You are on page 1of 66

Materi Kajian Duha

Materi 1

Keutamaan dan Adab Menuntut Ilmu

1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju surga.

Setiap Muslim dan Muslimah ingin masuk Surga. Maka, jalan untuk masuk Surga adalah dengan
menuntut ilmu syari. Sebab Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin, maka Allah
melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) atas
orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allah memudahkan atasnya di dunia dan
akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, maka Allah menutupi (aib)nya di dunia
dan akhirat. Allah senantiasa menolong hamba selama hamba tersebut senantiasa menolong
saudaranya. Barangsiapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan
untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah
(masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan
ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan
Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang
lambat amalnya, maka tidak dapat dikejar dengan nasabnya. [Hadits shahih: Diriwayatkan oleh
Muslim (no. 2699), Ahmad (II/252, 325), Abu Dawud (no. 3643), At-Tirmidzi (no. 2646), Ibnu
Majah (no. 225), dan Ibnu Hibban (no. 78-Mawaarid), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahu
anhu. Lafazh ini milik Muslim.. Jaamiul Uluum wal Hikam (II/297) dan Qawaaid wa Fawaa-
id minal Arbaiin an-Nawawiyyah (hal. 316-317).]

Di dalam hadits ini terdapat janji Allah Azza wa Jalla bahwa bagi orang-orang yang berjalan
dalam rangka menuntut ilmu syari, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju Surga.

Berjalan menuntut ilmu mempunyai dua makna:

Menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya, yaitu berjalan kaki menuju majelis-
majelis para ulama.

Menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu seperti
menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menelaah kitab-kitab (para ulama),
menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain
yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syari.

Allah akan memudahkan jalannya menuju Surga mempunyai dua makna.

1. Allah akan memudah-kan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang
tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari
ilmu syari dan mengamalkan konsekuensinya.

2. Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati
shirath dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya.
Wallaahu alam.

2. Ilmu akan mengangkat derajat manusia.

Allah berfirman





Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis",


maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Mujadilah[58]: 11)

Al Hafizh menjelaskan, Ada yang mengatakan tentang tafsirannya adalah: Allah akan
mengangkat kedudukan orang beriman yang berilmu dibandingkan orang beriman yang tidak
berilmu. Dan pengangkatan derajat ini menunjukkan adanya sebuah keutamaan (Fathul Bari,
1/172). Beliau juga meriwayatkan sebuah ucapan Zaid bin Aslam mengenai ayat yang artinya,
Kami akan mengangkat derajat orang yang Kami kehendaki. (QS. Yusuf [12]: 76). Zaid
mengatakan, Yaitu dengan sebab ilmu. (Fathul Bari, 1/172)

Ibnu Katsir menyebutkan di dalam tafsirnya sebuah riwayat dari Abu Thufail Amir bin Watsilah
yang menceritakan bahwa Nafi bin Abdul Harits pernah bertemu dengan Umar bin Khattab di
Isfan (nama sebuah tempat, pen). Ketika itu Umar mengangkatnya sebagai gubernur Mekah.
Umar pun berkata kepadanya, Siapakah orang yang kamu serahi urusan untuk memimpin
penduduk lembah itu?. Dia mengatakan, Orang yang saya angkat sebagai pemimpin mereka
adalah Ibnu Abza; salah seorang bekas budak kami. Maka Umar mengatakan, Apakah kamu
mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?. Dia pun menjawab, Wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya dia adalah orang yang pandai memahami Kitabullah,
mendalami ilmu waris, dan juga seorang hakim. Umar radhiyallahuanhu menimpali
ucapannya, Adapun Nabi kalian, sesungguhnya dia memang pernah bersabda, Sesungguhnya
Allah akan mengangkat kedudukan sekelompok orang dengan sebab Kitab ini, dan akan
merendahkan sebagian lainnya karena kitab ini pula. (HR. Muslim).
3. Ilmu adalah tameng dari jeratan iblis.

. .
. . .

. . .
. . . .
.

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk,Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan
kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.Maka
bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama,kecuali iblis. Ia enggan ikut besama-
sama (malaikat) yang sujud itu.Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut
sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?"Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud
kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari
lumpur hitam yang diberi bentuk"Allah berfirman: "Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya
kamu terkutuk,dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu sampai hari kiamat".Berkata
iblis: "Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia)
dibangkitkan,Allah berfirman: "(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang
yang diberi tangguh,sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan,Iblis berkata: "Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya,kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka".(Al-Hijr:28-
40)

Yang dimaksud muklis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk
dan perintah Allah. Dan seseorang tidak akan menjadi orang mukhlis kecuali harus menuntut
ilmu.
Imam ibnul jauzi berkata: Ketahuilah bahwa jeratan iblis pertama kali kepada manusia adalah
memalingkan mereka dari menuntut ilmu, hal ini disebabkan karena ilmu adalah cahaya,
sehingga jika iblis mampu memadamkan cahaya tersebut maka iblis akan bisa memangsa orang-
orang yang tidak memiliki ilmu dalam kegelapan dengan sangat mudah. (Talbis Iblis:309)

4. Ilmu adalah amalan yang memiliki pahala tanpa terputus

:: :

Dari Abu Huroirah, Rosulullah bersabda : Jika manusia meninggal dunia, maka semua
amalannya akan terputus kecuali tiga amalan : Shodaqoh Jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan
anak sholeh yang berdoa kebaikan baginya. (HR. Muslim no. 1631)

5. Ilmu adalah cahaya penerang bagi kehidupan manusia.





Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya
cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat
manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali
tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang
baik apa yang telah mereka kerjakan.(Al-Anam:122)

Mati disini adalah mati hatinya dengan kesyirikan, kesesatan, kejahilan, dan maksiat. Cahaya
disini adalah cahaya ilmu dari agama Islam dan Al-Quran.

6. Ilmu adalah warisan para Nabi.



.
.

Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju Surga.
Sesungguhnya Malaikat akan meletakkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena
ridha dengan apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya seorang yang mengajarkan
kebaikan akan dimohonkan ampun oleh makhluk yang ada di langit maupun di bumi hingga ikan
yang berada di air. Sesungguhnya keutamaan orang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan
bulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Dan
sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar tidak juga dirham, yang mereka wariskan
hanyalah ilmu. Dan barangsiapa yang mengambil ilmu itu, maka sungguh, ia telah
mendapatkan bagian yang paling banyak.[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (V/196),
Abu Dawud (no. 3641), at-Tirmidzi (no. 2682), Ibnu Majah (no. 223), dan Ibnu Hibban (no. 80
al-Mawaarid), lafazh ini milik Ahmad, dari Shahabat Abu Darda radhiyallaahu anhu.
dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Al-Misykah:212]

7. Majelis ilmu adalah taman surga.

Nabi shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

. : :

Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir. Para Shahabat
bertanya, Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu? Beliau
menjawab, Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu). sesungguhnya Allah memiliki para
malaikat yang tugasnya terbang untuk mencari majelis-majelis ilmu. Jika mereka telah
mendapatkanya maka mereka akan duduk untuk menaungi majelis tersebut. [Hadits hasan:
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3510), Ahmad (III/150) dan lainnya, dari Shahabat Anas bin
Malik radhiyallaahu anhu. At-Tirmidzi berkata, Hadits ini hasan. Lihat takhrij lengkapnya
dalam Silsilah ash-Shahiihah (no. 2562).]

Atha' bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) rahimahullaah berkata, Majelis-majelis dzikir yang
dimaksud adalah majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa,
mengerjakan shalat, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya. [Disebutkan oleh al-
Khatib al-Baghdadi dalam al-Faqiih wal Mutafaqqih (no. 40). Lihat kitab al-Ilmu Fadhluhu wa
Syarafuhu (hal. 132). ]

Ketahuilah bahwa majelis dzikir yang dimaksud adalah majelis ilmu, majelis yang di dalamnya
diajarkan tentang tauhid, aqidah yang benar menurut pemahaman Salafush Shalih, ibadah yang
sesuai Sunnah Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, muamalah, dan lainnya.

8. Jihad dengan ilmu merupakan jihad yang besar.

Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah melawan mereka
dengannya (Al-Quran) dengan jihad yang besar. (Al-Furqon:52)

Syaikh Al-Utsaimin berkata: Tidak diragukan lagi bahwa menuntut ilmu termasuk amalan yang
paling mulia, bahkan itu adalah bagian dari jihad dijalan Allah, apalagi pada zaman kita
sekarang, zaman dimana bidah tersebar luas di masyarakat, kebodohan terhadap agama yang
sangat merata bahkan banyak yang berfatwa dengan kebodohan, dan juga banyak perdebatan
dalam agama tanpa dasar ilmu. Tiga sebab inilah yang mengharuskan kepada setiap pemuda
untuk semangat dalam menuntut ilmu agama. (Kitabul Ilmi:23)

9. Orang yang berilmu adalah penegak agama Allah sampai hari kiamat.

Dari Muawiyah, bahwa Rosulullah bersabda: Barang siapa yang dikehendaki kebaikan oleh
Allah maka niscaya ia akan difahamkan dalam agama, dan aku hanyalah orang yang membagi
sedangkan yang memberi adalah Allah, dan senantiasa akan ada diantara umatku ini yang
tegak diatas perintah Allah sampai hari kiamat dan orang-orang yang menyilisihi mereka tidak
akan mencelakakan mereka.(H.R Bukhori)

Imam Bukhori ketika membawakan hadits ini berkata: Mereka (yang tegak diatas perintah
Allah) adalah Ahlul Ilmi. Dikesempatan yang lain beliau mengatakan: Mereka adalah Ahlul
Hadits.
Maka Syaikh Albani mengumpulkan kedua perkatan Imam Bukhori ini dengan mengatakan:
Tidak ada berbedaan antara ucapan beliau ini dengan ucapan sebelumnya separti yang sudah
nampak, karena Ahlul ilmi adalah Ahlul hadits, dan setiap orang bertambah wawasannya dalam
hadits maka akan bertambah pula ilmunya lebih dari pada orang yang kurang pengetahuannya
terhadap hadits. (As-Shohihah:1/542)

Hendaknya para ahli ilmu dan iman memahamkan manusia, mengajari mereka dan
menyampaikan kepada mereka ilmu yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka, berlomba-
lomba dalam kebaikan ini, bersegera untuk melaksanakannya dan mengemban tugas mulia ini
dengan kejujuran, keikhlasan dan kesabaran, agar bisa utuh dalam menyampaikan agama Allah
kepada para hamba-Nya, sehingga bisa mengajarkan kepada manusia apa-apa yang diwajibkan
Allah atas mereka dan apa-apa yang diharamkan atas mereka, baik itu melalui masjid-masjid,
halaqah-halaqah keilmuan di masjid dan lainnya, khutbah-khutbah Jum'at dan khutbah-khutban
Ied serta kesempatan-kesempatan lainnya. Sebab, tidak setiap orang bisa mengajar di sekolah
atau lembaga pendidikan atau perguruan tinggi, dan tidak setiap orang bisa menemukan sekolah
yang mengajarkan agama Allah dan syari'atNya yang suci serta mengajarkan Al-Qur'an yang
agung sebagaimana diturunkan dan As-Sunnah yang suci sebagaimana yang disampaikan dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Maka para ahli ilmu dan iman wajib menyampaikan kepada manusia melalui mimbar-mimbar
radio, televisi, media cetak, khutbah Jum'at, mimbar led, di setiap tempat, dengan pelajaran-
pelajaran dan halaqah-halaqah ilmiah di masjid-masjid dan lainnya.

Setiap penuntut ilmu yang dianugerahi pemahaman oleh Allah dalam perkara agama dan setiap
alim yang telah dibukakan akalnya oleh Allah, hendaknya memanfaatkan ilmu yang telah
diberikan Allah kepadanya, memanfaatkan setiap kesempatan yang memungkinkan untuk
berdakwah, sehingga dengan begitu ia bisa menyampaikan apa yang diperintahkan Allah,
mengajarkan syari'at Allah kepada masyarakat, mengajak mereka kepada kebaikan dan
mencegah mereka dari kemungkaran, menerangkan kepada mereka hal-hal yang masih samar
terhadap mereka di antara perkara-perkara yang diwajibkan atas mereka atau diharamkan Allah
atas mereka.

10. Ilmu bagaikan air hujan yang Allah turunkan ke bumi.


Abu Musa Al-Asy'ari Radhiyallahu Anhu yang berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
SalIam bersabda,
"Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diutus Allah kepadaku seperti hujan yang
membasahi bumi. Ada bumi yang subur yang menerima air kemudian menumbuhkan rumput
yang banyak. Ada bumi yang keras yang menahan air kemudian dengannya Allah memberi
manfaat kepada manusia. Mereka meminum dari air ter-sebut, memberi minum hewan
ternaknya, dan bercocok tanam. Hujan juga membasahi bumi yang lain, yaitu lembah yang tidak
mampu menahan air dan menumbuhkan rumput. Demikianlah perumpamaan orang yang
memahami agama Allah kemudian mendapat manfaat dari apa yang aku diutus dengannya. la
belajar dan mengajar. Dan itulah perumpamaan orang yang tidak bisa diangkat kedudukannya
oleh petunjuk Allah, dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya."
(Diriwayatkan Al-Bukhari, dan Muslim).

Rasulullah Shalallallahu alaihi wa Sallam mengumpamakan ilmu dan petunjuk yang beliau
bawa seperti hujan, karena masing-masing dari ketiganya (ilmu, petunjuk, dan hujan)
mendatangkan kehidupan, makanan, obat-obatan, dan seluruh kebutuhan manusia yang lain.
Semua itu bisa didapatkan dengan ilmu dan hujan.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengumpamakan hati manusia seperti tanah yang
mendapatkan siraman air hujan, karena tanah adalah tempat yang menahan air hujan kemudian
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat, sebagaimana hati yang
memahami ilmu, maka ilmu tersebut berbuah di dalamnya, berkembang, terlihat ke berkahannya
dan buahnya.

Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengelompokkan manusia ke dalam tiga


kelompok sesuai dengan penerimaan mereka, dan kesiapan mereka menghapal ilmu, memahami
makna-maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya dan manfaat-
manfaatnya;
Pertama, orang yang mampu menghapal ilmu dan memahaminya. Mereka memahami makna-
maknanya, mengeluarkan hukum-hukumnya, hikmah-hikmahnya, dan manfaat-manfaatnya.
Mereka seperti tanah yang menerima air kemudian menumbuhkan rumput yang banyak.
Pemahamannya terhadap agama, dan istimbath hukum adalah seperti tumbuhnya rumput dengan
air.

Kedua, orang yang mampu menghapal ilmu, menjaganya, menyebar-kannya, dan


mengendalikannya, namun tidak mampu memahami makna-maknanya, mengeluarkan hukum,
hikmah, dan manfaat dari ilmu tersebut. Mereka seperti orang yang mampu membaca Al-
Qur'an, menghapalnya, memperhatikan makharijul huruf (tempat ke-luarnya huruf), dan harakat-
nya, namun tidak dianugerahi pemahaman khusus oleh Allah, seperti dikatakan Ali Radhiyallahu
Anhu, "Kecuali pemahaman yang diberikan Allah kepada hamba-Nya di dalam Kitab-Nya."

Tingkat pemahaman manusia tentang Allah Ta'ala, dan Rasul-Nya itu tidak sama. Terkadang ada
orang cuma mampu memahami satu atau dua hukum dari satu dalil, sedang orang lain mampu
memahami seratus atau dua ratus hukum dari dalil yang sama.

