You are on page 1of 18

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.

1, 2019: 25-41
p-ISSN 1979-6013
e-ISSN 2502-4221
Terakreditasi Nomor 21/E/KPT/2018

PENGARUH PENYULUHAN KEHUTANAN TERHADAP PERAN


KEPEMIMPINAN INFORMAL DI LINGKUNGAN TAMAN NASIONAL
GUNUNG CIREMAI PROVINSI JAWA BARAT
(Effect of Forestry Extension on The Role of Informal Leadership in the Surrounding
Gunung Ciremai National Park West Java Province)

Suyadi1, Sumardjo2, Zaim Uchrowi2 & Prabowo Tjitropranoto2


Balai Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar,
1

Jalan Perintis Kemerdekaan Km 17,5 Makassar, Sulawesi Selatan Indonesia


E-mail: suyadi.wsd@gmail.com
2
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor, Gedung FEMA Wing 1 Lantai 5, Dramaga Bogor, Jawa Barat Indonesia
E-mail:sumardjo252@gmail.com; zaim_uchrowi@yahoo.com; prabowo26t@gmail.com

Diterima 16 November 2017, direvisi 20 Maret 2019, disetujui 2 April 2019.

ABSTRACT

Agroforestry farmers are generally less empowered and relatively poor. This is because of their dependance
on government programs. Informal leaders are one of the driving factors to improve farmers' empowerment. The
power of informal leaders' influence is in line with the level of leadership in affecting the empowerment of farmers.
Informal leadership will have more impacts on agroforestry farmers when it is supported by optimal forestry
extension. This study aims to analyze the influence of forestry extension on the role of informal leadership to the
community surrounding the national park. The research was conducted in Kuningan and Majalengka Districts,
West Java Province, which was held from July to October 2017. The method used was cluster random sampling
technique with cluster location of agroforestry forest farmer group in the buffer zone of Gunung Ciremai National
Park area. Data were collected by households survey on 310 agroforestry farmers. The results showed that informal
leadership roles were low. This is due to the low support of forestry extension are indicated by forestry extension
competency, activities, methods, materials and intensity of forestry extension. Factors of forestry extension agent's
competencies and extension intensity have a major influence on the role of informal leadership.

Keywords: Forestry extension; informal leadership; national park.

ABSTRAK

Petani agroforestri pada umumnya kurang berdaya dan tergolong miskin. Hal ini terjadi karena ketergantungan
mereka pada program pemerintah. Tokoh informal merupakan salah satu faktor penggerak untuk meningkatkan
keberdayaan petani. Kekuatan pengaruh tokoh informal selaras dengan tingkat kepemimpinannya dalam
memengaruhi keberdayaan petani. Kepemimpinan informal akan lebih berdampak pada petani agroforestri jika
didukung penyuluhan kehutanan yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan
kehutanan terhadap peran kepemimpinan informal di lingkungan taman nasional. Penelitian dilaksanakan di
Kabupaten Kuningan dan Majalengka Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai
dengan Oktober 2017. Teknik sampling cluster random sampling dengan klaster lokasi kelompok tani hutan
agroforestri di desa penyangga kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai. Data dikumpulkan melalui survei
rumah tangga terhadap 310 orang anggota kelompok tani hutan agroforestri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa peran kepemimpinan informal tergolong rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya dukungan penyuluhan
kehutanan yang diindikasikan dengan kompetensi penyuluh kehutanan, kegiatan, metode, materi dan intensitas
penyuluhan kehutanan. Faktor kompetensi penyuluh kehutanan dan intensitas penyuluhan kehutanan berpengaruh
besar terhadap peran kepemimpinan informal.

Kata kunci: Penyuluhan kehutanan; kepemimpinan informal; taman nasional

©2019 JPSEK All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpsek.2019.16.1.25-41 25
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

I. PENDAHULUAN berkelanjutan di Indonesia masih dihadapkan


Petani agroforestri yang tinggal di pada masalah-masalah berupa ketidakpastian
lingkungan Taman Nasional Gunung pengelolaan, rendahnya kapasitas pengelolaan
Ciremai (TNGC) pada umumnya kurang dan rendahnya penegakan hukum.
berdaya dan tergolong miskin. Hal ini Keberdayaan petani agroforestri perlu
karena ketergantungan mereka pada program ditingkatkan, agar mereka bisa lebih
pemerintah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mandiri dan sejahtera. Upaya peningkatan
menunjukkan sebanyak 17,28 juta jiwa atau keberdayaan petani agroforestri di lingkungan
62,25% dari 27,76 juta penduduk miskin TNGC dapat dilakukan melalui berbagai
tinggal dan hidup di pedesaan di dalam dan cara. Salah satunya, yang diduga adalah
sekitar kawasan hutan (Badan Pusat Statistik, melalui peran kepemimpinan informal.
2017). Desa-desa yang berbatasan dengan Tokoh informal mempunyai pengaruh
kawasan hutan pada umumnya merupakan sebagai seorang pemimpin. Tokoh informal
kantung-kantung kemiskinan. Kondisi ini merupakan seorang pemimpin yang mampu
antara lain disebabkan karena masyarakat memotivasi dan menggerakkan petani dalam
belum cukup mendapat akses ke sumber daya berusaha tani agroforestri.
hutan untuk menopang kesejahteraannya. Tokoh informal merupakan sosok atau
Hal ini selaras dengan pernyataan figur individu dalam masyarakat yang
Puspitojati, Darusman, Tarumingkeng, & karena kelebihan yang dimiliki baik ilmu
Purnama (2012) dan Langat, Maranga, Aboud, pengetahuan, kekayaan, keturunan, atau
& Cheboiwo (2016) yang menjelaskan bahwa kedudukannya di tengah-tengah masyarakat,
masyarakat pedesaan sangat bergantung diakui dan diterima oleh warga masyarakat
pada sumber daya hutan. Mereka tinggal sebagai tokoh yang dihormati dan dipatuhi,
dekat hutan, memungut hasil hutan, untuk sehingga tokoh informal tersebut mempunyai
dikonsumsi sendiri atau bekerja di dalam pengaruh yang kuat terhadap masyarakat.
kawasan hutan. Kelebihan tokoh informal yang mempunyai
Selaras dengan Adalina, Nurrochman, pengaruh kuat tersebut seharusnya mampu
Darusman, & Sundawati (2015) dalam menggerakkan dan memotivasi petani
penelitiannya mengungkap bahwa masyarakat agroforestri di lingkungan taman nasional
yang bertempat tinggal di dalam dan di sekitar untuk melakukan perubahan perilakunya
Taman Nasional Gunung Halimun Salak dalam rangka tujuan kehidupan yang lebih
(TNGHS) secara sosial relatif homogen, baik. Keterlibatan tokoh informal melalui
tingkat pendidikan formal rendah, dan rata- peran kepemimpinannya menjadi sangat
rata tingkat pendapatan responden sebesar penting dalam meningkatkan keberdayaan
Rp1.155.000,00 per bulan dan di bawah petani agroforestri di lingkungan taman
Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi nasional.
Jawa Barat maupun Provinsi Banten. Hal ini Petani agroforestri yang tinggal di
menggambarkan bahwa petani di lingkungan lingkungan taman nasional, pada umumnya
taman nasional masih tergolong belum masih patuh kepada pemimpin mereka. Patuh
sejahtera karena berpenghasilan rendah. terhadap orang-orang yang ditokohkan, baik
Dalam kaitan ini, pemberdayaan masyarakat secara formal maupun informal. Hal ini dapat
dalam pembangunan kehutanan merupakan dilihat dari sikap hormat yang tinggi terhadap
jawaban kunci untuk mengoptimalkan tokoh-tokoh dalam berbagai aspek kegiatan.
akses pengelolaan sumber daya hutan demi Apa yang diperintahkan, disarankan, atau
peningkatan kesejahteraan masyarakat. diharapkan oleh tokoh-tokoh mereka,
Demikian juga dengan Handoko (2014) umumnya dipatuhi dan dilaksanakan. Pada
menjelaskan bahwa pembangunan hutan yang kondisi masyarakat yang seperti ini, tokoh

