncul juga.
6. Hukum Sejawoh-jawoh Sejauh-jauhnya Lubuk diibaratkan sebagai kampung
Alam iwa langui, seseorang halaman, dan ikan disini
pagun mulang merantau, dia akan melambangkan manusia. Pada
haguk ulok tetap kembali ke umumnya,ikan-ikanakan tetap
Sejauh-jauh kampung kembali kelubuknya setelah dia pergi
ikan berenang halamannya. berkelana ke tempat yang jauh untuk
akan kembali mencari makan. Begitu juga dengan
ke lubuk. manusia, meskipun dia pergi ke
tempat yang jauh dari kampong
halamannya, untuk mencari makan
atau mencari ilmu, suatu hari dia
akan kembali ke kampungnya untuk
sekedar menengok handai taulan
atau mengobati kerinduan terhadap
tanah kelahiran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Badudu, J.S. (1983). Peribahasa Salah Satu Segi Bahasa Yang Masih Perlu
Diperhatikan. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Chaer, Abdul. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudaryanto. (1993). Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Pers.