Mereka seperti tanah yang mampu menahan (menyimpan) air untuk manusia kemudian mereka
mendapatkan manfaat darinya. Ada yang minum daripadanya, memberi minum hewan
ternaknya, dan bercocok tanam dengannya.

Kedua kelompok di atas adalah kelompok orang-orang yang berbahagia. Kelompok pertama
adalah kelompok yang paling tinggi derajatnya dan kebesarannya dari seluruh kelompok-
kelompok manusia yang ada. Allah Ta 'ala berfirman,

"Itulah karunia Allah yang diberikannya kepada siapa yang di-kehendaki-Nya, dan Allah
mempunyai karunia yang sangat besar." (Al-Jumu'ah).

Ketiga, orang-orang yang tidak mendapatkan sedikit pun ilmu; baik hapalan, atau pemahaman,
atau periwayatan. Mereka seperti tanah lembah yang tidak bisa menumbuhkan tumbuh-
tumbuhan dan menahan (menyimpan) air. Mereka adalah kelompok orang-orang celaka.

Kelompok pertama dan kelompok kedua mempunyai ilmu dan mengajarkannya sesuai dengan
ilmu yang diterimanya dan sampai padanya. Kelompok kedua mengajarkan kata-kata Al-Qur'an
dan menghapalnya, sedang kelompok pertama mengajarkan makna-makna Al-Qur'an, hukum-
hukumnya, dan ilmu-ilmunya.

Sedang kelompok ketiga, mereka tidak mempunyai ilmu apalagi mengajarkannya. Mereka tidak
bisa "diangkat" dengan petunjuk Allah, dan tidak menerimanya. Mereka lebih brengsek dari
hewan ternak, dan mereka adalah bahan bakar neraka.

Hadits mulia di atas memuat kemuliaan ilmu, pengajarannya, posisinya, dan kecelakaan orang
yang tidak mempunyai ilmu.

Hadits di atas juga mengklasifikasi manusia menurut barometer ilmu ke dalam dua kelompok;
kelompok orang-orang celaka dan kelompok orang-orang bahagia, dan mengklasifikasi
kelompok orang-orang bahagia ke dalam dua kelompok; kelompok pemenang yang didekatkan
kepada Allah dan kelompok kanan yang pertengahan.

lni menjadi bukti, bahwa kebutuhan manusia kepada ilmu itu seperti kebutuhan mereka kepada
hujan, bahkan lebih besar lagi. Jika mereka tidak memiliki ilmu, mereka tak ubahnya seperti
tanah yang tidak mendapatkan hujan.

Imam Ahmad berkata, "Kebutuhan manusia kepada ilmu itu lebih besar daripada kebutuhan
mereka kepada makanan dan minuman, karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan sekali
atau dua kali dalam satu hari, sedang ilmu itu dibutuhkan sebanyak jumlah nafas."

Allah Ta'ala berfirman,

"Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah
menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam)
yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya
seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang
batil. " (Ar-Ra'du: 17).

Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumpamakan ilmu yang Dia turunkan kepada Rasul-Nya seperti
air yang Dia turunkan dari langit, karena masing-masing dari ilmu dan air hujan mendatangkan
kehidupan dan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan akhirat mereka.

Allah Ta'ala juga mengumpamakan hati manusia lembah. Hati yang besar yang mampu
menampung ilmu yang banyak adalah seperti lembah besar yang mampu menampung air yang
banyak, dan hati yang kecil yang hanya mampu menampung ilmu yang sedikit adalah seperti
lembah kecil yang hanya mampu menampung air yang sedikit. Allah Ta'ala berfirman, "Maka
mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang
mengembang. " Itulah perumpamaan yang dibuat Allah Ta'ala tentang ilmu, bahwa jika ilmu
telah bercampur dengan hati, maka ilmu mengeluarkan buih syubhat yang batil dari dalam hati
kemudian buih syubhat mengapung di permukaan hati, sebagaimana arus di lembah
mengeluarkan buih yang mengapung di atas permukaan air.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan, bahwa buih itu mengapung, berada di atas permukaan
air, dan tidak menempel kuat di tanah lembah. Demikian juga syubhat-syubhat yang batil, jika ia
telah diusir oleh ilmu dari dalam hati, ia pun mengapung di permukaan hati, tidak menetap di
dalamnya, bahkan kemudian pada tahap berikutnya terbuang, dan yang menetap di dalam hati
ialah apa yang bermanfaat bagi pemiliknya dan manusia secara umum, yaitu petunjuk dan agama
yang benar, sebagaimana yang menetap di dalam lembah ialah air murni, sedang buihnya
musnah karena tidak ada harganya. Tidak ada yang memahami perumpamaan-perumpamaan
Allah Ta'ala kecuali orang-orang berilmu.

Allah Ta 'ala membuat perumpamaan yang lain dengan berfirman, "Dan dari apa (logam) yang
mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih
arus itu." Maksudnya, bahwa jika manusia membakar benda-benda padat seperti emas, perak,
tembaga, dan besi, maka benda-benda tersebut mengeluarkan kotoran dalam bentuk buih yang
sebelumnya menyatu dengannya. Buih kotoran tersebut dibuang dan dikeluarkan, sedang yang
tersisa adalah perhiasan asli saja.

Allah Subhanahu wa Ta'ala membuat perumpamaan berupa air, karena air memberi kehidupan,
mendinginkan (menyegarkan), dan mengandung manfaat-manfaat yang banyak sekali. Allah
Ta'ala juga membuat perumpamaan berupa api, karena api mengandung cahaya, dan membakar
apa saja yang tidak bermanfaat. Jadi ayat-ayat Al-Qur'an itu menghidupkan hati sebagaimana
tanah dihidupkan dengan air. Ayat-ayat Al-Qur'an juga membakar kotoran-kotoran hati, syubhat-
syubhatnya, syahwat-syahwatnya, dan dendam kesumatnya sebagaimana api membakar apa saja
yang di-masukkan ke dalamnya. Selain itu, ayat-ayat Al-Qur'an juga membedakan mana yang
baik dari yang buruk sebagaimana api membedakan mana yang buruk dan mana yang baik yang
ada pada emas, perak, tembaga, dan lain sebagainya.

Inilah sebagian ibrah dan ilmu yang ada dalam perumpamaan yang agung di atas.
Allah Ta'ala berfirman,

"Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu." (Al-Ankabut: 43).

ADAB PENUNTUT ILMU

Adab dalam menuntut ilmu adalah perkara yang sangat penting, maka dari itu para ulama
senantiasa memperhatikan adab-adab tersebut.
Berikut adalah sambungan dari artikel Keutamaan dan Adab Menuntut Ilmu -1 [Hilyah Tholibil
Ilmi] yang membahas tentang adab dan hal-hal yang harus di hindari oleh seorang penuntut ilmu

Suatu ketika Imam Laits Bin Saad melihat para penuntut hadits, kemudian beliau melihat ada
kekurangan dalam adab mereka, maka beliau berkata: Apa ini!, sungguh belajar adab walaupun
sedikit lebih kalian butuhkan dari pada kalian belajar banyak ilmu". (Al-Jami:1/405)

Imam Adz-Dzahabi berkata: Penuntut ilmu yang datang di majelis imam Ahmad lima ribu
orang atau lebih, lima ratus menulis hadits, sedangkan sisanya duduk untuk mempelajari akhlaq
dan adab beliau. (Siyar Alamun Nubala:11/316)

Berkata Abu Bakar Bin Al-Muthowii: Saya keluar masuk di rumah Abu Abdillah (Imam
Ahmad Bin Hambal) selama 12 tahun sedangkan beliau sedang membacakan kitab Musnad
kepada anak-anaknya. Dan selama itu saya tidak pernah menulis satu hadits pun dari beliau, hal
ini disebabkan karena saya datang hanya untuk belajar akhlaq dan adab beliau. (Siyar Alamun
Nubala:11/316)
Berkata Sufyan bin Said Ats-Tsauri -rahimahullah-: Mereka dulu tidak mengeluarkan anak-
anak mereka untuk mencari ilmu hingga mereka belajar adab dan dididik ibadah hingga 20
tahun. (Hilyatul-Aulia Abu Nuaim 6/361)

Berkatalah Abdullah bin Mubarak -rahimahullah-: Aku mempelajari adab 30 tahun dan
belajar ilmu 20 tahun, dan mereka dulu mempelajari adab terlebih dahulu baru kemudian
mempelajari ilmu. (Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro 1/446)

Dan beliau juga berkata: Hampir-hampir adab menimbangi 2/3 ilmu. (Sifatus-shofwah Ibnul-
Jauzi 4/120)

Al-Khatib Al-Baghdadi menyebutkan sanadnya kepada Malik bin Anas, dia berkata bahwa
Muhammad bin Sirrin berkata (-rahimahullah-): Mereka dahulu mempelajari adab seperti
mempelajari ilmu. (Hilyah: 17. Jami li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami 1/49)

Berkata Abullah bin Mubarak: Berkata kepadaku Makhlad bin Husain -rahimahullah-:
Kami lebih butuh kepada adab walaupun sedikit daripada hadits walaupun banyak. (Jami li
Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami 1/80)

Mengapa demikian ucapan para ulama tentang adab? Tentunya karena ilmu yang masuk kepada
seseorang yang memiliki adab yang baik akan bermafaat baginya dan kaum muslimin.

Berkata Abu Zakariya Yaha bin Muhammad Al-Anbari -rahimahullah-: Ilmu tanpa adab
seperti api tanda kayu bakar sedangkan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh. (Jami li
Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami 1/80)

Adab menuntut ilmu sangat banyak, diantaranya yang paling penting adalah:

1. Menuntut ilmu adalah ibadah.

Dan ibadah tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan dua syarat:

A. Ikhlas karena untuk mencari ridho Allah taala.

Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan
semua agama kepadaNya(Al-Bayyinah:5)

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan
mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa
yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya,
maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan. (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-
Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-
Imarah, hadits no. 1907])

Maka ketika Al-Fudhail bin Iyadh menafsirkan firman Allah Azza wa Jalla:

untuk menguji siapa di antara kamu yang paling baik amalnya. (QS. Al-Mulk: 2)

Beliau berkata, Yakni, yang paling ikhlas dan paling benar. Sesungguhnya amal itu apabila
ikhlas tapi tidak benar maka tidak akan diterima; dan apabila benar tetapi tidak ikhlas juga tidak
akan diterima. Jadi harus ikhlas dan benar.

Suatu amalan dikatakan ikhlas apabila dilakukan karena Allah, dan yang benar itu apabila sesuai
Sunnah Rasulullah sholallohualaihi wasallam. (Kitab Jami Al Ulum wa Al Hikam I/36).

Ikhlas ini mahal dan berat, makanya para sahabat dahulu berusaha bagaimana supaya ikhlas.
Maka sebagaimana perkataan Imam Ats-sauri :tidak ada yang lebih sulit bagi diriku kecuali
niatku (mengikhlaskan niat).

Kalaulah imam yang besar seperti imam ats-sauri mengeluh atas susahnya ikhlas lalu bagaimana
dengan kita-kita yang awam?

Sampai menuntut ilmu saja kalau tidak karena mengharapkan ganjaran Alloh azza wa jalla,
tidak akan mencium bau surga sebagaimana hadits dari Abu Hurairoh Rasulullah
sholallohualaihi wasallam bersabda :

"Barangsiapa yang menuntut ilmu yang seharusnya hanya ditujukan untuk mencari wajah Allah
'Azza wa Jalla tetapi dia justru berniat untuk meraih bagian kehidupan dunia maka dia tidak
akan mencium bau surga pada hari kiamat" (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud dishahihkan oleh
Al-Hakim)

Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan
belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan
bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal
kebaikan namun bukan karena Allah?

Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa,
bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan
karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat
darinya, Allah berfirman yang artinya,

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa : 48)

Imam Adzahabi dalam kitabnya Kitab Siyar A'lam An-Nubala (Perjalanan Hidup Orang-orang
Mulia) menceritakan Seorang yang alim yang mengatakan aku belum pernah mengatakan aku
menuntut ilmu ini semata-mata karena Alloh, karena takutnya akan jatuh ria. Dan beliau
Azahabi berkomentar Wallohi wala anaa. Demi Alloh, aku pun juga demikian

Hal ini menggambarkan akan beratnya para ulama berusaha untuk berbuat ikhlas.

Dalam Hadits Qudsi :

.
.. (*) :

) )

Diriwayatkan dari Abi Hurairah radiyallohuanhu, beliau berkata, Telah bersabda Rasulullah
Sholallohualaihi wasallam, Telah berfirman Allah tabaraka wa taala (Yang Maha Suci dan
Maha Luhur), Aku adalah Dzat Yang Maha Mandiri, Yang Paling tidak membutuhkan sekutu;
Barang siapa beramal sebuah amal menyekutukan Aku dalam amalan itu(*), maka Aku
meninggalkannya dan sekutunya

Diriwayatkan oleh Muslim (dan begitu juga oleh Ibnu Majah). *). Adalah juga termasuk syirik
jika seseorang beramal dengan amalan disamping ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Tala
juga ditujukan kepada yang selain-Nya.

Maka Ikhlas merupakan asas dalam beramal. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan
iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Sang Khalik kelak dalam keadaan iman dan
mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh
amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah dengan banyak
berdoa.

Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau
panjatkan adalah doa:

Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal
yang diterima. (HR Ibnu As-Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah, no. 54, dan Ibnu Majah n0.
925. Isnadnya hasan menurut Abdul Qadir dan Syuaib al-Arnauth dalam taqiq Zad Al-Maad
2/375).

B. Mutabaah (Mengikuti petunjuk Rosulillah).




Katakanlah (wahai Muhammad) jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah
akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian. (Ali Imron:31)

Rosulullah bersabda : Barangsiapa mengamalkan suatu amalan tanpa petunjuk kami maka
amalan tersebut tertolak. (H.R Muslim)

2. Berjalan diatas metode para Ulama Salaf (Ahlus Sunah Wal Jamaah)

Muhamad Bin Sirin berkata : Sesungguhnya ilmu adalah agama maka lihatlah dari mana kalian
mengambil agama kalian. (Muqodimah Shohih Muslim:1/14)

Beliau juga berkata : Dahulu para ulama sahabat tidak pernah bertanya tentang Sanad (tali
rantai para Rowi), dan ketika terjadi fitnah (wafat Utsman) maka mereka bertanya: Siapa Rowi-
Rowi kalian?. Maka dilihat, jika Rowinya seorang Ahlus Sunah maka mereka akan mengambil
haditsnya, dan jika rowinya Ahlul Bidah maka mereka menolak haditsnya. (Modimah Shohih
Muslim:1/15)

3. Hati-hati dalam memilih pengajar dan guru.

Imam Malik Bin Anas berkata: Tidak boleh mengambil ilmu dari empat orang: Orang yang
bodoh walaupun hafalannya banyak (bagaikan orang yang berilmu), Ahlil bidah yang menyeru
kepada kesesatannya, Orang yang terbiasa berdusta ketika berbicara dengan manusia walaupun
dia tidak berdusta ketika menyampaikan ilmunya, dan Orang yang sholeh, mulia dan rajin
beribadah jika dia tidak hafal (dan faham) apa yang akan disampaikan. (Siyar Alamun
Nubala:8/61)

Imam Al-Khotib Al-Baghdadi berkata: Seyogyanya bagi para penuntut ilmu untuk belajar
kepada ulama yang maruf akan agama dan amanahnya. (Al-Faqif Wal Mutafaqqif:2/96)

4. Menghiasi diri dengan Taqwa, Takut dan Muroqobah (merasa dalam awasan Allah).

Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian bertaqwa kepada Allah maka niscaya Allah akan
memberikan kepada kalian Furqon (ilmu sebagai pembeda) dan juga Allah akan hapuskan dosa-
dosa kalian. (Al-Anfal:29)

Imam Ahmad berkata: Pondasi ilmu agama adalah perasaan takut kepada Allah. (Hilyah:13)
5. Mengamalkan ilmu yang telah dipelajari sekuat tenaga.