26
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

informal mempunyai peranan penting dalam II. METODE PENELITIAN


proses pembangunan sumber daya manusia Penelitian dilakukan sejak bulan Juli
kehutanan yang mandiri. sampai dengan Oktober 2017 dengan
Tokoh informal agar dapat menjalankan menggunakan desain survei. Lokasi penelitian
peran kepemimpinannya dengan baik dan di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten
senantiasa dipatuhi oleh anggota petani Majalengka Provinsi Jawa Barat atas dasar
lainnya perlu menjaga integritas dan keberadaannya di lingkungan kawasan TNGC
kapasitasnya. Peran kepemimpinan informal yang merupakan kawasan konservasi. Unit
yang ada pada seorang tokoh dapat meningkat analisis dalam penelitian ini adalah petani
jika didukung dengan penyuluhan kehutanan. agroforestri. Jumlah populasi dalam penelitian
Dukungan penyuluhan kehutanan tersebut ini adalah 1.043 petani agroforestri. Populasi
dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu merupakan anggota kelompok tani hutan
kegiatan penyuluhan kehutanan, kompetensi (KTH) agroforestri yang tinggal di desa-desa
penyuluh kehutanan, metode penyuluhan penyangga kawasan TNGC. Teknik sampling
kehutanan, materi penyuluhan kehutanan menggunakan cluster random sampling
dan intensitas penyuluhan kehutanan. Pada dengan klaster lokasi kelompok tani hutan
dasarnya penyuluhan kehutanan bertujuan agroforestri. Jumlah responden penelitian ini
untuk meningkatkan pengetahuan dan sebanyak 310 orang responden, terdiri dari
keterampilan serta mengubah sikap dan 191 orang responden di Kabupaten Kuningan
perilaku masyarakat agar mau dan mampu dan 119 orang responden di Kabupaten
mendukung pembangunan kehutanan atas Majalengka.
dasar iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Pengumpulan data primer dilakukan dengan
Maha Esa serta sadar akan pentingnya sumber membuat kuesioner (daftar pertanyaan),
daya hutan bagi kehidupan manusia (Undang- melakukan pengamatan (observasi) langsung
Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun di lapangan dan wawancara mendalam baik
1999 tentang Kehutanan). dengan petani ataupun dengan informan
Berdasarkan hal-hal di atas penelitian ini lainnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai
bertujuan untuk: 1) menganalisis pengaruh kantor/instansi terkait. Data yang terkumpul
faktor-faktor penyuluhan kehutanan terhadap selanjutnya dianalisis dengan regresi.
peran interpersonal kepemimpinan informal, Pengolahan dan analisis data menggunakan
2) menganalisis pengaruh faktor-faktor bantuan program SPSS (Statistical Product
penyuluhan kehutanan terhadap peran and Service Solution) versi 22.
informasional kepemimpinan informal, Peubah bebas penelitian ini adalah
dan 3) menganalisis pengaruh faktor-faktor Penyuluhan Kehutanan (X), yang meliputi
penyuluhan kehutanan terhadap peran lima indikator yaitu kegiatan penyuluhan
pengambilan keputusan kepemimpinan kehutanan (X1), kompetensi penyuluh
informal di lingkungan TNGC Kabupaten kehutanan (X2), metode penyuluhan
Kuningan dan Kabupaten Majalengka kehutanan (X3), materi penyuluhan kehutanan
Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian (X4), dan intensitas penyuluhan kehutanan
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan (X5). Sedangkan peubah tidak bebasnya
pertimbangan dalam mengembangkan yaitu peran Kepemimpinan Informal (Y),
program dan strategi penyuluhan kehutanan yang meliputi indikator peran interpersonal
yang berbasis pada tokoh informal. Program (Y1), peran informasional (Y2), dan peran
dan strategi tersebut khususnya dalam upaya pengambilan keputusan (Y3).
peningkatan kapasitas petani di lingkungan Data sebaran populasi dan sampel
kawasan hutan. penelitian secara rinci disajikan pada Tabel 1.

27
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

Tabel 1.Sebaran responden menurut lokasi dan nama KTH di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka
tahun 2017
Table 1. Distribution of respondents by location and name of forest farmer groups in Kuningan Districts and
Majalengka Districts of 2017
Lokasi (Location)
Kabupaten Kecamatan Desa Kelompok Tani Hutan Responden
(District) (Sub Districts) (Village) (Forest Farmer Group) (Respondents)

Kuningan Pesawahan Kaduela Arya Kemuning 20


Pesawahan Karang Deket 20
Mandirancan Seda Bukit Hijau 16
Trijaya Agroforestri 18
Cilimus Cibeureum Ratu Asih 10
Setianagara Setia Tani 13
Bandorasa Kulon Bhakti Mandiri 20
Jalaksana Sangkanherang Sangkan Rindang 15
Sukamukti Sukamukti 5
Cigugur Puncak Harapan Mulya 13
Darma Sagarahiang Sagarahiang I 16
Gunung Sirah Serba Guna I 25
        191
Majalengka Cikijing Kancana Samapta 10
Talaga Gunung Manik Giri Rahayu 19
Banjaran Sunia Baru Mekar Rahayu 20
Rajagaluh Teja Landeuh 19
Payung Sadesari 18
Sindang Wangi Bantar Agung Citra Agung Mandiri 14
Sindang Gunung Kuning Putra Mandiri 19
        119
Jumlah Total (Total amount)      310
Sumber (Source): Pusat Penyuluhan BP2SDM LHK (2016). Data diolah (Data processed)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN dan menggerakkan masyarakat, hubungan


baik dengan penyuluh atau pihak lain demi
A. Kepemimpinan Informal di Lingkungan
kepentingan masyarakat khususnya petani
Taman Nasional Gunung Ciremai
agroforestri.
Kepemimpinan informal diindikasikan Peran informasional kepemimpinan
dengan peran interpersonal, peran informal tergolong rendah (44,2%) dan
informasional, dan peran pengambilan sangat rendah (24,2%). Rendahnya peran
keputusan. Peran interpersonal kepemimpinan informasional ini dilihat dari lemahnya
informal relatif rendah (40,0%) dan sangat kemampuan tokoh informal dalam mencari
rendah (16,1%), hal ini seperti yang dijelaskan informasi sesuai kebutuhan petani. Tokoh
pada Tabel 2. Rendahnya peran interpersonal informal juga kurang menjadi sumber
kepemimpinan informal di lingkungan informasi bagi petani, tempat bertanya dan
TNGC, dilihat dari rendahnya kehadiran berdiskusi serta sebagai juru bicara dalam
tokoh pada acara-acara masyarakat, sebagai berbagai persoalan petani. Dilihat juga
panutan dan sifat mengayomi. Dilihat juga dari kemampuannya dalam memberikan
dari kemampuan membagi tugas, memimpin pengetahuan dan keterampilan sesuai

28
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

Tabel 2.Sebaran petani agroforestri menurut peran kepemimpinan informal dan kategorinya di Kabupaten
Kuningan dan Kabupaten Majalengka tahun 2017
Table 2. Distribution of agroforestry farmers according to the role of informal leadership and its category in
Kuningan District and Majalengka District of 2017

Peran kepemimpinan informal Kategori* Jumlah sampel %
(The roles of informal leadership) (Category) (Number of (%)
samples)
Peran interpersonal Sangat rendah 50 16,1
(Interpersonal roles) Rendah 124 40,0
Tinggi 94 30,3
Rataan skor (Averages scores) : 47,2 Sangat tinggi 42 13,5
Peran informasional Sangat rendah 75 24,2
(Informasional roles) Rendah 137 44,2
Tinggi 66 21,3
Rataan skor (Average scores): 45,1 Sangat tinggi 32 10,3
Peran pengambilan keputusan Sangat rendah 66 21,3
(Decision roles) Rendah 130 41,9
Tinggi 95 30,6
Rataan skor (Average scores): 43,7 Sangat tinggi 19 6,1
Keterangan selang skor (Description of score range ) 0-100. *) Kategori (Category) 0-25 sangat rendah (very
low), 26-50 rendah (low), 51-75 tinggi (high), 76-100 sangat tinggi (very high)

