You are on page 1of 11

Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No.

1 Agustus Tahun 2022

EKSISTENSI UPACARA ADAT PERANG KETUPAT DI DESA TEMPILANG


SEBAGAI KEKAYAAN BUDAYA DI KABUPATEN BANGKA BARAT

Dea Amanda Putri ¹, Akbar Al Masjid ²


¹²Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
deaamdptri@gmail.com, almasjida@ustjogja.ac.id

Abstract
The tradition of ketupat war held in Air Lintang Village, Tempilang District,
West Bangka Regency as a research object aims to introduce and describe one of the
cultural wealths in West Bangka Regency. Researchers also worked to find the
meaning and values that became the background of the history of the war. This
research uses qualitative descriptive research that so as to get descriptive data in the
form of oral, and written from a person or group and observe behavior.Data
collection is carried out by observing the object to be studied, interviewing with
cultural figures and documenting to strengthen the resulting data. This tradition of
ketupat war ceremony began in 1883 which was carried out by the chieftain to fight
the invaders / pirates. This happened at the same time as a lost girl was eaten by a
crocodile demon. Then community leaders flocked to carry out the Village Taber
Ritual to avoid disasters by collaborating so as to create a tradition in Tempilang
Village, namely the Ketupat War.This ketupat war has the meaning of being able to
avoid evil spirit spirits and subtle mahlauk who intend badly to disturb the local
community and can clean up all ugly things in the future life. This tradition also
contains values including cultural values, social values, local wisdom values and
educational values that can be used as lessons or guidelines in life and can shape the
character of the nation's generations.

Keyword: Ketupat War, Customs, History, meaning and values

I. Pendahuluan politik, adat istiadat, perkakas, bahasa,


Kebudayaan merupakan cara bangunan, pakaian, serta karya seni
hidup yang berkembang serta dimiliki dan memengaruhi banyak aspek dalam
bersama oleh kelompok orang dan kehidupan manusia. Sarjono (2012:
diwariskan dari generasi ke generasi 150-1) menyebutkan bahwa
yang terbentuk dari berbagai unsur kebudayaan mencakup semua yang
yang rumit, termasuk sistem agama, didapatkan atau dipelajari oleh

24
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

manusia sebagai anggota masyarakat. Ketupat di Desa Tempilang,


Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu Kecamatan Tempilang.
yang dipelajari dari pola-pola perilaku Zainab (2008 :2) menyebutkan
yang normatif meliputi segala cara bahwa Tradisi Perang Ketupat
atau pola berpikir dalam merasakan merupakan suatu tradisi yang
dan bertindak. dilaksanakan pada tanggal 15 atau
Menurut Mustawan (2021) minggu ketiga di bulan Sya’ban.
tradisi adalah sesuatu yang sulit Perang Ketupat ini
berubah karena sudah menyatu dalam dilaksanakan bertujuan untuk
kehidupan sehari-hari. Tradisi memohon keselamatan kepada Tuhan
merupakan bentuk norma-norma yang Yang Maha Esa untuk masyarakat
terbentuk dari bawah sehingga sulit setempat dan menghindari berbagai
untuk diketahui sumber asalnya. Oleh malapetaka yang disebabkan oleh roh
karena itu, tampaknya tradisi sudah halus. Desa Tempilang dekat dengan
terbentuk sebagai norma yang daerah pesisir sehingga mayoritas
dilakukan dalam kehidupan penduduk di Desa Tempilang bermata
masyarakat. pencaharian nelayan dan sebagian
Indonesia merupakan negara kecil bertani untuk memenuhi
yang memiiki kekayaan budaya yang kebutuhan hidup.
sangat melimpah. Hal tersebut patut Oleh karena itu masyarakat
kita banggakan, hargai dan jaga. percaya bahwa wilayah darat dan laut
Kebudayaan juga mestinya dipandang tersebut memiliki penghuni tak kasat
sebagai warisan untuk generasi mata. Roh halus yang menduduki
selanjutnya. Salah satu kekayaan daratan dan lautan ini dipercaya dapat
budaya di Kabupaten Bangka Barat memberikan keselamatan dan
yang saat ini masih eksis di kalangan penyebab malapetaka, sehingga
masyarakat ialah upacara adat Perang dibuatlah suatu persembahan kepada
roh halus untuk menjaga

25
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

keseimbangan antara hubungan mendeskripikan suatu masalah dan


manusia dengan makhluk gaib yang fokus pada penelitian. Metode ini
disebut sebagai Tradisi Upacara Adat menghasilkan data-data berupa lisan,
Perang Ketupat. perilaku, pengamatan yang dilakukan
Alasan peneliti tertarik untuk oleh peneliti. Menurut Lexy (2007: 11)
meneliti salah satu budaya yang ada di data yang dikumpulkan dalam
Kabupaten Bangka Barat ialah pilihan penelitian kualitatif adalah berupa
makanan atau yang kita kenal ketupat kata-kata, gambar, dan bukan
sebagai alat perang untuk memerangi angka-angka. Sedangkan menurut
roh-roh jahat dan makhluk gaib. Sudjarwo (2011: 25) penelitian
Eksistensi Perang Ketupat kualitatif adalah penelitian yang tidak
bertahan hingga saat ini. Hal ini menggunakan dasar statistik, tetapi
menurut amatan kami terjadi karena merujuk ke bukti-bukti kualitatif.
dua hal. Pertama, Tradisi Upacara Dalam tulisan lain menyatakan metode
Perang Ketupat diyakini memiliki kualitatif merupakan metode yang
makna khusus dan mengandung berdasarkan pada kenyataan lapangan
nilai-nilai yang dapat dijadikan contoh dan apa yang dialami oleh responden
dan pelajaran hidup dalam kehidupan akhirnya dicarikan rujukan teorinya.
sehari-hari bagi masyarakat Penelitian ini menjalankan
pemiliknya. Kedua, adanya prosedur yang menghasilkan data dan
kepercayaan bahwa jika Perang informasi deskriptif berupa tulisan dan
Ketupat tidak dilaksanakan maka bala lisan yang diperoleh dari narasumber
akan menimpa. penelitian. Peneliti kemudian
mengolah data dari hasil observasi,
II. Metode Penelitian wawancara dan dokumentasi sehingga
Penelitian ini menggunakan mendapatkan teori permasalahan
metode penelitian kualitatif, secara rinci.
pendekatan kualitatif digunakan untuk

26
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

Metode yang peneliti gunakan ini dilakukan oleh suatu kumpulan atau
dalam mendapatkan data diantaranya, golongan khusus. Seperti yang kita
observasi, wawancara dan ketahui bahwa ketupat merupakan
dokumentasi. Menurut Sutrisno makanan yang dilapisi daun muda
Hadi dalam Alfani (2018: 8) observasi kelapa yang dianyam berbentuk
bisa diartikan sebagai pengamatan dan persegi dan berisi beras lalu direbus
pencatatan secara sistematis atas dan menjadi hidangan untuk santapan
fenomena-fenomena yang diteliti. di hari lebaran (Depdiknas, 2008: 692).
Wawancara ialah cara untuk Namun, ketupat yang biasanya
mendapatkan data dengan melakukan adalah makanan khas saat lebaran,
tanya jawab antara dua belah pihak dalam Tradisi Perang Ketupat malah
yaitu peneliti dan narasumber. dijadikan sebagai alat untuk berperang.
Wawancara dilakukan via online Perang Ketupat menjadi tradisi
melalui panggilan whatsapp. peninggalan nenek moyang yang
Dokumentasi merupakan kumpulan bertahan hingga saat ini dan
gambar (visual) untuk memperkuat berkembang pesat dalam masyarakat.
data yang sudah diperoleh sebelumnya Upacara Perang Ketupat ini
dengan mengumpulkan beberapa foto adalah prosesi ritual yang pesertanya
dari berbagai sumber sehingga hasil saling melempar ketupat ke lawan.
observasi lapangan menjadi hasil Masyarakat Tempilang biasanya
penelitian yang relevan. menyebutnya dengan sebutan
III. Hasil dan Pembahasan “ruahan“ sebagai wujud syukur dalam
Perang Ketupat merupakan menyambut bulan Ramadhan. Tujuan
salah satu budaya di Kabupaten dari tradisi ini ialah untuk mewujudkan
Bangka Barat, Provinsi Kepulauan kesejahteraan masyarakat yang kuat
Bangka Belitung, tepatnya di Pantai dan kokoh karena Perang Ketupat
Pasir Kuning di Desa Air Lintang, dilakukan dengan bergotong royong.
Kecamatan Tempilang. Perang Ketupat

27
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

Berbagai pihak terlibat dalam prosesi dijadikan arena perang. Pantai ini
Perang Ketupat ini.. bernama Pantai Pasir Kuning.
Berdasarkan hasil wawancara Menurut sejarah yang
dengan salah satu narasumber, Perang dilontarkan oleh narasumber, pada
Ketupat ini sudah ada sejak tahun 1883 zaman dahulu pribumi sudah
bersamaan dengan letusan Gunung mendiami kampung Tempilang secara
Krakatau. Jika dihitung hingga tahun berkelompok. Hal ini dikarenakan
ini maka Perang Ketupat sudah berusia pribumi sangat takut dengan lanon.
selama 139 tahun. Pertama kali Perang Banyak penduduk yang memilih untuk
Ketupat dilaksanakan di Dusun tinggal di kebun dibandingkan
Benteng Kota oleh dukun kampung mendiami rumahnya. Tinggallah
sekaligus kepala suku di dusun kaum-kaum perempuan yang tinggal di
tersebut bernama Atok Aren alias Tempilang sehingga lanon sangat
Dhimar. Beliau lahir di Desa mudah untuk menyerang. Ketika
Pengamun dan memiliki beberapa terdengar kabar bahwa lanon
sahabat yang menjadi pengikutnya menyerang Tempilang pengikut Akek
yaitu Atok Iri, Atok Lungkat, Atok Aren (kepala suku) yang merupakan
Beruba’, Atok Bei dan Nek Miak. pesilat marah dengan kedatangan
Benteng Kota sebagai lokasi penjajah dan ingin menyerang Para
pertama diadakan Perang Ketupat lanon tersebut.
dipercaya masyarakat setempat sebagai Kemudian para pesilat yang
peninggalan penjajah atau bajak laut terdiri dari Atok Iri, Atok Lungkat,
(lanon). Seiring berjalannya waktu Atok Beruba’, Akek Bei, dan Nek
lokasi tradisi upacara adat Perang Miak berkumpul dan membuat rencana
Ketupat ini dipindahkan ke Kecamatan untuk menyerang lanon. Para lanon itu
Tempilang, di Desa Air Lintang yang kalah dan meninggalkan Tempilang
memiliki pantai cukup luas untuk Setelah kejadian tersebut tidak
lama kemudian banyak kejadian

28
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

hilangnya anak perempuan secara dilaksanakan setahun sekali sebelum


tiba-tiba. Hal ini dipercaya masyarakat bulan Ramadhan untuk membuang sial
bahwa hilangnya anak tersebut demi keselamatan masyarakat dan
disebabkan oleh roh jahat yang lain-lain.
bereinkarnasi menjadi siluman. Arti dari ritual taber kampung
Kejadian tersebut membuat situasi ini ialah untuk melestarikan adat dan
mencekam. Para tokoh adat berkumpul agama serta mempertahankan
untuk mencari solusi agar tidak ada kebiasaan gotong royong di
lagi anak perempuan yang hilang. masyarakat. Bahan yang digunakan
Mereka mencari cara agar Tempilang untuk taber ini diantaranya tepung
bisa menjadi kampung yang memiliki beras, kunyit, tebu hitam, batang
rasa persatuan yang kokoh bukan bonglai, gayung, daun karamusa dan
hanya untuk saat itu tapi juga generasi buah pinang.
mendatang. Para tokoh adat dan Pada saat taber kampung, tetua
masyarakat akhirnya bersepakat untuk adat membaca doa dan
melakukan ritual yang bertujuan untuk mantera-mantera dari leluhur terdahulu
melindungi Tempilang. Ritual dengan maksud untuk memohon
tersebutlah yang kemudian menjadi perlindungan dari mala petaka. Selain
Upacara Adat Perang Ketupat. itu pada rangkaian prosesi yang
Perang Ketupat diiringi dilakukan diharapkan semangat gotong
beberapa ritual diantaranya ritual royong terbentuk dan terjaga dalam
taber kampung. Maksud dan tujuan masyarakat Tempilang.
ritual ini untuk memperingati kejadian Perang Ketupat ini dibedakan
atau peristiwa serangan bajak laut dua jenis berdasarkan jumlah ketupat
(lanon) ke Tempilang. Taber kampung yang dilempar ketika ritual. Jenis
berupa acara selamatan untuk nenek pertama jumlah ketupatnya hanya
moyang terdahulu untuk menghormati tujuh ditambah dengan tujuh lepet.
perjuangannya. Tradisi ini Jenis kedua jumlah ketupat yang

29
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

dilemparkan banyak, namun tidak suatu perarakan atau runtutan yang


semua ketupat dilemparkan. Ada sedang bergerak menjalankan
bagian ketupat yang disisakan untuk perannya sebagai bagian dari suatu
dimakan bersama. acara atau upacara.
Ritual berikutnya dalam Perang Rangkaian upacara adat Perang
Ketupat adalah ngancak. Ngancak ini Ketupat ini dimulai dengan
menggunakan alat dan bahan penimbongan yang dilakukan tepat
diantaranya nasi ketan yang diatasnya pada pukul 00.00 WIB sampai
terdapat ayam kampung panggang dan matahari terbit.
bubur merah yang diolah Setelah itu perang ketupat
menggunakan gula aren. Selain itu diiringi oleh beberapa tarian khas
terdapat rokok dari daun lada, daun Bangka diantaranya Tari Campak, Tari
nipah dan daun sirih. Masing-masing Serimbang, Tari Seramo dan masih
bahan tersebut diperlukan sebanyak banyak jenis tarian lainnya.
tujuh buah. Setelah itu satu nasi ketan, Selain tari juga terdapat
dua bubur merah dan empat buah lilin iringan musik dambus dan penampilan
batang dikumpul di suatu tempat yang dari para pesilat yang melakukan
disebut pesabur. atraksi. Rangkaian dari upacara ini
Resna (2020: 91) menyebutkan memperlihatkan kesiapan untuk
bahwa dalam tradisi Perang Ketupat memerangi makhluk gaib yang beniat
ini terdapat prosesi yang dilakukan. mengganggu masyarakat sekitar.
Prosesi merupakan bagian dari proses Ritual ini dilakukan oleh gabungan
atau susunan. Proses adalah suatu tiga dukun diantaranya, dukun tua,
kelangsungan atau perubahan yang dukun darat, dan dukun laut. Para
konsistensinya dapat diamati. Proses dukun kemudian memanggil roh yang
adalah runtutan perubahan atau menghuni daratan dan lautan.
peristiwa pada perkembangan sesuatu. Upacara adat ini terdiri dari
Secara umum prosesi merujuk kepada lima rangkaian ritual diantaranya,

30
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

penimbongan, ngancak, perang merah dan bubur putih bagi roh-roh


ketupat, nganyut perau yang mendiami lautan.
(menghanyutkan perahu), dan taber Perang Ketupat tentu
kampung. mengandung nilai-nilai yang
Ritual penimbongan bertujuan menjadikan kebiasaan ini contoh atau
untuk memberi makan roh-roh yang sebagai pedoman hidup di lingkungan
dipercaya mendiami daratan sosial masyarakat pemiliknya. Nilai
sedangkan ngancak bertujuan untuk merupakan faktor yang mendorong
memberi makan roh-roh yang perilaku seseorang dalam bertindak.
dipercaya mendiami lautan. Masyarakat juga perlu memahami
Dengan memberi makan nilai-nilai baik untuk kehidupan yang
roh-roh tersebut diharapkan desa lebih baik. Menurut Rokeach (dalam
menjadi bersih dari gangguan mereka Siagawati, 2007: 84) bahwa nilai
sehingga kampung terhindar dari sebagaimana perilaku adalah
petaka kepercayaan yang memandu aksi dan
Pada bagian ritual perang penilaian seseorang, sehingga nilai
ketupat, peserta yang mengikuti perang merupakan kombinasi dari perilaku
akan masuk ke arena khusus berbentuk yang menghubungkan aksi perilaku
persegi. Sebelum perang dimulai juru atau pilihan yang sengaja untuk
kunci adat membacakan doa dan menghindari perilaku tersebut. Nilai
mantra agar para peserta tidak tidak dikondisikan oleh perbuatan,
merasakan sakit ketika mendapat nilai itu mutlak, tanpa memperhatikan
lemparan dari peserta lainnya. hakikatnya nilai itu bersifat histori,
Ritual berikutnya adalah sosial, biologis atau murni individual
nganyot perau (menghanyutkan (Frondizi, 2011: 114).
perahu). Ritual ini bertujuan untuk Berikut ini penjelasan nilai
memberikan sesaji berupa bubur yang dapat kita jadikan contoh dalam
upacara adat Perang Ketupat :

31
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

a. Nilai Budaya Ritual ini juga membangun


Upacara adat Perang Ketupat solidaritas antar masyarakat dan
merupakan salah satu budaya yang memperkuat kebersamaan
eksistensinya kuat hingga saat ini. sehingga terbentuk suatu ikatan
Tradisi ini dilakukan bertujuan kelompok ataupun personal.
untuk mengenalkan kepada c. Nilai Kearifan Lokal
masyarakat lokal maupun luar Nilai kearifan lokal yang
tentang Perang Ketupat. terkandung dalam upacara adat
Pelaksanaan Perang Ketupat Perang Ketupat ialah masyarakat
merupakan upaya untuk selalu melestarikan dan menjaga
melestarikan tradisi yang dimiliki. peninggalan nenek moyang
Nilai budaya pada upacara terdahulu, karena tradisi ini
Perang Ketupat diantaranya memberikan pengaruh yang positif
terdapat pantangan (hal-hal yang bagi masyarakat sekitar. Tak
tidak boleh dilakukan) yang jarang masyarakat menjadikan
diyakini setelah ngayot perau kebiasaan ini contoh atau sebagai
(menghanyutkan perahu). pedoman hidup di lingkungan
b. Nilai Sosial sosial.
Perang Ketupat mengandung Sebagai sebuah kearifan lokal
nilai sosial yang bertujuan untuk milik masyarakat Desa Air
memperkuat silahturahmi dan Lintang, Kecamatan Tempilang,
hubungan sosial masyarakat di Perang Ketupat memiliki relevansi
Desa Air Lintang. Mereka antara masa sekarang dan masa
bergotong royong dan lalu sehingga proses pewarisan
bekerjasama untuk perlu dilakukan agar ia tidak
mensukseskan upacara adat agar hilang dan dilupakan.
kampung mereka terhindar dari d. Nilai pendidikan
bala dan gangguan roh-roh jahat. Nilai pendidikan merupakan

