You are on page 1of 22

TUGAS INDIVIDU DOSEN PENGAMPU

TIPIKOR Dr.FEBRI HANDAYANI,S.H.I.,M.H

PENOLAKAN PERMOHONAN PRAPERADILAN


(Kajian Putusan Nomor 55/Pid.Pra/2022/PN Jkt.Sel)

DISUSUN OLEH :

FIVIEN AMRISYAH (12020723107)


ILMU HUKUM F/SEMESTER 6

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur atas ke hadiran Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga kami dari kelompok 1 dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
mengenai "Penolakan Permohonan Praperadilan (Kajian Putusan Nomor
55/Pid.Pra/2022/Pn Jkt.Sel)" dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas Mata Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibuk Febri Handayani, selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Tindak Pidana Korupsi. Yang telah memberikan
dedikasinya kepada kami selama perkuliahan.
Kami juga menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu,saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamualaikum wr. wb.

Pekanbaru, 22 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................. 3
D. Metode Penulisan ........................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN DAN ANALISIS ............................................................... 3

A. Hukum Acara Pidana...................................................................................... 3


1. Pengertian Hukum Acara Pidana .................................................................. 3
2. Tujuan Hukum Acara Pidana ......................................................................... 3
B. Praperadilan .................................................................................................... 3
1. Pengertian Praperadilan .................................................................................. 3
2. Tujuan dan Wewenang Lembaga Praperadilan .............................................. 4
3. Objek Praperadilan ......................................................................................... 4
C. Tindak Pidana Korupsi ................................................................................... 5
1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi ................................................................. 5
2. Unsur Tindak Pidana Korupsi ........................................................................ 6
3. Penetapan Tersangka Tindak Pidana Korupsi ................................................ 6
D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menolak Praperadilan terhadap
Penetapan Tersangka pada Putusan Nomor: 55/Pid.Pra/2022/PN Jkt.Sel ................ 7
1. Posisi Kasus .................................................................................................... 7
2. Alasan Mengajukan Permohonan ................................................................... 8
3. Amar Putusan ................................................................................................. 9
E. Analisis Terhadap Penolakan Praperadilan dalam Putusan Nomor
55/Pid.Pra/2022/PN Jkt.Sel ..................................................................................... 10

ii
1. Pertimbangan Hakim Penolakan Penetapan Tersangka ............................... 10
F. Kelemahan Sistem Hukum Dalam Penegakan Hukum Kasus Korupsi di Sektor
Pertambangan .......................................................................................................... 12
G. Upaya Menghindari Kasus Korupsi di Sektor Pertambangan ...................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 15

A. Kesimpulan ................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu lembaga hukum baru yang diciptakan dalam KUHAP yang
sebelumnya tidak ada semasa berlakunya HIR adalah lembaga Praperadilan.
Ditinjau dari struktur dan susunan peradilan lembaga Praperadilan bukanlah
lembaga yang berdiri sendiri. Ia hanya merupakan pemberian wewenang
dan fungsi yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap Pengadilan Negeri.
Wewenang dan fungsi baru itu adalah tugas tambahan untuk memeriksa dan
memutus : sah atau tidaknya penangkapan dan atau penahanan; Sah atau
tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; Permintaan
ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak
lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.1
Tujuan diadakan lembaga Praperadilan ini merupakan kontrol atau
pengawasan atas jalannya hukum acara pidana dalam rangka melidungi hak-
hak tersangka atau terdakwa. Kontrol tersebut dilakukan secara horizontal,
yakni kontrol kesamping antara penyidik, penuntut umum timbal balik dan
tersangka, keluarganya atau pihak ketiga.Lembaga Praperadilan sejak
semula dimaksudkan sebagai sarana hukum yang dapat digunakan untuk
mengajukan tuntutan baik oleh tersangka, korban, penyidik, penuntut umum
maupun pihak ketiga yang berkepentingan.
Praperadilan bukan merupakan Lembaga peradilan tersendiri bukan
pula sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang
memberi putusan akhir atas suatu kasus peristiwa pidana. Praperadilan
adalah sebuah Lembaga baru yang ciri dan eksistensinya berada dan
merupakan kesatuan yang melekat pada Pengadilan Negeri, dan sebagai
Lembaga pengadilan hanya dijumpai pada tingkat Pengadilan Negeri
dengan kata lain putusan Praperadilan tidak dapat dimintakan banding.

