Professional Documents
Culture Documents
1, 2019: 25-41
p-ISSN 1979-6013
e-ISSN 2502-4221
Terakreditasi Nomor 21/E/KPT/2018
ABSTRACT
Agroforestry farmers are generally less empowered and relatively poor. This is because of their dependance
on government programs. Informal leaders are one of the driving factors to improve farmers' empowerment. The
power of informal leaders' influence is in line with the level of leadership in affecting the empowerment of farmers.
Informal leadership will have more impacts on agroforestry farmers when it is supported by optimal forestry
extension. This study aims to analyze the influence of forestry extension on the role of informal leadership to the
community surrounding the national park. The research was conducted in Kuningan and Majalengka Districts,
West Java Province, which was held from July to October 2017. The method used was cluster random sampling
technique with cluster location of agroforestry forest farmer group in the buffer zone of Gunung Ciremai National
Park area. Data were collected by households survey on 310 agroforestry farmers. The results showed that informal
leadership roles were low. This is due to the low support of forestry extension are indicated by forestry extension
competency, activities, methods, materials and intensity of forestry extension. Factors of forestry extension agent's
competencies and extension intensity have a major influence on the role of informal leadership.
ABSTRAK
Petani agroforestri pada umumnya kurang berdaya dan tergolong miskin. Hal ini terjadi karena ketergantungan
mereka pada program pemerintah. Tokoh informal merupakan salah satu faktor penggerak untuk meningkatkan
keberdayaan petani. Kekuatan pengaruh tokoh informal selaras dengan tingkat kepemimpinannya dalam
memengaruhi keberdayaan petani. Kepemimpinan informal akan lebih berdampak pada petani agroforestri jika
didukung penyuluhan kehutanan yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan
kehutanan terhadap peran kepemimpinan informal di lingkungan taman nasional. Penelitian dilaksanakan di
Kabupaten Kuningan dan Majalengka Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai
dengan Oktober 2017. Teknik sampling cluster random sampling dengan klaster lokasi kelompok tani hutan
agroforestri di desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Data dikumpulkan melalui survei
rumah tangga terhadap 310 orang anggota kelompok tani hutan agroforestri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peran kepemimpinan informal tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya dukungan penyuluhan
kehutanan yang diindikasikan dengan kompetensi penyuluh kehutanan, kegiatan, metode, materi dan intensitas
penyuluhan kehutanan. Faktor kompetensi penyuluh kehutanan dan intensitas penyuluhan kehutanan berpengaruh
besar terhadap peran kepemimpinan informal.
©2019 JPSEK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpsek.2019.16.1.25-41 25
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
26
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
27
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
Tabel 1.Sebaran responden menurut lokasi dan nama KTH di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka
tahun 2017
Table 1. Distribution of respondents by location and name of forest farmer groups in Kuningan Districts and
Majalengka Districts of 2017
Lokasi (Location)
Kabupaten Kecamatan Desa Kelompok Tani Hutan Responden
(District) (Sub Districts) (Village) (Forest Farmer Group) (Respondents)
28
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
Tabel 2.Sebaran petani agroforestri menurut peran kepemimpinan informal dan kategorinya di Kabupaten
Kuningan dan Kabupaten Majalengka tahun 2017
Table 2. Distribution of agroforestry farmers according to the role of informal leadership and its category in
Kuningan District and Majalengka District of 2017
Peran kepemimpinan informal Kategori* Jumlah sampel %
(The roles of informal leadership) (Category) (Number of (%)
samples)
Peran interpersonal Sangat rendah 50 16,1
(Interpersonal roles) Rendah 124 40,0
Tinggi 94 30,3
Rataan skor (Averages scores) : 47,2 Sangat tinggi 42 13,5
Peran informasional Sangat rendah 75 24,2
(Informasional roles) Rendah 137 44,2
Tinggi 66 21,3
Rataan skor (Average scores): 45,1 Sangat tinggi 32 10,3
Peran pengambilan keputusan Sangat rendah 66 21,3
(Decision roles) Rendah 130 41,9
Tinggi 95 30,6
Rataan skor (Average scores): 43,7 Sangat tinggi 19 6,1
Keterangan selang skor (Description of score range ) 0-100. *) Kategori (Category) 0-25 sangat rendah (very
low), 26-50 rendah (low), 51-75 tinggi (high), 76-100 sangat tinggi (very high)
29
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
tentunya harus dimiliki pula pada mereka yang (partisipasi) para pengikut/bawahan secara
ditokohkan oleh masyarakat. Banyak alasan sadar karena dipengaruhi oleh kewibawaan
mengapa seseorang dianggap sebagai tokoh pemimpin dalam bekerja sama melalui
dalam masyarakat, di antaranya adalah karena cara pemberian visi, pemberian semangat,
pendidikan, pekerjaan, kekayaan, keahlian, antusiasme, kasih, kepercayaan, kegiatan,
keturunan, dan lain-lain. Namun berbagai nafsu, obsesi, konsistensi, penggunaan
faktor yang menjadi latar belakang seseorang simbol, perhatian mencapai sebuah visi
menjadi tokoh tidak akan baik kalau dalam atau serangkaian tujuan yang direncanakan
dirinya tidak memiliki jiwa kepemimpinan. untuk mencapai tujuan organisasi (Meitha &
Oleh karena itu kemampuan memengaruhi Sasmito, 2016). Sudarwan dalam Sudaryono
orang lain merupakan perpaduan yang baik jika (2014) menjelaskan bahwa kepemimpinan
digabungkan dengan faktor-faktor ketokohan sering diberi makna sebagai derajat
yaitu pendidikan, pekerjaan, kekayaan, keberpengaruhan, sedangkan pemimpin
keahlian, atau keturunan. Semakin banyak adalah orang yang paling potensial memberi
seseorang memiliki atribut tersebut ditambah pengaruh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
jiwa kepemimpinan dan keteladanan, maka faktor-faktor dalam kepemimpinan adalah
orang tersebut akan semakin ditokohkan. pemimpin, pengikut, situasi, dan komunikasi.
Tokoh informal di tengah-tengah Mintzberg dalam Arifin (2015), Sudaryono
komunitas masyarakat desa yang (2014) dan Sillong, Mohamad, Hassan, &
paternalistik, mempunyai potensi besar untuk Ariff (2008) mengelompokkan 10 peran
dapat memainkan peran kepemimpinannya. pemimpin ke dalam tiga kategori yaitu peran
Hal ini mengingat bahwa konsep dasar interpersonal, peran informasional dan peran
dari kepemimpinan adalah kemampuan pengambilan keputusan.
memengaruhi orang lain untuk menjadi Van den Ban & Hawkins (1999),
pengikutnya. Seperti yang dikemukakan mengemukakan bahwa tokoh masyarakat
oleh Soekanto (2013) bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
diartikan sebagai kemampuan dari cara berpikir dan bertani masyarakat
seseorang (yaitu pemimpin atau leader) setempat. Pengaruh yang besar seorang tokoh
untuk memengaruhi orang lain (yaitu orang masyarakat dalam masyarakatnya antara
yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya), lain (a) sebagai penerus informasi dari luar
sehingga orang lain tersebut bertingkah kelompok masyarakat, (b) sebagai penafsir
laku sebagaimana dikehendaki oleh informasi dari luar atas dasar pendapat
pemimpin tersebut. Melalui kepemimpinan dan pengalamannya sendiri, (c) sebagai
tokoh informal, potensi kemudahan untuk pemberi contoh untuk ditiru bagi masyarakat
melakukan perubahan perilaku masyarakat sekitarnya, (d) sebagai pengukuh atau penolak
sekitar hutan ke arah yang lebih baik adalah suatu perubahan dari luar atau pelegitimasi
lebih besar. suatu perubahan, (e) berpengaruh dalam
Kepemimpinan adalah merupakan mengubah norma kelompok masyarakat.