32
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

batasan segala sesuatu yang upacara Perang Ketupat ini berawal


mendidik ke arah kedewasaan, pada tahun 1883 yang dilaksanakan
bersifat baik maupun buruk oleh kepala suku untuk melawan
sehingga berguna bagi penjajah/bajak laut. Hal itu juga
kehidupannya yang diperoleh bersamaan dengan seorang anak
melalui proses pendidikan. Nilai perempuan yang hilang dimakan oleh
pendidikan yang terkandung siluman buaya. Kemudian tokoh
dalam tradisi upacara Perang masyarakat berbondong-bondong
Ketupat yaitu nilai pendidikan bekerja sama untuk melaksanakan
takwa yang merupakan nilai Ritual Taber Kampung yang bertujuan
yang tinggi. Nilai pendidikan untuk menghindari musibah dengan
susila yaitu generasi muda yang bergotong royong.
terlibat dalam pelaksanaan Nilai-nilai yang terkandung
diajarkan untuk selalu dalam upacara Perang Ketupat
mengajarkan kepada masyarakat diantaranya nilai budaya, nilai sosial,
khususnya generasi penerus nilai kearifan lokal, dan nilai
untuk selalu gorong royong. pendidikan yang dapat dijadikan
sebuah pelajaran atau pedoman hidup.
Selain itu tradisi ini memiliki Perang Ketupat memiliki
nilai pendidikan ritual yang maksud dan tujuan diantaranya agar
mendidik masyarakat untuk dapat terhindar dari roh roh jahat dan
melestarikan tradisi yang makhluk halus yang berniat buruk
merupakan salah satu upaya untuk mengganggu masyarakat
memperkuat nilai religius dalam setempat dan dapat membersihkan
masyarakat. segala hal jelek di kehidupan yang
IV. Penutup akan datang.
Berdasarkan hasil penelitian Makna Perang Ketupat ini
peneliti menyimpulkan bahwa tradisi merupakan wujud syukur dan

33
Jurnal Ilmu Budaya, Vol. 19, No. 1 Agustus Tahun 2022

permohonan masyarakat pada Tuhan Koentjaraningrat. (2009). Penghantar


Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka
Yang Maha Esa atas perlindungan dari
Cipta.
berbagai malapetaka.
Mustawan, Made Dwiana. (2021).
Nilai-Nilai Pendidikan Agama
Daftar Pustaka Hindu Dalam Tradisi Perang
Ketupat Desa Kapal Kecamatan
Alfani, Mufti Hasan. (2018). Analisis
Mengwi Kabupaten Badung
Pengaruh Quality Of Work Life
Provinsi Bali. Jurnal Agama
(QWL) Terhadap Kinerja dan
Hindu. 26 (1): 32.
Kepuasan Kerja Karyawan PT.
Putri, Resna Septiani dkk. (2020).
Bank BRI Syariah Cabang
Makna Tradisi Perang Ketupat
Pekanbaru. Jurnal Tabarru’ :
dalam Tinjauan Filsafat Budaya
Islamic Banking and Finance. 1
di Desa Air Lintang Kecamatan
(1) : 8.
Tempilang Kabupaten Bangka
Barat Provinsi Kepulauan Bangka
Amin, Surtam A. (2002). Upacara
Belitung. Jurnal Aqidah dan
Tradisional Perang Ketupat di
Filsafat. Islam.1 ( (1): 88
Tempilang Bangka. Bangka
Belitung : Departemen P dan K
Siagawati, Moniqa dkk. (2007).
Propinsi Kepulauan Bangka
Mengungkap Nilai-Nilai Yang
Belitung Melalui Proyek
Terkandung Dalam Permainan
Pembinaan daerah.
Tradisional Gobag Sodor. Jurnal
Ilmiah Berkala Psikologi. 9 (1)
Depdiknas. (2008). Kamus Besar
:84.
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(Edisi Keempat). Jakarta:
Soerjono, Soekanto. (2012). Sosiologi
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Suatu Pengantar. Jakarta:
Rajawali Press.
Frondizi, Risieri. (2011). Penghantar
Filsafat Nilai. Yogyakarta:
Zainab. (2008). Tradisi Perang
Pustaka Pelajar.
Ketupat di Desa Tempilang
Kabupaten Bangka Propinsi
Kartodirjo, Sartono. (1991).
Kepulauan Bangka Belitung.
Pendekatan Ilmu Sosial dan
Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan
Pendekatan Sejarah. Jakarta: PT.
Kalijaga.
Gramedia Pustaka Utama.

34

You might also like