You are on page 1of 37

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

Disusun Oleh :

Awaluddin

NIM.181030100391

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN


STIKeS WIDYA DHARMA HUSADA TANGRANG
TAHUN 2019
A. Konsep Dasar Medik
1. Latar Belakang

Indonesia mempunyai delapan sasaran MDGs salah satunya yaitu mengurangi


angka kematian termasuk penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan
yang masih sangat besar menjadi penyokong terjadinya pembedahan salah satunya
adalah penyakit apendisitis. Tiap tahunnya baik di negara maju maupun negara
berkembang terjadi.peningkatan kasus yang berhubungan dengan pencernaan maupun
pola makan serta kebiasaan makan makanan disembarang tempat yang berdampak
pada terjadinya penyumbatan makanan pada usus karena terbentuknya benda padat
(massa) di ujung umbai cacing. Appendisitis atau radang apendiks akut merupakan
kasus infeksi intraabdominal yang sering dijumpai di negara-negara maju, sedangkan
pada negara berkembang jumlahnya lebih sedikit, hal ini mungkin terkait dengan diet
serat yang kurang pada masyarakat modern (pekotaan) dibandingkan dengan
masyarakat desa yang cukup banyak mengonsumsi serat. Apendisitis dapat
menyerang orang dalam berbagai umur, umumnya menyerang orang yang usia di
bawah 40 tahun, kasusnya antara 8 sampai 14 tahun, dan sangat jarang terjadi pada
usia dibawah 2 tahun. Hingga saat ini masalah apendisitis masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat.
Menurut WHO (World Health Organization), angka kematian akibat
apendisitis di dunia adalah 0,2-0,8% dan meningkat sampai 20% pada penderita yang
berusia kurang dari 18 tahun dan lebih dari 70 tahun (WHO). Apendisitis juga
menjadi masalah dibeberapa Negara seperti Amerika dan Eropa. Sekitar 7% penduduk
Amerika terkena apendisitis dengan insiden 1,1 per 1000 penduduk per tahun
sedangkan di Eropa angka kematian akibat Apendisitis setiap tahunnya sekitar 8,1 per
100.000 penduduk (Harnawatiaj, 2008 dalam Febriani 2010).
Proporsi berdasarkan sosiodemografi yaitu umur termuda 4 tahun dan tertua
66 tahun. Proporsi umur 4-11 tahun 2,9% dan 60-66 tahun 2,9%. Sex ratio laki-laki :
perempuan yaitu 1 : 1,7. Keluhan sakit perut kanan bawah (sensitivitas 100,0%),
appendisitis abses 7,5% dan perforasi 8,6%, ada komplikasi 16,1%, peritonitis 14,3%,
lama perawatan rata-rata 7 hari. Proporsi appendisitis akut secara bermakna lebih
tinggi pada umur <29 tahun sedangkan appendistis kronis secara bermakna lebih
tinggi pada umur >29 tahun. Di Indonesia ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus
menjadi 52 kasus setiap 100 ribu penduduk dari tahun 1991-2000.

Sehingga kelompok membahas pendisitis agar masyarakat mengetahui lebih


dalam lagi mengenai penyakit meningitis. Untuk itu kelompok perlu menjelaskan
definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan penunjang,
penatalaksanaan medis, komplikasi dan prognosis dari meningitis. Adapun pada
makalah ini didukung dengan adanya pengkajian dan analisa data.

2. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu adalah sebenarnya sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Nanda, 2015)

Apendiks adalah ogan tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat di bawah katub ileosekal. Karena apendiks mengosongkan diri dengan
tidak efesien, dan lumenya kecil, karena apendiks mudah mengalami obstruksi dan
retan terhadap infeksi (apendisitis). Apendisitis merupakan penyebab yang paling
umum dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab yang
paling umum dari pembedahan abdomen darurat. (Baughman, D. C., dan JoAnn C. H.
1996)
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks (umbai cacing) akibat infeksi
oleh bakteri. Apabila sisa makanan masuk ke dalam apendiks, makanan tersebut akan
busuk dan sulit dikeluarkan. Akibatnya, apendiks akan mengalami peradangan.
(Firmansyah, Rikki dkk, 2009)

Jadi kesimpulannya, apendisitis adalah peradangan pada apendiks (umbai


cacing) pada kuadran kanan bawah. Apendisitis disebabkan oleh infeksi, bakteri,
ataupun sisa makan yang tertinggal di bagian apendiks yang dapat menyebabkan
peradangan.
Gambar 1. Apendiks yang terinfeksi

3. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi tiga yaitu, apendisitis simple, apendisitis
gangrenosa dan apendisitis perforata.
a. Apendisitis Simple
b. Apendisitis Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
terutama bagian ante mesentrial yang peredarannya paling minimal, hingga
terjadi infrak dan ganggren.

c. Apendisitis Perforata
Ada fekalit didalam lumen, umur (orang tua atau anak muda) dan
keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya
perforasi apendiks karena dinding apendiks mengalami ganggren, rasa sakit
yang bertambah, demam tinggi, rasa nyeri yang menyebar dan jumlah leukosi
yang tinggi merupakan tanda kemungkinan terjadinya perforasi.

4. Etiologi
Apendisitis dapat disebabkan karena fekalith (batu feses) yang mengoklusi
lumen apendiks, apendiks yang terpuntir, pembengkakan dinding usus, kondisi fibrosa
di dinding usus, okulusi eksternal usus akibat adesi, Infeksi organisme yersinia telah
ditemukan pada kasus 30% kasus. (Black, J. M., dan Hawks, J. H. 2009.)
Menurut klasifikasi apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu
fekalith (tinja/batu), tumor apendiks, biji-bijian dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit. Sedangkan
apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopi dan mikroskopi (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks sumbatan persial atau lumen apendiks adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel infalmasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah pembedahan apendiktomi.

5. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda umum untuk apendisitis yang diakui antara lain:
a. Nyeri kuadran kanan bawah
b. Demam ringan
c. Mual dan muntah
d. Anoreksia
e. Malaise
f. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
g. Spasme otot
h. Konstipasi dan diare (Brunner & Suddart, 1997).

Gambar 2. Letak Mc. Burney Point

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih
ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan
jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Terkadang, tidak
dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya
karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Perforasi akan terjadi tergantung jenis
obat pencaharnya misalnya (bisacodyl) untuk mengatasi sembelit atau konstipasi, dan
untuk mengosongkan perut sebelum prosedur operasi, colonoscopy, endoscopy, x-ray,
atau prosedur pada usus lainnya. Kontraindikasi jangan digunakan untuk penderita
yang mengalami reaksi hipersensitivitas/alergi terhadap bisacodyl. Hindarkan juga
pemakaian obat ini pada bedah perut akut, penderita obstruksi usus, obstruksi ileus,
perforasi usus, toksik kolitis, toksik megakolon, inflammatory bowel disease akut,
apendisitis, dan dehidrasi berat. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam
37,5 - 38,5 derajat celcius.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor
Alvarado:
The modified Alvarado Skor
Score
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu 1
hati ke perut kanan bawah
Mual muntah 1
Anoreksia 1

Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2


Nyeri lepas 1
Demam diatas 37,5ᵒC 1

Pemeriksaan Leukositosis 2
Lab
Hitung jenis leukosit shift to 1
the left
Total 10
Sumber buku : NANDA 2015
Interpretasi dari Modified Alvarado Score:
1-4: sangat mungkin bukan apendisitis
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut akut
8-10: pasti apendisitis akut
Sumber: Shwartz’s Principle of Surgery
Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.
Skor Alvarado (Alvarado score) adalah sistem kriteria skoring yang dibuat
untuk mendiagnosis apendisitis akut. Skor Alvarado pertama kali dibuat tahun
1986 dan masih digunakan hingga sekarang ini. Di Indonesia, skor ini sering
digunakan oleh para tenaga kesehatan karena praktis, cepat, dan murah.

Skor Alvarado adalah 10 butir skoring untuk diagnosis apendisitis


berdasarkan simptom dan tanda klinis serta pemeriksaan laboratorium. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Douglas dan MacPherson, skor tersebut efektif
dalam mengklasifikasi penatalaksanaan pasien apendisitis, dimana pasien
dengan skor Alvarado kurang dari 4 tidak membutuhkan apendiktomi.

Skor MANTRELS

Untuk mempermudah mengingat, skor Alvarado ini sering dibuat akronim


mantrels. Akronim ini dibuat berdasarkan urutan gejala dan tanda dari
Apendisitis pada skor Alvarado. Karena akronim ini juga, skor Alvarado
sering disebut skor mantrels (mantrels score).

Keterangan
 Migration = migrasi rasa nyeri ke regio perut kanan bawah (Rovsing's
Sign)
 Anorexia = nafsu makan menurun atau tidak ada nafsu makan

 Nausea = mual-mual dan/atau muntah-muntah

 Tenderness = nyeri tekan regio perut kanan bawah (McBurney's sign)

 Rebound pain = nyeri lepas (Blumberg's sign)

 Elevation of temperature = suhu aksila > 37,5oC

 Leukocytosis = leukosit >10.000 sel/μl

 Shift to the left = hitung jenis leukosit didominasi oleh sel PMN
(polimorfonuklear).
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut.
a. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau
nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam,
batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi.
b. Bila apendiks terletak di rongga pelvis, apendiks terletak di dekat atau
menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau
rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
c. Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya. Gejala
apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan
diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya,
sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.