1
M. Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.(Jakarta : Sinar
Grafika, 2002), hal.2

1
2

Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa


dan memutus tentang :
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan
3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.2
Pengajuan praperadilan yang seharusnya memiliki arti penting dalam
rangka penegakan hukum, melindungi pihak-pihak (tersangka, keluarga atau
kuasanya) yang menjadi korban ketidaksewenang-wenangnya aparat
penegak hukum baik dalam proses penyelidikan, penyidikan hingga
penetapan sebagai tersangka. Hakim harus memperhatikan segala aspek
dalam membuat putusannya, yaitu mulai dari kehati-hatian serta dihindari
sedikit mungkin ketidakcermatan yang bersifat formal maupun materiil
sampai dengan adanya kecakapan terknik dalam membuatnya.3

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait pembahasan makalah ini yaitu:
1. Bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menolak praperadilan
terhadap penetapan tersangka pada putusan Nomor 55/Pid.Pra/2022/Pn
Jkt.Sel?
2. Apa faktor yang menyebabkan hakim menolak praperadilan terhadap
penetapan tersangka pada putusan Nomor 55/Pid.Pra/2022/Pn Jkt.Sel?
3. Apa kelemahan sistem hukum dalam penegakan hukum kasus korupsi di
sektor pertambangan?
4. Bagaimana upaya menghindari terjadinya kasus yang serupa?
2
R. Soeparmono, Praperadilan dan Penggabungan Perkara Ganti Kerugian dalam
KUHAP, (Bandung: Mandar Maju,2003),hal.6
3
Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik, Teknik
Penyusunan dan Permasalahannya,(Bandung,: Citra Aditya Bakti, 2010) hal.155
3

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembahasan makalah ini diantaranya:
1. Untuk menganalis dasar pertimbangan hakim dalam menolak praperadilan
terhadap penetapan tersangka pada putusan Nomor 55/Pid.Pra/2022/Pn
Jkt.Sel
2. Untuk menganalisis faktor yang menyebabkan hakim menolak
praperadilan terhadap penetapan tersangka pada putusan Nomor
55/Pid.Pra/2022/Pn Jkt.Sel
3. Untuk menganalisis kelemahan sistem hukum dalam penegakan Hhukum
kasus korupsi di sektor pertambangan
4. Untuk mengetahui upaya menghindari terjadinya kasus yang serupa

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan penulis adalah penelitian hukum
yuridis normatif, yaitu jenis penelitian yang dilakukan dengan cara
penelitian bahan pustaka atau data sekunder oleh sebab itu jenis penelitian
ini disebut dengan studi kepustakaan.4 Penelitian hukum ini mengkaji
perundang-undangan dan peraturan yang berlaku yang berkaitan dengan
wewenang lembaga Praperadilan. Kemudian dihubungkan dengan
permasalahan yang menjadi pokok pembahasan yang dibahas dalam
penulisan ini sehingga dengan mengkaji undang-undang, peraturan yang
berlaku, juga buku-buku yang berkonsep teoritis tersebut dapat menjawab
dan menjelaskan permasalahan-permasalahan yang timbul dalam penulisan
ini.
Bahan hukum primer yang digunakan yaitu UUD, KUHAP dan
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 55/Pid.Pra/2022/Pn
Jkt.Sel. Bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu bahan hukum yang
diperoleh di perpustakaan melalui studi dokumentasi buku-buku, jurnal,
artikel dan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan topik pembahasan
dalam kajian ini. Data penelitian yang telah diperoleh akan dianalisis secara

4
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1986),hal.52
4

kualitatif dan dideskripsikan sesuai dengan kaedah dan asas-asas yang


terdapat dalam kajian ilmu hukum.
Teknik analisa bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisa dengan metode preskriptif, yaitu merumuskan dan
mengajukan pedoman-pedoman dan kaidah-kaidah yang harus dipatuhi oleh
praktek hukum dan dogmatik hukum, dan bersifat kritis yang bertujuan
untuk mendapatkan saran-saran untuk memecahkan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Hukum Acara Pidana