Sumber (Source): Data diolah (Data processed)

kebutuhan petani, kemampuan memecahkan menjadi pendorong bagi masyarakatnya dalam


masalah petani, dan memberikan informasi mengelola hutan agar tidak merusak dan
yang bermanfaat bagi petani. mendorong pemerintah agar memperhatikan
Peran pengambilan keputusan kemauan dan kepentingan petani. Tokoh
kepemimpinan informal tergolong rendah informal juga berperan menjadi juru bicara
(41,9%) dan sangat rendah (21,3%). atau wakil masyarakat dalam menyampaikan
Rendahnya peran pengambilan keputusan keinginan kepada pemerintah, demikian juga
tersebut dilihat dari aktivitas usaha yang sebaliknya. Hal ini selaras dengan Suprayitno,
ditekuni oleh tokoh informal, kemampuan Gani, & Sugihen (2011) yang menyatakan
mengatasi perselisihan warga petani dan bahwa tokoh masyarakat sekitar hutan kemiri
pemecahan persoalan yang dihadapi petani, dapat memainkan peranan penting dalam
kemampuan dalam mencari fasilitas modal memotivasi masyarakat atau petani sekitar
usaha, aktivitas dalam pengembangan usaha hutan untuk melestarikan hutan.
tani dan kemampuan bernegosiasi dengan Suhendi (2013) menjelaskan bahwa
pihak lain demi kepentingan petani. seorang yang ditokohkan biasanya memiliki
Gambaran sebaran petani agroforestri sifat keteladanan. Artinya dapat dijadikan
menurut peran kepemimpinan informal di contoh dan diteladani sifat-sifat baiknya.
Kabupaten Kuningan dan Majalengka tahun Oleh karena itu dalam ajaran kepemimpinan
2017 secara rinci dapat di lihat pada Tabel 2. yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara,
Tokoh informal berperan dalam bahwa seorang pemimpin yang baik harus
memfasilitasi antara keinginan dari memiliki tiga sifat utama yaitu ing ngarsa
masyarakat setempat dengan pihak sung tuladha, ing madya mangun karsa,
pemerintah atau swasta. Tokoh informal dan tut wuri handayani. Hal yang demikian

29
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

tentunya harus dimiliki pula pada mereka yang (partisipasi) para pengikut/bawahan secara
ditokohkan oleh masyarakat. Banyak alasan sadar karena dipengaruhi oleh kewibawaan
mengapa seseorang dianggap sebagai tokoh pemimpin dalam bekerja sama melalui
dalam masyarakat, di antaranya adalah karena cara pemberian visi, pemberian semangat,
pendidikan, pekerjaan, kekayaan, keahlian, antusiasme, kasih, kepercayaan, kegiatan,
keturunan, dan lain-lain. Namun berbagai nafsu, obsesi, konsistensi, penggunaan
faktor yang menjadi latar belakang seseorang simbol, perhatian mencapai sebuah visi
menjadi tokoh tidak akan baik kalau dalam atau serangkaian tujuan yang direncanakan
dirinya tidak memiliki jiwa kepemimpinan. untuk mencapai tujuan organisasi (Meitha &
Oleh karena itu kemampuan memengaruhi Sasmito, 2016). Sudarwan dalam Sudaryono
orang lain merupakan perpaduan yang baik jika (2014) menjelaskan bahwa kepemimpinan
digabungkan dengan faktor-faktor ketokohan sering diberi makna sebagai derajat
yaitu pendidikan, pekerjaan, kekayaan, keberpengaruhan, sedangkan pemimpin
keahlian, atau keturunan. Semakin banyak adalah orang yang paling potensial memberi
seseorang memiliki atribut tersebut ditambah pengaruh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
jiwa kepemimpinan dan keteladanan, maka faktor-faktor dalam kepemimpinan adalah
orang tersebut akan semakin ditokohkan. pemimpin, pengikut, situasi, dan komunikasi.
Tokoh informal di tengah-tengah Mintzberg dalam Arifin (2015), Sudaryono
komunitas masyarakat desa yang (2014) dan Sillong, Mohamad, Hassan, &
paternalistik, mempunyai potensi besar untuk Ariff (2008) mengelompokkan 10 peran
dapat memainkan peran kepemimpinannya. pemimpin ke dalam tiga kategori yaitu peran
Hal ini mengingat bahwa konsep dasar interpersonal, peran informasional dan peran
dari kepemimpinan adalah kemampuan pengambilan keputusan.
memengaruhi orang lain untuk menjadi Van den Ban & Hawkins (1999),
pengikutnya. Seperti yang dikemukakan mengemukakan bahwa tokoh masyarakat
oleh Soekanto (2013) bahwa kepemimpinan mempunyai pengaruh yang besar terhadap
diartikan sebagai kemampuan dari cara berpikir dan bertani masyarakat
seseorang (yaitu pemimpin atau leader) setempat. Pengaruh yang besar seorang tokoh
untuk memengaruhi orang lain (yaitu orang masyarakat dalam masyarakatnya antara
yang dipimpin atau pengikut-pengikutnya), lain (a) sebagai penerus informasi dari luar
sehingga orang lain tersebut bertingkah kelompok masyarakat, (b) sebagai penafsir
laku sebagaimana dikehendaki oleh informasi dari luar atas dasar pendapat
pemimpin tersebut. Melalui kepemimpinan dan pengalamannya sendiri, (c) sebagai
tokoh informal, potensi kemudahan untuk pemberi contoh untuk ditiru bagi masyarakat
melakukan perubahan perilaku masyarakat sekitarnya, (d) sebagai pengukuh atau penolak
sekitar hutan ke arah yang lebih baik adalah suatu perubahan dari luar atau pelegitimasi
lebih besar. suatu perubahan, (e) berpengaruh dalam
Kepemimpinan adalah merupakan mengubah norma kelompok masyarakat.
interaksi antara pemimpin dan pengikut Sebaran petani agroforestri menurut
yang saling memengaruhi dalam rangka peran kepemimpinan informal (Tabel 2)
mencapai suatu tujuan organisasi (Avolio, memperkuat pendapat Liow, Laloma, &
Sosik, Kahai, & Baker, 2014; Cameron, Pesoth (2015), yaitu pemimpin tidak resmi
2011; Raharjo & Nafisah, 2006; Brahmasari atau informal leader selalu saja dapat ditemui
& Suprayetno, 2008). Kepemimpinan pada setiap komunitas. Meskipun tidak
merupakan suatu proses hubungan memiliki surat keputusan pengangkatan
memengaruhi atau mengarahkan (dari sebagaimana lazimnya pemimpin formal pada
pemimpin) dan hubungan kepatuhan-ketaatan lembaga swasta maupun pemerintah, namun

30
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

kepemimpinan informal leader sangat efektif petani agroforestri belum dapat merasakan
dalam menjalankan kepemimpinannya, manfaat dari kegiatan penyuluhan yang
yaitu kemampuannya untuk memengaruhi pernah diikuti yaitu pertemuan kelompok tani
(influence) orang lain untuk bertindak atau hutan, pelatihan keterampilan, nonton film
melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan si penyuluhan, atau studi banding. Kegiatan-
pemimpin itu sendiri. Kuatnya pengaruh yang kegiatan tersebut cenderung jarang dilakukan.
dimiliki pemimpin informal berkaitan dengan Kompetensi penyuluh kehutanan dalam
proses kemunculannya yang didasarkan atas menjalankan tugas dan fungsi penyuluhan
kemauan dari anggota kelompok atau orang- di lingkungan TNGC tergolong rendah
orang yang dipimpinnya, karena memiliki (39,4%) dan sangat rendah (19,0%).
kelebihan kelebihan tertentu dan berorientasi Rendahnya kompetensi penyuluh kehutanan
pada kepentingan anggota kelompok. Dengan ini dilihat dari kemampuan penyuluh
demikian maka wajar apabila loyalitas anggota kehutanan dalam menggali informasi atau
kelompok tidak diragukan lagi. Selaras juga permasalahan yang dihadapi petani. Dilihat
dengan yang dinyatakan oleh Mutmainah & juga dari kemampuannya dalam memberikan
Sumardjo (2014) bahwa pemimpin kelompok pengetahuan dan keterampilan sesuai
memiliki peranan yang sangat penting dalam kebutuhan petani, kemampuan memecahkan
mengelola kelompok taninya. Peran pemimpin masalah petani, dan memberikan informasi
kelompok meliputi kemampuan pemimpin yang bermanfaat bagi petani.
dalam memberikan arahan dan tuntunan bagi Ketepatan metode penyuluhan kehutanan
anggota kelompoknya, mampu memfasilitasi yang digunakan oleh penyuluh kehutanan
agar tercapai tujuan, mampu mendinamiskan tergolong rendah (38,1%) dan sangat rendah
para anggota untuk aktif, dan mampu dalam (38,1%) (Tabel 3). Rendahnya ketepatan
menampung aspirasi anggota kelompoknya. metode penyuluhan kehutanan yang
digunakan tersebut dilihat dari aktivitas
B. Penyuluhan Kehutanan di Lingkungan
penyuluh kehutanan dengan ceramah,
Taman Nasional Gunung Ciremai
diskusi/tanya jawab, kunjungan lapangan/
Penyuluhan kehutanan di lingkungan studi banding, sekolah lapang, pemberian
TNGC diindikasikan dengan kegiatan buku atau majalah. Hal ini sejalan dengan
penyuluhan kehutanan, kompetensi Diniyati & Achmad (2016) yang menyatakan
penyuluh kehutanan, metode penyuluhan bahwa penyuluhan dengan metode ceramah
kehutanan, materi penyuluhan kehutanan dan dan diskusi tentang pengembangan kapulaga
intensitas penyuluhan kehutanan. Manfaat di hutan rakyat terbukti efektif dalam
kegiatan penyuluhan kehutanan bagi petani meningkatkan pengetahuan petani.
agroforestri tergolong rendah (26,8%) dan Kesesuaian materi penyuluhan kehutanan
sangat rendah (47,1%) (Tabel 3). Kegiatan yang disampaikan kepada petani agroforestri
penyuluhan kehutanan yang diselenggarakan di lingkungan TNGC tergolong tinggi (29,0%)
oleh pemerintah pada umumnya masih dan sangat tinggi (23,5%). Hal ini dilihat dari
bersifat keproyekan dan sekedar mengejar kesesuaian materi penyuluhan kehutanan
target program pemerintah. Kegiatan dengan kebutuhan petani agroforestri,
penyuluhan kehutanan yang diselenggarakan pengetahuan baru yang diperoleh petani,
belum sesuai dengan kebutuhan petani dalam keterampilan dan penerapan ilmu oleh petani.
pengembangan usahatani agroforestri. Pada Intensitas penyuluhan kehutanan yang
prinsipnya kegiatan tersebut diterima dan dilakukan oleh penyuluh kehutanan tergolong
direspon dengan baik oleh petani agroforestri rendah (41,6%) dan sangat rendah (43,9%)
di lingkungan TNGC di wilayah Kabupaten (Tabel 3). Intensitas rendah sama artinya
Kuningan dan Kabupaten Majalengka, namun dengan penyuluhan kehutanan jarang

31
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

Tabel 3. Sebaran petani agroforestri menurut faktor penyuluhan kehutanan dan kategorinya di Kabupaten Kuningan
dan Kabupaten MajalengkaTahun 2017
Table 3. Distribution of agroforestry farmers according to forestry extension factor and its category in Kuningan
District and Majalengka District of 2017

Faktor penyuluhan kehutanan Kategori* Jumlah sampel %


(Forestry extension factor) (Category) (Number of (%)
samples)
Kegiatan penyuluhan kehutanan Sangat rendah 83 26,8
(Forestry extension activities) Rendah 146 47,1
Tinggi 66 21,3
Rataan skor (Average scores): 36,8 Sangat tinggi 15 4,8
Kompetensi penyuluh kehutanan Sangat rendah 59 19,0
(Competencies of forestry extension agent) Rendah 122 39,4
Tinggi 94 30,3
Rataan skor (Average scores): 44,8 Sangat tinggi 35 11,3
Metode penyuluhan kehutanan Sangat rendah 118 38,1
(Method of forestry extension) Rendah 118 38,1
Tinggi 58 18,7
Rataan skor (Average scores): 34,3 Sangat tinggi 16 5,2
Materi penyuluhan kehutanan Sangat rendah 58 18,7
(Material of forestry extension) Rendah 89 28,7
Tinggi 90 29,0
Rataan skor (Average scores): 53,9 Sangat tinggi 73 23,5
Intensitas penyuluhan kehutanan Sangat rendah 136 43,9
(Intensity of forestry extension) Rendah 129 41,6
Tinggi 34 11,0
Rataan skor (Average scores): 29,4 Sangat tinggi 11 3,5
Keterangan selang skor (Description of score range ) 0-100. *) Kategori (Category) 0-25 sangat rendah (very
low), 26-50 rendah (low), 51-75 tinggi (high), 76-100 sangat tinggi (very high)

Sumber (Source): Data diolah (Data processed)

dilakukan. Hal ini dilihat dari kegiatan kehutanan. Dari hasil wawancara mendalam
pertemuan kelompok tani hutan, keterlibatan diperoleh penjelasan bahwa intensitas
petani pada kegiatan penyuluhan di luar penyuluhan kehutanan ini rendah karena
desanya, dan kehadiran penyuluh kehutanan di belum terjalin koordinasi dan kerja sama
lokasi usaha/kebun petani. Gambaran tentang yang optimal antara lembaga Balai Taman
sebaran petani agroforestri menurut dukungan Nasional Gunung Ciremai dengan lembaga
penyuluhan kehutanan di Kabupaten penyuluhan pemerintah daerah setempat.
Kuningan dan Kabupaten Majalengka tahun Penyuluh kehutanan pada pemerintah daerah
2017 secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3. setempat memandang bahwa penyelenggaraan
Petani agroforestri berdomisili di desa- penyuluhan kehutanan di wilayah desa
desa penyangga kawasan TNGC di wilayah penyangga kawasan taman nasional adalah
Kabupaten Kuningan dan Kabupaten menjadi tanggungjawab lembaga pengelola
Majalengka. Lembaga pengelola kawasan kawasan taman nasional. Sedangkan jumlah
TNGC dalam hal ini Balai Taman Nasional tenaga penyuluh kehutanan pada balai taman
Gunung Ciremai dan pemerintah kabupaten nasional relatif sangat sedikit yaitu hanya
setempat mempunyai peran penting dalam terdapat tiga orang penyuluh pegawai negeri
penyelenggaraan kegiatan penyuluhan sipil (PNS) untuk wilayah kerja Kabupaten