interaksi antara pemimpin dan pengikut Sebaran petani agroforestri menurut
yang saling memengaruhi dalam rangka peran kepemimpinan informal (Tabel 2)
mencapai suatu tujuan organisasi (Avolio, memperkuat pendapat Liow, Laloma, &
Sosik, Kahai, & Baker, 2014; Cameron, Pesoth (2015), yaitu pemimpin tidak resmi
2011; Raharjo & Nafisah, 2006; Brahmasari atau informal leader selalu saja dapat ditemui
& Suprayetno, 2008). Kepemimpinan pada setiap komunitas. Meskipun tidak
merupakan suatu proses hubungan memiliki surat keputusan pengangkatan
memengaruhi atau mengarahkan (dari sebagaimana lazimnya pemimpin formal pada
pemimpin) dan hubungan kepatuhan-ketaatan lembaga swasta maupun pemerintah, namun
30
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
kepemimpinan informal leader sangat efektif petani agroforestri belum dapat merasakan
dalam menjalankan kepemimpinannya, manfaat dari kegiatan penyuluhan yang
yaitu kemampuannya untuk memengaruhi pernah diikuti yaitu pertemuan kelompok tani
(influence) orang lain untuk bertindak atau hutan, pelatihan keterampilan, nonton film
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan si penyuluhan, atau studi banding. Kegiatan-
pemimpin itu sendiri. Kuatnya pengaruh yang kegiatan tersebut cenderung jarang dilakukan.
dimiliki pemimpin informal berkaitan dengan Kompetensi penyuluh kehutanan dalam
proses kemunculannya yang didasarkan atas menjalankan tugas dan fungsi penyuluhan
kemauan dari anggota kelompok atau orang- di lingkungan TNGC tergolong rendah
orang yang dipimpinnya, karena memiliki (39,4%) dan sangat rendah (19,0%).
kelebihan kelebihan tertentu dan berorientasi Rendahnya kompetensi penyuluh kehutanan
pada kepentingan anggota kelompok. Dengan ini dilihat dari kemampuan penyuluh
demikian maka wajar apabila loyalitas anggota kehutanan dalam menggali informasi atau
kelompok tidak diragukan lagi. Selaras juga permasalahan yang dihadapi petani. Dilihat
dengan yang dinyatakan oleh Mutmainah & juga dari kemampuannya dalam memberikan
Sumardjo (2014) bahwa pemimpin kelompok pengetahuan dan keterampilan sesuai
memiliki peranan yang sangat penting dalam kebutuhan petani, kemampuan memecahkan
mengelola kelompok taninya. Peran pemimpin masalah petani, dan memberikan informasi
kelompok meliputi kemampuan pemimpin yang bermanfaat bagi petani.
dalam memberikan arahan dan tuntunan bagi Ketepatan metode penyuluhan kehutanan
anggota kelompoknya, mampu memfasilitasi yang digunakan oleh penyuluh kehutanan
agar tercapai tujuan, mampu mendinamiskan tergolong rendah (38,1%) dan sangat rendah
para anggota untuk aktif, dan mampu dalam (38,1%) (Tabel 3). Rendahnya ketepatan
menampung aspirasi anggota kelompoknya. metode penyuluhan kehutanan yang
digunakan tersebut dilihat dari aktivitas
B. Penyuluhan Kehutanan di Lingkungan
penyuluh kehutanan dengan ceramah,
Taman Nasional Gunung Ciremai
diskusi/tanya jawab, kunjungan lapangan/
Penyuluhan kehutanan di lingkungan studi banding, sekolah lapang, pemberian
TNGC diindikasikan dengan kegiatan buku atau majalah. Hal ini sejalan dengan
penyuluhan kehutanan, kompetensi Diniyati & Achmad (2016) yang menyatakan
penyuluh kehutanan, metode penyuluhan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah
kehutanan, materi penyuluhan kehutanan dan dan diskusi tentang pengembangan kapulaga
intensitas penyuluhan kehutanan. Manfaat di hutan rakyat terbukti efektif dalam
kegiatan penyuluhan kehutanan bagi petani meningkatkan pengetahuan petani.
