You are on page 1of 11

TUNA DAKSA &

TUNA LARAS
Kelompok 4
Ima Nur Aziza 152310101053
Doni Purwansyah 152310101173
Arga Rifqi A. 152310101143
Ana Septianadi F. 152310101153
Mery Eka Yaya F. 152310101161
Andini Zahrotul F. 152310101163
A. PENGERTIAN

Pengertian Tuna Daksa adalah Tuna Daksa (alias cacat tubuh). Definisi Tuna Daksa Menurut
situs resmi Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Tuna Daksa berasal dari kata “Tuna“ yang berarti
rugi, kurang dan “daksa“ berarti tubuh. Tuna daksa sering disebut juga cacat tubuh, cacat fisik dan
cacat ortopedi. Tunadaksa adalah Tunadaksa adalah anak yang tidak memiliki tubuh dengan
sempurna. Sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat
pada anggota tubuhnya, bukan cacat inderanya. Cacat ortopedi adalah kelainan terletak pada sapek
otot, tulang dan persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada
pusat pengatur sistem otot, tulang dan persendian.
Penyandang tuna daksa mayoritas memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami gangguan
pada: koordinasi gerak, persepsi dan kognisi disamping adanya kerusakan syaraf tertentu. Sehingga,
dalam memberikan layanan memerlukan modifikasi dan adaptasi yang diklasifikasikan dalam tiga
kategori umum, yaitu kerusakan syaraf, kerusakan tulang, dan dengan gangguan kesehatan lainnya.
Pada dasarnya kelainan pada klien tuna daksa dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu:
A. Kelainan pada sistem serebal (cerebral system)
Kelaian pada system cerebral berupa cerebral palsy yang menunjukan
kelainan gerak, sikap dan betuk tubuh, gangguan koordinasi dan kadang disertai
gangguan psikologi dan sensoris karena adanya kerusakan pada masa perkembangan
otak. Contoh dari kelainan ini yaitu Spastik (terdapat kekakuan pada bagian atau
seluruh ototnya), Dyskinesia (memperlihatkan gerak yang tidak terkontrol), Rigid
(kekakuan pada seluruh tubuh sehingga sulit dibengkokkan), Tremor (getaran kecil
yang terus menerus pada mata, tangan atau pada kepala), Ataxia (adanya gangguan
keseimbangan, jalannya gontai, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi)
B. Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculoskeletal system)
Kelainan pada sistem otot dan rangka seperti :
 Poliomyelitis merupakan suatu infeksi penyakit pada sumsum tulang belakang yang
disebabkan oleh virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan yang bersifat
menetap dan tidak mengakibatkan gangguan kecerdasan atau alat- alat indera.
 Muscle Dystrophy adalah jenis penyakit otot yang disebabkan oleh faktor keturunan
dan mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang
sifatnya progresif dan simetris.
 Spina Binifida merupkan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan
terbukanya satu atau tiga ruas tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya
satu atau tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutup lagi selama masa
perkembangan sehingga fungsi jaringan saraf terganggu dan terjadilah kelumpuhan.
PERAN PERAWAT