Hal ini sangat penting karena ilmu syari yang telah dipelajari adalah untuk diamalkan, bukan
sekedar untuk dihafalkan. Para ulama menasehati kita bahwa menghafal ilmu dengan cara
mengamalkannya. Hendaklah seorang penuntut ilmu mencurahkan perhatiannya untuk
menghafalkan ilmu syari ini dengan mengamalkannya dan ittiba. Sebagian Salaf mengatakan,
Kami biasa memohon bantuan dalam menghafalkan ilmu dengan cara mengamalkannya.
[Lihat kitab Miftaah Daaris Saaadah (1/344) dan lqtidha al-llmi al-Amal (no. 149).]

Menuntut ilmu syari bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai pengantar kepada tujuan yang agung,
yaitu adanya rasa takut kepada Allah, merasa diawasi oleh-Nya, takwa kepada-Nya, dan
mengamalkan tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, maka siapa saja yang menuntut
ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari keberkahan ilmu, kemuliaannya, dan
ganjaran pahalanya yang besar.
[Kaifa Tatahammas li Thalabil Ilmi Syari (hal. 74),]

Allah Ta ala berfirman:


Dan katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin
akan melihat pekerjaanmu itu (QS. At-Taubah: 105)

Dan Surga diwariskan bagi orang yang mengamalkan Islam dengan benar, sebagaimana firman-
Nya:
Dan itulah Surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu
kerjakan. (QS. Az-Zukhruf: 72)

Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam telah mewanti-wanti agar kita mengamalkan ilmu
yang sudah diketahui (dipelajari), beliau bersabda,
Tidak akan beranjak kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat hingga ia ditanya tentang
umurnya untuk apa ia habiskan; tentang ilmunya, apa yang telah diamalkan; tentang hartanya
darimana ia peroleh dan ke mana ia habiskan; dan tentang tubuhnya-capek dan letihnya-untuk
apa ia habiskan.
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 2417), dari Shahabat Abu Barzah Nadhlah
bin Ubaid al-Aslami radhiyallaahu anhu, At-Tirmidzi mengatakan, "Hadits hasan shahih, lihat
Ash-Shohihah no:946"]

6. Sabar dalam menuntutnya.

Imam Yahya Bin Abi Katsir berkata : Ilmu tidak diperoleh dengan jiwa yang enak (santai).
( Al-Jami : 1/91)

Imam As-SyafiI berkata: Seseorang Tidak akan sampai pada ilmu ini sampai ia ditimpa
kefakiran (kemiskinan), dan kefaqiran tersebut lebih ia utamakan dari pada yang lainnya.
(Siyar:10/89)

Imam Abu Ahmad Nasr Bin Ahmad Bin Abbas Al-Iyadhi berkata: Tidak akan memperoleh
ilmu ini kecuali orang yang menutup warungnya, menghancurkan sawahnya, meninggalkan
teman-temannya, dan meninggal dunia (wafat) salah satu diantara keluarganya tetapi ia tidak bisa
menghadiri jenazahnya. (Al-Jami Li Adabir Rowi no:1571)

7. Hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia.

Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata : Sesungguhnya seseorang jika menuntut ilmu, maka tidaklah
berjalan beberapa waktu kecuali akan nampak pengaruh ilmu tersebut pada khusyunya, mata,
lisan, tangan, sholat, dan zuhudnya. (Al-Jami:1/60)

Syaikh Abdurrahman Bin Nasir As-Sadi berkata: Dan perkara yang harus ada pada orang yang
berilmu adalah menghiasi dirinya dengan kandungan ilmu yang ia pelajari dari akhlaq yang
mulia, mengamalkan ilmunya dan menyebarkannya kepada manusia. Orang yang berilmu adalah
orang yang paling berhaq untuk menghiasi dirinya dengan akhlaq yang mulia dan menjauhi dari
akhlaq yang tidak baik, dia juga merupakan orang yang paling berhaq untuk mengamalkan
kewajiban baik yang dhohir maupun yang batin dan menjauhi perkara yang haram, hal ini
disebabkan karena mereka memiliki ilmu dan pengetahuan yang tidak dimiliki oleh orang lain,
mereka adalah Qudwah (sori tauladan) bagi manusia dan manusia akan mengikuti mereka, dan
juga dikarenakan mereka akan mendapatkan celaan lebih banyak ketika mereka tidak
mengamalkan ilmunya dari pada orang yang tidak berilmu.

Dan sesungguhnya ulama-ulama salaf senantiasa menjadikan amal sebagai alat untuk menghafal
ilmu, karena ilmu jika diamalkan maka akan kokoh dan dihafal, demikian juga akan semakin
bertambah dan banyak barokahnya. Akan tetapi jika ilmu tidak diamalkan maka ia akan pergi
dan barokahnya akan hilang. Maka ruh kehidupan ilmu adalah pengamalannya baik dengan
akhlaq, mengajarkan, ataupun berdawah. (Awaiqut Tholab:90 karya Syaikh Abdus Salam Bin
Barjas)

8. Senantiasa meningkatkan semangat dalam menuntut ilmu.

Imam Ibnul Jauzi berkata: Selayaknya bagi orang yang berakal untuk mencurahkan semua
kemampuan dia (dalam menggapai cita-cita). Jika seandainya manusia mampu naik ke langit,
maka kamu akan melihat bahwa orang yang paling hina adalah orang yang senantiasa puas
dengan bumi.

Jika engkau mampu menyaingi para ulama maka lakukanlah, karena mereka adalah manusia dan
engkau juga manusia yang memiliki akal, dan tidak ada orang yang selalu puas dengan apa yang
sudah didapatkan kecuali orang yang paling malas dan lemah semangatnya.

Ketahuilah bahwa engkau sekarang berada di medan pertandingan dan waktu yang engkau miliki
semakin habis, maka janganlah engkau bermalas-malasan. Sungguh tidaklah luput dari apa yang
luput melainkan karena kemalasan, dan tidak diperoleh dari apa yang sudah tercapai kecuali
disebabkan karena usaha dan semangat. (Shoidul Khotir:159-161)

Dalam menuntut ilmu syari diperlukan kesungguhan. Tidak layak para penuntut ilmu bermalas-
malasan dalam mencarinya. Kita akan mendapatkan ilrnu yang berrnanfaat -dengan izin Allah-
apabila kita bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.
Imam asy-Syafii rahimahullaah pemah mengatakan dalam syairnya,
Saudaraku, engkau tidak akan mendapat ilmu, melainkan dengan enam perkara.
Kukabarkan kepadamu rinciannya dengan jelas
Kecerdasan, kemauan keras, bersungguh-sungguh, bekal yang cukup, bimbingan ustadz, dan
waktunya yang lama.
[Diwaan lmam asy-Syafii (hal. 378). Cet. Daml Fikr, th. 1415 H.]

9. Mengikat ilmu dengan menulis dan sering Murojaah (mengulang-ulang) hafalan.

Dari Abdullah Bin Amr, Rosulullah bersabda: Ikatlah ilmu!, para Sahabat berkata: Wahai
Rosulullah apa pengikat ilmu?. Beliau bersabda: Tulisan. (dihasankan oleh Syaikh Salim Bin
Ied Al-Hilali dalam Manhajul Ambiya Fi Tazkiyatun Nufus:120)

Imam Asy-Syafii berkata:

Ilmu bagaikan binatang buruan sedang tulisan adalah tali kekang

Ikatlah binatang buruan kalian dengan tali yang kokoh lagi kencang

Sungguh termasuk kedunguan adalah ketika kamu berhasil mendapatkan kijang

Lalu di tengah orang kamu biarkan tanpa ikatan sehingga lepas dan melayang.
(Kitabul Ilmi:62)

Syaikh Utsaimin berkata: Wajib atas para penuntut ilmu untuk semangat dalam mengulang-
ulang dan mengikat pelajaran baik dengan menghafal atau menulisnya, hal ini disebabkan karena
manusia adalah tempat untuk lupa. Maka jika seseorang belajar akan tetapi tidak murojaah maka
ilmu yang ia dapatkan akan hilang dan lupa. (Kitabul Ilmi:62)

10. Berdoa kepada Allah taala agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

Diantara doa yang Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam ucapkan adalah:


Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilrnu yang bermanfaat, rizki yang halal, dan amal yang
diterima.
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Humaidi (1/143, no. 299), Ahmad (VI/322), Ibnu Majah
(no. 925), Ibnus Sunni dalam Amalul Yaum wal Lailah (no. 110), dan an-Nasa-i dalam Amalul
Yaum wal Lailah (no. 102), dari Shahabivah Ummu Salamah radhiyallaahu anha. Lihat Shahiih
lbnu Majah (1/152, no. 753).]

Imam Ahmad berkata : Sesungguhnya ilmu adalah pemberian (nikmat) yang Allah berikan
kepada yang dikehendaki, dan tidaklah seseorang memperolehnya dengan kemuliaan nasabnya.
Jika seandainya ilmu bisa diperoleh dengan nasab maka niscaya orang yang paling berhaq
mendapatkanya adalah Ahli Bait Rosulillah. (Maalim Fi Thoriq Tolabil Ilmi:56)

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: Wahai para penuntut ilmu! Tingkatkan harapan kalian,
kembalilah kepada Allah dengan berdoa dan menghinakan diri dihadapanNya. Sungguh Syaikul
Islam Ibnu Taimiyah sering sekali jika susah di dalam memahami tafsir suatu ayat dalam Al-
Quran, beliau mengucapkan dalam doanya: wahai Allah Dzat yang telah mengajarkan Nabi
Adam dan Ibrohim ajarkanlah saya, wahai Allah Dzat yang telah memahamkan Nabi Sulaiman
fahamkanlah saya, kemudian setelah berdoa seperti ini maka beliau diberikan kemudahan
dalam memahami tafsirnya. (Hilyah:58-59)

Juga do a beliau shallallaahu alaihi wa sallam:


Ya Allah, berikanlah manfaat kepadaku dengan apa-apa yang Engkau ajarkan kepadaku, dan
ajarkanlah aku apa-apa yang bermanfaat bagiku. Dan tambahkanlah ilmu kepadaku.
[Hadits shahih: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 3599) dan ibnu Majah (no. 251, 3833), dari
Shahabat Abu Hurairah radhiyallaahuanhu. Lihat Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 2845) dan
Shahiih Sunan lbni Majah (no. 203).]

11. Mengajarkan ilmu yang sudah didapatkan.

Syaikh Abdurrahman Bin Nasir As-Sadi berkata: Dan diantara adab bagi orang yang berilmu
dan para penuntut ilmu adalah saling menasehati dan menyebarkan ilmu yang bermanfaat sesuai
dengan kemampuan. Walaupun seseorang hanya mengetahui satu masalah saja, kemudian ia
ajarkan dan sebarkan maka ini adalah tanda barokah dari ilmunya, karena buah ilmumu adalah
ketika manusia mengambil ilmu tersebut darimu.

Dan barang siapa yang bakhil dengan ilmunya, maka ilmunya akan mati dengan kematiannya,
bahkan terkadang dia akan lupa dari ilmunya walupun dia masih hidup. Akan tetapi seseorang
yang menyebarkan ilmunya, maka inilah kehidupan ilmunya yang kedua dan sebagai wacana
untuk menghafal ilmunya, dan Allah akan mengganjarnya sesuai dengan amalannya. (Awaiqut
Tholab:93)

Ilmu syari yang telah kita peroleh dan fahami bukanlah untuk kita sendiri. Namun, kita harus
mendakwahkannya.

Dakwah ini harus dengan mengetahui syariat Allah Azza wa Jalla sehingga dakwah tersebut
tegak di atas ilmu dan bashirah, berdasarkan firrnan Allah Taala,

Katakanlah (Muhammad), inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang musyrik.
(QS. Yusuf: 108)

Yang dimaksud bashirah dalam dakwah adalah seorang dai harus mengetahui hukum syari,
cara berdakwah, dan mengetahui keadaan orang yang menjadi objek dakwah.
[Syarah Tsalaatsatil Ushuul (hal. 22).]

Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita karena Allah Ta ala
berfirman,
Wahai orang-orang yang beriman, peliharah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya Malaikat-Malaikat yang kasar dan
keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahriim: 6)

Mengenai pengertian ayat ini Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata,
Didik dan ajarkanlah mereka.

Ibnu Abbas (wafat th. 68 H) radhiyallaahu anhuma berkata, Lakukanlah ketaatan kepada
Allah, takutlah berbuat maksiat kepada-Nya, dan suruhlah keluarga kalian berdzikir, niscaya
Allah akan menyelamatkan kalian dari Neraka.

12. Menghormati gurunya.

Imam An-Nawawi berkata: Hendaknya orang yang ingin bertanya, ia beradab kepada muftinya
(seorang ulama yang akan ditanya) dan menghormatinya dalam berbicara dengannya, dan
hendaknya dia tidak menuding dengan jarinya kearah muka gurunya. Demikian juga tidak boleh
berkata: apa yang kamu hafal tentang masalah ini?, atau berkata: apa madzab gurumu atau
Imam Syafii dalam masalah ini?.

Demikian juga tidak boleh ketika gurumu telah menjawab, kemudian engkau mengatakan: kalau
pendapat saya seperti ini. Atau engkau mengatakan: tetapi ulama ini dan itu menjawab tidak
seperti jawabanmu. Atau engkau mengatakan: jika jawaban engkau seperti ini saya akan tulis
jawabanmu jika tidak maka saya tidak akan menulisnya.

Demikian juga tidak boleh bertanya kepada gurunya dalam keadaan berdiri, berjalan, atau ketika
gurunya sedang marah, sedih, setres, atau kondisi yang membuat tidak bisa konsentrasi.
(Adabul Fatwa Wal Mufti Wal Mustafti:83)

13. Rihlah ( safar ) untuk menuntut ilmu.

Abu Said Al-Khudri berkata: Akan datang kepada kalian manusia untuk menuntut ilmu.
Maka jika kalian nanti melihatnya, katakanlah kepada mereka: Marhaban-Marhaban (selamat
datang) wahai para wasiat Rosulillah dan puaskanlah mereka!. Maka ditanyakan kepada
Hakam (Seorang Rowi Hadits) : apa maksud puaskanlah mereka? beliau berkata: Ajarilah
mereka. (H.R Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah:201)

Jabir Bin Abdillah berkata: Telah sampai kabar kepada saya bahwa ada seorang sahabat telah
mendengar hadits dari Rosulillah yang belum pernah saya dengar, maka saya langsung membeli
onta dan saya siapkan semua bekal, kemudian saya pergi ke syam dengan menempuh perjalanan
selama satu bulan. Setibanya di syam saya langsung menuju rumah orang tersebut, dan rupanya
beliau adalah Abdullah Bin Unais Al-Anshori.