agroforestri tergolong rendah (26,8%) dan Kesesuaian materi penyuluhan kehutanan
sangat rendah (47,1%) (Tabel 3). Kegiatan yang disampaikan kepada petani agroforestri
penyuluhan kehutanan yang diselenggarakan di lingkungan TNGC tergolong tinggi (29,0%)
oleh pemerintah pada umumnya masih dan sangat tinggi (23,5%). Hal ini dilihat dari
bersifat keproyekan dan sekedar mengejar kesesuaian materi penyuluhan kehutanan
target program pemerintah. Kegiatan dengan kebutuhan petani agroforestri,
penyuluhan kehutanan yang diselenggarakan pengetahuan baru yang diperoleh petani,
belum sesuai dengan kebutuhan petani dalam keterampilan dan penerapan ilmu oleh petani.
pengembangan usahatani agroforestri. Pada Intensitas penyuluhan kehutanan yang
prinsipnya kegiatan tersebut diterima dan dilakukan oleh penyuluh kehutanan tergolong
direspon dengan baik oleh petani agroforestri rendah (41,6%) dan sangat rendah (43,9%)
di lingkungan TNGC di wilayah Kabupaten (Tabel 3). Intensitas rendah sama artinya
Kuningan dan Kabupaten Majalengka, namun dengan penyuluhan kehutanan jarang
31
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
Tabel 3. Sebaran petani agroforestri menurut faktor penyuluhan kehutanan dan kategorinya di Kabupaten Kuningan
dan Kabupaten MajalengkaTahun 2017
Table 3. Distribution of agroforestry farmers according to forestry extension factor and its category in Kuningan
District and Majalengka District of 2017
dilakukan. Hal ini dilihat dari kegiatan kehutanan. Dari hasil wawancara mendalam
pertemuan kelompok tani hutan, keterlibatan diperoleh penjelasan bahwa intensitas
petani pada kegiatan penyuluhan di luar penyuluhan kehutanan ini rendah karena
desanya, dan kehadiran penyuluh kehutanan di belum terjalin koordinasi dan kerja sama
lokasi usaha/kebun petani. Gambaran tentang yang optimal antara lembaga Balai Taman
sebaran petani agroforestri menurut dukungan Nasional Gunung Ciremai dengan lembaga
penyuluhan kehutanan di Kabupaten penyuluhan pemerintah daerah setempat.
Kuningan dan Kabupaten Majalengka tahun Penyuluh kehutanan pada pemerintah daerah
2017 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. setempat memandang bahwa penyelenggaraan
Petani agroforestri berdomisili di desa- penyuluhan kehutanan di wilayah desa
desa penyangga kawasan TNGC di wilayah penyangga kawasan taman nasional adalah
Kabupaten Kuningan dan Kabupaten menjadi tanggungjawab lembaga pengelola
Majalengka. Lembaga pengelola kawasan kawasan taman nasional. Sedangkan jumlah
TNGC dalam hal ini Balai Taman Nasional tenaga penyuluh kehutanan pada balai taman
Gunung Ciremai dan pemerintah kabupaten nasional relatif sangat sedikit yaitu hanya
setempat mempunyai peran penting dalam terdapat tiga orang penyuluh pegawai negeri
penyelenggaraan kegiatan penyuluhan sipil (PNS) untuk wilayah kerja Kabupaten
32
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
33
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
Tabel 4. Koefisien regresi pengaruh faktor penyuluhan kehutanan terhadap peran interpersonal kepemimpinan
informal
Table 4.The regression coefficients of the effect of forestry extension factor on the interpersonal role of informal
leadership
34
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
et al. (2011) yang menyatakan bahwa model variabel peran informasional kepemimpinan
efektif meningkatkan tingkat partisipasi petani informal. Sedangkan sisanya sebesar 63,4%
adalah dengan meningkatkan kemampuan dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
dan diberi kesempatan berpartisipasi. Tokoh Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan secara
informal dalam menjalankan fungsi dan kuantitas maupun kualitas jika ditingkatkan
peran kepemimpinannya perlu dijaga bahkan akan berkontribusi terhadap peningkatan
ditingkatkan kemampuannya. Tokoh informal peran informasional kepemimpinan informal.
