Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Awaluddin
NIM.181030100391
2. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu adalah sebenarnya sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Nanda, 2015)
Apendiks adalah ogan tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat di bawah katub ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri dengan
tidak efesien, dan lumenya kecil, karena apendiks mudah mengalami obstruksi dan
retan terhadap infeksi (apendisitis). Apendisitis merupakan penyebab yang paling
umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab yang
paling umum dari pembedahan abdomen darurat. (Baughman, D. C., dan JoAnn C. H.
1996)
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks (umbai cacing) akibat infeksi
oleh bakteri. Apabila sisa makanan masuk ke dalam apendiks, makanan tersebut akan
busuk dan sulit dikeluarkan. Akibatnya, apendiks akan mengalami peradangan.
(Firmansyah, Rikki dkk, 2009)
3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi tiga yaitu, apendisitis simple, apendisitis
gangrenosa dan apendisitis perforata.
a. Apendisitis Simple
b. Apendisitis Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga
terjadi infrak dan ganggren.
c. Apendisitis Perforata
Ada fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak muda) dan
keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya
perforasi apendiks karena dinding apendiks mengalami ganggren, rasa sakit
yang bertambah, demam tinggi, rasa nyeri yang menyebar dan jumlah leukosi
yang tinggi merupakan tanda kemungkinan terjadinya perforasi.
4. Etiologi
Apendisitis dapat disebabkan karena fekalith (batu feses) yang mengoklusi
lumen apendiks, apendiks yang terpuntir, pembengkakan dinding usus, kondisi fibrosa
di dinding usus, okulusi eksternal usus akibat adesi, Infeksi organisme yersinia telah
ditemukan pada kasus 30% kasus. (Black, J. M., dan Hawks, J. H. 2009.)
Menurut klasifikasi apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
fekalith (tinja/batu), tumor apendiks, biji-bijian dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit. Sedangkan
apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopi dan mikroskopi (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks sumbatan persial atau lumen apendiks adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel infalmasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah pembedahan apendiktomi.
5. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum untuk apendisitis yang diakui antara lain:
a. Nyeri kuadran kanan bawah
b. Demam ringan
c. Mual dan muntah
d. Anoreksia
e. Malaise
f. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
g. Spasme otot
h. Konstipasi dan diare (Brunner & Suddart, 1997).
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih
ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan
jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang, tidak
dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Perforasi akan terjadi tergantung jenis
obat pencaharnya misalnya (bisacodyl) untuk mengatasi sembelit atau konstipasi, dan
untuk mengosongkan perut sebelum prosedur operasi, colonoscopy, endoscopy, x-ray,
atau prosedur pada usus lainnya. Kontraindikasi jangan digunakan untuk penderita
yang mengalami reaksi hipersensitivitas/alergi terhadap bisacodyl. Hindarkan juga
pemakaian obat ini pada bedah perut akut, penderita obstruksi usus, obstruksi ileus,
perforasi usus, toksik kolitis, toksik megakolon, inflammatory bowel disease akut,
apendisitis, dan dehidrasi berat. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam
37,5 - 38,5 derajat celcius.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor
Alvarado:
The modified Alvarado Skor
Score
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu 1
hati ke perut kanan bawah
Mual muntah 1
Anoreksia 1
Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to 1
the left
Total 10
Sumber buku : NANDA 2015
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4: sangat mungkin bukan apendisitis
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut akut
8-10: pasti apendisitis akut
Sumber: Shwartz’s Principle of Surgery
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
Skor Alvarado (Alvarado score) adalah sistem kriteria skoring yang dibuat
untuk mendiagnosis apendisitis akut. Skor Alvarado pertama kali dibuat tahun
1986 dan masih digunakan hingga sekarang ini. Di Indonesia, skor ini sering
digunakan oleh para tenaga kesehatan karena praktis, cepat, dan murah.
Skor MANTRELS
Keterangan
Migration = migrasi rasa nyeri ke regio perut kanan bawah (Rovsing's
Sign)
Anorexia = nafsu makan menurun atau tidak ada nafsu makan
Shift to the left = hitung jenis leukosit didominasi oleh sel PMN
(polimorfonuklear).
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam,
batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi.
b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis, apendiks terletak di dekat atau
menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau
rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
c. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya. Gejala
apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya,
sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.
Selain itu, tanda dan gejala yang dialami dipengaruhi juga dengan usia, gejala
yang timbul pada anak-anak dan dewasa serta usia lanjut akan berbeda.
a. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya, beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah- muntah dan anak menjadi lemah. Ketidakjelasan gejala ini, seringkali
apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
b. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.
6. Anatomi Fisiologi
Usus Halus
Intestinum tenue (usus kecil) taerdiri dari duodenum, jejunum dan ileum.