Ketika sampai dirumahnya maka saya mengetuk pintu dan keluarlah seseorang, maka saya
berkata kepada: Tolong beritahu Abdullah bahwa Jabir ingin bertemu dan menunggu di pintu.
Maka orang tersebut kaget seraya berkata: Anda Jabir Bin Abdillah?, maka saya berkata: Ya
benar. Kemudian orang tersebut masuk menemui Abdullah, lalu keluarlah Abdullah Bin Unais
dan langsung memelukku dan akupun memeluknya, kemudian aku berkata: Saya telah
mendengar kabar bahwa engkau mendengar hadits dari Rosulillah tentang Madzolim (kriminal)
yang belum pernah aku dengar, dan saya takut jika saya mati lebih dahulu atau engkau
meninggal dahulu dan saya belum mendengar hadits tersebut. (Ar-Rihlah Fi Tolabul Ilmi:110
karya Khotib Al-Baghdadi)

14. Senantiasa menjaga adab-adab dalam mejelis.

Dari Abi Said Al-Khudri berkata: Suatu ketika Rosulullah berdiri diatas mimbar dan
bersabda: Sesungguhnya perkara yang paling aku takutkan menimpa kepada kalian adalah
kenikmatan yang Allah bukakan kepada kalian dari perbendaharaan bumi, kemudian beliau
menyebutkan perhiasan dunia satu persatu. Lalu salah seorang sahabat berdiri dan berkata:
Wahai Rosulullah apakah kebaikan bisa mendatangkan kejelekan?. Maka Rosulullah diam, dan
kami berkata: Beliau sedang diberikan wahyu. Dan semua manusia diam sampai seakan-akan
diatas kepala mereka ada seekor burung. (H.R Bukhori)

Ibnul Ambari berkata: Perkataan : Manusia duduk diam seakan-akan di atas kepala mereka
ada seekor burung ada dua makna: yang pertama: bahwasanya mereka diam tidak bergerak dan
senantiasa menundukkan pandangan. Karena burung tidak hinggap kecuali di tempat yang
diam.. (Al-Jami Li Akhlaqir Rowi Wa Adabis Sami:1/192/-193)

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, Apabila engkau menghadiri majlis ilmu, maka janganlah
kehadiranmu melainkan untuk menambah ilmu dan pahala, bukannya hadir dengan
kesombongan, mencari kesalahan untuk engkau sebarkan atau sesuatu yang ganjil untuk engkau
beberkan. Karena ini adalah perbuatan orang-orang yang rendah dan tidak akan beruntung dalam
ilmu selama-selamanya.(Al-Akhlak was Sair fi Mudaawaatin Nafus halaman 92)

15. Mengumpulkan kitab dan gemar dalam membacanya.

Syaikh bakr abu zaid berkata: Kemuliaan ilmu sudah jelas karena banyak manfaatnya, dan
kebutuhan kita kepadanya seperti kebutuhan jasad kita terhadap nafas, dan akan nampak
kekurangan seseorang ketika ia kurang dalam ilmunya, begitu juga kebahagiaan dan kesenangan
akan diperoleh sesuai dengan jumlah ilmu yang ia dapat. Maka perkara-perkara ini semakin
menguatkan kebutuhan para penuntut ilmu untuk belajar, dan meningkatkan kebutuhan kita akan
kitab.

Maka dari itu hendaknya engkau kuatkan ilmumu dengan kitab, dan ketahuilah bahwa setiap
kitab saling melengkapi sehingga satu kitab tidak akan mencukupi dari yang lainya. Dan
hendaknya kamu memilih kitab-kitab yang bermanfaat, tetapi jangan engkau penuhi
perpustakaanmu dengan kitab-kitab yang akan mengotori pikiranmu dari kitab-kitab yang tidak
bermanfaat apalagi kitab-kitab Ahli Bidah, karena ini semua bagaikan racun yang mematikan.
(Hilyah:75-76)

PERKARA YANG HARUS DIJAUHI BAGI PENUNTUT ILMU:

1. Menuntut ilmu bukan karena Allah.

Dari Abu Huroiroh, Rosulullah bersabda: Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya
diniatkan untuk mencari ridho Allah, tetapi ia tidak menuntutnya kecuali karena untuk
menggapai kenikmatan dunia, maka ia tidak akan mencium bau surga di hari kiamat. (H.R
Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dishohihkan oleh Hakim dan Dzahabi)

2. Meningalkan amal.

Ali Bin Abi Tholib berkata: Ilmu senantiasa memanggil amal, jika amal menjawab
panggilannya maka ilmu akan diam dan tetap, tetapi jika amal tidak menjawabnya maka ilmu
tersebut akan pergi. (Jami Bayanil Ilmi:2/11)

3. Perbuatan dosa dan maksiat.

Abdullah Bin Masud berkata: Sungguh saya mengira seseorang lupa terhadap ilmu yang
pernah ia pelajari disebabkan perbuatan dosa yang ia lakukan. (Al-Jami:1/196)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah menjelaskan dalam kitabnya ad-Daa wad Dawaa bahwa
seseorang tidak mendapatkan ilmu disebabkan dosa dan maksiyat yang dilakukannya. Seseorang
terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak melakukan dosa dan maksiyat.

Seorang Muslim dan Muslimah harus menjauhi dosa-dosa besar, apalagi ia seorang penuntut
ilmu, oleh sebab itu kita harus menjauhi dosa dan maksiyat. Dosa yang paling besar adalah
syirik, durhaka kepada kedua orang tua, melakukan bidah, kemudian menjauhkan dosa-dosa
besar seperti muamalah riba dengan berbagai macamnya (di antaranya bunga bank, renten, dsb),
minum khamr (minuman keras), narkoba, merokok, mencukur jenggot, makan dan minum dari
usaha yang haram, isbal (memanjangkan kain atau celana melebihi mata kaki bagi laki-laki),
tabarruj (wanita membuka aurat di hadapan laki-laki yang bukan mahramnya), durhaka kepada
suami, namimah (mengadu domba), dusta (berbohong), ghibah (membicarakan aib seorang
Muslim), menggunjing, menuduh seorang Muslim dengan tuduhan yang tidak benar, memfitnah
seorang Muslim, dan lain sebagainya.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullaah berkata, Di antara hal yang sangat mengherankan bahwa
ada seseorang yang mudah menjaga dirinya dan berhati-hati dari makan makanan yang haram,
berbuat berzina, mencuri, minum khamr, melihat kepada sesuatu yang haram, dan selainnya.
Namun, ia sangat sulit untuk menahan gerak lisannya hingga Anda dapat melihat seseorang
yang dianggap faham agama, zuhud, dan banyak beribadah, ia berbicara dengan kata-kata
yang tanpa sadar dapat mendatangkan murka Allah Taala. Yang dengan satu kalimat darinya
ia dimasuk-kan ke dalam Neraka yang dalamnya lebih jauh dari-pada jarak antara timur dan
barat.
[ad-Daa wad Dawaa (hat 244), tahqiq: Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid.]

Perhatikanlah, sesungguhnya dosa dan maksiyat dapat menghalangi ilmu yang bermanfaat,
bahkan dapat mematikan hati, merusak kehidupan, dan mendatangkan siksa Allah Ta ala.

4. Belajar hanya mengandalkan buku (Otodidak).

Para ulama sejak dahulu berkata: Barang siapa yang gurunya adalah kitabnya, maka
kesalahannya lebih banyak dari kebenaranya. (Awaiqut Tholab:26)
5. Menghabiskan waktu tanpa faedah.

Rosullah bersabda: Diantara tanda kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan perkara
yang tidak ada manfaatnya. (H.R Tirmidzi dan dihasankan oleh imam Nawawi)

Imam Dzahabi ketika menyebutkan biografi Abdul Wahab Bin Al-Amin berkata: Sesungguhnya
waktu beliau sangat dijaga, maka tidaklah waktunya berjalan kecuali beliau mengisinya dengan
bacaan, dzikir, tahajud, atau menyimakan hafalan.(Marifatul Quro Al-Kibar:2/645)

6. Tergesa-gesa untuk mendapatkan hasilnya.

Berkata Al-Mamun : Sugguh sangat aneh ketika ada salah seorang penuntut ilmu belajar cuma
tiga hari kemudian berkata: saya adalah termasuk ulama ahli hadits. (Siyar Alamun
Nubala:10/89)

Ibnu Hamzah berkata: Imam Yaqub Bin Sufyan berkata kepadaku : Sungguh saya menuntut
ilmu tiga puluh tahun. (Tadzkirotul Hufadz pada bigrafi Imam Makhhul)

7. Tidak bertahap dalam belajar ilmu.

Allah berfirman: {Berkatalah orang-orang yang kafir: Mengapa Al-Quran tidak diturunkan
kepadanya sekali turun saja?. Demikianlah (Kami turunkan berangsur-angsur) supaya Kami
perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakanya kepadamu secara Tartil (teratur dan
benar) }. (Al-Furqon:32)

Imam Az-Zabidi berkata: Wajib untuk tidak masuk kepada fann (cabang ilmu) kecuali setelah
menguasai fann yang sebelumnya. (Awaiqut Tholab:35)

Imam Ibnu Abdil Bar berkata: Belajar memiliki derajat, tingkatan, dan urutan. Dan tidak boleh
menerjang dan melanggar urutan tersebut, karena hal ini akan menerjang metode para ulama
Salaf. Barang siapa menyelisihi metode mereka dengan sengaja pasti ia akan sesat, dan yang
menyelisinya karena berijtihad (mengira baik) maka ia akan tergelincir (salah). (Al-
Jami:2/166)

8. Sifat sombong dan ujub.

Imam Mujahid berkata: Tidak akan menuntut ilmu orang yang pemalu dan orang yang
sombong. (H.R Bukhori)

Para ulama berkata: Ilmu itu ada tiga tingkatan: Siapa yang masuk kepada tingkatan pertama
maka ia akan sombong, Siapa yang masuk tingkatan kedua maka ia akan menjadi orang yang
tawadhu, dan Siapa masuk tingkatan ketiga maka pasti ia akan merasa bahwa dirinya belum
banyak mengetahui. (Tadzkirotus Sami Wal Mutakalim:65)

Abu Ashim An-Nabil berkata: Saya duduk di majelis Imam Sufyan Ats-Tsuri. Di majelis
tersebut hadir pula seorang pemuda yang pandai, dan pemuda tersebut maju, berbicara, sombong
dengan kecerdasanya, dan memperlihatkan ilmu (berlagak seperti orang yang paling pandai)
padahal disitu ada orang yang lebih senior. Maka Sufyan marah dan berkata: Sungguh ulama
salaf tidak seperti ini, dahulu mereka tidak menganggap dirinya seperti ulama dan tidak duduk di
depan sampai mereka menuntut ilmu tiga puluh tahun. Sedangkan kamu ini orang yang sombong
dan merasa tinggi dari orang yang lebih tua (senior) darimu. Berdiri dan menjauh dariku!!, saya
tidak mau melihat kamu maju kedepan lagi di majelisku ini.(Al-Madkhol Ila Susanil Kubro:679
karya Imam Al-Baihaqi)

9. Cinta akan ketenaran dan menampakan dirinya sebagai orang yang berilmu.

Imam Syafii berkata: Saya sangat senang jika manusia mengambil ilmu dariku tetapi mereka
tidak pernah menisbatkan ilmu tersebut kepadaku, sehingga Allah memberi pahala kepadaku dan
mereka tidak memujiku. (Al-bidayah Wan Nihayah:5/256 karya Imam Ibnu Katsir)

Syaikh Utsaimin berkata: Dan perkara yang wajib dijauhi oleh penuntut ilmu adalah sikap
menampakan ilmunya sebelum ia menjadi orang yang layak. (Kitabul Ilmi:81)

10. Sifat hasad (dengki atau iri)

Allah berfirman: {Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhamad) lantara karunia
(Kenabian, Al-Quran, dan kemenangan) yang Allah berikan kepadanya. Sungguh Kami telah
memberikan kitab dan hikmah kepada keluarga ibrohim, dan Kami telah memberikan kepadanya
kerajaan yang besar}. (An-Nisa:54)

Syaikul Islam berkata: Telah dikatakan bahwa jasad tidak akan luput dari sifat hasad, tetapi
orang yang mulia senantiasa menyembunyikannya (menepisnya), sedang orang yang hina adalah
orang yang selalu menampakkanya. (Majmu Fatawa:10/124-125)

Syaikh Utsaimin berkata: Sesungguhnya hasad adalah akhlaq yang tercela, tetapi sangat
disayangkan bahwa sifat hasad tersebut ada pada para ulama, penuntut ilmu, dan para saudagar
yang kaya. Mereka saling hasad kepada saudaranya, dan setiap orang yang mempunyai profesi
hasad kepada rekannya, tetapi yang aneh bahwa sifat ini di kalangan para ulama dan penuntut
ilmu lebih banyak dan besar, padahal orang yang berilmu adalah orang yang paling lanyak untuk
menjauhi sifat yang tercela ini dan menghiasi diriya dengan akhlaq yang mulia.

Wahai saudaraku jika engkau melihat ada seseorang yang telah diberikan nikmat oleh Allah,
maka engkau berusalah untuk menjadi yang serupa dengannya, dan jangan sekali-kali benci
terhadap nikmat Allah tersebut, dan hendaklah engkau berdoa: ya Allah tambahkan nikmatmu
kepada dia, dan jadikan aku lebih baik darinya. Karena sesungguhnya hasad tidak mungkin
merubah taqdir Allah. (Kitabul Ilmi:74)

11. Putus asa dan meremehkan diri sendiri.

Syaikh Bakr Abu Zaid berkata: Janganlah kamu putus asa dan gelisah jika Allah belum
membukakan ilmu kepada engkau, karena ulama-ulama besar dan masysur pun ada diantara
mereka yang tidak dibukakan sebagian cabang ilmu agama. Diantara mereka adalah: Al-Asmai
dalam ilmu Arudh (cabang dari ilmu bahasa arab), Ar-Rohawi seorang ahli hadits dalam ilmu
Khoth (kaedah tulisan), Ibnu Sholah dalam ilmu Mantiq (kaidah berargumen), Abu Muslim
pakar ulama Nahwu dalam ilmu Shorof, As-Suyuti dalam ilmu Hisab (perhitungan), Abu
Ubaidah, Muhammad Bin Abdul Baqi Al-Anshori, Abul Hasan Al-QothiI, Abu Zakaria Yahya
Bin Ziyad Al-Faro, Abu Hamid AL-Ghozali mereka semua belum dibukakan ilmu Nahwu.
(Hilyah:58)

Imam Al-Askari berkata: Dahulu hafalan adalah perkara yang paling susah bagiku ketika saya
pertama kali menuntut ilmu, kemudian saya paksa diri untuk membiasakanya sampai menjadi
mudah bagiku, bahkan aku menghafal Syair Rubah dalam satu malam padahal syair ini sekitar
200 bait. ( Al-Hattsu Ala Tholabil Ilmi:71)

12. Taswif (Berangan-angan belaka dan menunda waktu).

Taswif adalah seseorang bercita-cita sesuatu amal tetapi dia terus menunda-nunda amal tersebut
dengan mengatakan nanti aja lah

Abdullah bin umar berkata: Suatu ketika Rosululloh memegang pundak saya, kemudian
berkata: Jadilah engkau hidup di dunia bagikan orang yang asing atau orang yang sedang
menyebrangi jalan. Ibnu umar berkata: Maksudnya jika engkau di pagi hari jangan menunda
amal sampai sore, jika kamu di sore hari jangan menunda amal sampai pagi. Manfaatkan
kesehatanmu sebelum sakitmu, dan gunakan hidupmu untuk persiapan matimu.(H.R Bukhori)

Para ulama salaf berkata: Taswif termasuk pasukan iblis. (Iqtidhoul Ilmi Al-Amal:114)

Ibnul Qoyyim berkata: Sesungguhnya angan-angan belaka adalah modal utama bagi orang-
orang yang rugi. (Madarus Salikin:1/456-457)

13. Taassub terhadap salah seorang guru atau golongan.

Syaikh Al-Utsaimin berkata: Wajib atas penuntut ilmu untuk menghilangkan perkelompokan
dan penggolongan dengan mengikat Wala (loyalitas) dan Baro (berlapas diri) kepada suatu
kelompok atau suatu golongan. Hal ini tanpa diragukan merupakan perkara yang menyelisihi
manhaj Salaf, karena salaf tidak berkempok-kelompok akan tetapi mereka adalah kelompok yang
satu. Mereka berjalan di bawah firman Allah Taala { Dia (Allah) telah menamai kalian
semuanya dengan orang-orang muslim dari dahulu } Al-Haj:78. Maka tidak ada penggolongan,
pengkotakkan, Wala, dan Baro kecuali dengan apa-apa yang datang dari Rosulullah.

Sebagian orang bergabung dengan suatu golongan, kemudian ia mengokohkan pendapat


kelompok tersebut, berdalih dengan dalil-dalil mereka walaupun terkadang dalil tersebut
merupakan bantahan terhadap mereka sendiri.

Ia juga membela golongan itu dengan mati-matian, ia sesatkan setiap orang yang menyelihinya
dengan menggunakan kaedah Siapa yang tidak bergabung denganku maka ia adalah musuhku.
Sungguh dalam islam ini tidak ada pengelompokan, sehingga ketika terjadi pengkotakan dan
perpecahan dalam tubuh kaum muslimin sampai tingkat saling menyesatkan dan mengghibah
saudaranya, mereka ditimpa kehancuran sebagai mana Allah berfirman : {Dan taatlah kepada
Allah dan RosulNya dan janganlah kalian berbantah-bantahan (bercerai berai) yang
menyebabkan kalian menjadi gentar (porak poranda) dan hilang kekuatan kalian } Al-Anfal:46.
Dan kita juga mendapatkan sebagian penuntut ilmu, mereka belajar kepada seorang atau
beberapa syaikh, kemudian ia membela syaikh tersebut baik dengan dalil yang benar ataupun
batil. Kemudian ia juga membenci, menyesatkan dan membidahkan orang-orang yang
menyelisihi syaikhnya, dan ia melihat bahwa syaikhnya adalah seorang yang pandai dan yang
memperbaiki, sedangkan yang lainnya merupakan orang yang bodoh atau orang yang merusak.
Ini semua adalah kesalahan yang fatal, dan yang wajib atas setiap orang untuk mengambil setiap
perkatan yang benar dan sesuai dengan Al-Quran, Sunah, dan pemahaman para sahabat dari
siapapun orangnya. (Kitabul Ilmi:80-81)

14. Memuji diri dan bangga dengan pujian.

Allah taala berfirman: { Janganlah sekali-kali kalian menyangka bahwa orang yang gembira
dengan apa yang tidak mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap pekerjaan yang
belum mereka kerjakan, janganlah kalian menyangka bahwa mereka bebas dari siksa, bagi
merekalah siksa yang pedih }. (Ali Imron:188)

Allah taala berfirman: {Maka janganlah kalian merekomendasikan (memuji) diri-diri kalian.
Diala (Allah) yang paling mengetahui siapakah orang yang bertaqwa}. (An-Najm:32)

Para ulama berkata: Orang yang berakal adalah orang yang mengetahui kadar dirinya dan tidak
terpedaya dengan pujian orang-orang yang tidak mengetahuinya. (Dzail Thobaqot
Hanabilah:1/148)

Abu Bakar As-Siddiq mendengar bahwa orang-orang telah memujinya, maka beliau berkata: ya
Allah sesungguhnya Engkau adalah zat yang lebih mengetahui diriku dari pada aku sendiri, dan
saya adalah orang yang lebih mengetahui akan diriku dari pada mereka, maka jadikanlah aku
wahai Allah taala orang yang lebih baik dari apa yang mereka kira, dan janganlah Engkau siksa
aku karena ucapan mereka, dan ampunilah aku dengan rahmatMu dari apa-apa yang tidak
mereka ketahui (Kitab Az-Zuhud:14 karya Ibnul Mubarok)

15. Tidak berkata tentang sesuatu yang belum diketahui.

Datang seseorang dari negeri Andalus kepada Imam malik Bin Anas untuk menanyakan 42
masalah, tetapi Imam Malik hanya menjawab dua pertanyaan, sedangkan empat puluh
pertanyaan beliau cuma berkata: La Adri (saya tidak tahu). Maka terheran-heran orang tersebut
kemudian berkata: Kamu itu Imam Malik tetapi kenapa engkau tidak tahu!. Kemudian beliau
berkata: Beritahu kepada orang-orang di negerimu bahwa Malik tidak mengetahui.
(Maalim:273-274)

Al-Qosim Bin Muhamad suatu ketika ditanya, maka beliau menjawab: Saya tidak tahu.
Kemudian beliau berkata: Demi Allah jika seandainya seseorang hidup dalam keadaan bodoh
asalkan ia mengetahui hak-hak Allah yang wajib ia tunaikan, ini lebih mulia dari pada orang
yang berkata tentang apa yang ia tidak mengetahuinya. ( Jami Bayanil Ilmi:2/53)
Materi 2

KEUTAMAAN DAN ADAB MEMBACA AL-QURAN

A. KEUTAMAAN Al QURAN DAN PEMBACANYA

1.Merupakan semulia-mulia ilmu dari seluruh ilmu yang lainnya.


Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Utsman bin Affan radhiyallahu anhu
berkata, telah bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
Sebaik-baik orang di antara kalian adalah orang yang belajar Al Quran dan mengamalkannya.
(HR. Al Bukhari)

2. Al Quran itu akan menjadi syafaat terhadap orang yang membacanya nanti pada hari
kiamat.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
Dari Abu Umamah radhiyallahu anhu berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam: Bacalah kalian Al Quran karena dia (Al Quran) itu akan datang pada hari kiamat
memberi syafaat bagi pembacanya. (HR. Ahmad)

3. Semakin banyak seseorang membaca Al Quran maka akan semakin tinggi pula
derajatnya di surga nanti.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu anhuma berkata, telah bersabda Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam: Dikatakan kepada orang yang membaca Al Quran pada hari
kiamat bacalah!, naikan, dan tartilkanlah sebagaimana kamu membaca tartil di dunia karena
kedudukanmu (di surga) sesuai dengan akhir ayat yang kalian baca.

4. Bahwa satu huruf dari Al Quran itu sama dengan satu kebaikan, lalu satu kebaikan itu
akan Allah berikan sepuluh pahala.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:Dari Ibnu Masud radhiyallahu anhu
berkata telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Barangsiapa yang membaca satu
huruf dari Kitabullah (Al Quran) maka baginya satu kebaikan, dan kebaikan itu akan dilipatkan
sepuluh kali pahala. Tidaklah aku katakan bahwa Alif lam mim itu satu huruf, akan tetapi alif
satu huruf, lam satu huruf, mim satu huruf. (HR. At Tirmidzi)

5. Bahwa satu ayat Al Quran itu lebih utama dari pada satu unta yang besar, yang unta
itu merupakan semewah kendaraan dan perhiasan di zaman itu.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu
anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah keluar menengok kami, sedang kami
di shuffah (di belakang masjid) seraya mengatakan: Apakah kalian ingin pergi ke Baththan
(suatu tempat di Madinah) atau Aqiq (padang pasir di Madinah) untuk mengambil dua unta
yang sangat besar tanpa melakukan dosa dan memutus silaturahmi? Mereka mengatakan,
Kami semua menyukainya wahai Rasulullah. Maka beliau bersabda: Apakah di antara kalian
tidak pergi ke masjid untuk belajar dua ayat itu lebih bagus dari dua unta, tiga ayat lebih bagus
dari pada tiga unta, empat ayat lebih bagus dari pada empat unta, dan dari seluruh jumlahannya.
(HR. Muslim dan Ahmad)

Wahai saudaraku, padahal kalau kalian ketahui bahwa sekarang ini unta yang bagus kadang
harganya menyamai mobil yang mewah, bahkan kadang melebihinya. Oleh karena itulah orang
yang betul-betul kaya secara hakiki adalah yang hafal Al Quran atau yang membacanya setiap
hari dengan memperbaiki bacaan dan melakukannya secara ikhlas karena Allah Azza wa Jalla.

6. Orang yang ahli dalam Al Quran itu menjadi keluarga Allah Azza wa Jalla, menjadi
orang yang khusus di sisi Allah Azza wa Jalla.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu
berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Bahwasanya Allah itu
mempunyai keluarga, siapakah itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: orang yang ahli dalam
Al Quran mereka itulah keluarga Allah dan orang khususnya. (HR. Ahmad)

7. Mereka pembaca Al Quran itu akan mendapatkan ketenangan, rahmat dan ampunan
dari Allah serta akan dikelilingi oleh para malaikat, dan Allah akan selalu menyebutnya.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu
berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Tidaklah berkumpul suatu
kaum dalam satu masjid dari masjid Allah Azza wa Jalla, mereka membaca Kitabullah (Al
Quran), saling mengajar di antara mereka kecuali akan turun kepada mereka suatu ketenangan,
akan diliputi rahmat dan akan dikelilingi oleh para malaikat dan Allah Azza wa Jalla akan selalu
menyebutnya di sisi-Nya. (HR. Muslim)

8. Orang yang mahir dalam Al Quran akan masuk surga bersama para malaikat yang
mulia.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Aisyah radhiyallahu anha
berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Bahwa orang yang pandai
dalam Al Quran itu akan bersama para malaikat yang mulia dan siapa yang membaca Al Quran
dengan tersendat-sendat (terbata-bata) dan mereka merasa berat maka baginya dua pahala. (HR.
Al Bukhari dan Muslim)

9. Keutamaan ini tidak hanya terbatas kepada pembaca Al Quran saja bahkan orang tua
yang mempunyai anak, lalu anak itu membaca Al Quran dan mengamalkannya maka
Allah Azza wa Jalla akan memberikan mahkota kepada kedua orang tua anak tadi pada
hari kiamat, yang cahaya mahkota itu lebih bagus dari cahaya sinar matahari.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Sahl bin Muadz Al Juhhany berkata,
telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Barangsiapa yang membaca Al Quran
dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, maka (Allah) akan memberikan mahkota kepada
kedua orangtuanya pada hari kiamat yang cahayanya lebih bagus dari sinar matahari. (HR.
Ahmad)

Wahai saudaraku ini balasan bagi kedua orangtuanya, lalu bagaimana dengan pembacanya
sendiri, tentu akan lebih bagus balasannya dari Allah Azza wa Jalla, maka sungguh suatu
kenikmatan yang besar bagi orangtua yang mempunyai anak lalu anak itu dididik untuk selalu
membaca dan memahami Al Quran sejak sedini mungkin.
10. Bahkan satu ayat Al Quran itu lebih bagus dari seluruh apa yang ada di muka bumi
ini, mulai dari harta, emas, perak dan berlian, bangunan yang tinggi, seluruh ikan yang
ada di lautan, seluruh harta benda yang ada di dalam bumi dan seterusnya.
Sebagaimana kata Ibnu Masud radhiyallahu anhu: Bahwasanya dia mengajarkan Al Quran
maka sampailah pada satu ayat maka beliau katakan kepada salah seorang, Ambillah (ayat itu),
demi Allah sungguh dia (satu ayat) itu lebih bagus dari segala sesuatu yang ada di muka bumi.
(HR. Al Haitsamy)

11. Rumah yang di dalamnya dibaca ayat-ayat Allah Azza wa Jalla akan terlihat oleh
penduduk langit yaitu para malaikat, dan rumah yang tidak disebut di dalamnya ayat
Allah Azza wa Jalla ibarat rumah yahudi dan nashrani.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata,
telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Jadikanlah bacaan dan shalat kalian di
rumah kalian, dan janganlah kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan, sebagaimana orang
yahudi dan nashrani yang menjadikan rumah mereka kuburan. Sesungguhnya rumah yang dibaca
di dalamnya Al Quran maka akan terlihat oleh penduduk langit sebagaimana terlihatnya bintang
oleh penduduk bumi. (HR. Ibnu Abi Syaibah)

12. Tiga ayat yang dibaca dalam satu shalat itu lebih bagus dari tiga unta yang sangat
besar.
Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Siapa di antara kalian
yang pulang ke keluarganya dengan mendapatkan tiga unta yang besar dan gemuk? Mereka
jawab, Iya. Beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda, Tiga ayat yang kalian baca dalam
shalatnya itu lebih bagus dari pada tiga unta besar dan gemuk. (HR. Muslim)

13. Dilarang kita iri dengki kecuali dalam dua perkara, terhadap pengamal Al Quran dan
orang yang selalu bershadaqah.
Sebagaimana sabda beliau shallallahu alaihi wasallam: Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma
berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Tidak boleh iri dengki kecuali
dalam dua perkara: seseorang yang Allah berikan Al Quran kepadanya, dia membacanya baik
malam maupun siang dan seseorang yang Allah berikan kepadanya harta benda lalu ia
shadaqahkan baik malam ataupun siang. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

15. Masih banyak keutamaan lainnya, namun cukup bagi kita untuk senantiasa belajar,
menghafal, dan mengamalkan Al Quran.

B. DALIL QUR'AN TENTANG KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR'AN

1. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (Al Quran) dan
mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan
perniagaan yang tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala
mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Mensyukuri. (QS. Fathir: 29-30)

2. Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (Al Quran) (QS.
Al Kahfi : 27).

3. Dan firman-Nya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al
Quran) (QS. Al Ankabut : 45).

4. Dan firman-Nya: Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Rabb negeri ini (Mekah)
yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku
diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. * Dan supaya aku
membacakan al-Quran (kepada manusia). . (QS. an-Naml: 91-92).

5. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran,


membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan
batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu. (QS. Al-Maidah: 48).

C. ADAB DALAM MEMBACA AL QURAN


Hendaknya seorang yang membaca Al Quran memperhatikan adab-adab dalam membaca kalam
Allah Azza wa Jalla yang mulia ini, sebagaimana disebutkan berikut ini:

1. Hendaknya suci dari hadats besar atau kecil.


Sebagaimana Imam Bukhari rahimahullah, beliau sebelum menulis Al Hadits, berwudlu
kemudian shalat dua rakaat baru kemudian menulis Al Haditr, oleh karena itulah Allah jadikan
kitab beliau sangat barakah dan bermanfaat bagi kaum muslimin. Namun Imam Bukhari sendiri
telah memberikan suatu bab dalam Shahih Bukhari tentang membaca Al Quran setelah hadats
atau yang lainnya, demikian pula Nabi shallallahu alaihi wasallam selalu berdzikir kepada Allah
Azza wa Jalla di semua waktunya.

2. Hendaknya menghadap kiblat dikala membaca Al Quran.


Tetapi tidak mengapa kalau tidak menghadap kiblat, ini sebagai suatu keutamaan karena Nabi
shallallahu alaihi wasallam dan para shahabat radhiyallahu anhum dalam suatu perjalanan
melantunkan bacaan Al Quran yang tidak mungkin kendaraan mereka selalu menghadap kiblat.

3. Menahan bacaan ketika sedang menguap.


Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu
berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Sesungguhnya Allah menyukai
bersin dan membenci menguap, jika di antara kalian bersin dan memuji kepada Allah maka bagi
setiap orang muslim yang mendengarnya mengatakan yarhamukallah (semoga Allah
merahmati kalian) adapun menguap itu dari syaithan, jika kalian menguap hendaklah
menahannya dengan semampunya, karena jika kalian menguap maka tertawalah syaithan. (HR.
Bukhari dan Muslim)

4. Hendaknya berlindung kepada Allah dari godaan syaitan


Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: Maka jika kalian mau membaca Al Quran hendaklah
berlindung kepada Allah dari godaan syaithan yang terkutuk. (An Nahl: 98) Adapun bunyinya
adalah, Audzu billaahi minasy syaithanir rajiim.

5. Tidak boleh meniru seperti suara perempuan.


Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
anhuma berkata, Rasulullah telah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang
menyerupai laki-laki. (HR. Bukhari)
Telah berkata Al Hafidz Ibnu Hajar dalam jilid 10/388: Adapun celaan tasyabbuh dengan
perkataan dan gaya berjalan itu khusus bagi yang sengaja, adapun yang memang diciptakan
seperti itu maka diperintahkan agar senantiasa berusaha merubahnya.

6. Tidak memutus bacaan Al Quran kecuali karena suatu darurat seperti menjawab
salam.

7. Berusaha memperbagus suara.


Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Saad bin Abi Waqqas radhiyallahu
anhu berkata, telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: Bukan jalan kami siapa
yang tidak melagukan Al Quran. (HR. Abu Dawud)

8. Membaca dalam keadaan khusyu dan berusaha memahami Al Quran.


Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Quran? Kalau sekiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentunya mereka mendapat
pertentangan yang banyak di dalamnya. (An Nisaa: 82)
Ini adalah sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
pikiran. (Shaad: 29)

9. Hendaknya bersih baju dan badan serta mengenakan siwak sebelum membaca,
karena malaikat itu meletakkan mulutnya ke mulut pembaca. (HR. Ali bin Abi
Thalib / Al Bazzar)

10. Berlindung kepada Allah dari ayat-ayat siksa dan meminta karunia-Nya ketika ada
ayat-ayat rahmat.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: Dari Hudzaifah radhiyallahu anhu, saya
shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam, ia mulai dengan surat Al
Baqarah, saya berkata (dalam hati) ruku pada (ayat) seratus, kemudian berlalu, saya berkata
ruku dengannya, kemudian meneruskan membaca An Nisaa, kemudian Ali Imran, beliau baca
dengan pelan, kalau lewat suatu ayat di dalamnya ada tasbih beliau bertasbih, ada ayat
permintaan beliau meminta, ada ayat perlindungan beliau berlindung. (HR. Muslim)

Materi 3
KEUTAMAAN SILAHTURAHIM, ADAB BERTAMU DAN BERGAUL DENGAN
SESAMA

A. KEUTAMAAN SILAHTURAHIM

Marilah kita bertakwa kepada Allah Ta'ala. Takwa yang juga dapat mengantarkan kita pada
kebaikan hubungan dengan sesama manusia. Lebih khusus lagi, yaitu sambunglah tali
silaturahmi dengan keluarga yang masih ada hubungan nasab (anshab). Yang dimaksud, yaitu
keluarga itu sendiri,seperti ibu, bapak, anak lelaki, anak perempuan ataupun orang-orang yang
mempunyai hubungan darah dari orang-orang sebelum bapaknya atau ibunya. Inilah yang
disebut arham atau ansab. Adapun kerabat dari suami atau istri, mereka adalah para ipar, tidak
memiliki hubungan rahim ataupun nasab.
Banyak cara untuk menyambung tali silaturahmi. Misalnya dengan cara saling berziarah
(berkunjung), saling memberi hadiah, atau dengan pemberian yang lain. Sambunglah silaturahmi
itu dengan berlemah lembut, berkasih sayang, wajah berseri, memuliakan, dan dengan segala hal
yang sudah dikenal manusia dalam membangun silaturahmi. Dengan silaturahmi, pahala yang
besar akan diproleh dari Allah Azza wa Jalla. Silaturahim menyebabkan seseorang bisa masuk ke
dalam surga. Silaturahim juga menyebabkan seorang hamba tidak akan putus hubungan dengan
Allah di dunia dan akhirat.

Disebutkan dalam Shahh al-Bukhri dan Shahh Muslim, dari Abu Ayyb al-Anshr:
: :
: :


"Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Wahai
Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga
dan menjauhkanku dari neraka," maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh
dia telah diberi taufik," atau "Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?" Lalu
orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan
shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi". Setelah orang itu pergi, Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi,
pastilah dia masuk surga".

Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur panjang dan banyak
rizki. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :


"Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyambung tali silaturahmi". [Muttafaqun 'alaihi].

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:





"Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: "Barang siapa yang menyambungku, maka Allah
akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan
dengannya". [Muttafaqun 'alaihi].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa menyambung silaturahmi lebih
besar pahalanya daripada memerdekakan seorang budak. Dalam Shahh al-Bukhri, dari
Maimnah Ummul-Mukminn, dia berkata:

"Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan budakku?" Nabi bertanya,
"Apakah engkau telah melaksanakannya?" Ia menjawab, "Ya". Nabi bersabda, "Seandainya
engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu, maka itu akan lebih besar pahalanya.

Yang amat disayangkan, ternyata ada sebagian orang yang tidak mau menyambung
silaturahmi dengan kerabatnya, kecuali apabila kerabat itu mau menyambungnya. Jika demikian,
maka sebenarnya yang dilakukan orang ini bukanlah silaturahmi, tetapi hanya sebagai balasan.
Karena setiap orang yang berakal tentu berkeinginan untuk membalas setiap kebaikan yang telah
diberikan kepadanya, meskipun dari orang jauh.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:



"Orang yang menyambung silaturahmi itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah
terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahmi ialah orang yang menjalin kembali
hubungan kekerabatan yang sudah terputus". [Muttafaqun 'alaihi].

Oleh karena itu, sambunglah hubungan silaturahmi dengan kerabat-kerabat kita, meskipun
mereka memutuskannya. Sungguh kita akan mendapatkan balasan yang baik atas mereka.
Diriwayatkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
berkata:



"Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan
tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat
buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku,"
maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila engkau benar demikian, maka
seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi
penolongmu selama engkau berbuat demikan." [Muttafaq 'alaihi].

Begitu pula firman Allah Ta'ala:






"Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-
apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-
orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk
(Jahannam)". [ar-Rad/13:25].

Dari Jubair bin Mutim bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:


"Tidaklah masuk surga orang yang suka memutus, ( memutus tali silaturahmi)". [Mutafaqun
'alaihi].
Memutus tali silaturahmi yang paling besar, yaitu memutus hubungan dengan orang tua,
kemudian dengan kerabat terdekat, dan kerabat terdekat selanjutnya.

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:





Maukah kalian aku beritahu tentang dosa terbesar di antara dosa-dosa besar? Beliau
mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Maka para sahabat menjawab: Mau, ya
Rasulullah, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Berbuat syirik kepada Allah dan
durhaka kepada kedua orang tua.
Demikianlah, betapa besar dosa seseorang yang durhaka kepada orang tua. Dosa itu
disebutkan setelah dosa syirik kepada Allah Ta'ala. Termasuk perbuatan durhaka kepada kedua
orang tua, yaitu tidak mau berbuat baik kepada keduanya. Lebih parah lagi jika disertai dengan
menyakiti dan memusuhi keduanya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam shahhain, dari 'Abdullah bin 'Amr, sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah bersabda:


Termasuk perbuatan dosa besar, yaitu seseorang yang menghina orang tuanya, maka para
sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, adakah orang yang menghina kedua orang tuanya sendiri?
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Ya, seseorang menghina bapak orang lain, lalu
orang lain ini membalas menghina bapaknya. Dan seseorang menghina ibu orang lain, lalu orang
lain ini membalas dengan menghina ibunya.

Wahai orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Bertakwalah
kepada Allah Azza wa Jalla. Dan marilah kita melihat diri kita masing-masing, sanak keluarga
kita! Sudahkah kita menunaikan kewajiban atas mereka dengan menyambung tali silaturahmi?
Sudahkah kita berlemah lembut terhadap mereka? Sudahkah kita tersenyum tatkala bertemu
dengan mereka? Sudahkah kita mengunjungi mereka? Sudahkah kita mencintai, memuliakan,
menghormati, saling menunjungi saat sehat, saling menjenguk ketika sakit? Sudahkah kita
membantu memenuhi atau sekedar meringankan yang mereka butuhkan?

Ada pula manusia yang tidak mau memandang dan menganggap sanak kerabatanya sebagai
keluarga. Dia tidak mau bergaul dengan karib kerabat dengan sikap yang sepantasnya diberikan
sebagai keluarga. Dia tidak mau bertegur sapa dan melakukan perbuatan yang bisa menjalin
hubungan silaturahmi. Begitu pula, ia tidak mau menggunakan hartanya untuk hal itu. Sehingga
ia dalam keadaan serba kecukupan, sedangkan sanak keluarganya dalam keadaan kekurangan.
Dia tidak mau menyambung hubungan dengan mereka. Padahal, terkadang sanak keluarga itu
termasuk orang-orang yang wajib ia nafkahi karena ketidakmampuannya dalam berusaha,
sedangkan ia mampu untuk menafkahinya. Akan tetapi, tetap saja ia tidak mau menafkahinya.
Para ahlul-'ilmi telah berkata, setiap orang yang mempunyai hubungan waris dengan orang
lain, maka ia wajib untuk memberi nafkah kepada mereka apabila orang lain itu membutuhkan
atau lemah dalam mencari penghasilan, sedangkan ia dalam keadaan mampu. Yaitu sebagaimana
yang dilakukan seorang ayah untuk memberikan nafkah. Maka barang siapa yang bakhil maka ia
berdosa dan akan dihisab pada hari Kiamat.
Oleh karena itu, tetap sambungkanlah tali silaturahmi. Berhati-hatilah dari memutuskannya.
Masing-masing kita akan datang menghadap Allah dengan membawa pahala bagi orang yang
menyambung tali silaturahmi. Atau ia menghadap dengan membawa dosa bagi orang yang
memutus tali silaturahmi. Marilah kita memohon ampun kepada Allah Ta'ala, karena
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

B. ADAB BERTAMU DAN BERGAUL DENGAN SESAMA

Di antara kelaziman hidup bermasyarakat adalah budaya saling mengunjungi atau bertamu,
yang dikenal dengan isitilah silaturrahmi oleh kebanyakan masyarakat. Walaupun sesungguhnya
istilah silaturrahmi itu lebih tepat (dalam syariat) digunakan khusus untuk berkunjung/ bertamu
kepada sanak famili dalam rangka mempererat hubungan kekerabatan. Namun, bertamu, baik itu
kepada sanak kerabat, tetangga, relasi, atau pihak lainnya, bukanlah sekedar budaya semata
melainkan termasuk perkara yang dianjurkan di dalam agama Islam yang mulia ini. Karena
berkunjung/bertamu merupakan salah satu sarana untuk saling mengenal dan mempererat tali
persaudaraan terhadap sesama muslim.
Allah berfirman: Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari seorang
laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya
kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah
adalah orang yang paling bertaqwa. (Al Hujurat: 13)
Rasulullah bersabda:
:
Bila seseorang mengunjungi saudaranya, maka Allah berkata kepadanya: Engkau dan
perjalananmu itu adalah baik, dan engkau telah menyiapkan suatu tempat tinggal di al jannah
(surga). (Shahih Al Adabul Mufrad no. 345, dari shahabat Abu Hurairah )
Namun yang tidak boleh dilupakan bagi orang yang hendak bertamu adalah mengetahui
adab-adab dan tata krama dalam bertamu, dan bagaimana sepantasnya perangai (akhlaq) seorang
mukmin dalam bertamu. Karena memiliki dan menjaga perangai (akhlaq) yang baik merupakan
tujuan diutusnya Rasulullah , sebagaimana beliau bersabda:



Sesungguhnya aku diutus dalam rangka menyempurnakan akhlaq (manusia).

Di antara adab dan etika ketika bertamu adalah sebagai berikut:


1. Beritikad Yang Baik
Di dalam bertamu hendaknya yang paling penting untuk diperhatikan adalah memilki itikad
dan niat yang baik. Bermula dari itikad dan niat yang baik ini akan mendorong kunjungan yang
dilakukan itu senantiasa terwarnai dengan rasa kesejukan dan kelembutan kepada pihak yang
dikunjungi. Bahkan bila ia bertamu kepada saudaranya karena semata-mata rasa cinta karena
Allah dan bukan untuk tujuan yang lainnya, niscaya Allah akan mencintainya sebagaimana ia
mencintai saudaranya. Sebagaimana Rasulullah :
: . : : . : :

Ada seseorang yang berkunjung kepada saudaranya di dalam suatu kampung, maka Allah
mengirim malaikat untuk mengawasi arah perjalanannya. Ia (malaikat) bertanya kepadanya:
Mau kemana anda pergi?
Ia menjawab: Kepada saudaraku yang ada di kampung ini. Malaikat berkata: Apakah dia
memiliki nikmat (rizki) yang akan diberikan kepada engkau. Dia menjawab: Tidak, semata-
mata saya mencintainya karena Allah. Malaikat berkata: Sesungguhnya saya diutus oleh Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu.
(Shahih Al Adabul Mufrad no. 350, Ash Shahihah no. 1044)

2. Memilih Waktu Berkunjung


Hendaknya bagi orang yang ingin bertamu memilih waktu yang tepat untuk bertamu. Karena
waktu yang kurang tepat terkadang bisa menimbulkan perasaan yang kurang enak bagi tuan
rumah bahkan terkadang mengganggunya. Dikatakan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu
anhu,
Rasulullah tidak pernah mengetuk pintu pada keluarganya pada waktu malam. Beliau biasanya
datang kepada mereka pada waktu pagi atau sore. (HR. al-Bukhari no. 1706 dan Muslim no.
1928)

3. Meminta Izin kepada Tuan Rumah


Hal ini merupakan pengamalan dari perintah Allah subhanahu wa taala di dalam firman-
Nya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu
sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu agar kamu selalu ingat. (An-Nur: 27)
Di antara hikmah yang terkandung di dalam permintaan izin adalah untuk menjaga pandangan
mata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Meminta izin itu dijadikan suatu kewajiban karena untuk menjaga pandangan mata. (HR. al-
Bukhari no.5887 dan Muslim no. 2156 dari sahabat Sahl bin Saad as-Saidi radhiyallahu
anhu)
Rumah itu seperti penutup aurat bagi segala sesuatu yang ada di dalamnya sebagaimana
pakaian sebagai penutup aurat bagi tubuh. Jika seorang tamu meminta izin terlebih dahulu
kepada penghuni rumah, maka ada kesempatan bagi penghuni rumah untuk mempersiapkan
kondisi di dalam rumahnya. Di antara mudharat yang timbul jika seseorang tidak minta izin
kepada penghuni rumah adalah bahwa hal itu akan menimbulkan kecurigaan dari tuan rumah,
bahkan bisa-bisa dia dituduh sebagai pencuri, perampok, atau yang semisalnya, karena masuk
rumah orang lain secara diam-diam merupakan tanda kejelekan. Oleh karena itu,
Allah subhanahu wa taala melarang kaum mukminin untuk memasuki rumah orang lain tanpa
seizin penghuninya. (Lihat Taisirul Karimir Rahman)

Adapun tata cara meminta izin adalah sebagai berikut:

a. Mengucapkan salam

Seseorang yang bertamu diperintahkan untuk mengucapkan salam terlebih dahulu,


sebagaimana ayat 27 dari surah An-Nur di atas. Pernah salah seorang sahabat dari Bani Amir
meminta izin kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang ketika itu sedang berada di
rumahnya. Orang tersebut mengatakan, Bolehkah saya masuk? Maka Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam pun memerintahkan pembantunya dengan sabdanya, Keluarlah, ajari orang
itu tata cara meminta izin, katakan kepadanya, Assalamu alaikum, bolehkah saya
masuk? Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tersebut didengar oleh orang tadi, maka
dia mengatakan, Assalamu alaikum, bolehkah saya masuk? Akhirnya, Nabishallallahu alaihi
wa sallam pun mempersilakannya untuk masuk ke rumah beliau. (HR. Abu Dawud no. 5177)

Perhatikanlah wahai pembaca rahimakumullah, perkataan bolehkah saya masuk atau


yang semisalnya saja belum cukup, bahkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mengucapkan salam terlebih dulu. Bahkan mengucapkan salam ketika bertamu juga
merupakan adab yang pernah dicontohkan oleh para malaikat (yang menjelma sebagai tamu)
yang datang kepada Nabi Ibrahim alaihis salaam sebagaimana yang disebutkan oleh
Allah subhanahu wa taala di dalam firman-Nya (yang artinya):
Ketika mereka (para malaikat) masuk ke tempatnya (Ibrahim) lalu mengucapkan
salam. (AdzDzariyat: 25)

b. Meminta izin sebanyak tiga kali

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Meminta izin itu tiga kali, jika
diizinkan maka masuklah, jika tidak, maka pulanglah.(HR. al-Bukhari no. 5891
dan Muslim no. 2153 dari sahabat Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu)
Hadits tersebut memberikan bimbingan kepada kita bahwa batasan akhir meminta izin
itu tiga kali. Jika penghuni rumah mempersilahkan masuk maka masuklah, jika tidak ada
jawaban atau keberatan untuk menemui pada waktu itu maka pulanglah. Yang demikian itu
bukan suatu aib bagi penghuni rumah tersebut dan bukan celaan bagi orang yang hendak
bertamu, jika alasan penolakan itu dibenarkan oleh syariat. Bahkan merupakan penerapan dari
firman Allah subhanahu wa taala (yang artinya):
Jika kamu tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum
kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, Kembalilah, maka hendaklah kamu
kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An-
Nur: 28)

c. Jangan mengintip ke dalam rumah.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda: Barang siapa mengintip ke


dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka sungguh telah halal bagi mereka untuk
mencungkil matanya.(HR. Muslim no. 2158 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu)
Dalam hadits ini, terdapat ancaman keras dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bagi
seseorang yang bertamu dengan mengintip atau melongok ke dalam rumah yang ingin
dikunjungi. Maka bagi tuan rumah berhak untuk mengamalkan hadits ini ketika ada seseorang
yang berbuat demikian tanpa harus memberi peringatan terlebih dahulu pada seseorang tersebut
dan tidak ada baginya keharusan untuk membayar diyat (harta tebusan) ataupun qishash
(hukuman balas) terhadap apa yang dia lakukan terhadap orang tersebut.
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu
Hibban dan yang lainnya juga dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa
Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Barang siapa melongok ke dalam rumah suatu kaum tanpa izin mereka, maka mereka boleh
mencungkil matanya, tanpa harus membayar diyat dan tanpa qishash. (Lihat Syarh Shahih
Muslimdan Fathul Bari)

3. Mengenalkan Diri
Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menceritakan tentang kisah Isra` Miraj,
beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda:Kemudian Jibril naik ke langit dunia dan
meminta izin untuk dibukakan pintu langit. Jibril ditanya, Siapa anda? Jibril menjawab,
Jibril. Kemudian ditanya lagi, Siapa yang bersama anda? Jibril menjawab, Muhammad.
Kemudian Jibril naik ke langit kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya di setiap pintu langit,
Jibril ditanya, Siapa anda? Jibril menjawab, Jibril.(Muttafaqun alaihi)
Dari kisah ini, al-Imam an Nawawi rahimahullah dalam kitabnya yang terkenal, Riyadhush
Shalihin membuat bab khusus, Bab bahwasanya termasuk sunnah jika seorang yang minta izin
(bertamu) ditanya namanya, Siapa anda? maka harus dijawab dengan nama atau kunyah
(panggilan dengan abu fulan/ ummu fulan) yang sudah dikenal, dan makruh jika hanya
menjawab, Saya atau yang semisalnya. Ummu Hani` radhiyallahu anha, salah seorang
sahabiyah mengatakan, Aku mendatangi Nabi ketika beliau sedang mandi dan Fathimah
menutupi beliau. Beliau bersabda, Siapa ini? Aku katakan, Saya Ummu Hani`. (Muttafaqun
alaihi)
Demikianlah bimbingan Nabi shallallahu alaihi wa sallam yang langsung dipraktikkan oleh
para sahabatnya, bahkan beliau pernah marah kepada salah seorang sahabatnya ketika kurang
memperhatikan adab dan tata cara yang telah beliau shallallahu alaihi wa sallam bimbingkan
ini. Sebagaimana dikisahkan oleh Jabirradhiyallahu anhu,
Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam, kemudian aku mengetuk pintunya, beliau
bersabda: Siapa ini? Aku menjawab, Saya. Maka beliau pun bersabda, Saya, saya. Seolah-
olah beliau tidak menyukainya. (Muttafaqun alaihi)

4. Menyebutkan Keperluannya

Di antara adab seorang tamu adalah menyebutkan urusan atau keperluan dia kepada tuan
rumah supaya tuan rumah lebih perhatian dan menyiapkan diri ke arah tujuan kunjungan
tersebut, serta dapat mempertimbangkan dengan waktu dan keperluannya sendiri. Hal ini
sebagaimana kisah para malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim alaihis salaam.
Allah subhanahu wa taalaberfirman (yang artinya):
Ibrahim bertanya, Apakah urusanmu wahai para utusan? Mereka menjawab,
Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa. (Adz-Dzariyat: 32)

5. Memintakan izin untuk tamu yang tidak diundang.

Jika bertamu dalam rangka memenuhi undangan, namun ada orang lain yang tidak diundang
ikut bersamanya, maka hendaknya mengabarkan kepada tuan rumah dan memintakan izin
untuknya. Hal ini pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,sebagaimana
kisah sahabat Abu Masud radhiyallahu anhu,
Di kalangan kaum Anshar ada seseorang yang dikenal dengan panggilan Abu Syuaib. Dia
mempunyai seorang budak penjual daging. Abu Syuaib berkata kepadanya, Buatlah makanan
untukku, aku akan mengundang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallambersama empat orang
lainnya. Maka dia pun mengundang Rasulullahshallallahu alaihi wa sallam bersama empat
orang lainnya. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam datang bersama 4 orang lainnya,
ternyata ada seorang lagi yang mengikuti mereka, maka Nabi shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, Sesungguhnya anda mengundang kami berlima, dan orang ini telah mengikuti
kami, jikalau anda berkenan anda dapat mengizinkannya dan jika tidak anda dapat menolaknya.
Maka Abu Syuaib berkata, Ya, saya mengizinkannya. (HR. al-Bukhari no. 5118
dan Muslim no. 2036)

6. Tidak Memberatkan Tuan Rumah dan Segera Kembali ketika Urusannya Selesai.

Bagi seorang tamu hendaknya berusaha tidak membuat repot atau menyusahkan tuan rumah
dan segera kembali ketika urusannya selesai. Allah subhanahu wa taala berfirman (yang
artinya):
tetapi jika kalian diundang maka masuklah, dan bila telah selesai makan kembalilah tanpa
memperbanyak percakapan (Al-Ahzab: 53)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:
Jamuan tamu itu tiga hari dan perjamuannya (yang wajib) satu hari satu malam. Tidak halal
bagi seorang muslim untuk tinggal di tempat saudaranya hingga menyebabkan saudaranya itu
terjatuh dalam perbuatan dosa. Para sahabat bertanya, Bagaimana dia bisa menyebabkan
saudaranya terjatuh dalam perbuatan dosa? Beliau menjawab, Dia tinggal di tempat
saudaranya, padahal saudaranya tersebut tidak memiliki sesuatu yang bisa disuguhkan
kepadanya.(HR. Muslim no. 48 dan Abu Dawud no. 3748 dari sahabat Abu Syuraih al-
Khuzai radhiyallahu anhu)
Disebutkan oleh para ulama bahwa perjamuan yang wajib dilakukan tuan rumah kepada
tamu hanya satu hari satu malam (24 jam). Jamuan tiga hari berikutnya hukumnya mustahab
(sunnah) dan lebih utama. Adapun jika lebih dari itu maka sebagai sedekah. Maka dari itu, bagi
tamu yang menginap kalau sudah lewat dari tiga hari hendaknya meminta izin kepada tuan
rumah. Kalau tuan rumah mengizinkan atau menahan dirinya maka tidak mengapa bagi si tamu
tetap tinggal, dan jika sebaliknya maka wajib bagi si tamu untuk pergi. Karena keberadaan si
tamu yang lebih dari tiga hari itu bisa mengakibatkan tuan rumah terjatuh dalam perbuatan
ghibah, atau berniat untuk menyakitinya atau berburuk sangka. (Lihat Syarh Shahih Muslim)

7. Mendoakan Tuan Rumah


Hendaknya seorang tamu mendoakan tuan rumah atas jamuan yang dihidangkan kepadanya.
Di antara doa yang diajarkan Nabishallallahu alaihi wa sallam yaitu:

Ya Allah berikanlah barakah untuk mereka pada apa yang telah Engkau berikan rizki kepada
mereka, ampunilah mereka, dan rahmatilah mereka. (HR. Muslim no. 2042 dari sahabat
Abdullah bin Busr radhiyallahu anhu).

Materi 4
WUDHUDAN TAYAMUM
SERTA CARA PELAKSANAANNYA

A. WUDHU
1) Pengertian
Menurut Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah dalam kitabnya Al-Jami fii Fiqhi An-
Nisa pengertian wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang telah ditetapkan dari anggota
badan dengan air sebagai persiapan seorang muslim untuk menghadap Allah SWT mendirikan
shalat.
Walaupun dengan redaksi yang berbeda, namun Drs. Moh. Rifai mengungkapkan
dengan makna sama. Menurut beliau dalam buku Tuntunan Shalat Lengkap mengartikan wudhu
sebagai membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadast kecil. Orang yang hendak
melaksanakan shalat wajib terlebih dahulu berwudhu, karena wudhu adalah menjadi syarat
sahnya shalat.
Berpijak pada pengertian bahasa tersebut, wudhu adalah membasuh bagian tertentu
yang telah ditetapkan dari anggota badan dengan air menghilangkan hadast (kecil) yang
menghalangi seorang muslim untuk menghadap Allah SWT (mendirikan shalat).
Perintah wajib wudhu bersamaan dengan perintah wajib shalat yaitu setengah tahun
sebelum tahun Hijriah

Firman Allah SWT:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki (Qs. Al-Maidah: 6).
Kemudian ditambah lagi dengan hadish shahih yang diriwayatkan oleh Bukhari: Abu
Huraira berkata, Rasulullah SAW bersabda, Tidak akan diterima shalatnya orang yang
berhadast sampai ia berwudhu. Seorang lelaki Hadhramaut berkata, Wahai Abu Hurairah, apa
itu hadast? Ia menjawab, Kentut yang disertakan bunyi atau yang tidak disertai bunyi.

2) Hal-hal yang diwajibkan dalam berwudhu`


Adapun hal yang diwajibkan dalam berwudhu adalah:
1. Niat
Yaitu tekad hati untuk mengerjakan wudhu` sebagai bentuk ketaatan kepada perintah
Allah SWT berdasarkan, sabda rasulullah SAW Artinya: sesungguhnya keabsahan amal itu
tergantung kepada niat.( Muttafaq `alaih).
2. Membasuh muka
Yaitu membasuh dari bagian dahi paling atas hingga ujung dagu dan dari pangkal telinga
yang satu hingga pangkal telinga yang satu lagi sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam
surat Al- Maidah ayat 6
3. Membasuh dua tangan hingga siku
4. Mengusap kepala dimulai dari dahi hingga tengkuk berdasarkan
5. Membasuh dua kaki hingga dua mata kaki
6. Tertib ( berurutan) diantara anggota-anggota wudhu` yang dibasuh.
Berkesimambungan atau bersegera yakni, pelaksanaan wudhu` itu harus dilakukan dalam
satu waktu tanpa ada beda waktu, karena dilarang memutuskan ibadah setelah memulainya.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Muhammad Ayat 33. Artinya: Dan janganlah
kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu (QS, Muhammad: 33).

3) Hal-hal yang disunahkan dalam wudhu`


1. Membaca basmalah saat memulainya.
2. Membasuh kedua telapak tangan lebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum
memasukkan keduanya pada tempat air, jika bangun tidur.
3. Bersiwak
4. Berkumur
5. Menyela-nyela jenggot
6. Membasuh anggota wudhu` sebanyak tiga kali tiga kali
Jadi yang fardu itu hanya satu kali, sedangkan tiga kali hanya masuk ke dalam sunnah
Mengusap dua daun telinga, bagian luar maupun bagian dalamnya
Menyela-nyela jari-jari tangan dan jari-jari kaki.
Mendahulukan bagian anggota wudhu yang sebelah kanan ketika membasuh dua
tangan dan dua kaki.
Memanjangkan serta melebarkan basuhan
Yaitu ketika mebasuh muka, melebarkan basuhan hingga pinggir leher, disaat membasuh
kedua tangan , memanjangkan basuhan hingga membasuh bagian dari dua lengan atas, lalu saat
membasuh bagian dari dua lengan atas, lalu saat membasuh dua kaki memanjangkan basuhan
hingga membasuh bagian dari dua betis.
Pada saat mengusab kepala, hendaklah dimulai dari bagian depannya.
Berdoa setelah selesai berwudhu`yaitu mengucapkan:
Aku bersaksi bahwa sesungguhnya tidak adalah yang berhak di ibadahi dengan benar
selain Allah yang maha kuasa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan akupun bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan orang-
orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang selalu
mensucikan diri. (HR. At-Tarmidzi).