1. Pengertian Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Pidana sebagai dasar penyelenggaraan paradilan
pidana yang adil dan manusiawi. Dalam Negara hukum, perlu mengatur
perangkat perundangundangan yang menjamin pelaksanaan penegakan
hukum pidana sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing
aparatur penegak hukum kearah tegaknya hukum, keadilan serta
perlindungan harkat martabat manusia, ketertiban dan kepastian hukum.
Hukum acara pidana berhubungan erat dengan diadakannya hukum
pidana. Oleh karena itu, hukum acara pidana merupakan suatu rangkaian
peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang
berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna
mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana.5
2. Tujuan Hukum Acara Pidana
Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah mencari dan
mendapatkan atau setidaknyamendekati kebenaran material ialah
kebenaran yang selengkaplengkapnyadari suatu perkata pidana dengan
menerapkan ketentuan HukumAcara Pidana secara jujur dan tepat dengan
tujuan untuk mencari siapakah pelakuyang dapat didakwakan melakukan
suatu pelanggaran hukum dan selanjutnyamemintakan pemeriksaan dan
putusan dari pengadilan guna menemukan apakahterbukti bahwa suatu
tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan.

B. Praperadilan
1. Pengertian Praperadilan
Praperadilan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh Pengadilan
Negeri untuk memeriksa dan memutus tentang keabsahan penangkapan,
5
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika,2005),hal.2-
3

3
4

penahanan, penghentian penyidikan, penghentian penuntutan dan memutus


permintaan ganti kerugian serta rehabilitasi yang perkara pidanannya tidak
dilanjutkan ke muka sidang pengadilan negeri atas permintaan tersangka
atau terdakwa atau pelapor atau keluarganya dan atau penasehat
hukumnya.6
2. Tujuan dan Wewenang Lembaga Praperadilan
Setiap hal yang baru, tentunya mempunyai suatu maksud dan tujuan
atau motivasitertentu. Pasti ada yang hendak dituju dan dicapai. Tidak ada
sesuatu yang ingindiciptakan tanpa didorong oleh maksud dan tujuan.
Demikian pula halnya dengan pelembagaan praperadilan. Maksud dan
tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi.7
a. Perlindungan hak-hak asasi manusia, terutama mereka yang terlibat
dalam perkara pidana, khususnya pada tahap penyidikan dan
penuntutan
b. Alat kontrol terhadap penyidik atau penuntut umum terhadap
penyalahgunaan wewenang olehnya.

3. Objek Praperadilan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP,
maka objek gugatan praperadilan meliputi:
a) Sah atau tidaknya suatu penangkapan;
b) Sah atau tidaknya penahanan;
c) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan;
d) Sah atau tidaknya penghentian penuntutan;
e) Permintaan ganti kerugian; dan
f) Permintaan rehabilitasi.
Ketentuan mengenai objek gugatan praperadilan di dalam KUHAP
itu bersifat limitatif (terbatas), yang berarti objek gugatan praperadilan

6
Mochamad Anwar,Praperadilan, (Jakarta: Ind-Hil-Co, 1989) hal.25
7
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, 2010, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.
3
5

hanya terbatas pada yang diatur oleh Pasal 1 angka 10 jo. Pasal 77
KUHAP.
Diantara objek gugatan praperadilan itu ada yang dikategorikan
sebagai upaya paksa, yaitu penangkapan dan penahanan. Penangkapan dan
penahanan dikategorikan sebagai upaya paksa karena di dalamnya
mengandung perampasan kemerdekaan. Di dalam terminologi hukum
pidana, upaya paksa disebut dengan istilah dwang middelen, yaitu
tindakan penyidik yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan,
penyitaan, dan pemeriksaan surat-surat untuk kepentingan penyidikan.8

C. Tindak Pidana Korupsi


1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi
Korupsi dalam bahasa Latin disebut Corruptio–corruptus, dalam
bahasa Belanda disebut corruptie, dalam Bahasa Inggris disebut
corruption, dalam bahasa Sansekerta didalam Naskah Kuno Negara
Kertagama tersebut corrupt arti harfiahnya menunjukkan kepada perbuatan
yang rusak, busuk, bejat, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan
keuangan.9
Pengertian korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTKP) tidak
disebutkan pengertian korupsi secara tegas. Pasal 2 Ayat (1)
menyebutkan:“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) Tahun dan paling lama 20 (dua puluh) Tahun dan denda
paling sedikit Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.