Duodenum mulai dari pylorus sampai flexura duodeno jejunalis dan beralih menjadi
jejunum. Panjangnya kurang lebih 25 cm. Dan berbentuk seperti huruf C yang
mengelilingi caput pancreas. Jejunum adalah lanjutan dari duodenum mulai dari
flexura duodejejunalis dan ileum berakhir pada muaraanya pada cecum. Panjang
seluruh jejunum dan ileum kurang lebih 6-7 meter dengan 2/5 bagian merupakan
jejunum dan 3/5 bagian ileum. Kelokan jejunum dan ileum mengisi hampir semua
bagian dari kompartmen infracolica di dalam cavum peritonei, dikelilingi oleh usus
besar, serta ditutupi didepan oleh tirai omentum majus. Didalam duodenum makanan
dicerna dengan bantuan enzim pencernaan menjadi molekul yang lebih sederhana.
Pada duodenum sudah terjadi penyerapan (absorbsi) asam amino yang berlansung
cepat selanjutnya makanan melewati yeyenum (sekitar 7 meter) menuju ileum.
Didalam ileum terjadi penyerapan sari makanan hasil pencernaan. Dinding dalam dari
ileum berlipat-lipat yang disebut dengan jonjot (villi). Villi berfungsi untuk
memperluas bidang penyerapan sari makanan. Sari makanan yang larut dalam air
(seperti glukosa, asam amino, vit B dan C) diserap oleh darah dalam pembuluh kapiler
kemudian diedarkan keseluruh sel. (Widjaja, H. I. 2007)
Usus Besar
Usus Besar besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus besar di katup
ileusekum. Tonjolan kecil mirip jari-jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan
limfoid yang mengandung limfosit. Kolon yang membentuk sebagian besar usus
besar, tidak bergelung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri tiga bagian yang relatif
lurus-kolon asendens, kolon transversus, dan kolon desendens. Bagian akhir kolon
desendens berbenuk huruf S. Yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti “berbentuk S”),
dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rektum (rectum beararti “lurus”). Lapisan
otot polos longitudinal di sebelah luar tidak menutupi usus besar secara penuh.
Lapisan ini hanya terdiri dari tiga pita otot yang longitudinal, jelas, dan terpisah,
yaitu taenia koli, yang berjalan di sepanjang usus besar. Lapisan-lapisan dibawahnya
berkumpul dalam kantunng atau sakus yang disebut haustra, mirip seprti bahan rok
yang berkumpul di pinggang yang lebih sempit. Hausta bukan hanya sebagai tempat
berkumpul permanen yang pasif; lokasi austa secara aktif berubah- ubah akibat
kontraksi lapisa otot polos sirkuler. (Sherwood, lauralee. 1996)
Gambar 3. Usus
Besar
Sekum
Sekum
terletak didaerah
iliaka kanan dan
menempel
pada otot iliopsoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan
disebut kolon asendens. Di bawah hati berbelok pada tempat yang disebut flexura
hepatika, lalu berjalan melalui tepi daerah epigastrik dan umbilikal sebagai kolon
transversus. Dibawah limpa ia membelok sebagai flexsura sinistra atau flexura
lienalis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai kolon
desendens. Dan didaerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut sebagai flexura
sigmois dan bentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis
besar dan menjadi rektum. (Pearce, Evelyn.C. 2006)
Apendiks
Apendiks memiliki panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar
5-15 cm. Pangkal apendiks keluar dari aspek posteromedial sekum; akan tetapi, arah
apendiks itu sendiri sangat bervariasi. Apendiks merupakan organ yang belum
diketahui fungsinya tetapi menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan aliran
lendir dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan diseluruh tubuh (Pieter, 2005). Jaringan limfoid pertama kali
muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama
pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah
umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid lagi di apendiks dan terjadi
penghancuran lumen apendiks komplit. Immunoglobulin sekretorius dihasilkan
sebagai bagian dari jaringan limfoid yang berhubungan dengan usus untuk
melindungi lingkungan anterior. Apendiks bermanfaat tetapi tidak diperlukan
(Schwartz, 2000).
Apendiks pada setiap orang memiliki letak posisi yang berbeda-beda, salah
satu faktor penyebab adalah bawaah sejak lahir yang membuat letak posisi apendiks
berbeda. Pada sebagian besar orang apendiks terletak pada posisi retrosekal namun
sering juga ditemukan posisi lain. Apendiks memiliki gambaran karakteristik berikut:
Apendiks memiliki lumen yang relatif lebar pada bayi dan perlahan-lahan
menyempit dengan bertambahnya usia, seringkali menghilang pada manula.
Bakteri masuk dan jika bakteri berkembang semakin banyak dan merusak
mukosa apendiks (menginfeksi) maka akan mengakibatkan terjadinya apendisitis
supuratif akut (ditandai adanya abses yang banyak berwarna kuning). Apabila
kerusakan vaskular yang cepat mengakibatkan terjadinya ruptur, perforasi
(apendisitis perforasi) maka bakteri akan tersebar secara meluas ke seluruh area
abdomen sehingga dapat menyebabkan peritonitis maka tindakan pembedahannya
adalah laparaskopi. Anastesi yang sering digunakan adalah meperidin, morfin. Juga
mengakibatkan cemas, gangguan pola tidur, dan intoleransi aktivitas (Pre-operasi)
dan nyeri, luka insisi, serta intoleransi Aktivitas (Post-operasi). Pembedahan pasien
dengan apendisitis adalah apendektomi. Anastesi yang sering digunakan adalah
anastesi umum yaitu pethidin, diazepam.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
Inspeksi: akan tampak adanya pembekakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
Palpasi: didaerah perut kanan bawah (pada tittik Mc Burney) bila ditekan
akan terasa nyeri dan bila tekanan di lepas juga akan terasa nyeri
(blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.