Selain itu, tanda dan gejala yang dialami dipengaruhi juga dengan usia, gejala
yang timbul pada anak-anak dan dewasa serta usia lanjut akan berbeda.
a. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan. Seringkali anak
tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya, beberapa jam kemudian akan terjadi
muntah- muntah dan anak menjadi lemah. Ketidakjelasan gejala ini, seringkali
apendisitis diketahui setelah perforasi. Begitupun pada bayi, 80-90 %
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
b. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

6. Anatomi Fisiologi
Usus Halus
Intestinum tenue (usus kecil) taerdiri dari duodenum, jejunum dan ileum.
Duodenum mulai dari pylorus sampai flexura duodeno jejunalis dan beralih menjadi
jejunum. Panjangnya kurang lebih 25 cm. Dan berbentuk seperti huruf C yang
mengelilingi caput pancreas. Jejunum adalah lanjutan dari duodenum mulai dari
flexura duodejejunalis dan ileum berakhir pada muaraanya pada cecum. Panjang
seluruh jejunum dan ileum kurang lebih 6-7 meter dengan 2/5 bagian merupakan
jejunum dan 3/5 bagian ileum. Kelokan jejunum dan ileum mengisi hampir semua
bagian dari kompartmen infracolica di dalam cavum peritonei, dikelilingi oleh usus
besar, serta ditutupi didepan oleh tirai omentum majus. Didalam duodenum makanan
dicerna dengan bantuan enzim pencernaan menjadi molekul yang lebih sederhana.
Pada duodenum sudah terjadi penyerapan (absorbsi) asam amino yang berlansung
cepat selanjutnya makanan melewati yeyenum (sekitar 7 meter) menuju ileum.
Didalam ileum terjadi penyerapan sari makanan hasil pencernaan. Dinding dalam dari
ileum berlipat-lipat yang disebut dengan jonjot (villi). Villi berfungsi untuk
memperluas bidang penyerapan sari makanan. Sari makanan yang larut dalam air
(seperti glukosa, asam amino, vit B dan C) diserap oleh darah dalam pembuluh kapiler
kemudian diedarkan keseluruh sel. (Widjaja, H. I. 2007)

Usus Besar
Usus Besar besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah taut antara usus halus dan usus besar di katup
ileusekum. Tonjolan kecil mirip jari-jari di dasar sekum adalah apendiks, jaringan
limfoid yang mengandung limfosit. Kolon yang membentuk sebagian besar usus
besar, tidak bergelung-gelung seperti usus halus, tetapi terdiri tiga bagian yang relatif
lurus-kolon asendens, kolon transversus, dan kolon desendens. Bagian akhir kolon
desendens berbenuk huruf S. Yaitu kolon sigmoid (sigmoid berarti “berbentuk S”),
dan kemudian berbentuk lurus yang disebut rektum (rectum beararti “lurus”). Lapisan
otot polos longitudinal di sebelah luar tidak menutupi usus besar secara penuh.
Lapisan ini hanya terdiri dari tiga pita otot yang longitudinal, jelas, dan terpisah,
yaitu taenia koli, yang berjalan di sepanjang usus besar. Lapisan-lapisan dibawahnya
berkumpul dalam kantunng atau sakus yang disebut haustra, mirip seprti bahan rok
yang berkumpul di pinggang yang lebih sempit. Hausta bukan hanya sebagai tempat
berkumpul permanen yang pasif; lokasi austa secara aktif berubah- ubah akibat
kontraksi lapisa otot polos sirkuler. (Sherwood, lauralee. 1996)
Gambar 3. Usus

Besar

Sekum

Sekum
terletak didaerah
iliaka kanan dan
menempel
pada otot iliopsoas. Dari sini kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan
disebut kolon asendens. Di bawah hati berbelok pada tempat yang disebut flexura
hepatika, lalu berjalan melalui tepi daerah epigastrik dan umbilikal sebagai kolon
transversus. Dibawah limpa ia membelok sebagai flexsura sinistra atau flexura
lienalis dan kemudian berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai kolon
desendens. Dan didaerah kanan iliaka terdapat belokan yang disebut sebagai flexura
sigmois dan bentuk kolon sigmoideus atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis
besar dan menjadi rektum. (Pearce, Evelyn.C. 2006)
Apendiks

Apendiks memiliki panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar
5-15 cm. Pangkal apendiks keluar dari aspek posteromedial sekum; akan tetapi, arah
apendiks itu sendiri sangat bervariasi. Apendiks merupakan organ yang belum
diketahui fungsinya tetapi menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan aliran
lendir dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis apendiks.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena
jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di
saluran cerna dan diseluruh tubuh (Pieter, 2005). Jaringan limfoid pertama kali
muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama
pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah
umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid lagi di apendiks dan terjadi
penghancuran lumen apendiks komplit. Immunoglobulin sekretorius dihasilkan
sebagai bagian dari jaringan limfoid yang berhubungan dengan usus untuk
melindungi lingkungan anterior. Apendiks bermanfaat tetapi tidak diperlukan
(Schwartz, 2000).
Apendiks pada setiap orang memiliki letak posisi yang berbeda-beda, salah
satu faktor penyebab adalah bawaah sejak lahir yang membuat letak posisi apendiks
berbeda. Pada sebagian besar orang apendiks terletak pada posisi retrosekal namun
sering juga ditemukan posisi lain. Apendiks memiliki gambaran karakteristik berikut:

Memiliki mesentrium kecil yang menurun di belakang ileum terminalis. Satu-


satunya pasokan darah apendiks, arteri apendikularis (salah satu cabang ileokolika),
berjalan dalam mesentrium. Pada kasus apendisitis, akhirnya terjadi trombosis arteri
apendikularis. Bila terjadi hal ini, komplikasi gangren dan perforasi apendiks tidak
terelakan.

Apendiks memiliki lumen yang relatif lebar pada bayi dan perlahan-lahan
menyempit dengan bertambahnya usia, seringkali menghilang pada manula.

Gambar 4. Letak Apendiks


7. Patofisiologi
Fekalith, bakteri, cacing ascaris, produksi lendir berlebih, dan tumor
merupakan beberapa etiologi dari apendisitis. Semua faktor tersebut menyebabkan
adanya obstruksi pada lumen apendiks. Faktor predisposisi yaitu, adanya benda asing
(biji –bijian, konstipasi, diare).

Obstruksi tersebut menyebabkan terjadinya inflamasi, distensi dan dilatasi


pada dinding apendiks, tekanan intraluminal meningkat. Tekanan intraluminal yang
meningkat menimbulkan aliran cairan limfe dan darah terhambat dan tekanan
intraluminal meningkat, bisa mengakibatkan munculnya rasa mual dan ingin muntah.
Kemudian berlanjut nafsu makan berkurang dan menyebabkan anorexia, akibatnya
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh. Stimulasi kemudian dihantarkan ke
spinal cord ke cortex cerebri dan di sampaikan ke nosiseptor. Nyeri akan
dipersepsikan.

Bakteri masuk dan jika bakteri berkembang semakin banyak dan merusak
mukosa apendiks (menginfeksi) maka akan mengakibatkan terjadinya apendisitis
supuratif akut (ditandai adanya abses yang banyak berwarna kuning). Apabila
kerusakan vaskular yang cepat mengakibatkan terjadinya ruptur, perforasi
(apendisitis perforasi) maka bakteri akan tersebar secara meluas ke seluruh area
abdomen sehingga dapat menyebabkan peritonitis maka tindakan pembedahannya
adalah laparaskopi. Anastesi yang sering digunakan adalah meperidin, morfin. Juga
mengakibatkan cemas, gangguan pola tidur, dan intoleransi aktivitas (Pre-operasi)
dan nyeri, luka insisi, serta intoleransi Aktivitas (Post-operasi). Pembedahan pasien
dengan apendisitis adalah apendektomi. Anastesi yang sering digunakan adalah
anastesi umum yaitu pethidin, diazepam.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi: akan tampak adanya pembekakan (swelling) rongga perut
dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
 Palpasi: didaerah perut kanan bawah (pada tittik Mc Burney) bila ditekan
akan terasa nyeri dan bila tekanan di lepas juga akan terasa nyeri
(blumberg sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendisitis
akut.
Gambar 5: Blumberg sign

 Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat/ tungkai diangkat
tingg-tinggi, maka rasa nyeri diperut semakin parah (psoas sign).

Gambar 6: PSOA’S sign

 Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila


pemeriksaan dubur dan vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
 Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
 Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan
tanda perangsangan peritonium tidak begitu jelas, sedangkan bila
apendiks terletak di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan
tanda peransangan peritonium akan lebih menonjol.
Gambar 7: Obturator sign

b. Pemeriksaan laboratorium
Peningkatan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3. Jika
terjadi peningkatan lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah). (Nanda, 2015)
c. Pemeriksaan radiologi
 Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
 Ultrasonografi (USG)
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
 CT scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
 Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen,
apendikogram. (Nanda, 2015)
Gambar 8. Pemeriksaan dengan CT scan

9. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi


penanggulangan konservatif dan operasi.

a. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak


mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian
antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis
perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta
pemberian antibiotik sistemik. Antibiotik yang biasanya diberikan adalah
ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindomisin.

Berikut perawatan yang dilakukan setelah operasi :

Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya


perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernafasan. Angkat
sonde lambing bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler. Pasien dapat dikatakan baik
bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Satu hari pasca operasi
pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

b. Operasi

Terdapat 2 tindakan operasi dalam penanganan apendisitis, antara lain:

1. Apendiktomi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan
yang dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendektomi). Pasien
biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum
operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi.
Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai pembedahan dilakukan.
Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Pembiusan akan
dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau
spinal/lumbal. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Pada
umumnya, tehnik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan
cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks (Sanyoto,
2007).

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
apendiktomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik. Penundaan
tindak bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi. Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka atau pun dengan cara
laporoskopi. Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis
perforata (Syamsuhidajat, 1997).
Insisi Grid Iron (McBurney Incision)11
Insisi Gridiron pada titik McBurney. Garis
insisi parallel dengan otot oblikus eksternal,
melewati titik McBurney yaitu 1/3 lateral
garis yang menghubungkan spina liaka
anterior superior kanan dan umbilikus.

Lanz transverse incision12


Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah pusat,
insisi transversal pada garis miklavikula-
midinguinal. Mempunyai keuntungan
kosmetik yang lebih baik dari pada insisi
grid iron.

Rutherford Morisson’s incision


13
(insisi suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks terletak
di parasekal atau retrosekal dan terfiksir.

Low Midline Incision13


Dilakukan jika apendisitis sudah terjadi
perforasi dan terjadi peritonitis umum.
Insisi paramedian kanan bawah13
Insisi vertikal paralel dengan midline, 2,5 cm
di bawah umbilikus sampai di atas pubis.

Gambar 9. Macam-macam Insisi untuk apendektomi

2. Laparoskopi

Laparaskopi adalah teknik bedah dengan akses minimal. Artinya,


pembedahan tidak dengan membuka dada atau perut, melainkan dilakukan
lewat dua atau tiga lubang berdiameter masing-masing 2-10 milimeter. Satu
lubang untuk memasukan kamera mini (endo camera) yang memindahkan
gambaran bagian dalam tubuh ke layar monitor, sedangkan dua lubang lain
menjadi jalan masuk peralatan bedah. Karena luka yang ditimbulkan
minimal, pemulihannya pun lebih cepat, mengurangi nyeri dan pasca
operasi dan rawat inap lebih singkat. (Harmanto, Ning. 2006)

Gambar 10. Laparaskopi


Apendisitis pada kehamilan

Dugaaan adanya apendisitis merupakan salah satu indikasi tersering


dilakukanya eksplorasi pembedahan abdomen pada wanita hamil. Sebuah studi
yang melibatkan 700.000 wanita melaporkan bahwa sekitar 1 dari 1000
menjalani apendektomi sewaktu hamil, dengan apendisitis dipastikan pada
65% (1 dari 1500 kehamilan).

Kehamilan sering menyebabkan diagnosis apendisitis lebih sulit karena


anoreksia, mual, dan muntah yang menyertai kehamilan normal juga
merupakan gejala umum pada apendisitis; seiring dengan membesarnya
uterus, apendiks sering bergerak ke atas dan keluar menuju pinggang sehingga
nyeri dan tekan di kuadaran kanan bawah mungkin tidak mencolok, sewaktu
kehamilan normal biasanya sedikit banyak terjadi leukosit; selama kehamilan
khususnya, penyakit lain dapat menyerupai apendisitis, misalnya, pielonefritis,
kolik ginjal, solusio plasenta, dan degenerasi mioma uterus; dan wanita hamil
terutama pada usia gestasi lanjut (ukuran lama waktu seorang janin berada
dalam rahim), sering tidak memperlihatkan gejala yang dianggap “khas” untuk
pasien tidak hamil dengan apendisitis. Oleh karena itu, tidak mengherankan
bahwa lebih dari separuh wanita hamil dengan apendisitis mengalami
perforasi.

Pada paruh pertama kehamilan, laparoskopi untuk pasien yang diduga


menderita apendisitis merupakan tindakan yang dapat diterima. Beberapa
orang mempertanyakan keamanaaan terjadinya pneumoperitoneum dengan
karbondioksida yang dapat menyebabkan asidosis janin dan menggangu fungsi
kardiovaskular janin. Dalam sebuah studi skala besar ditemukan bahwa hasil
akhir perinatal pada wanita yang menjalani tindakan laparoskopi sebelum
gestasi 20 minggu tidak berbeda dari mereka yang ditangani dengan
laparotomi.

Pasien diberi antimikroba intravena, misalnya sefalosporin atau


penisilin. Kecuali jika terjadi gangren, perforasi, atau flegmon periapendiks,
terapi antimikroba dapat dihentikan setelah pembedahan. Jika tidak terjadi
peritonitis, progonsis pasien baik. Sesar jarang diindikasikan saat dilakukan
apendektomi. Pada peritonitis sering terjadi kontraksi uterus dan kami tidak
menyarankan obat tokolitik, meskipun sebagai penulis menganjurkannya.
Dilaporkan bahwa pada apendisitis peripartum, peningkatan pemberian cairan
intravena dan pemakaian tokolitik meningkatkan risiko cidera paru.

Apendisitis yang tidak terdiagnosis sering memicu persalinan. Uterus


yang berukuran besar sering membantu menahan infeksi secara lokal, tetapi
setelah persalinan ketika uterus dengan cepat mengecil, infeksi yang selama
ini tertahan menjadi pecah disertai perembesan pus bebas ke dalam rongga
peritonium. Pada kasus ini, dalam bebrapa jam pascapartum terjadi keadaan
abdomen akut.

10. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi usus


buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah yang
terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul). Alasan utama
untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam diagnosis dan perawatan.
Secara umum, semakin lama waktu tunda antara diagnosis dan operasi, semakin
besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi 36 jam setelah onset gejala setidaknya
15%. Oleh karena itu, setelah didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan
tanpa menunda-nunda. Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah
penyumbatan usus.

Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan


otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika
penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut, mual
dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan isi usus
melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut dan usus.
Sebuah komplikasi apendisitis yang lebih ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi
dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh lainnya.
Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah: infeksi luka, abses residual,
sumbatan usus akut, ileus paralitik, dan fistula tinja eksternal (Hugh A.F. Dudley,
1992).

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data Demografi
 Pasien dengan apendisitis Usia : paling muda usia 4 tahun, 18 tahun keatas
hingga usia 70 tahun.
 Perbandingan jenis kelamin antara laki-laki dengan perempuan adalah
1:1,7.
b. Riwayat Kesehatan

Keluhan Utama
Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan >37,5˚C, mual,
muntah, anoreksia, malaise, nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney.

Riwayat Keluhan
Klien dengan apendisitis gejala awal yang khas, nyeri samar (nyeri tumpul)
di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun.
Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah,
dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam,
nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini
nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.

Kebiasaan
Klien dengan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung biji-
bijian yang sulit dicerna oleh lambung misalnya, biji cabai dan lain-lain.
Selain kebiasaan itu juga penyebabnya klien yang kurang mengunsumsi
makanan tinggi serat.
c. Pemeriksaan fisik fokus pada pasien dengan apendisitis
Keadaan Umum
Pasien dengan penyakit apendisitis mengalami perubahan tanda - tanda vital,
yaitu peningkatan nadi perifer, hal ini disebabkan karena pasien merasa cemas
dan nyeri.

Pengkajian head to toe fokus pada apendisitis.


1. Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya compos mentis, dapat mengenali dan
menjawab tentang keadaan sekelilingnya serta berkomunikasi dengan baik.
2. Wajah
Pada klien terjadi ketegangan pada otot wajah karena merasa nyeri.
3. Abdomen
Auskultasi: Bising usus mengalami penurunan.
Palpasi : merasakan nyeri saat dilakukan deep palpation pada area abdomen
bagian perut kanan bawah: nyeri pada bagian titik Mc Burney.Nyeri sering
terasa pada pasien, nyeri yang dirasakan adalah nyeri saat di tekan dan nyeri
saat dilepas.
4. Range of Motion
Jika dilakukan pemeriksaan melalui Blumberg Sign pasien dengan apendisitis
bila dilakukan palpasi pada daerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri hal ini adalah kunci dari
apendisitis akut. Pemeriksaan melalui ROM (range of motion) berlanjut
dengan cara pemeriksaan PSOA’S Sign dengan tindakan tungkai kanan dan
paha ditekuk kuat atau tungkai diangkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri diperut
semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
apabila dilakukan pemeriksaan dubur dan vagina merasa nyeri juga. Pada
apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas sign akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak
di rongga pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum akan lebih menonjol. Obturator sign dilakukan dengan cara fleksi
dan endorotasi sendi panggul.

Pengkajian Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi Kesehatan
Pola persepsi pasien bergantung pada nilai dan kepercayaan individu terhadap
kesehatan.(Health Belief)
2. Pola Nutrisi Metabolik
- Mual dan muntah
- Klien tidak nafsu makan
- Penurunan Berat badan >20% berat badan ideal
- Input dan output cairan pada pasien apendisitis tidak seimbang karena pada
cairan yang masuk kurang dari cairan yang keluar.

3. Pola Eliminasi
- Buang air kecil (BAK)
Adanya gangguan
- Buang air besar (BAB)
Sebagian pasien mengalami diare, namun bisa juga mengalami konstipasi.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien mengalami gangguan aktivitas, berjalan seperti menunduk karena
menahan nyeri. Lebih sering duduk atau berbaring, aktivitas berjalan sangat
terbatas. Pasien merasa lemas, lesu dan tidak enak badan.

5. Pola istirahat dan tidur


Pasien mengalami gangguan istirahat karena pasien dengan apendisitis
mengalami nyeri dan merasa cemas sehingga tidak dapat istrahat dengan
nyaman.
2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DO : Proses Inflamasi Nyeri

1. Wajah Terlihat
meringis kesakitan
dan menangis.

2. Tidak
nyaman/gelisah.

3. Kesulitan tidur

DS :

1.
Mengeluhkan nyeri pada
daerah kuadrant
kanan bawah.

2.
Mengeluhkan perut
seperti tertusuk-
tusuk pada area
abdomen.

3.
Nyeri dirasakan pada
saat ada tekanan jari
yang tegas, ataupun
ketika ditekanan
dilepas.
DO : Sering mual, muntah, Ketidakseimbangan
nafsu makan berkurang, nutrisi kurang dari
1. Cairan yang di
anoreksia. kebutuhan tubuh.
konsumsi dan
dikeluarkan tidak
seimbang.
a. Pre-Operasi
2. Kulit tampak kering.

3. Berat badan turun >


20% berat badan
ideal.

4. Makanan tidak habis


hanya setengah porsi
yang dimakan.

DS :

1. Mengeluh mual dan


muntah.

2. Mengeluh tidak ada


nafsu makan.

3. Mengeluh lelah.
DO : Inflamasi Hipertermi

1. Temperatur > 37,5ᵒc


- 40ᵒc.

2. Terlihat lelah.

3. Banyak diam, kurang


berkomunikasi

DS :

1. Mengeluhkan tidak
enak badan.

2. Mengeluh kepalanya
pusing.
DO : Cemas Gangguan pola tidur
1. Tampak tidak bisa
diajak untuk
berkomunikasi
dengan baik

2. Wajah tampak lelah

3. Aktivitas terbatas

DS :

1. Mengeluh lelah,
cemas

2. Menyatakan tidak
merasa cukup
istirahat

3. Mengeluh sering
tertidur lama di saat
pagi hari
dibandingkan malam
hari.
DO : Nyeri Gangguan mobilitas fisik

1. Tampak lebih banyak


beraktivitas di
tempat tidur

2. Tampak tidak terlalu


banyak bergerak

3. Aktivitas terbatas
hanya di atas tempat
tidur.

DS :

1. Menyatakan lelah
dan susah untuk
bergerak akibat
nyeri.

2. Mengeluh kesulitan
untuk berjalan jauh.

3. Mengeluhkan nyeri
pada saat
pemeriksaan PSOAS
Sign, blumberg Sign,
obturator sign.
Diagnosa Keperawatan:

1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan gelisah

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan faktor biologis, ketidak mampuan untuk mencerna makanan.

b. Post-Operasi

Data Etiologi Masalah Keperawatan


DO : Luka insisi Nyeri akut

1. Mual dan muntah


2. Klien tidak nafsu
makan
3. Penurunan berat
badan >20% berat
badan ideal.
4. TTV: peningkatan
tekanan darah dan
denyut nadi

DS :

1. Mengeluh nyeri pada


bagian bekas operasi

DO : Luka insisi Resiko Infeksi

1. Nyeri kuadran kanan


bawah dan biasanya
demam ringan WBC
10.000-18.000/mm3

DS :

1. Mengeluh demam,
nyeri dibagian luka
bekas operasi

DO : Nyeri akibat luka insisi Intoleransi aktivitas

1. TTV: Mengalami
peningkatan denyut
nadi, pernapasan, dan
tekanan darah
2. Tampak lemah.
bedrest karena baru
selesai operasi
apendiktomi

DS :

1. Mengeluh nyeri saat


sedikit bergerak

Diagnosa Keperawatan:

1. Nyeri akut b.d luka bekas insisi di tandai dengan pasien mengeluh nyeri di
daerah bekas operasi

2. Resiko infeksi b.d prosedur infasif di tandai dengan wbc mengalami


kenaikan dan pasien mengeluh demam.

3. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring di tandai dengan pasien bedrest.


Rencana Keperawatan

a. Pre-Operasi

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil
Nyeri akut b.d Tujuan : Mandiri : Menentukan sejauh
inflamasi mana nyeri yang
Selama masa - Kaji faktor penyebab,
dirasakan dan untuk
perawatan, Nyeri kualitas, lokasi,
memudahkan
berkurang sampai frekuensi, dan skala
memberi intervensi
dengan hilang. nyeri.
selanjutnya.
Kriteria hasil : - Monitor tanda-tanda
Dapat
vital.
Menunjukan mengidentifikasi rasa
penurunan skala - Ajarkan tehnik distraksi sakit dan
nyeri. dan relaksasi. ketidaknyamanan.

Menggambarkan - Beri posisi yang nyaman Membantu untuk


rasa nyaman dan untuk pasien. merasa rileks,
rileks. menurunkan rasa
Edukasi : Beri Health
nyeri, serta mampu
Mengalami Education (HE) tentang
mengalihkan
peningkatan nafsu nyeri, kepada pasien dan
perhatian dari nyeri
makan. keluarga.
yang dirasakan oleh
Kolaborasi : dalam pasien.
pemberian terapi analgesik
Mengurangi rasa
sakit, meningkatkan
sirkulasi, posisi
semifowler dapat
mengurangi tekanan
dorsal.

Mengerti tentang
nyeri yang dirasakan
dan menghindari hal-
hal yang dapat
memperburuk nyeri.

Menekan susunan
saraf pusat pada
thalamus dan korteks
serebri sehingga
dapat mengurangi
rasa sakit/ nyeri.

Ketidakseimban Tujuan : Mandiri : Memantau BB


gan nutrisi pasien untuk
Selama masa - Memonitor BB pasien
kurang dari mengetahui apakah
perawatan Nutrisi dalam batas normal
kebutuhan terjadi perubahan
dapat kembali
tubuh. b.d - Memonitor kalori dan yang tidak
seimbang
faktor biologis, intake nutrisi signifikan
ketidak Kriteria hasil :
- Memberikan
mampuan untuk
Berat badan ideal informasi tentang
mencerna Memantau nutrisi
sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan
makanan. yang dibutuhkan
tinggi badan dapat diberikan saran
pasien
kepada klien maupun
Mampu
keluarga untuk tetap
mengidentifikasi
makan walaupun
kebutuhan nutrisi Dengan pemberian
sedikit.
tindakan manajement
Tidak ada tanda-
- Menentukan jumlah makanan sesuai
tanda mal nutrisi
kalori dan nutrisi yang dengan kesukaan
Tidak terjadi dibutuhkan klien klien dapat
penurunan berat bersama ahli gizi meningkatkan nafsu
badan. makan klien