yang memiliki kemampuan memadai, maka Peran informasional ini dibuktikan dengan
peran kepemimpinan interpersonalnya akan kemampuan tokoh informal dalam mencari
berfungsi lebih baik. informasi sesuai kebutuhan petani. Tokoh
informal juga menjadi sumber informasi bagi
D. Pengaruh Penyuluhan Kehutanan
petani, tempat bertanya dan berdiskusi serta
terhadap Peran Informasional
sebagai juru bicara dalam berbagai persoalan
Pengaruh penyuluhan kehutanan terhadap melalui kemampuannya dalam memberikan
peran informasional kepemimpinan informal pengetahuan dan keterampilan sesuai
di lingkungan TNGC, melalui uji regresi kebutuhan petani, kemampuan memecahkan
dibuktikan bahwa secara bersamaan faktor- masalah petani, dan memberikan informasi
faktor penyuluhan kehutanan yang terdiri dari yang bermanfaat bagi petani.
kegiatan penyuluhan kehutanan, kompetensi Koefisien regresi pengaruh penyuluhan
penyuluh kehutanan, metode penyuluhan kehutanan terhadap peran informasional
kehutanan, materi penyuluhan kehutanan dan kepemimpinan informal secara rinci tersaji
intensitas penyuluhan kehutanan memiliki pada Tabel 5.
kontribusi sebesar 36,6% (Tabel 5) dalam Berdasarkan uji regresi, diperoleh bentuk
menjelaskan perubahan yang terjadi pada persamaan pengaruh faktor-faktor penyuluhan
Tabel 5. Koefisien regresi pengaruh faktor penyuluhan kehutanan terhadap peran informasional kepemimpinan
informal
Table 5.The regression coefficients of the effect of forestry extension factor on the informational role of informal
leadership
Keterangan (Information) : *) Nyata pada taraf 0,05 (Significant at the 0.05 level), **) Sangat nyata pada taraf
0,01(Very significant at the 0.01 level)
Sumber (Source): Data diolah (Data processed)
35
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
36
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
Tabel 6. Koefisien regresi pengaruh faktor penyuluhan kehutanan terhadap peran pengambilan keputusan
kepemimpinan informal
Table 6. The regression coefficients of the effect of forestry extension factor on the decision role of informal
leadership
Keterangan (Information) : *) Nyata pada taraf 0,05 (Significant at the 0.05 level), **) Sangat nyata pada taraf
0,01 (Very significant at the 0.01 level)
Sumber (Source): Data diolah (Data processed)
37
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
kehutanan; X4 = Materi penyuluhan para anggota untuk aktif, dan mampu dalam
kehutanan; X5 = Intensitas penyuluhan menampung aspirasi anggota kelompoknya.
kehutanan; R2 = Kemampuan model dalam Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan
menjelaskan perilaku atau Peran pengambilan yang dalam hal ini diperankan oleh penyuluh
keputusan kepemimpinan informal. kehutanan sebagai wakil pemerintah selaras
Secara parsial pada Tabel 6 terlihat bahwa dengan Suherdi, Amanah, & Muljono (2014)
kegiatan penyuluhan kehutanan, metode yang memberikan gambaran bahwa peran
penyuluhan kehutanan, dan materi penyuluhan penyuluh kehutanan paling dominan sebagai
kehutanan secara statistik tidak memiliki penasihat, yaitu lebih banyak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap variabel gagasan/ide dan masukan kepada petani,
peran pengambilan keputusan kepemimpinan sedangkan keputusan atas tindakan yang
informal. Sedangkan kompetensi penyuluh akan dilakukan tergantung kepada petani
kehutanan, dan intensitas penyuluhan itu sendiri. Peran penyuluh berikutnya
kehutanan secara statistik memiliki pengaruh sebagai fasilitator, yaitu membantu petani
yang signifikan terhadap variabel peran memberikan kemudahan melakukan usaha
Informasional kepemimpinan informal. hutan rakyatnya. Peran penyuluh sebagai
Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan guru yaitu melakukan kegiatan pengajaran
kompetensi penyuluh kehutanan dan kepada petani. Penelitian ini juga sejalan
intensitas penyuluhan kehutanan akan dapat dengan Sumarlan, Sumardjo, Tjitropranoto,
meningkatkan peran pengambilan keputusan & Gani (2012) yang menjelaskan bahwa
kepemimpinan tokoh informal. Hasil ini rendahnya dukungan penyuluhan kehutanan
sejalan dengan penelitian Ruhimat (2013) menyebabkan rendahnya kesempatan dan
yang menyatakan bahwa aspek dukungan lemahnya motivasi petani sekitar hutan dalam
pemerintah merupakan aspek paling penting penerapan sistem agroforestri. Hal ini dapat
dan dominan yang akan memengaruhi tingkat memengaruhi lemahnya keberlanjutan sistem
partisipasi masyarakat dalam implementasi agroforestri dan juga peran kepemimpinan
kebijakan kesatuan pengelolaan hutan (KPH). tokoh informal.
Pemerintah dalam hal ini melalui dukungan
penyuluhan kehutanan diharuskan mengubah IV. KESIMPULAN DAN SARAN
pendekatan pengelolaan kehutanan yang
A. Kesimpulan
awalnya menempatkan masyarakat sebagai
obyek menjadi subyek pembangunan dan Peran interpersonal kepemimpinan
pengelolaan sektor kehutanan di Indonesia. informal di lingkungan TNGC rendah. Tokoh
Perubahan pendekatan pengelolaan ini akan informal belum mampu menjadi sosok atau
menjadikan peran pengambilan keputusan figur yang lebih dihormati dan dipatuhi,
kepemimpinan tokoh informal menjadi sangat memimpin dan menggerakkan anggota petani
penting dalam upaya peningkatan kapasitas agroforestri, serta menjalin hubungan baik
petani agroforestri di lingkungan taman dengan pihak lain.
nasional. Sejalan juga dengan Mutmainah & Peran informasional kepemimpinan
Sumardjo (2014), yang menyatakan bahwa informal di lingkungan TNGC rendah. Tokoh
pemimpin kelompok memiliki peranan yang informal belum mampu mencari informasi
sangat penting dalam mengelola kelompok sesuai kebutuhan petani. Tokoh informal
taninya. Peran pemimpin kelompok meliputi belum mampu menjadi sumber informasi
kemampuan pemimpin dalam memberikan bagi petani agroforestri, tempat bertanya dan
arahan dan tuntunan bagi anggota berdiskusi serta sebagai juru bicara dalam
kelompoknya, mampu memfasilitasi agar berbagai persoalan petani agroforestri.
tercapai tujuan, mampu mendinamiskan Peran pengambilan keputusan
38
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
39
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41
40
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)
Suhendi, A. (2013). Peranan tokoh masyarakat lokal Suradisatra, K., & Priyanto, D. (2011). Pemberdayaan
dalam pembangunan kesejahteraan sosial. posisi dan peran tokoh tradisional dalam upaya
Informasi, 18(2), 105–116. pengembangan ternak di Provinsi Banten.
Suherdi, Amanah, S., & Muljono, P. (2014). Motivasi WARTAZOA, 21(2), 51–59.
petani dalam pengelolaan usaha hutan rakyat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, 1999 tentang Kehutanan.
Majalengka. Jurnal Penyuluhan, 10(1), 85–93. Van den Ban, A. W., & Hawkins, H. S. (1999).
Sumarlan, Sumardjo, Tjitropranoto, P., & Gani, D. Penyuluhan pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
S. (2012). Peningkatan kinerja petani sekitar Wahyuni, S., Sumardjo, Lubis, D. P., & Sadono, D.
hutan dalam penerapan sistem agroforestri (2017). Hubungan jaringan komunikasi dan
di Pegunungan Kendeng Pati. Jurnal Agro dinamika kelompok dengan kapasitas petani
Ekonomi, 30(1), 25–39. dalam agribisnis padi organik di Jawa Barat.
Suprayitno, A. R., Gani, D. S., & Sugihen, B. G. Jurnal Penyuluhan, 13(1), 110–120
(2011). Model peningkatan partisipasi petani
sekitar hutan dalam pengelolaan hutan kemiri
rakyat. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi
Kehutanan, 8(3), 176–195.
Suprayitno, A. R., Gani, D. S., & Sugihen, B. G.
(2012). Motivasi dan partisipasi petani dalam
pengelolaan hutan kemiri di Kabupaten Maros
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Penyuluhan,
9(2), 182–196.
41
42