Gambar 5: Blumberg sign
Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai diangkat
tingg-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah (psoas sign).
b. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah). (Nanda, 2015)
c. Pemeriksaan radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
Ultrasonografi (USG)
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
CT scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen,
apendikogram. (Nanda, 2015)
Gambar 8. Pemeriksaan dengan CT scan
9. Penatalaksanaan Medis
a. Penanggulangan konservatif
b. Operasi
1. Apendiktomi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendektomi). Pasien
biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum
operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi.
Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan.
Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Pembiusan akan
dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau
spinal/lumbal. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Pada
umumnya, tehnik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan
cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks (Sanyoto,
2007).
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan
tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara
laporoskopi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis
perforata (Syamsuhidajat, 1997).
Insisi Grid Iron (McBurney Incision)11
Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis
insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,
melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral
garis yang menghubungkan spina liaka
anterior superior kanan dan umbilikus.
2. Laparoskopi
10. Komplikasi
3. Pola Eliminasi
- Buang air kecil (BAK)
Adanya gangguan
- Buang air besar (BAB)
Sebagian pasien mengalami diare, namun bisa juga mengalami konstipasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien mengalami gangguan aktivitas, berjalan seperti menunduk karena
menahan nyeri. Lebih sering duduk atau berbaring, aktivitas berjalan sangat
terbatas. Pasien merasa lemas, lesu dan tidak enak badan.
1. Wajah Terlihat
meringis kesakitan
dan menangis.
2. Tidak
nyaman/gelisah.
3. Kesulitan tidur
DS :
1.
Mengeluhkan nyeri pada
daerah kuadrant
kanan bawah.
2.
Mengeluhkan perut
seperti tertusuk-
tusuk pada area
abdomen.
3.
Nyeri dirasakan pada
saat ada tekanan jari
yang tegas, ataupun
ketika ditekanan
dilepas.
DO : Sering mual, muntah, Ketidakseimbangan
nafsu makan berkurang, nutrisi kurang dari
1. Cairan yang di
anoreksia. kebutuhan tubuh.
konsumsi dan
dikeluarkan tidak
seimbang.
a. Pre-Operasi
2. Kulit tampak kering.
DS :
3. Mengeluh lelah.
DO : Inflamasi Hipertermi
2. Terlihat lelah.
DS :
1. Mengeluhkan tidak
enak badan.
2. Mengeluh kepalanya
pusing.
DO : Cemas Gangguan pola tidur
1. Tampak tidak bisa
diajak untuk
berkomunikasi
dengan baik
3. Aktivitas terbatas
DS :
1. Mengeluh lelah,
cemas
2. Menyatakan tidak
merasa cukup
istirahat
3. Mengeluh sering
tertidur lama di saat
pagi hari
dibandingkan malam
hari.
DO : Nyeri Gangguan mobilitas fisik
3. Aktivitas terbatas
hanya di atas tempat
tidur.
DS :
1. Menyatakan lelah
dan susah untuk
bergerak akibat
nyeri.
2. Mengeluh kesulitan
untuk berjalan jauh.
3. Mengeluhkan nyeri
pada saat
pemeriksaan PSOAS
Sign, blumberg Sign,
obturator sign.
Diagnosa Keperawatan:
b. Post-Operasi
DS :
DS :
1. Mengeluh demam,
nyeri dibagian luka
bekas operasi
1. TTV: Mengalami
peningkatan denyut
nadi, pernapasan, dan
tekanan darah
2. Tampak lemah.
bedrest karena baru
selesai operasi
apendiktomi
DS :
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut b.d luka bekas insisi di tandai dengan pasien mengeluh nyeri di
daerah bekas operasi
a. Pre-Operasi
Mengerti tentang
nyeri yang dirasakan
dan menghindari hal-
hal yang dapat
memperburuk nyeri.
Menekan susunan
saraf pusat pada
thalamus dan korteks
serebri sehingga
dapat mengurangi
rasa sakit/ nyeri.
Pemberian makan
sedikit tetapi sering
dapat membantu
untuk memenuhi
nutrisi yang telah
terbuang akibat
muntah
b. Post-Operasi
Baughman, D. C., dan JoAnn C. H. 1996. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Black, J. M., & Hawks, J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah (8th ed., Ser. 2). Singapore,:
Elsevier.
Faiz, omar dan Moffat, david. 2004. At a Glance Series ANATOMI. Jakarta: Erlangga.
Firmansyah, Riki dkk. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.
Leveno, Kenneth J. dkk. 2003. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Ed.21. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Nurarif, A. H., & H. K. (Eds.). 2015. NANDA (1st ed., Ser. 1). Jogjakarta, Indonesia:
MediAction.
Sherwood, lauralee. 1996. FISIOLOGI MANUSIA: DARI SEL KE SISTEM, Ed 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran