You are on page 1of 35

KELOMPOK 5

Pajak daerah dan retribusi daerah (pdrd)


-PAJAK ROKOK
-PAJAK SARANG BURUNG WALET
-PAJAK BUMI DAN BANGUNAN P2

ANGGOTA KELOMPOK:
BAGUS FEBRIYANTO (025160015)
AMIN JUNAIDI (025160005)
GERDY MAHENDRA(0251600)
MUHAMMAD RIZKY(0251600)
EVRAN AULIYA(0251600)
PAJAK ROKOK
PENGERTIAN
Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. Cukai rokok di
indonesia dipungut berdasarkan Undang-Undang nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang nomor 39 Tahun 2007. Yang dimaksud dengan cukai adalah pungutan
negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang
ditetapkan dalam Undang-Undang cukai, yaitu:
1. Konsumsinya perlu dikendalikan.
2. Peredarannya perlu diawasi.
3. Pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup.
4. Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.

Barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sebagaimana diatas yang dikenai
cukai berdasarkan Undang-Undang cukai di nyatakan sebagai barang kena cukai. Salah satu jenis
barang yang merupakan barang yang kena cukai adalah hasil tembakau. Cukai atas hasil tembakau
dalam Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 dinyatakan sebagai cukai rokok
Berdasarkan Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 Pasal 31 Ayat 5, hasil penerimaan pajak rokok, baik bagian
provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat
dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain, pembangunan atau
pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, penyediaan sarana umum yang memadai
bagi perokok (smoking area), kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok dan iklan layanan masyarakat
mengenai bahaya merokok.

Penegakan hukum sesuai kewenangan pemerintah daerah yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain,
antara lain, pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Hal ini dikenal sebagai ear marking ,yaitu suatu kewajiban pemerintah provinsi untuk
mengalokasikan sebagai hasil penerimaan pajak daerah untuk mendanai pembangunan sarana dan prasarana yang
secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak dan seluruh masyarakat. Ear marking dimaksudkan untuk
akuntabilitas pengenaan pungutan, meningkatkan kualitas pelayanan secara bertahap dan terus menerus, dan sekaligus
menciptakan good governance dan clean government.
DASAR HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK ROKOK
Pemungutan Pajak Rokok di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 2009 dilakukan
paling cepat pada tahun 2014. Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 pada pasal 181 menentukan bahwa
ketentuan mengenai Pajak Rokok sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal 1 januari 2014. Untuk itu pemerintah provinsi yang ingin menerapkan Pajak Rokok diwilayah
daerahnya harus membuat Peraturan Daerah tentang Pajak Rokok.
Pengenaan Pajak Rokok tidak mutlak ada pada seluruh daerah provinsi yang ada di Indonesia. Hal
ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah provinsi untuk memungut atau
tidak memungut suatu jenis pajak provinsi. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang nomor 28
Tahun 2009 pasal 2 Ayat 4 pajak rokok dapat tidak dipungut apabila potensi nya kurang memadai dan
atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Karena itu untuk
dapat dipungut pada suatu daerah provinsi, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan
peraturan daerah tentang Pajak Rokok yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis
pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Rokok di daerah provinsi yang bersangkutan.
 Objek Pajak Rokok

Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Yang di maksud dengan rokok meliputi sigaret,
cerutu dan rokok daun dengan penjelasan lebih lanjut sebagaimana dibawah ini :

1. Sigaret
2. Sigaret putih dan sigaret kretek
3. Cerutu
4. Rokok daun
Bukan Objek Rokok
Pada Pajak Rokok tidak semua rokok yang konsumsi atasnya dikenakan pajak. Ada pengecualian. Dikecualikan
dari objek pajak rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang
cukai.

Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang nomor 39 Tahun 2007 Pasal 26 Ayat 3 huruf a, cukai tidak dipungut atas barang kena cukai terhadap
tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau
dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisonal yang lazim dipergunakan, apabila dalam
pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang
lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak
dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu. Selain itu pada pasal 6 Ayat 2 ditentukan bahwa cukai tidak
dipungut atas barang kena cukai (termasuk hasil tembakau) apabila :
1. Diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean.
2. Diekspor.
3. Dimasukan dalam pabrik atau tempat penyimpanan
4. Digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang
merupakan barang kena cukai; atau
5. Telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan atau sebelum
diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak Rokok

Pada pajak rokok yang menjadi subjek pajak adalah konsumen rokok. Sedangkan yang menjadi wajib pajak
adalah pengusaha pabrik/produsen dan importir rokok yang memiliki izin Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
Cukai. Dalam hal wajib pajak adalah badan maka kewajiban perpajakan diwakili oleh pengurus atau kuasa badan
tersebut.

Pajak Rokok dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang berwenang memungut cukai bersamaaan dengan
pemungutan cukai rokok. Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah pusat tersebut disetor ke rekening
kas umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pemungutan dan penyetoran Pajak Rokok diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan
oleh Undang-Undang dan peraturan daerah tentang Pajak Rokok. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara
pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk
seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan.
Dasar Pengenaan Pajak Rokok

Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh pemerintah pusat terhadap
rokok. Yang dimaksud dengan "cukai" adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap hasil
tembakau berupa sigaret, cerutu dan rokok daun sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dibidang cukai, yang dapat berupa presentase dari harga dasar (advalorum) atau jumlah dalam rupiah
untuk setiap batang rokok (spesifik) atau penggambungan dari keduanya. Sebagai contoh pemerintah
pusat menetapkan tarif cukai spesifik sebesar Rp200,00/batang dan tarif advolorum sebesar 40% dari
harga jual eceran yang ditetapkan pemerintah pusat.

Dalam kasus ini besarnya dasar pengenaan Pajak Rokok ditetukan sebagai berikut :

1. Apabila pemerintah pusat hanya mengenakan tarif spesifik, dasar pengenaan pajak adalah
Rp200,00/ batang.
2. Apabila pemerintah pusat hanya mengenakan tarif advolorum, dasar pengenaan pajak adalah 40%
x HJE ; dan
3. Apabila pemerintah mengenakan tarif spesifik dan advolorum, dasar pengenaan pajak adalah
(Rp200,00/batang + 40% HJE
Tarif Pajak Rokok

Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesr 10% dari cukai rokok. Undang-undang nomer 28 tahun 2009

pada penjelasan pasal 29 menyatakan bahwa pada saat di berlaukukannya ketentuan mengenai

Pajak Rokok, pengenaan Pajak Rokok sebesar 10% dari cukai rokok di perhitungkan dalam penetapan

tarif cukai nasional. Hal ini di maksudkan agar terdapat keseimbangan antara beban cukai yang harus

di pikul oleh industri rokok dengan kebutuhan fiskal nasional dan daerah.
Perhitungan Pajak Rokok
Besaran pokok Pajak Rokok yang terutang di hitung dengan cara mengalihkan tarif pajak
dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan pajak rokok adalah sesuai dengan
rumus berikut :
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Cukai yang di tetapkan oleh pemerintah pusat terhadap rokok
1. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat.
2. Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 pada pasal 181 menentukan bahwa ketentuan
mengenai Pajak Rokok sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal 1 januari 2014.
3. Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok dan dikecualikan dari objek pajak rokok
adalah rokok yang tidak dikenai cukai berdasarkan peraturan perundang-undangan di
bidang cukai.
4. Subjek pajak adalah konsumen rokok.
5. Dasar pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan oleh pemerintah pusat
terhadap rokok. Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesr 10% dari cukai rokok. Besaran pokok
Pajak Rokok yang terutang di hitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan dasar
pengenaan pajak.
PAJAK SARANG BURUNG WALET
APA ITU SARANG BURUNG WALET?

Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet
(UUNo. 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat 35).
Sedangkan burung walet adalah satwa yang termasuk marga collacilia, yaitu collacalia fuchilap haga, collacalia
maxina,collacalia escilanta, collacalia linchi. Sarang burung wallet merupakan hasil produksi burung walet yang
berfungsi sebagai tempat untuk bersarang dan bertelur serta menetaskan anakan burung walet. Habitat alami
burung walet meliputi kawasan hutan negara, kawasan konservasi dan gua alam dan atau di luar kawasan yang
tidak dibebani hak milik perorangan dan atau adat, selain itu diluar habitat alami meliputi bangunan, rumah dan
atau gedung yang merupakan pemilikan perorangan/badan.
Subjek, Objek, dan Wajib Pajak Sarang Burung Walet

Subjek pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan

pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung wallet. Objek pajak sarang burung walet

adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet tidak termasuk objek pajak

burung walet adalah pengambilan sarang burung walet yang telah dikenakan penerimaan Negara

bukan pajak (PNPB) atau kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet

lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pengusaha sarang burung walet yang

dikenakan pajak yaitu yang melakukan kegiatan pemanfaatan sarang burung walet yang berasal

dari pengusahaan burung walet yang dilakukan oleh pribadi atau badan.
Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak
Dasar pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet. Nilai jual

sarang burung wallet dihitung berdasarkan perkalian antara harga pasaran umum sarang burung

walet yang berlaku di daerah yang bersangkutan dengan volume sarang burung walet. Tarif yang

dikenakan variatif, paling tinggi 10%. Ada juga daerah yang menerapkan tarif 5% seperti Kota

Banjarbaru dan Kabupaten Katingan selain itu tarif 7,5% diterapkan di Kota Bengkulu, dan lain

sebagainya.
Sistem Pemungutan
Sistem pemungutannya bersifat self assessment dengan tanggal jatuh tempo pembayaran

pajak yang terutang paling lama 30 hari kerja setelah saat terutangnya pajak. Pembayaran pajak

harus dilakukan sekaligus dan lunas dengan menggunakan SSPD di Kas Daerah melalui

Bendaharawan Khusus Penerima atau di tempat lain yang ditunjuk Walikota/Bupati dan dicatat

pada Buku Penerimaan. Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil

penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam

atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota/Bupati atau Pejabat.


MASA PAJAK DAN SAAT TERUTANG PAJAK

Masa pajak sarang burung wallet adalah 1 bulan kalender yang menjadi dasar bagi wajib pajak

untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang

Pajak terutang terjadi pada saat kegiatan pengambilan sarang burung wallet dilakukan oleh

subyek/wajib pajak.
SPTPD

Setiap pemilik atau pengusaha sarang burung wallet wajib mengisi surat pemberitahuan pajak

daerah (SPTPD). SPTPD harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditanda tangani oleh

pemilik/pengusaha atau kuasa wajib pajak, selanjutnya disampaikan kepada walikota atau

pejabat lain yang ditunjuk selambat-lembatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak.

STPD digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang

terutang terhadap wajib pajak.


TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK SARANG BURUNG WALET

Wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya, dipungut dengan menggunakan SPTPD,

SKPDKB, dan atau SKPDKBT. Apabila SPTPD tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling

lama 30 hari sejak SPTPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan

dan ditagih dengan menerbitkan STPD.


Pajak Bumi Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)


Menurut UU No. 28 Tahun 2009 Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh

orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan,

perhutanan, dan pertambangan. Sedangkan PBB P3 sektor perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan masih merupakan pajak pusat. Sedangkan menurut Situs Resmi (2011) Pajak Bumi

dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tidak bergerak, oleh sebab itu yang

dipentingkan adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang

dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak, maka disebut juga pajak

objektif, sedangkan keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya

pajak.
Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah

kabupaten/kota contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, perkarangan, tambang, rawa-rawa, dan

lainlain.Dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

- Letak

- Pemanfaatan

- Peruntukan

- Kondisi lingkungan dan lain-lain

Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada

tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut. Dalam menentukan klasifikasi bangunan

diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

- Bahan yang digunakan - Letak

- Rekayasa - Kondisi lingkungan dan lain-lain


Subjek, Objek, dan Wajib Pajak PBB P2

Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) adalah orang pribadi

atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat

atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan

yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi,

dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.


Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang
dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Yang termasuk
dalam pengertian Bangunan adalah:

1. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan
emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut;
2. jalan tol;
3. kolam renang;
4. pagar mewah;
5. tempat olahraga;
6. galangan kapal, dermaga;
7. taman mewah;
8. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan
9. menara.
Sementara itu, Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan adalah objek pajak yang:
1. digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan;
2. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
3. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;
4. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
5. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik; dan
6. digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif PBB P2
Dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah NJOP. NJOP
ditetapkan setiap 3 (tiga) tahun dengan Keputusan Kepala Daerah. Kecuali Untuk daerah tertentu
yang perkembangan pembangunannya mengakibatkan kenaikan NJOP yang cukup besar, maka
penetapan NJOP dapat ditetapkan setahun sekali. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan
keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta
memperhatikan :
a. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
b. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya
sama dan telah diketahui harga jualnya;
c. Nilai perolehan baru;
d. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
Untuk PBB P2 mempunyai NJOPTKP yang bersifat variatif sesuai peraturan daerah

masing-masing tetapi penetapan paling rendah sebesar Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) untuk

setiap Wajib Pajak. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali

dalam satu Tahun Pajak. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang

mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak

bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.


Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar
0,3% (nol koma tiga persen). Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. Rumus sebagai berikut:

PBB P2 = Tarif X (NJOP-NJOPTKP)

Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender. Saat yang menentukan pajak yang
terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada tanggal 1 Januari.
Tempat pajak yang terutang adalah di wilayah daerah yang meliputi letak objek pajak.
TERIMA KASIH
Misalkan rokok merek “X” dengan harga jual Eceran (HJE) per batang Rp 600 termasuk cukai menggunakan tarif
spesifik 40% perbatang. Hitunglah Besaran Cukai Rokok dan Pajak Rokok per batang rokok?
Jawab:
HJE per batang rokok = Rp. 600
Cukai yang dibayar pengusaha per batang: 40% x Rp 600 =Rp. (240)
Pajak Rokok yang dibayar pengusaha per batang:10% x Rp. 240 = Rp. (24)
Pajak Pertambahan Nilai untuk Rokok 8,4% x Rp. 600 =Rp. (50,4)
Laba setelah pajak Rp. 285,6
Asumsikan keuntungan yang di-share kepada distributor: 5% x Rp.600 = Rp. (30)
Laba diterima Pengusaha Rokok Rp. 255,6
Contoh kasus Penghitungan Earmarking atas Pajak Rokok:
Pada tahun 2014 Departemen Keuangan menargetkan penerimaan cukai tembakau dan rokok dari Provinsi Jawa Timur mencapai sebesar Rp 32 triliun. Hitunglah
besar penerimaan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten Jawa Timur dari pajak rokok pada tahun 2014?
Jawab:
Besar cukai rokok = Rp. 32.000.000.000.000
Maka,Besar Pajak rokok:
DPP: 10% x Rp. 32.000.000.000.000 = Rp. 3.200.000.000.000
àPenerimaan dari Pajak Rokok
- Pemerintah Provinsi:
30% x Rp. 3.200.000.000.000 = Rp. 960.000.000.000
- Pemerintah Kabupaten/Kota:
70% x Rp. 3.200.000.000.000 = Rp. 2.240.000.000.000
àAlokasi (earmark) penerimaan pajak:
- Pemerintah Provinsi:
50% x Rp. 960.000.000.000 = Rp. 480.000.000.000
- Pemerintah Kabupaten/Kota:
50% x Rp. 2.240.000.000.000 = Rp. 1.120.000.000.000
Dengan menggunakan tarif advolrum, harga satu bungkus rokok rokok merek “Y” sebesar Rp. 10.000 dengan cukai 40%. Itu
artinya nilai cukai adalah sebesar 40% x Rp 10.000 = Rp. 4.000. Kemudian pemda menambah Pajak Rokok dengan tarif 10%
atas cukai. Sehingga besar pajak rokok adalah 10% x Rp 4000 = Rp. 400. Jadi, harga eceran pokok total naik menjadi Rp.
10.400.
Contoh Perhitungan Pajak Sarang Burung Walet
Seorang pengusaha sarang burung walet pada suatu gedung (budidaya mengambil dan menjual sarang burung walet, yang terdiri dari jenis walet putih
sebanyak 2 kilogram dan jenis sriti 3 kilogram.
Untuk perhitungan besarnya pajak sebagai berikut : No. Jenis Sarang Harga per KG