32
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

Kuningan, Kabupaten Majalengka dan memberi saran, memberi pertimbangan dan


Kabupaten Cirebon. memberi pemahaman terhadap permasalahan
Van den Ban & Hawkins (1999) yang dihadapi (Suprayitno, Gani, & Sugihen,
menjelaskan bahwa penyuluhan merupakan 2012).
keterlibatan seseorang untuk melakukan Terkait dengan peran penyuluh kehutanan
komunikasi informasi secara sadar dengan dalam upaya mengubah perilaku petani, maka
tujuan membantu sesamanya memberikan penyuluh kehutanan haruslah mempunyai
pendapat sehingga bisa membuat keputusan kualitas yang baik. Kualitas penyuluh
yang benar. Penyuluhan dalam arti umum kehutanan dapat diukur melalui kompetensi-
adalah ilmu sosial yang mempelajari sistem kompetensi yang dimiliki. Penyuluh
dan proses perubahan yang lebih baik sesuai kehutanan yang berkualitas adalah seorang
dengan yang diharapkan. Penyuluhan dapat penyuluh kehutanan yang kompeten di
diartikan sebagai suatu sistem pendidikan bidangnya. Kompetensi penyuluh kehutanan
yang bersifat non-formal di luar sistem dapat dilihat melalui penguasaan materi
sekolah yang biasa (Setiana, 2012). Menurut yang berhubungan dengan pengetahuan
Sumardjo dalam Anwas (2013) bahwa dan keterampilan. Selanjutnya dapat pula
filosofi dan prinsip-prinsip penyuluhan dalam dilihat melalui ketepatan penggunaan metode
arti yang sebenarnya adalah partisipatif, penyuluhan, intensitas penyuluhan, teknik
dialogis, konvergen, dan demokratis, komunikasi dan pendekatan penyuluhan.
sehingga memberdayakan dan bukannya
C.
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan
praktik-praktik penyuluhan yang bersifat
terhadap Peran Interpersonal
top-down, linier dan bertentangan dengan
filosofi pembangunan manusia. Penyuluhan Penyuluhan kehutanan yang diindikasikan
harus mampu menumbuhkan cita-cita yang melalui kegiatan penyuluhan kehutanan,
melandasi untuk selalu berfikir kreatif dan kompetensi penyuluh kehutanan, metode
dinamis, mengacu kepada kenyataan yang penyuluhan kehutanan, materi penyuluhan
ditemukan di lapangan atau harus selalu kehutanan dan intensitas penyuluhan
disesuaikan dengan keadaan di lapangan. kehutanan secara serentak berpengaruh
Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan besar terhadap peran interpersonal
mendidik (Asngari, 2001), maka penyuluh kepemimpinan informal di lingkungan
harus mampu berperan sebagai pendidik TNGC. Penyelenggaraan penyuluhan
untuk mengubah perilaku masyarakat kehutanan jika ditingkatkan baik kuantitas
sasaran. Terdapat tiga peran utama penyuluh maupun kualitasnya, akan berkontribusi
dalam pengelolaan usahatani, yaitu pendidik/ terhadap peningkatan peran interpersonal
edukator, fasilitator dan mediator. Peran kepemimpinan informal. Secara interpersonal
penyuluh sebagai pendidik dititikberatkan tokoh informal akan menjadi sosok atau
kepada peran penyuluh dalam meningkatkan figur yang lebih dihormati dan dipatuhi.
kapasitas petani dalam pengelolaan Hal ini diukur melalui kehadiran tokoh
usahatani, baik kapasitas manajerial, sosial pada acara masyarakat, panutan dan sifat
maupun teknis melalui proses pembelajaran. mengayomi, pembagian tugas, memimpin
Penyuluh sebagai fasilitator berperan untuk dan menggerakkan masyarakat, hubungan
mendorong dan membantu petani dalam baik dengan penyuluh atau pihak lain demi
pengambilan keputusan usahatani yang kepentingan masyarakat.
efektif dan efisien. Peran penyuluh sebagai Pengaruh penyuluhan kehutanan terhadap
mediator dimaksudkan sebagai aktivitas peran interpersonal kepemimpinan informal
penyuluh untuk menjembatani para pihak di lingkungan taman nasional, dibuktikan
dalam pengelolaan usahatani dengan cara melalui uji regresi. Secara bersamaan faktor-

33
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

Tabel 4. Koefisien regresi pengaruh faktor penyuluhan kehutanan terhadap peran interpersonal kepemimpinan
informal
Table 4.The regression coefficients of the effect of forestry extension factor on the interpersonal role of informal
leadership

Faktor Penyuluhan Kehutanan Koefisien regresi Signifikansi


(Forestry Extension Factor) (Regression coefficient) (Significance)
Konstanta (Constant) 25,766 0,000
Kegiatan penyuluhan kehutanan -0,122 0,093
(Forestry extension activities)
Kompetensi penyuluh kehutanan 0,207 0,028*
(Competencies of forestry extension agent)
Metode penyuluhan kehutanan 0,010 0,925
(Method of forestry extension)
Materi penyuluhan kehutanan 0,069 0,428
(Material of forestry extension)
Intensitas penyuluhan kehutanan 0,449 0,000**
(Intensity of forestry extension)
Nilai (Value) R: 0.587
Nilai (Value) R2 (R square) : 0.344
Keterangan (Information) : *) Nyata pada taraf 0,05 (Significant at the 0.05 level), **) Sangat nyata pada taraf
0,01(Very significant at the 0.01 level)

Sumber (Source): Data diolah (Data processed)

faktor penyuluhan kehutanan yang terdiri dari penyuluhan kehutanan; X2 = Kompetensi


kegiatan penyuluhan kehutanan, kompetensi penyuluh kehutanan; X3 = Metode penyuluhan
penyuluh kehutanan, metode penyuluhan kehutanan; X4 = Materi penyuluhan
kehutanan, materi penyuluhan kehutanan dan kehutanan; X5 = Intensitas penyuluhan
intensitas penyuluhan kehutanan memiliki kehutanan; R2 = Kemampuan model untuk
kontribusi sebesar 34,4% (Tabel 4) dalam menjelaskan perilaku atau peran interpersonal
menjelaskan perubahan yang terjadi pada kepemimpinan informal.
variabel peran interpersonal kepemimpinan Secara parsial terlihat bahwa faktor
informal. Sedangkan sisanya sebesar 65,6% kegiatan penyuluhan kehutanan, metode
(Tabel 4) dijelaskan oleh variabel lain di luar penyuluhan kehutanan, dan materi
model. Koefisien regresi pengaruh penyuluhan penyuluhan kehutanan tidak memiliki
kehutanan terhadap peran interpersonal pengaruh yang signifikan terhadap variabel
kepemimpinan informal secara rinci tersaji peran interpersonal kepemimpinan informal.
pada Tabel 4. Sedangkan kompetensi penyuluh kehutanan,
Berdasarkan uji regresi, diperoleh bentuk dan intensitas penyuluhan kehutanan secara
persamaan pengaruh variabel penyuluhan statistik memiliki pengaruh yang signifikan
kehutanan terhadap peran interpersonal terhadap variabel peran interpersonal
kepemimpinan informal sebagai berikut: kepemimpinan informal. Hal ini dapat
Y1 = 25,766 + (-0,122X1)+ 0,207X2 + diartikan bahwa peningkatan kompetensi
0,010X3 + 0,069X4 + 0,449X5 ; R2 = 0,344 penyuluh kehutanan dan intensitas penyuluhan
kehutanan akan dapat meningkatkan peran
Di mana, Y1 = Peran interpersonal
interpersonal kepemimpinan informal. Hal
kepemimpinan informal; X1 = Kegiatan
ini sejalan dengan hasil penelitian Suprayitno

34
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

et al. (2011) yang menyatakan bahwa model variabel peran informasional kepemimpinan
efektif meningkatkan tingkat partisipasi petani informal. Sedangkan sisanya sebesar 63,4%
adalah dengan meningkatkan kemampuan dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
dan diberi kesempatan berpartisipasi. Tokoh Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan secara
informal dalam menjalankan fungsi dan kuantitas maupun kualitas jika ditingkatkan
peran kepemimpinannya perlu dijaga bahkan akan berkontribusi terhadap peningkatan
ditingkatkan kemampuannya. Tokoh informal peran informasional kepemimpinan informal.
yang memiliki kemampuan memadai, maka Peran informasional ini dibuktikan dengan
peran kepemimpinan interpersonalnya akan kemampuan tokoh informal dalam mencari
berfungsi lebih baik. informasi sesuai kebutuhan petani. Tokoh
informal juga menjadi sumber informasi bagi
D. Pengaruh Penyuluhan Kehutanan
petani, tempat bertanya dan berdiskusi serta
terhadap Peran Informasional
sebagai juru bicara dalam berbagai persoalan
Pengaruh penyuluhan kehutanan terhadap melalui kemampuannya dalam memberikan
peran informasional kepemimpinan informal pengetahuan dan keterampilan sesuai
di lingkungan TNGC, melalui uji regresi kebutuhan petani, kemampuan memecahkan
dibuktikan bahwa secara bersamaan faktor- masalah petani, dan memberikan informasi
faktor penyuluhan kehutanan yang terdiri dari yang bermanfaat bagi petani.
kegiatan penyuluhan kehutanan, kompetensi Koefisien regresi pengaruh penyuluhan
penyuluh kehutanan, metode penyuluhan kehutanan terhadap peran informasional
kehutanan, materi penyuluhan kehutanan dan kepemimpinan informal secara rinci tersaji
intensitas penyuluhan kehutanan memiliki pada Tabel 5.
kontribusi sebesar 36,6% (Tabel 5) dalam Berdasarkan uji regresi, diperoleh bentuk
menjelaskan perubahan yang terjadi pada persamaan pengaruh faktor-faktor penyuluhan

Tabel 5. Koefisien regresi pengaruh faktor penyuluhan kehutanan terhadap peran informasional kepemimpinan
informal
Table 5.The regression coefficients of the effect of forestry extension factor on the informational role of informal
leadership

Faktor penyuluhan kehutanan Koefisien regresi Signifikansi


(Forestry extension factor) (Regression coefficient) (Significance)
Konstanta (Constant) 21,398 0,000
Kegiatan penyuluhan kehutanan 0,096 0,179
(Forestry extension activities)
Kompetensi penyuluhan kehutanan 0,274 0,003**
(Competencies of forestry extension)
Metode penyuluhan kehutanan 0,021 0,844
(Method of forestry extension)
Materi penyuluhan kehutanan -0,055 0,521
(Material of forestry extension)
Intensitas penyuluhan kehutanan 0,333 0,000**
(Intensity of forestry extension)
Nilai (Value) R: 0.605
Nilai (Value) R2 (R square) : 0.366

Keterangan (Information) : *) Nyata pada taraf 0,05 (Significant at the 0.05 level), **) Sangat nyata pada taraf
0,01(Very significant at the 0.01 level)
Sumber (Source): Data diolah (Data processed)

35
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

kehutanan terhadap peran informasional merupakan salah satu sumber informasi


kepemimpinan tokoh informal sebagai bagi petani. Kredibilitas tokoh informal
berikut: merupakan hal yang perlu dijaga, agar
Y2 = 21,398 + (0,096X1) + 0,274X2 + dapat dipercaya oleh petani atas informasi-
0,021X3 + (-0,055X4) + 0,333X5 ; R2 = 0,366 infomasi yang disampaikan. Hal ini juga
sesuai dengan penelitian Sawerah, Muljono,
Di mana, Y2 = Peran informasional
& Tjitropranoto (2016) yang menyatakan
kepemimpinan tokoh informal; X1 =
bahwa tokoh masyarakat berperan dalam
Kegiatan penyuluhan kehutanan; X2 =
menyebarluaskan informasi-informasi yang
Kompetensi penyuluh kehutanan; X3 =
diperlukan masyarakat dan memberikan
Metode penyuluhan kehutanan; X4 = Materi
dukungan-dukungan sosial. Demikian juga
penyuluhan kehutanan; X5 = Intensitas
sesuai dengan hasil penelitian Ruhimat (2015)
penyuluhan kehutanan; R2= Kemampuan
yang menyatakan bahwa tingkat intensitas
model dalam menjelaskan perilaku atau Peran
peran penyuluh dan tingkat dukungan pihak
informasional kepemimpinan tokoh informal.
luar secara bersama-sama berpengaruh cukup
Secara parsial faktor-faktor penyuluhan
kuat terhadap tingkat ketersediaan informasi
kehutanan yang secara nyata berpengaruh
dalam peningkatan kapasitas petani dalam
terhadap peran informasional kepemimpinan
pengelolaan hutan rakyat.
tokoh informal adalah faktor kompetensi
Dukungan penyuluhan kehutanan
penyuluh kehutanan dan intensitas
merupakan faktor penting dalam
penyuluhan kehutanan. Sedangkan faktor
meningkatkan peran kepemimpinan tokoh
kegiatan penyuluhan kehutanan, metode
informal di lingkungan taman nasional.
penyuluhan kehutanan, dan materi
Melalui penyuluhan kehutanan yang tepat,
penyuluhan kehutanan secara statistik tidak
integritas tokoh informal lebih terjaga
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dan bahkan meningkat. Tokoh informal
variabel peran informasional kepemimpinan
juga memperoleh banyak informasi yang
informal. Hal ini dapat diartikan bahwa
bermanfaat bagi petani. Dalam kondisi
peningkatan kompetensi penyuluh kehutanan
seperti ini, tokoh informal lebih mampu
dan intensitas penyuluhan kehutanan akan
menjadi teladan dan sumber informasi bagi
dapat meningkatkan peran informasional
petani agroforestri di lingkungan taman
kepemimpinan informal.
nasional. Hal ini sejalan dengan Suradisatra
Wahyuni, Sumardjo, Lubis, & Sadono
& Priyanto (2011) yang menjelaskan bahwa
(2017) dalam penelitiannya menyatakan
peran ketokohan adalah sebagai motivator/
bahwa individu yang berperan sebagai
penggerak dalam memengaruhi masyarakat
kunci penyebar informasi adalah orang
untuk melaksanakan kegiatan/program yang
yang memiliki keberdayaan informasi yang
dirancang di suatu wilayah, karena dipandang
dapat disebarluaskan kepada individu lain.
sebagai panutan dan disegani (dituakan).
Tokoh informal sebagai seorang pemimpin
Lebih lanjut dijelaskan, bahwa setiap kegiatan
termasuk dalam kategori kunci penyebar
kolektif masyarakat tidak pernah luput dari
informasi. Demikian pula dengan Rushendi,
perhatian tokoh kepemimpinan lokal, baik
Sarwoprasodjo & Mulyandari (2016)
pemimpin formal maupun informal.
menyatakan bahwa faktor kredibilitas sumber
informasi yang memengaruhi keputusan E. Pengaruh Penyuluhan Kehutanan
adopsi adalah tingkat kepercayaan dan terhadap Peran Pengambilan Keputusan
kompetensi sumber informasi dari sesama Penyuluhan kehutanan yang diindikasikan
petani, kelembagaan yang ada, penyuluh, melalui faktor kegiatan penyuluhan kehutanan,
dan staf kebun percobaan. Tokoh informal kompetensi penyuluh kehutanan, metode

36
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

penyuluhan kehutanan, materi penyuluhan kemampuan dalam mencari fasilitas modal


kehutanan dan intensitas penyuluhan usaha, aktivitas dalam pengembangan
kehutanan secara serentak berpengaruh usaha tani dan kemampuan bernegosiasi
besar terhadap peran pengambilan keputusan dengan pihak lain demi kepentingan petani.
kepemimpinan informal di lingkungan TNGC. Tokoh informal akan lebih memiliki jiwa
Secara bersamaan kontribusi pengaruh entrepreneurship untuk membawa kelompok
faktor-faktor penyuluhan kehutanan terhadap menjadi unggul. Tokoh informal akan lebih
peran pengambilan keputusan kepemimpinan jeli untuk mengalokasikan sumber daya dalam
informal di lingkungan taman nasional kelompok dan efektif.
sebesar 28,7% (Tabel 6) dalam menjelaskan Koefisien regresi pengaruh penyuluhan
perubahan yang terjadi pada variabel peran kehutanan terhadap peran pengambilan
pengambilan keputusan kepemimpinan keputusan kepemimpinan informal secara
informal. Sedangkan sisanya sebesar 71,3% rinci tersaji pada Tabel 6. Berdasarkan uji
(Tabel 6) dijelaskan oleh variabel lain di luar regresi, diperoleh bentuk persamaan pengaruh
model. Hal ini berarti bahwa peningkatan variabel penyuluhan kehutanan terhadap
kuantitas dan kualitas penyelenggaraan peran pengambilan keputusan kepemimpinan
penyuluhan kehutanan, akan berkontribusi tokoh informal adalah sebagai berikut:
terhadap peningkatan peran pengambilan Y3 = 25,013 + 0,046X1 + 0,0318X2 +
keputusan kepemimpinan informal. (-0,035X3) + (-0,052X4) + 0,307X5 ; R2 =
Peningkatan peran pengambilan keputusan 0,287
tersebut diukur dari aktivitas usaha yang
Di mana, Y3= X1 = Kegiatan penyuluhan
ditekuni oleh tokoh informal, kemampuan
kehutanan; X2 = Kompetensi penyuluh
mengatasi perselisihan warga petani dan
kehutanan; X3 = Metode penyuluhan
pemecahan persoalan yang dihadapi petani,

Tabel 6. Koefisien regresi pengaruh faktor penyuluhan kehutanan terhadap peran pengambilan keputusan
kepemimpinan informal
Table 6. The regression coefficients of the effect of forestry extension factor on the decision role of informal
leadership

Faktor Penyuluhan Kehutanan Koefisien regresi Signifikansi


(Forestry Extension Factor) (Regression coefficient) (Significance)
Konstanta (Constant) 25,013 0,000
Kegiatan penyuluhan kehutanan 0,046 0,548
(Forestry extension activities)
Kompetensi penyuluhan kehutanan 0,318 0,001**
(Competencies of forestry extension)
Metode penyuluhan kehutanan -0,035 0,758
(Method of forestry extension)
Materi penyuluhan kehutanan -0,052 0,571
(Material of forestry extension)
Intensitas penyuluhan kehutanan 0,307 0,000**
(Intensity of forestry extension)
Nilai (Value) R : 0.536
Nilai (Value) R2 (R square) : 0.287

Keterangan (Information) : *) Nyata pada taraf 0,05 (Significant at the 0.05 level), **) Sangat nyata pada taraf
0,01 (Very significant at the 0.01 level)
Sumber (Source): Data diolah (Data processed)

37
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

kehutanan; X4 = Materi penyuluhan para anggota untuk aktif, dan mampu dalam
kehutanan; X5 = Intensitas penyuluhan menampung aspirasi anggota kelompoknya.
kehutanan; R2 = Kemampuan model dalam Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan
menjelaskan perilaku atau Peran pengambilan yang dalam hal ini diperankan oleh penyuluh
keputusan kepemimpinan informal. kehutanan sebagai wakil pemerintah selaras
Secara parsial pada Tabel 6 terlihat bahwa dengan Suherdi, Amanah, & Muljono (2014)
kegiatan penyuluhan kehutanan, metode yang memberikan gambaran bahwa peran
penyuluhan kehutanan, dan materi penyuluhan penyuluh kehutanan paling dominan sebagai
kehutanan secara statistik tidak memiliki penasihat, yaitu lebih banyak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap variabel gagasan/ide dan masukan kepada petani,
peran pengambilan keputusan kepemimpinan sedangkan keputusan atas tindakan yang
informal. Sedangkan kompetensi penyuluh akan dilakukan tergantung kepada petani
kehutanan, dan intensitas penyuluhan itu sendiri. Peran penyuluh berikutnya
kehutanan secara statistik memiliki pengaruh sebagai fasilitator, yaitu membantu petani
yang signifikan terhadap variabel peran memberikan kemudahan melakukan usaha
Informasional kepemimpinan informal. hutan rakyatnya. Peran penyuluh sebagai
Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan guru yaitu melakukan kegiatan pengajaran
kompetensi penyuluh kehutanan dan kepada petani. Penelitian ini juga sejalan
intensitas penyuluhan kehutanan akan dapat dengan Sumarlan, Sumardjo, Tjitropranoto,
meningkatkan peran pengambilan keputusan & Gani (2012) yang menjelaskan bahwa
kepemimpinan tokoh informal. Hasil ini rendahnya dukungan penyuluhan kehutanan
sejalan dengan penelitian Ruhimat (2013) menyebabkan rendahnya kesempatan dan
yang menyatakan bahwa aspek dukungan lemahnya motivasi petani sekitar hutan dalam
pemerintah merupakan aspek paling penting penerapan sistem agroforestri. Hal ini dapat
dan dominan yang akan memengaruhi tingkat memengaruhi lemahnya keberlanjutan sistem
partisipasi masyarakat dalam implementasi agroforestri dan juga peran kepemimpinan
kebijakan kesatuan pengelolaan hutan (KPH). tokoh informal.
Pemerintah dalam hal ini melalui dukungan
penyuluhan kehutanan diharuskan mengubah IV. KESIMPULAN DAN SARAN
pendekatan pengelolaan kehutanan yang
A. Kesimpulan
awalnya menempatkan masyarakat sebagai
obyek menjadi subyek pembangunan dan Peran interpersonal kepemimpinan
pengelolaan sektor kehutanan di Indonesia. informal di lingkungan TNGC rendah. Tokoh
Perubahan pendekatan pengelolaan ini akan informal belum mampu menjadi sosok atau
menjadikan peran pengambilan keputusan figur yang lebih dihormati dan dipatuhi,
kepemimpinan tokoh informal menjadi sangat memimpin dan menggerakkan anggota petani
penting dalam upaya peningkatan kapasitas agroforestri, serta menjalin hubungan baik
petani agroforestri di lingkungan taman dengan pihak lain.
nasional. Sejalan juga dengan Mutmainah & Peran informasional kepemimpinan
Sumardjo (2014), yang menyatakan bahwa informal di lingkungan TNGC rendah. Tokoh
pemimpin kelompok memiliki peranan yang informal belum mampu mencari informasi
sangat penting dalam mengelola kelompok sesuai kebutuhan petani. Tokoh informal
taninya. Peran pemimpin kelompok meliputi belum mampu menjadi sumber informasi
kemampuan pemimpin dalam memberikan bagi petani agroforestri, tempat bertanya dan
arahan dan tuntunan bagi anggota berdiskusi serta sebagai juru bicara dalam
kelompoknya, mampu memfasilitasi agar berbagai persoalan petani agroforestri.
tercapai tujuan, mampu mendinamiskan Peran pengambilan keputusan

38
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

kepemimpinan informal di lingkungan kehutanan dapat ditingkatkan melalui


TNGC rendah. Tokoh informal belum mampu pelatihan, seminar, atau workshop, sedangkan
mengatasi perselisihan dan pemecahan intensitas penyuluhan kehutanan dapat
persoalan yang dihadapi petani agroforestri. ditingkatkan dengan pertemuan kelompok,
Tokoh informal belum mampu memfasilitasi anjangsana (rumah dan kebun), studi banding,
atau mencari solusi modal usahatani. Tokoh atau pelatihan keterampilan. Penyuluh
informal belum mampu memfasilitasi kehutanan harus lebih disiplin dan tanggung
pengembangan usahatani dan bernegosiasi jawab terhadap tugas dan fungsinya. Setiap
dengan pihak lain demi kepentingan petani penyuluh kehutanan agar memiliki program
agroforestri. Tokoh informal belum memiliki penyuluhan yang dapat dijadikan kontrol
jiwa entrepreneurship untuk membawa dalam peningkatan intensitas penyuluhan
kelompok tani hutan menjadi unggul. kehutanan. Pendekatan terhadap tokoh
Tokoh informal juga belum jeli dan efektif informal agar lebih ditingkatkan melalui
untuk mengalokasikan sumber daya dalam anjangsana dan diskusi non-formal, pelatihan
kelompok. keterampilan, dan pemberian kepercayaan
Rendahnya peran kepemimpinan informal untuk memimpin atau pengambilan keputusan.
di lingkungan TNGC, disebabkan oleh Perlu adanya peningkatan koordinasi
rendahnya kuantitas dan kualitas penyuluhan antara pemerintah daerah (institusi yang
kehutanan yang diindikasikan dengan membidangi penyuluhan kehutanan di daerah
kegiatan penyuluhan kehutanan, kompetensi kabupaten atau provinsi) dengan pemerintah
penyuluh kehutanan, metode penyuluhan pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan
kehutanan, materi penyuluhan kehutanan dan Kehutanan) sehingga bisa terjalin kerja sama
intensitas penyuluhan kehutanan. Dukungan yang lebih baik dalam rangka penyelenggaraan
penyuluhan kehutanan berpengaruh besar penyuluhan kehutanan.
terhadap peran kepemimpinan informal
di lingkungan TNGC. Semakin tinggi UCAPAN TERIMA KASIH
kuantitas dan kualitas penyelenggaraan (ACKNOWLEDGEMENT)
penyuluhan kehutanan, maka akan semakin Penulis mengucapkan terima kasih kepada
baik tokoh informal menjalankan peran Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
kepemimpinannya. Pengaruh penyuluhan Sumber Daya Manusia Kementerian
kehutanan terhadap peran kepemimpinan Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kepala
informal (interpersonal, informasional dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan
pengambilan keputusan) didominasi oleh Hidup dan Kehutanan Makassar, Kepala Balai
faktor kompetensi penyuluh kehutanan Taman Nasional Gunung Ciremai, Kepala
dan intensitas penyuluhan kehutanan. Balai Pengelolaan Hutan Wilayah V Provinsi
Peningkatan kompetensi penyuluh kehutanan Jawa Barat. Terima kasih juga kepada pihak-
dan intensitas penyuluhan kehutanan akan pihak yang telah membantu dalam proses
berpengaruh besar terhadap peningkatan penelitian ini, khususnya kepada para anggota
peran kepemimpinan informal. kelompok tani hutan agroforestri di desa-
B. Saran desa penyangga kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan dan
Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan
Kabupaten Majalengka yang telah terlibat
di lingkungan TNGC oleh institusi yang
dalam penelitian ini.
membidangi penyuluhan kehutanan agar lebih
dioptimalkan terutama melalui peningkatan
kompetensi penyuluh kehutanan dan intensitas
penyuluhan kehutanan. Kompetensi penyuluh

39
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 16 No.1, 2019: 25-41

DAFTAR PUSTAKA Meitha, A., & Sasmito, C. (2016). Pengaruh


kepemimpinan, kedisiplinan dan komunikasi
Badan Pusat Statistik. (2017). Statistik Indonesia terhadap pelayanan publik di Puskesmas
2017. (Subdirektorat Publikasi dan Kompilasi Kabupaten Sambas. Jurnal Ilmu Sosial dan
Statistik, Ed.). Jakarta (ID): BPS. Ilmu Politik, 5(3), 109–114.
Adalina, Y., Nurrochman, D. R., Darusman, D., & Mutmainah, R., & Sumardjo. (2014). Peran
Sundawati, L. (2015). Kondisi sosial ekonomi kepemimpinan kelompok tani dan efektivitas
masyarakat di sekitar taman Nasional Gunung pemberdayaan petani. Jurnal Sosiologi
Halimun Salak. Jurnal Penelitian Hutan dan Pedesaan, 2(3), 182–199.
Konservasi Alam, 12(2), 105–118. Puspitojati, T., Darusman, D., Tarumingkeng, R. C.,
Anwas, O. M. (2013). Pemberdayaan masyarakat di & Purnama, B. (2012). Pemangku kepentingan
era global. Bandung (ID): Alfabeta. yang perlu diberdayakan dalam pengelolaan
Arifin, B. S. (2015). Psikologi sosial. Bandung (ID): hutan produksi: Studi kasus di Kesatuan
Pustaka Setia. Pemangkuan Hutan Bogor. Jurnal Analisis
Asngari, P. S. (2001). Peranan agen pembaruan/ Kebijakan Kehutanan, 9(3), 190–204.
penyuluh dalam usaha memberdayakan Raharjo, S. T., & Nafisah, D. (2006). Analisis pengaruh
(empowerment) sumber daya manusia gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja,
pengelola agribisnis. (Orasi Ilmiah Guru Besar komitmen organisasi dan kinerja karyawan
Tetap Ilmu Sosial Ekonomi). Bogor (ID): (Studi empiris pada Departemen Agama
Institut Pertanian Bogor. Kabupaten Kendal dan Departemen Agama
Avolio, B. J., Sosik, J. J., Kahai, S. S., & Baker, Kota Semarang). Jurnal Studi Manajemen dan
B. (2014). E-leadership  : Re-examining Organisasi, 3(2), 69–81.
transformations in leadership source and Ruhimat, I. S. (2013). Model peningkatan partisipasi
transmission. The Leadership Quarterly, 25(1), masyarakat dalam implementasi kebijakan
105–131.doi://10.1016/j.leaqua.2013.11.003 kesatuan pengelolaan hutan: Studi kasus di
Brahmasari, I. A., & Suprayetno, A. (2008). Pengaruh KPH model Kabupaten Banjar, Kalimantan
motivasi kerja, kepemimpinan dan budaya Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan,
organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan 10(3), 255–267.
serta dampaknya pada kinerja perusahaan Ruhimat, I. S. (2015). Model peningkatan kapasitas
(Studi kasus pada PT . Pei Hai International petani dalam pengelolaan hutan rakyat: Studi
Wiratama Indonesia). Jurnal Manajemen dan di Desa Ranggang, Kalimantan Selatan. Jurnal
Kewirausahaan, 10(2), 124–135. Penelitian Kehutanan Wallacea, 4(1), 11–21.
Cameron, K. (2011). Responsible leadership as Rushendi, Sarwoprasodjo, S., & Mulyandari, R.
virtuous leadership. Journal of Business Ethics, S. H. (2016). Pengaruh saluran komunikasi
98(1), 25–35. https://doi.org/10.1007/s10551- interpersonal terhadap keputusan adopsi
011-1023-6 inovasi pertanian bioindustri integrasi Serai
Diniyati, D., & Achmad, B. (2016). Pengaruh Wangi-Ternak di Provinsi Jawa Barat. Jurnal
penyuluhan terhadap pengembangan kapulaga Agro Ekonomi, 34(2), 135–144.
di hutan rakyat: Kasus di Kabupaten Ciamis Sawerah, S., Muljono, P., & Tjitropranoto, P. (2016).
dan Tasikmalaya, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Partisipasi masyarakat dalam pencegahan
Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 13(1), 25–36. kebakaran lahan gambut di Kabupaten
Handoko, C. (2014). Some problems in maintaining Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
sustainability of Indonesia’s forests: Descriotive Penyuluhan, 12(1), 89–102.
study. Indonesian Journal of Forestry Research, Setiana, L. (2012). Teknik penyuluhan dan
1(1), 33–46. pemberdayaan masyarakat. Bogor: Ghalia
Langat, D. K., Maranga, E. K., Aboud, A. A., & Indonesia.
Cheboiwo, J. K. (2016). Role of forest Sillong, A. D., Mohamad, D. M., Hassan, Z., & Ariff,
resources to local livelihoods: The case of East I. (2008). Changing roles and competencies
Mau forest ecosystem, Kenya. International of effective public sector leadership. Jurnal
Journal of Forestry Reseach, 2016 (ID Pengurusan Awam, (1), 27–46.
4537354), 1–10. https://doi.org/http://dx.doi. Soekanto, S. (2013). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta
org/10.1155/2016/4537354 (ID): Rajawali Pers.
Liow, M. R., Laloma, A., & Pesoth, W. (2015). Peranan Sudaryono. (2014). Leaderships teori dan praktek
pemimpin informal dalam meningkatkan kepemimpinan. Jakarta (ID): Lentera Ilmu
partisipasi masyarakat dalam pembangunan di Cendekia.
Desa Malola. JAP, III(31), 1–9.

40
Pengaruh Penyuluhan Kehutanan terhadap Peran Kepemimpinan Informal di Lingkungan Taman Nasional Gunung Ciremai
Provinsi Jawa Barat ................(Suyadi, Sumardjo, Zaim Uchrowi, Prabowo Tjitropranoto)

Suhendi, A. (2013). Peranan tokoh masyarakat lokal Suradisatra, K., & Priyanto, D. (2011). Pemberdayaan
dalam pembangunan kesejahteraan sosial. posisi dan peran tokoh tradisional dalam upaya
Informasi, 18(2), 105–116. pengembangan ternak di Provinsi Banten.
Suherdi, Amanah, S., & Muljono, P. (2014). Motivasi WARTAZOA, 21(2), 51–59.
petani dalam pengelolaan usaha hutan rakyat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
Desa Cingambul, Kecamatan Cingambul, 1999 tentang Kehutanan.
Majalengka. Jurnal Penyuluhan, 10(1), 85–93. Van den Ban, A. W., & Hawkins, H. S. (1999).
Sumarlan, Sumardjo, Tjitropranoto, P., & Gani, D. Penyuluhan pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
S. (2012). Peningkatan kinerja petani sekitar Wahyuni, S., Sumardjo, Lubis, D. P., & Sadono, D.
hutan dalam penerapan sistem agroforestri (2017). Hubungan jaringan komunikasi dan
di Pegunungan Kendeng Pati. Jurnal Agro dinamika kelompok dengan kapasitas petani
Ekonomi, 30(1), 25–39. dalam agribisnis padi organik di Jawa Barat.
Suprayitno, A. R., Gani, D. S., & Sugihen, B. G. Jurnal Penyuluhan, 13(1), 110–120
(2011). Model peningkatan partisipasi petani
sekitar hutan dalam pengelolaan hutan kemiri
rakyat. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi
Kehutanan, 8(3), 176–195.
Suprayitno, A. R., Gani, D. S., & Sugihen, B. G.
(2012). Motivasi dan partisipasi petani dalam
pengelolaan hutan kemiri di Kabupaten Maros
Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Penyuluhan,
9(2), 182–196.

41
42

You might also like