 Apabila kehilangan kemampuan motorik dan sensorik terjadi selama masa kanak-kanak
: perawat membantu anak dan orang tua melewati periode syok dan berduka serta
melalui fase penerimaan dan integrasi kembali. melakukan rehabilitasi dini (mis.
menggunakan prostetik eksernitas, belajar membaca brailler, belajar membaca bibit).
 Penyebab kecelakaan : perawat memberikan kesempatan untuk mengungkapkan
perasaan bersalahnya dan orong orang tua atau anak untuk mengungkapkan
perasaannya. Jika anak tidak dapat menunjukan perasaan mereka dapat diberi mainan
untuk mengungkapkan ancaman dan emosi yang penuh stres, selain membantu orang tua
mempelajari cara-cara berkomunikasi dengan anak.
 Pada anak yang lebih muda dengan cacat serius yang ekstrem dan/atau maladapsi
persisten, evaluasi dan terapi psikiatrik mungkin diperlukan.
Salah satu intervensi terpenting bagi perawat tuna daksa adalah mengurangi
perasaan anak yang merasa berbeda dan menormalkan kehidupan anak sebisa mungkin.
Perawat harus membantu keluarga untuk mengkaji rutinitas harian anak sebagai petunjuk
praktik-praktik yang normal. Pedoman untuk meningkatkan normalisasi terdiri dari lima
tahapan, yaitu :
a. Persiapan : mempersiapkan anak lebih jauh untuk menghadapi perubahan-perubahan
yang dapat terjadi akibat ketidakmampuan.
b. Partisipasi : melibatkan anak dalam berbagai keputusan sebanyak mungkin, terutama
hal-hal yang berhubungan dengan regimen perawatan anak.
c. Berbagi. : membiarkan anggota keluarga dan teman sebayanya mengambil bagian
dalam regimen perawatan kapanpun jika memungkinkan.
d. Kontrol : mengidentifikasi beberapa area tempat anak dapat memiliki kontrol sehingga
perasaan tidak yakin, pasif, dan tidak berdaya akan berkurang.
e. Penghargaan : menerapkan peraturan keluarga yang sama pada anak yang menderita
penyakit kronis atau ketidakmampuan seperti anak yang sehat.
PENGERTIAN TUNA LARAS
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial.
Tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku
disekitarnya. Tunalaras disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan
sekitar. Di Amerika Serikat, anak-anak dengan tuna laras digolongkan kedalam serious emotional disturbance
(gangguan emosi yang serius) dalam The Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) (Undang-Undang bagi
Pendidikan Individu Penyandang Cacat) tahun 1990, yang mendefinisikan istilah sebagai berikut :
 kondisi menunjukkan satu atau lebih dari karakteristik selama jangka waktu yang panjang dan pada satu
tingkatan tertentu yang mempengaruhi secara beragam pada performa pendidikan anak:
 Ketidakmampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor-faktor intelektual, sensorik, atau
kesehatan;
 Ketidakmampuan untuk membangun atau mengatur hubungan interpersonal yang memuaskan dengan teman
sebaya dan guru;
 Jenis perilaku atau perasaan yang tidak penting di bawah kondisi normal;
 Suasana ketidakbahagiaan atau depresi umum yang menjalar.
 Kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala fisik atau ketakutan yang berhubungan dengan masalah
pribadi atau sekolah.
 Istilah itu termasuk kepada anak-anak yang menderita skizofrenia nmaun tidak termasuk anak-anak yang secara
sosial maladjusted, kecuali jika sudah dinyatakan bahwa mereka memiliki gangguan emosi yang serius.
Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras) adalah anak yang berperilaku
menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak
dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau
keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam
mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus.
Di dalam dunia PLB dikenal dengan nama anak tunalaras (behavioral disorder).
Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:
• Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
• Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
• Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.
PERAN PERAWAT

A. Pencegahan primer pada tunalaras dapat dilakukan promosi kesehatan


dan preventi!
Penegahan primer dapat dilakukan pada !ase prenatal, natal dan postnatal supaya bayi
yang dilahirkan tidak mengalami ketunalarasan. Pada prenatal pencegahan dapat
dilakukan dengan menghindari perkawinan keluarga, pemeriksaan rutin kehamilan
dan nutrisi yang baik untuk ibu hamil hindarikonsumsi obat-obatan Pada natal,
dilakukan dengan men&egah kelahiran dengantindakan vakum dan S. Pada postnatal
dilakukan imunisasi yang lengkap nutrisi yang baik dan pemeriksaan rutin kesehatan
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder pada tunalaras dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi
emosi dan perilaku anak sejak kecil apabila diketahui perilaku dan emosi pada anak
menunjukkan kelainan seperti kenakalan yang diluar kendali maka diperlukan deteksi
dini. Deteksi dini dapat dilakukan di rumah, sekolah, posyandu dan rumah sakit.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier pada tunalaras berupa rehabilitasi yaitu dengann meningkatkan
keterampilan dan pengetahuaan. Pengetahuan dan keterampilan dapat dioptimalkan
dengan tujuan memandirikan penyandang tunalaras. Konseling dan perhatian khusus
sangat diperlukan bagi penyandang tunalaras. Pembimbingan yang baik akan
memberikan keterampilan hidup bagi penyandang tunalaras dan hubungannya
dengan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

• Musjafak Assjari, 1995. Ortopedagogik Anak Tuna Daksa. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti PPTG.
• Sugiarmin, M. (1996). Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa. Jakarta:
Depdikbud Dirjen Dikti PPTG.
• Suharso. (1982). Ortopedi 2. Surakarta: Rehabilitasi Centrum

You might also like