8
Jur, Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.171
9
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung,: Alumni, 1996) hal.115
6

2. Unsur Tindak Pidana Korupsi


Unsur-unsur tindak pidana korupsi dari segi hukum, adalah:
a. Perbuatan melawan hukum
b. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana
c. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
d. Merugikan keuangan negara atau perekonomian
e. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)
f. Penggelapan dalam jabatan
g. Pemerasan dalam jabatan
h. Ikut serta dalam pengadaan barang (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara)
i. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)10

3. Penetapan Tersangka Tindak Pidana Korupsi


Menurut Pasal 1 butir (14) KUHAP, “Tersangka adalah seorang
yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan
patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Tersangka dapat
diklasifikasikan menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:
1) Tersangka yang kesalahannya sudah definitif atau dapat dipastikan
untuk tersangka tipe I ini, maka pemeriksaan dilakukan untuk
memperoleh pengakuan tersangka serta pembuktian yang
menunjukkan kesalahan tersangka selengkap-lengkapnya diperoleh
dari fakta dan data yang dikemukakan di depan sidang pengadilan
2) Tersangka yang kesalahannya belum pasti untuk tersangka tipe II
ini, maka pemeriksaan dilakukan secara hati-hati melalui metode
yang efektif. Untuk dapat menarik keyakinan kesalahan tersangka,
sehingga dapat dihindari kekeliruan dalam menetapkan salah atau
tidaknya seseorang yang diduga melakukan.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP sebagai
masterpiece (karya agung) bangsa Indonesia memberikan perlindungan

10
M. Hamdan, Tindak Pidana Suap dan Money Politics, (Medan:Pustaka Bangsa Press,
2005), hal.20
7

terhadap hak-hak asasi manusiahak-hak yang dilindungi KUHAP terhadap


tersangka atau terdakwa antara lain:
1) Persamaan hak dan kedudukan serta kewajiban dihadapan hukum
2) Harus dianggap tidak bersalah dengan dasar-dasar: (1) presumption
of innocent; (2) kesalahan seseorang harus dibuktikan dalam sidang
pengadilan yang bebas dan jujur (fair trial); (3) persidangan harus
terbuka untuk umum; (4) tanpa intervensi pemerintah/kekuatan
politik. Terdakwa diadili dalam peradilan yang mengemban
independent judicial power withoutencroachcments by government
of political parties;
Penangkapan penahanan didasarkan bukti permulaan yang cukup
dan dibatasi secara limitatif.

D. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menolak Praperadilan terhadap


Penetapan Tersangka pada Putusan Nomor: 55/Pid.Pra/2022/PN
Jkt.Sel
1. Posisi Kasus
Permohonan praperadilan dalam putusan Nomor 55/Pid.Pra/2022/
PN Jkt.Sel berawal adanya penetapan status tersangka pemohon. Pemohon
ditetapkan sebagai tersangka diduga telah melakukan tindak pidana
penerima suap terkait penerbitan IUP itu. Diduga aliran suap disamarkan
dengan transaksi PT PAR dan PT TSP yang bekerja sama PT PCN dalam
hal pengelolaan pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama
(ATU). Berdasarkan tuduhan tersebut, meminta kepada pemohon untuk
menandatangani pernyataan yang menerangkan bahwa pemohon bersalah.
KPK memang belum menjelaskan konstruksi perkara ini. Namun,
dari permohonan praperadilan, terungkap kasus ini terkait Peralihan Izin
Usaha Pertambangan dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL)
ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) di Kabupaten Tanah Bumbu
Tahun 2011-2016. Kala itu, Pemohon menjabat sebagai Bupati Tanah
Bumbu.
8

Pemohon dijerat KPK sebagai tersangka penerima suap terkait


penerbitan IUP itu. Diduga aliran suap disamarkan dengan transaksi PT
PAR dan PT TSP yang bekerja sama PT PCN dalam hal pengelolaan
pelabuhan batu bara dengan PT Angsana Terminal Utama (ATU).
Dalam penyidikan ini, KPK mencegah pemohon ke luar negeri.
Bahkan memblokir rekening pribadinya. Penetapan tersangka hingga
pencegahan ke luar negeri ini dipermasalahkan pihak Pemohon. Kemudian
berlanjut hingga larangan berpergian ke luar negeri dengan status sebagai
tersangka. Berikut kronologi penetapan tersangka Pemohon berdasarkan
salinan permohonan Pemohon:
 2 Juni 2022, KPK mengambil keterangan Pemohon selama 11 jam
dalam proses penyelidikan
 9 Juni 2022, KPK menerbitkan LKTPK Nomor: LKTPK-
25/Lid.02.00/22/06/2022 tanggal 9 Juni 2022
 16 Juni 2022 diterbitkan Sprindik Nomor Sprint.Dik/61/DIK.00/
01/2022 yang memuat penetapan Pemohon sebagai tersangka
 16 Juni 2022, KPK menerbitkan Keputusan Pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Larangan
Bepergian ke Luar Negeri terhadap Pemohon yang berstatus
sebagai tersangka
 20 Juni 2022, KPK menyampaikan Surat Pemberitahuan
Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Pemohon bahwa telah
ditetapkan sebagai tersangka atas pelanggaran Pasal 12 huruf a atau
Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1
KUHP.
 23 Juni 2022, KPK menyampaikan permohonan pemblokiran
rekening atas nama Pemohon.

2. Alasan Mengajukan Permohonan


Menyatakan termohon tidak berwenang melakukan penyidikan
tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji
9

sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik


61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022.
Selain itu,pemohon juga meminta hakim menyatakan penyelidikan
yang dilakukan Komisi Antirasuah itu berdasarkan Surat Perintah
Penyelidikan dengan Nomor: Sprin.Lidik-29/Lid.01.00/01/03/2022,
tertanggal 8 Maret 2022 tidak sah.
Pemohon juga meminta hakim menyatakan penyidikan yang
dilakukan oleh KPK terkait dugaan peristiwa pidana sebagaimana
dimaksud dalam penetapan tersangka terhadap dirinya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi tidak sah.
Menyatakan tidak sah segala keputusan, penetapan, dan tindakan
hukum yang dikeluarkan dan dilakukan lebih lanjut oleh termohon
berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon.
Memulihkan hak-hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, nama
baik, dan harkat, serta martabatnya dan membebankan biaya perkara
kepada negara sebesar nihil.

3. Amar Putusan
Bahwa berdasarkan pertimbangan hakim praperadilan atau putusan
praperadilan serta diperlukan dalam menyelesaikan perkara pidana,
sebagaimana dalam mengadili, hakim menjatuhkan amar putusan sebagai
berikut:
a. Menerima eksepsi Termohon.
b. Bahwa menyatakan menolak permohonan praperadilan Pemohon
c. Membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,
bahwa karena permohonan yang di ajukan pemohon ditolak.
10

E. Analisis Terhadap Penolakan Praperadilan dalam Putusan Nomor


55/Pid.Pra/2022/PN Jkt.Sel
1. Pertimbangan Hakim Penolakan Penetapan Tersangka
Berdasarkan pemeriksaan di persidangan, dan bukti-bukti yang
dihadirkan oleh pemohon dan termohon, hakim menolak permohonan
praperadilan pemohon. Dalam pertimbangannya, majelis hakim
mempertimbangkan bahwa:
“Menimbang bahwa setelah Hakim meneliti dan memperhatikan
bukti-bukti surat yang diajukan oleh Pemohon, yaitu bukti surat P-1
sampai dengan bukti surat P-64 tidak ada yang membuktikan bahwa
Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon, dengan kata
lain Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa Pemohon telah ditetapkan
sebagai Tersangka dengan surat Tedakwa bahwa telah ditetapkan sebagai
Tersangka, akan tetapi Pemohon dalam permohonan praperadilan lainnya
menyatakan bahwa KPK melakukan Koordinasi dan Supervisi secara
melawan hukum sehingga tidak punya kewenangan mengambilalih atau
mengembangkan perkara DWIDJONOPUTRAHADI serta tidak punya
kewenangan melakukan penyidikan terhadap Termohon yang merupakan
bagian perkara aquo, Pemohon tidak melakukan perbuatan melawan
hukum dalam pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT BKPL
ke PT PCN, Pemohon tidak terbukti menerima aliran dana dan tidak
terbukti sebagai pengendali perusahaan pada saat periode menjadi Bupati
serta kegiatan antara PT. PCN dengan PT. ATU, PT. PAR dan PT. PSP
mempunyai Underlying Business yang jelas dan Termohon terbukti
melakukan upaya paksa berupa tindakan pemblokiran rekening Bank
Termohon dan pihak terkait lainnya secara melawan hukum;
Dimana Hakim menilai Pemohon tidak dapat membuktikan bahwa
pemohon telah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi pemohon dalam
permohonannya hanya mengatakan bahwa KPK melakukan koordinasi dan
supervisi secara melawan hukum.
11

Bahwa selanjutnya didalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah


Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 4 Tahun 2016, tentang
Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan, menyebutkan bahwa
: “Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya
penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling
sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.
Namun, Pemohon yang menyatakan KPK melakukan Koordinasi
dan Supervisi secara melawan hukum sehingga tidak punya kewenangan
mengambilalih atau mengembangkan perkara Dwidjonoputrahadi serta
tidak punya kewenangan melakukan penyidikan terhadap Termohon yang
merupakan bagian perkara aquo, Pemohon tidak melakukan perbuatan
melawan hukum dalam pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari
PT BKPL ke PT PCN, Pemohon tidak tidak terbukti menerima aliran dana
dan tidak terbukti sebagai pengendali perusahaan pada saat periode
menjadi Bupati serta kegiatan antara PT. PCN dengan PT. ATU, PT. PAR
dan PT. PSP mempunyai Underlying Business yang jelas dan Termohon
terbukti melakukan upaya paksa berupa tindakan pemblokiran rekening
Bank Temohon pihak terkait lainnya secara melawan hukum harus
dibuktikan lebih lanjut, dengan kata lain permohonan praperadilan
Pemohon tersebut telah menyangkut pokok perkara sedangkan
berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma)
Nomor 4 Tahun 2016 hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling
sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.
Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas,
maka dasar permohonan praperadilan Pemohon dinyatakan Kabur/Tidak
jelas (Obscuur Libel), dengan demikian eksepsi Termohon angka 5 (lima)
beralasan hukum untuk dikabulkan.
Hakim juga perintahkan KPK untuk melanjutkan penyidikan
dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan (IUP) di
Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, yang menjerat Mardani sebagai
tersangka.
12

Bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah (SEMA) Nomor 1


Tahun 2018 tanggal 23 Maret 2018 tentang Larangan Pengajuan
Praperadilan bagi Tersangka yang melarikan diri atau sedang dalam status
Daftar Pencarian Orang (DPO). Bahwa untuk memberikan kepastian
hukum dalam proses pengajuan praperadilan bagi tersangka dengan status
Daftar Pencarian Orang (DPO), Mahkamah Agung perlu memberikan
petunjuk sebagai berikut :
a. Dalam hal tersangka melarikan diri atau dalam status Daftar
Pencarian Orang (DPO), maka tidak dapat diajukan permohonan
praperadilan
b. Jika permohonan praperadilan tersebut telah dimohonkan oleh
penasihat hukum atau keluarganya, maka hakim menjatuhkan
putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat
diterima
c. Terhadap putusan tersebut tidak dapat diajukan upaya hukum.
Maka hakim merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) tersebut, oleh karena status Pemohon dalam Daftar Pencarian
Orang (DPO), maka permohonan praperadilan Pemohon harus dinyatakan
tidak dapat diterima.

F. Kelemahan Sistem Hukum Dalam Penegakan Hukum Kasus Korupsi


di Sektor Pertambangan
Banyak penyimpangan di sektor pertambangan, namun masih
lemahnya penegakan hukum oleh aparat penegak hukum level daerah baik
kepolisian dan kejaksaan juga memperumit persoalan. Dalam konteks
penegakan hukum, ada banyak hal yang membuat lemahnya penegakan
hukum di Indonesia.
Misalnya, dalam sektor pertambangan memiliki dua regulasi yang
berbeda (lex specialis). Sekalipun ada penyimpangan, maka aparat
penegak hukum langsung mengedepankan hukum perdata bukan
13