Pemberian makan
sedikit tetapi sering
dapat membantu
untuk memenuhi
nutrisi yang telah
terbuang akibat
muntah

b. Post-Operasi

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


Keperawatan Kriteria Hasil

Nyeri akut b.d Tujuan : Mandiri: - Untuk mengetahui


1. luka bekas insisi Setelah dilakukan
- Mengkaji nyeri seberapa berat rasa
di tandai dengan tindakan
pasien nyeri yang dirasakan
pasien mengeluh keperawatan - Mengajarkan pasien
dan mengetahui
nyeri di daerah selama 3 x 24 jam, teknik relaksasi.
pemberian terapi sesuai
bekas operasi - Bantu klien untuk
pasien merasa
indikasi.
dapat melakukan
nyaman setelah - Mengurangi rasa nyeri
istirahat baik fisik
nyeri berkurang. yang dirasakan klien
maupun mental
melalui relaksasi dan
Kolaboratif:Pemberian
Kriteria hasil: istirahat.
obat analgesik dan - Untuk mengurangi
- Pasien mampu
pengobatan penyakit nyeri yang dirasakan
mengontrol nyeri
- Melaporkan nyeri appendisitis klien
berkurang seelah Supportif:Bekerjasama
-Agar klien merasa
melakukan dengan klien atau orang
nyaman
menajemen nyeri terdekat cara untuk klien
mengurangi aktivitas
berat
Edukatif: Memberikan
edukasi tentang makan
sedikit pada frekuensi dan
jarak waktu tertentu..

Resiko infeksi Mandiri: Monitor tanda


2. b.d luka insisi di - Klien bebas - Utuk mengenali lebih
dan gejala infeksi
tandai dengan dari tanda dan dini tanda dan gejala
sistemik dan Lokal.
wbc meningkat gejala infeksi infeksi pada pasien.
Monitor WBC,inspeksi
dan mengeluh kulit dan membran
- Jumlah leukosit - Mencegah masuknya
demam mukosa terhadap
dalam batas mikroorganisme
kemerahan, drainase, cuci
normal melalui luka insisi
tangan sebelum dan
setelah tindakan. - Untuk mengatasi
infeksi
Kolaboratif:Kolaborasi
dengan dokter untuk - Untuk memberi
pemberian antibiotik motivasi pada pasien
untuk tetap menaati
Supportif :Mendukung
regimen pengobatan
pasien untuk terus minum
antibiotik sesuai resep. - Pasien dan keluarga
dapat megenali tanda
Edukatif: Mengajarkan
dan gejala secara dini
pasien tanda dan gejala
supaya melaporkan
infeksi.
kepada perawat
- Setelah dilakukan Mandiri - Mengidentifikasi
3. Intoleransi tindakan - Memonitor kemajuan atau
aktivitas b.d keperawatan frekuensi nadi dan penyimpangan dari
nyeri akibat selama 3 x 24 napas sebelum dan sasaran yang
luka insisi di jam, klien dapat sesudah aktivitas diharapkan.
tandai dengan berpartisipasi - Tunda aktivitas jika - Konsumsi oksigen
pasien bedrest frekuensi nadi dan meningkat jika
dalam aktivitas
fisik dengan atau napas klien aktivitas meningkat
tanpa bantuan. mengeluh keletihan, dan daya tahan tubuh
tingkatkan aktivitas klien dapat bertahan
Kriteria Hasil: secara bertahap lebih lama jika ada
- Klien mampu untuk meningkatkan waktu istirahat di
berpindah posisi toleransi. antara aktivitas.
- Membantu
tanpa bantuan Kolaboratif
menurunkan kebutuhan
- Konsultasi dengan
- Klien mampu oksigen yang
dokter jika nyeri
melakukan meningkat akibat
tetap ada atau
ADL secara peningkatan aktivitas.
bertambah berat saat
- Hal tersebut dapat
mandiri
istirahat.
merupakan tanda awal
Supportif
dari komplikasi
- Bantu klien dalam
khusunya gagal napas.
melaksanakan
.
aktivitas sesuai
dengan
kebutuhannya. Beri
waktu istirahat tanpa
diganggu berbagai
aktivitas.
Edukatif
Anjurkan klien untuk
menghentikan aktivitas
bila nyeri dada, napas
pendek, kelemahan atau
pusing jika terjadi.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D. C., dan JoAnn C. H. 1996. Keperawatan Medikal- Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Black, J. M., & Hawks, J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah (8th ed., Ser. 2). Singapore,:
Elsevier.
Faiz, omar dan Moffat, david. 2004. At a Glance Series ANATOMI. Jakarta: Erlangga.

Firmansyah, Riki dkk. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional.

Leveno, Kenneth J. dkk. 2003. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Ed.21. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

Nurarif, A. H., & H. K. (Eds.). 2015. NANDA (1st ed., Ser. 1). Jogjakarta, Indonesia:
MediAction.
Sherwood, lauralee. 1996. FISIOLOGI MANUSIA: DARI SEL KE SISTEM, Ed 2. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.

Taber, Ben-zion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran

You might also like