A. Cara menghitung besarnya pajak untuk jenis walet: Walet Alam (Goa dan Sejenisnya)
1. Sarang Sriti Rp. 1.000.000,
Pajak terutang = tarif pajak x nilai jual
-
Tarif Pajak = 10% 2. Sarang walet Rp. 3.000.000,
Nilai Jual = volume x harga dasar -
Harga stadar = Rp. 14.000.000,00 / kg Walet Rumahan (Budidaya)
Pajak = 10% x (2 kg x Rp. 14.000.000,00/kg) 1. Sarang Sriti Rp. 1.750.000,
= 10% x 28.000.000,00 = Rp. 2.800.000,00 -
B. Cara menghitung besarnya pajak untuk jenis sriti: 2. Sarang Walet Putih Rp.
Pajak terutang = tarif pajak x nilai jual 14.000.000,-
Tarif Pajak = 10% 3. Sarang Walet Merah Rp.
17.000.000,-
Nilai Jual = volume x harga dasar
Harga stadar = Rp. 1.750.000,00 / kg
Pajak = 10% x (3 kg x Rp. 1.750.000,00/kg)
= 10% x 5.250.000,00 = Rp. 525.000,00
Jumlah Pajak yang harus dibayar adalah sebesar :
Rp. 2.800.000,00 + Rp. 525.000,00 = Rp. 3.325.000,00
Contoh Soal 1:
Pak Broto mempunyai objek pajak berupa:a. Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000/m2b. Bangunan seluas
00 m2 dengan nilai jual Rp3!0.000/m2". Taman me#ah seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp!0.000/m2d. Pagar me#ah sepanjang $20 m dan tingg
i rata%rata pagar $&! m dengannilai jual Rp$'!.000/m2e. ()*PT+P ditetapkan Rp$0.000.000Besarnya pajak terutang
adalah:$. Tanah 800 , Rp300.000 - 2 0.000.0002. Bangunan 00 , Rp3!0.000 - $ 0.000.0003. Taman 200 , Rp!0.000 - $0.000.000
. Pagar me#ah $20,$&! , Rp$'!.000 - 3$.!00.000()*P sebagai dasar pengenaan PBB - 2$.!00.000()*PT+P -
$0.000.000()*P sebagai dasar perhitungan PBB- $$.!00.000()+P 20 1 , Rp $$.!00.000 - 82.300.000PBB terutang 0&! , Rp82.300.000 - Rp
411.500
1()+P 20 karna ()*P sebagai dasar perhitungan pajak Rp$.000.000.000 dankasus di atas termasuk P PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Contoh Soal 2:
*bjek perumahan:4 5uas Bumi $.000 m2 dengan nilai jual Rp 8 0.000&00/m2.(ilai jual tanah tersebut termasuk kelas $' dengan nilai jual Rp
802.000&%/m24 5uas Bangunan 00 m2 dengan nilai jual Rp $.000.000&00/m2.(ilai jual bangunan tersebut termasuk kelas 2 dengan nilai jual
Rp 678.000&%/m2.Penghitungan PBB%nya :4 )umlah ()*P bumi $.000 , Rp 802.000&% - Rp 802.000.000&%4 )umlah ()*P Bangunan
00 , Rp 678.000&% - Rp 38'.200.000&%4 ()*P sebagai dasar pengenaan PBB - Rp $.$86.200.000&%4 ()*PT+P -
Rp $2.000.000&%4 ()*P untuk penghitungan PBB - Rp $.$8$.200.000&%4 ()+P - 0 , ()*P 4 ()*PT+P - 0 , $.$86.200.000%$2.000.000
- 0 , Rp.$&$''.200.000- Rp. '0.880.000PBB yang terutang:0&! , Rp. '0.880.000-
Rp2.354.400,00

You might also like