pidananya. Hal ini mengakibatkan banyaknya kasus pelanggaran yang


kemudian hanya diselesaikan dengan acara administrasi.
Sektor pertambangan juga rawan menjadi ladang putaran uang
yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah pertahunnya. Dengan kondisi
demikian, maka menjadi sangat lumrah dalam proses penegakan
hukumnya rawan terjadi gratifikasi.
Pembenahan regulasi menjadi jalan terbaik dalam menertibkan
perbaikan tata kelola sda di Indonesia. Karena selama ini baik pusat
maupun daerah terjadi ketidaksingkronan regulasi yang menjadi celah
besar dalam proses penegakan hukum.
Pertambangan menjadi menjadi sektor yang sangat strategis karena
menjadi sumber penerimaan negara yang berdampak langsung kepada
masyarakat. Oleh karena itu, mengajak dan melibatkan peran masyarakat
untuk mengawasi menjadi bagian aktor kunci dalam pengelolaan sda.
Pemerintah baik pusat dan daerah harus dapat memperkuat sektor
pertambangan dari segi transparasi dan akuntabilitas. Karenanya, publik
harus dengan mudah mengakses dan mendapatkan informasi terkait yang
dibutuhkan. Misalnya,siapa pemilik usahanya, berapa produksi yang
dihasilkan, berapa kewajiban negara yang dibayarkan.

G. Upaya Menghindari Kasus Korupsi di Sektor Pertambangan


Transparansi dalam proses penerbitan perizinan menjadi salah satu
kunci mencegah korupsi di sektor pertambangan. Selama ini pemberian
izin menjadi proses yang tertutup dan terindikasi korupsi. Namun cara
memutus mata rantai korupsi di sektor tambang tak cukup dengan urusan
transparansi. Namun, mesti lebih radikal dengan mekanisme atau regulasi
baru, di mana pejabat terkait tidak boleh terlibat dalam bisnis apapun.
Saat ini, potensi korupsi tersentralisasi di pusat karena sebagian
besar kewenangan diambil alih oleh pemerintah pusat. Kebijakan dan
regulasi yang ada saat ini telah secara terbuka membuka ruang besar bagi
ekspansi tambang. Bahkan, ada jaminan hukum keberlangsungan investasi
14

dan hilangnya sejumlah aturan untuk memproses hukum bagi pejabat yang
mengeluarkan izin tambang bermasalah. Ini tantangan besar dan mustahil
hanya bisa diatasi oleh KPK, polisi, dan kejaksaan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penjelasan dapat disimpulkan bahwa
pertimbangan hakim menolak praperadilan pemohon yaitu: Pertama, KPK
telah membuktikan mempunyai alat-alat bukti yang cukup, terkait
perbuatan melawan hukum dugaan korupsi. Serta sudah memiliki bukti
hasil analisa penghitungan kerugian keuangan negara terkait kasus
tersebut. Kedua, hakim menegaskan penyidikan yang dilakukan termohon,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terhadap pemohon Maming,
hingga penetapan tersangka dan penahanan adalah sah secara hukum.
Transparansi dalam proses penerbitan perizinan menjadi salah satu
kunci mencegah korupsi di sektor pertambangan. Selama ini pemberian
izin menjadi proses yang tertutup dan terindikasi korupsi. Namun cara
memutus mata rantai korupsi di sektor tambang tak cukup dengan urusan
transparansi. Namun, mesti lebih radikal dengan mekanisme atau regulasi
baru, di mana pejabat terkait tidak boleh terlibat dalam bisnis apapun.

B. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu , kritik dan saran yang
membangun kami harapkan demi kesempurnaan dalam penulisan makalah
yang akan dating.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Mochamad. Praperadilan. Jakarta: Ind-Hil-Co, 1989.

Harahap, M.Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta:


Sinar Grafika, 2002.

—. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang


Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar
Grafika, 2010.

Jur, and Andi Hamzah. Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

M.Hamdan. Tindak Pidana Suap dan Money Politics. Medan: Pustaka Bangsa
Press, 2005.

Marpaung, Leden. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika,


2005.

Mulyadi, Lilik. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik,
Teknik Penyusunan dan Permasalahannya. Bandung: Citra Aitya Bakti,
2010.

R.Soeparmono. Praperadilan dan Penggabungan Perkara Ganti Kerugian dalam


KUHAP. Bandung: Mandar Maju, 2003.

Soekanto, Soejono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia


Press, 1986.

Sudarto. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni, 1996.

You might also like