Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The tradition of ketupat war held in Air Lintang Village, Tempilang District,
West Bangka Regency as a research object aims to introduce and describe one of the
cultural wealths in West Bangka Regency. Researchers also worked to find the
meaning and values that became the background of the history of the war. This
research uses qualitative descriptive research that so as to get descriptive data in the
form of oral, and written from a person or group and observe behavior.Data
collection is carried out by observing the object to be studied, interviewing with
cultural figures and documenting to strengthen the resulting data. This tradition of
ketupat war ceremony began in 1883 which was carried out by the chieftain to fight
the invaders / pirates. This happened at the same time as a lost girl was eaten by a
crocodile demon. Then community leaders flocked to carry out the Village Taber
Ritual to avoid disasters by collaborating so as to create a tradition in Tempilang
Village, namely the Ketupat War.This ketupat war has the meaning of being able to
avoid evil spirit spirits and subtle mahlauk who intend badly to disturb the local
community and can clean up all ugly things in the future life. This tradition also
contains values including cultural values, social values, local wisdom values and
educational values that can be used as lessons or guidelines in life and can shape the
character of the nation's generations.
24
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
25
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
26
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
Metode yang peneliti gunakan ini dilakukan oleh suatu kumpulan atau
dalam mendapatkan data diantaranya, golongan khusus. Seperti yang kita
observasi, wawancara dan ketahui bahwa ketupat merupakan
dokumentasi. Menurut Sutrisno makanan yang dilapisi daun muda
Hadi dalam Alfani (2018: 8) observasi kelapa yang dianyam berbentuk
bisa diartikan sebagai pengamatan dan persegi dan berisi beras lalu direbus
pencatatan secara sistematis atas dan menjadi hidangan untuk santapan
fenomena-fenomena yang diteliti. di hari lebaran (Depdiknas, 2008: 692).
Wawancara ialah cara untuk Namun, ketupat yang biasanya
mendapatkan data dengan melakukan adalah makanan khas saat lebaran,
tanya jawab antara dua belah pihak dalam Tradisi Perang Ketupat malah
yaitu peneliti dan narasumber. dijadikan sebagai alat untuk berperang.
Wawancara dilakukan via online Perang Ketupat menjadi tradisi
melalui panggilan whatsapp. peninggalan nenek moyang yang
Dokumentasi merupakan kumpulan bertahan hingga saat ini dan
gambar (visual) untuk memperkuat berkembang pesat dalam masyarakat.
data yang sudah diperoleh sebelumnya Upacara Perang Ketupat ini
dengan mengumpulkan beberapa foto adalah prosesi ritual yang pesertanya
dari berbagai sumber sehingga hasil saling melempar ketupat ke lawan.
observasi lapangan menjadi hasil Masyarakat Tempilang biasanya
penelitian yang relevan. menyebutnya dengan sebutan
III. Hasil dan Pembahasan “ruahan“ sebagai wujud syukur dalam
Perang Ketupat merupakan menyambut bulan Ramadhan. Tujuan
salah satu budaya di Kabupaten dari tradisi ini ialah untuk mewujudkan
Bangka Barat, Provinsi Kepulauan kesejahteraan masyarakat yang kuat
Bangka Belitung, tepatnya di Pantai dan kokoh karena Perang Ketupat
Pasir Kuning di Desa Air Lintang, dilakukan dengan bergotong royong.
Kecamatan Tempilang. Perang Ketupat
27
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
Berbagai pihak terlibat dalam prosesi dijadikan arena perang. Pantai ini
Perang Ketupat ini.. bernama Pantai Pasir Kuning.
Berdasarkan hasil wawancara Menurut sejarah yang
dengan salah satu narasumber, Perang dilontarkan oleh narasumber, pada
Ketupat ini sudah ada sejak tahun 1883 zaman dahulu pribumi sudah
bersamaan dengan letusan Gunung mendiami kampung Tempilang secara
Krakatau. Jika dihitung hingga tahun berkelompok. Hal ini dikarenakan
ini maka Perang Ketupat sudah berusia pribumi sangat takut dengan lanon.
selama 139 tahun. Pertama kali Perang Banyak penduduk yang memilih untuk
Ketupat dilaksanakan di Dusun tinggal di kebun dibandingkan
Benteng Kota oleh dukun kampung mendiami rumahnya. Tinggallah
sekaligus kepala suku di dusun kaum-kaum perempuan yang tinggal di
tersebut bernama Atok Aren alias Tempilang sehingga lanon sangat
Dhimar. Beliau lahir di Desa mudah untuk menyerang. Ketika
Pengamun dan memiliki beberapa terdengar kabar bahwa lanon
sahabat yang menjadi pengikutnya menyerang Tempilang pengikut Akek
yaitu Atok Iri, Atok Lungkat, Atok Aren (kepala suku) yang merupakan
Beruba’, Atok Bei dan Nek Miak. pesilat marah dengan kedatangan
Benteng Kota sebagai lokasi penjajah dan ingin menyerang Para
pertama diadakan Perang Ketupat lanon tersebut.
dipercaya masyarakat setempat sebagai Kemudian para pesilat yang
peninggalan penjajah atau bajak laut terdiri dari Atok Iri, Atok Lungkat,
(lanon). Seiring berjalannya waktu Atok Beruba’, Akek Bei, dan Nek
lokasi tradisi upacara adat Perang Miak berkumpul dan membuat rencana
Ketupat ini dipindahkan ke Kecamatan untuk menyerang lanon. Para lanon itu
Tempilang, di Desa Air Lintang yang kalah dan meninggalkan Tempilang
memiliki pantai cukup luas untuk Setelah kejadian tersebut tidak
lama kemudian banyak kejadian
28
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
29
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
30
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
31
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
32
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
33
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022
34