4) Hal-hal yang dimakruhkan dalam berwudhu


Berwudhu di tempat yang bernajis, karena dikhawatirkan najis itu akan mengenai
pelakunya
Lebih tiga kali basuhan.
Berlebih-lebihan dalam menggunakan air
Meninggalkan salah satu atau beberapa sunnah wudhu
Berwudhu dari air yang dipakai bersuci oleh istri

5) Tata cara berwudhu


1. Membaca basmalah, lalu menuangkan air pada kedua telapak tangan sambil niat
berwudhu
2. Membasuh kedua telapak tangan sebanyak 3 kali
3. Berkumur-kumur sebanyak 3 kali dan membuangnya sambil menghirup air kehidung
sebanyak 3 kali
4. Membasuh muka dari mulai tempat tumbuhnya rambut kepala menurut ukuran biasa
hingga ujung jenggot dalam batasan panjangnya, serta dari pangkal telinganya yang
satu hingga pangkal telinga yang dalam batasan lehernya sebanyak 3 kali
5. Membasuh tangan sebelah kanan hingga lengan atas sebanyak 3 kali dan menggosok
sela-sela jari
6. Membasuh tangan sebelah kiri seperti tata cara membasuh tangan sebelah kanan
7. Menusap kepala satu kali, mulai dari bagian depan kepalanya serta mengusap kedua
tangannya ketengkuknya, lalu membasuh kedua tangan hingga sampai semula
8. Mengusap kedua telinga baik bagian luar maupun bagian dalam dengan air yang
masih tersisa di kedua tangannya
9. Membasuh kaki sebelah kanan hingga sebatas betis sambil menggosok sela-sela jari
10. Membasuh kaki sebelah kiri seperti ketika membasuh kaki sebelah kanan
11. Dan diakhiri dengan do`a

6) Hal yang membatalkan wudhu


1. Adanya sesuatu yang keluar dari dua lubang ( qubul dan dubur)
2. Tertidur lelap
3. Tertutupnya akal dan hilangnya perasaan ( kesadaran )
4. Memegang kemaluan dengan bagian dalam telapak tangan serta jari-jari tangan
5. Murtad
6. Memakan daging unta
7. Menyentuh wanita disertai dengan syahwat

B. TAYAMUM
Secara bahasa: Maksud. Secara syarI : Bermaksud ke tanah (permukaan bumi). Tayamum
adalah mengusapkan debu ke wajah dan kedua tangan dengan niat untuk mendirikan shalat atau
yang lainnya

a) Dalil di syariatkannya: Al-Quran surat al-Maidah ayat 6

maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).

b) Hal-hal yang membolehkan tayamum :

1. Ketika tidak mendapatkan air baik mukim atau safar.

2. Berhalangan menggunakan air.

Catatan:
Tayamum merupakan pengganti wudhu dan mandi ketika ada hal yang
membolehkannya dan berpahala bagi orang yang melakukannya.
Mayat boleh ditayamumkan apabila terpenuhi syarat dibolehkannya tayamu
Tidak mesti orang yang melakukan tayamum itu dengan syarat perjalanan jauh.
Tidak disyaratkan tayamum bagi orang yang melakukan perjalanan untuk ketaatan
saja.
Apabila berkumpul antara mayat, wanita haid dan orang yang terkena najis sedangkan
air tidak cukup kecuali hanya untuk satu orang saja. Maka yang lebih berhak diantara
mereka menurut jumhur ulama (al Majmu : 2/316) adalah yang memiliki air tersebut.
Namun apabila tidak ada yang memiliki air tersebut dan air itu boleh digunakan,
maka ada perbedaan pendapat para ulama.
c) Hal-hal yang fardhu dalam tayamum
Niat
Tanah yang bersih (suci)
Tepukan yang pertama, yakni meletakkan kedua tangan diatas tanah
Mengusap muka dan kedua telapak tangan

d) Hal-hal yang sunnah dalam tayamum


Membaca basmalah
Tepukan yang kedua
Mengusap kedua lengan beserta kedua telapak tangan
e) Hal-hal yang membatalkan tayamum
1. Setiap yang membatalkan wudhu` sebab tayamum pengganti wudhu`
2. Adanya air bagi orang yang bertayamum Karena alasan tidak ada air sebelum
memulai shalat atau pada sedang menunaikannya
3. Apabila sedang sholat ada orang yang mengantarkan air atau mendengar adanya air,
ada 2 pendapat ulama: memutuskan sholat dan wajib berwudhu (dhoif Tirmidzi :
124). Sedangkan pendapat yang lain, melanjutkan sholat hingga selesai. (Surat
Muhammad ayat 33).

f) Tata cara tayamum


Mengucapkan basmalah dan membaca niat bertayamum
Meletakkan kedua telapak tangan diatas permukaan tanah lembab dan sejenisnya
Tidak mengapa meniup debu yang menempel pada kedua telapak tangan
Mengusap muka satu kali
Boleh meletakkan kembali telapak tangan di atas tanah
Mengusap kedua telapak tangan dan dua lengan hingga siku
Materi 5
FIQIH SHALAT

1. Defenisi Shalat
Menurut arti bahasa,shalat berarti doa.ibadah yang ditetapkan syariat ini disebut doa karena
memang doa tercakup didalmnya.
Shalat adalah fundamen kedua agama islam.mengerjakan shalat di awal waktunya
merupakan kebaikan yang paling utama.mendirikannya adalah bukti keimanan.
fiman Allah tentang shalat QS. Al-Baqarah [2] : 43

Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.

2. Hukum meninggalkan shalat


Muslim yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya,maka dia menjadi
kafir dan keluar dari agama islam.hal ini merupakan ketetapan ijma seluruh ulama.
Sedangkan wanita yang meninggalkan shalat karena mengabaikan,tanpa mengingkari
kewajibannya,maka menurut imam ahmad dan beberapa ulama lainnya dia pun menjadi
kafir.hal ini berdasarkan sabda rasuluallah:
:
:
.
340 :1
sesungguhnya batas antara seseorang dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah
meninggalkan shalat.(H.R Muslim,Abu Dawud,Tirdmizi Dan Ibnu Majah)
akan tetapi,menurut abu hanifah,malik dan asy-syafiI,orang yang meninggalkan shalat
karena mengabaikan tidak keluar dan maksud kafir dalam hadist-hadist di atas adalah kufur
ashghar (kecil).
3. Waktu-waktu shalat
a. Waktu shalat zhuhur berawal dari matahari tergelincir hingga bayangan segala sesuatu
sama dengan aslinya.itulah permulaan waktu shalat ashar.dianjurkan mengerjakan
shalat dzuhur di awal waktunya berdasarkan hadist jabir bin samurah ra.yang
menyatakan ,
rasuluallah saw.selalu mengerjakan shalat zuhur ketika matahari tergelincir (ke
barat).(h.r muslim)
b. Waktu shalat ashar mulai sejak bayangan segala sesuatu sama dengan aslinya hingga
matahari mulai beware kuning (dalam kondisi normal),dan tidak boleh
mengakhirkannya hingga matahari benar-benar berwarna kuning.
itulah shalat orang munafik.dia duduk untuk menunggu (menunda)hingga matahari
berada di antara dua tanduk setan.maka,dia baru berdiri dan shalat empat rakaat
dengan cepat tanpa berdzikir kepada Allah melainkan hanya sedikit saja
(h.r.muslim,abu dawud,tirdmizi dan nasai)hati-hatilah jangan sampai
meninggalkan shalat ashar karena nabi saw.bersabda
barangsiapa yang meninggalkan shalat ashar,maka gugurlah amal
kebaikannya..(h.r.bukhari dan nasai)
c. Waktu shalat maghrib mulai sejak matahari terbenam hingga menghilang,dianjurkan
segera melaksanakan shalat magrib dan makruh menundanya.
d. Waktu shalat isya mulai sejak mega menghilang hingga tengah malam.

shalat Waktu shalat subuh mulai sejak fajar terbit hingga matahai
terbit.

Dianjurkan menyegerakan shalat subuh di awal waktu atau taghlis (pergi dalam
keadaan masih gelap),aisyah ra meriwayatkan,kami bersama waita-wanita mukmin
pergi (ke masjid) untuk mengikuti shalat subuh bersama rasuluallah saw.ambil
mengerudungi seluruh badan dengan kain.setelah shalat selesai,mereka kembali ke
rumah masing-masing tanpa di kenali oleh siapun karena pagi masih terlalu gelap
(h.r.bukhari dan muslim)
4. Meninggalkan shalat karena tidur atau lupa.
Apabila anda meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa lalu teringat maka saat itu
pula anda harus mengerjakannya dan tidak perlu melakukan kaffarat selain itu.rasuluallah
bersabda,
barangsiapa yang tidak mengerjakan shalat karena lupa atau tidur,maka kaffaratnya
adalah mengerjakan shalat tersebut saat teringat dengnnya(h.r bukhari dan muslim).
5. Syarat sah shalat
1) Niat.
2) Tahu bahwa waktu shalat telah masuk.
3) Suci dari hadast kecil dan hadast besar bila mampu,
4) Suci pada pakaian,badan dan tempat shalatnya.
Tempat-tempat terlarang untuk shalat.
Pada dasarnya,semua tempat di bumi ini layak menjadi masjid(tempat
shalat),namun ada pengecualian pada tempat-tempat tertentu yang tidak boleh
mengerjakan shalat
a. Kandang dan tempat peristirahatan unta.
b. Kuburan.
c. Kamar mandi.
5) Menutup aurat.
6) Menghadap kiblat.
6. Rukun shalat
a. Takbiratul ihram
b. Berdiri bila mampu.
c. Membaca al-fatihah pada setiap rakaat.
d. Rukudan tumaninah dalam mengerjaknnya.
e. Itidal.
f. Sujud dan tumaninah dalam mengerjakannya.
g. Duduk antara dua sujud dan tumaninah.
h. Tasyahud akhir sambil duduk.
i. Mengucapkan salam
j. Tertib.
7. Sunah shalat
1. Membaca ayat la-quran setelah al-fatihah.
2. Berdzikir ketika ruku.
3. Berdzikir ketika Itidal.
4. Berdzikir ketika sujud.
5. Berdoa anatara dua sujud.
6. Mengucapkan shalawat kepada nabi saw.
7. Berdoa setelah tasyahud pertama dan akhir.
8. Melakukan salam kedua.
9. Berdzikir dan berdoa setelah shalat.
8. Larangan dalam shalat
1. Meletakan tangan di pinggang.
2. Memandang ke langit(atas)
3. Melihat sesuatu yang mangganggu kekusyukan dalam shalat.
4. Menoleh tanpa alasan.
5. Menyialngkan jari-jari tangan.
6. Membunyika jari-jari tangan.
7. Menguap ketika shalat.
8. Meludah kea rah kiblat atau kanan.
9. Memejamkan kedua mata ketika shalat.
10. Menggeliat ketika shalat.
11. Membaca al-quran waktu rukudan sujud.
12. Menjulurkan tagan ketika sujud
13. Merapikan pakaia ketika sujud.
14. Melateakan tangan di lantai ketiak duduk kecuali bila berhalangan.
15. Dll
Materi 6
Fiqih Puasa

Pembagian Ibadah dalam Islam


Islam menjadikan penghambaan (ibadah) kepada Allah sebagai kewajiban pertama yang
dituntut dari seorang muslim. Islam membagi ibadah menjadi beberapa bagian:
Pertama, ibadah oleh seorang muslim dan membutuhkan aktivitas fisik (ibadah
jasadiyah), misalnya shalat dan puasa.
Kedua,Ibadah dengan mengeluarkan sebagian hartanya (ibadah maliyah), misalnya zakat
dan sedekah.
Ketiga, ibadah yang memerlukan harta dan kekuatan fisik, misalnya haji dan umrah.
Keempat, ibadah yang tampak bentuk pelaksanaannya, misalnya shalat, zakat, dan haji.
Kelima, ibadah dalam bentuk pengendalian dan penahanan diri, misalnya puasa.

Makna Puasa Menurut Syara


Makna puasa secara bahasa adalah menahan dan mencegah. Sedangkan menurut syariat
islam adalah menahan dan mencegah diri secara sadar dari makan, minum, bersetubuh dengan
perempuan dan hal-hal semisalnya, selama sehari penuh. Yakni dari kemunculan fajar hingga
terbenamnya matahari, dengan niat memenuhi perintah dan taqarub kepada Allah SWT.
Ada 2 hal yang dibolehkan selama malam-malam bulan Ramadhan, yakni hubungan
badan lelaki dan perempuan (suami-istri), kemudian dibebaskan untuk makan dan minum
sepanjang malam hingga terbit fajar, kemudian Allah memerintahkan untuk menyempurnakan
puasa hingga malam, yaitu terbenamnya matahari (Al Baqarah:187).
Puasa merupakan bentuk ibadah yang sudah dikenal oleh orang-orang, jauh sebelum nabi
Muhammad s.a.w menerima risalah kenabian. Hanya saja ketentuan dan tata caranya semakin
mengerucut pada ketentuan Islam yang sudah tentu lebih sempurna dan relatif lebih ringan
daripada ibadah puasa yang dilakukan oleh orang-orang sebelumnya.
Hikmah Puasa
Dalam ibadah puasa terdapat sejumlah hikmah dan maslahat diantaranya adalah:
1. Tazkiyah an-nafs (pembersih jiwa)
Dengan mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya
kemudian melatih diri untuk menyempurnakan ibadah kepada Allah. Meskipun ia harus
meninggalkan apa yang ia senangi dan membebaskan diri dari hal-hal yang melekat
padanya.
2. Puasa mengangkat aspek kejiwaan mengungguli aspek materi pada manusia
Harus diingat bahwa manusia tercipta terdiri adri 2 unsur yakni tanah dan ruh.
Unsur tanah menyeret manusia untuk kebawah dan saat ia tak mampu mengendalikannya
maka ia akan lebih rendah dari binatang. Sedangkan unsur ruh yang ditiupkan ilahi
mengangkatnya ke atas, saat unsur ini dominan maka bukan tak mungkin ia semulia
malaikat Allah. Dan dengan puasa ini biasanya aspek-aspek ruh dominan terhadap aspek-
aspek tanah.
3. Puasa menjadi tarbiah bagi iradah, jihad bagi jiwa, pembiasaan kesabaran, dan
pemberontakan terhadap hal-hal yang mentradisi
4. Puasa berpengaruh mematahkan gelora syahwat
Nafsu seksual adalah senjata setan yang paling ampuh untuk menundukkan
manusia. Sehingga sebagian orang menyimpulkan bahwa ia adalah penggerak perilaku
manusia. Puasa dapat mempengaruhi dan mematahkan gelora syahwat ini dan
mengangkat tinggi-tinggi nalurinya, khususnya saat terus-menerus melakukan puasa
karena mengharap pahala Allah SWT.
5. Puasa menajamkan perasaan terhadap nikmat Allah
Akrabnya nikmat bisa membuat orang kehilangan perasaan terhadap nilainya. Ia
tidak mengetahui kadar kenikmatan, kecuali ketika kenikamatan itu hilang daripadanya.
Misalkan seorang yang sehari-harinya makn dan minum terkadang lupa untuk sekedar
mengucap hamdalah, namun bedakan dengan mereka yang selama seharian penuh tak
menemukan seteguk airpun untuk diminum, pada saat berbuka ada suatu dorongan yang
ringan untuk berucap Alhamdulillah, sebuah ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah
ia dapatkan.
6. Puasa menanamkan dalam diri orang mampu agar berempati terhadap derita fakir miskin
Puasa memaksa orang untuk lapar meskipun sebenarnya ia bisa saja kenyang agar
tertanam dalam diri orang tersebut (mampu) untuk merasakan dan berempati terhadap
derita orang-orang fakir miskin. Sebagaimana dikatakan Ibnul Qayim Ia dapat
mengingatkan mereka akan kondisi laparnya orang-orang miskin. Puasa mempersiapkan
orang untuk naik tingkat ke derajat taqwa
7. Ramadhan dapat dikatakan sebagai madrasah mutamayizah (sekolah istimewa) yang
dibuka oleh Islam setiap tahun untuk proses pendidikan praktis menanamkan nilai-nilai
yang agung dan hakikat yang tinggi.
Barangsiapa menjalin hubungan baik dengan Tuhannya, mengerjakan puasa,
mengerjakan qiyamullail sesuai syariat maka ia akan berhasil menempuh masa-masa
ujian ini dan mendapatkan keuntungan yang besar dan penuh berkah.

Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan fardhuain bagi setiap muslim yang mukallaf tanpa kecuali baik
pada masa lalu maupun sekarang. Puasa Ramadhan memiliki kewajiban yang mengikat orang
awam maupun khusus tanpa memerlukan kajian dan dalil lagi. Sehingga ulama menyepakati
untuk menganggap kafir dan murtad orang yang mengingkari wajibnya puasa Ramadhan,
meragukan atau merendahkan tingkat wajibnya.
Tidak ada toleransi tentang ini selain bagi mereka yang baru masuk islam sehingga
belum siap memahami pokok-pokok kewajibannya. Ia diberi kesempatan terlebih dahulu
untuk mendalami agama, mempelajari apa yang belum diketahui.

Kapan Diwajibkan?
Kaum muslim pasca hijrah telah menjadi suatu jamaah yang padu dan khas yang
diseru dengan seruan wahai orang-orang yang beriman. Karena itulah kepada mereka
disyariatkan beberapa kewajiban, digariskan beberapa ketentuan, dan dijelaskanlah hukum-
hukum, dan diantaranya adalah tentang puasa. Perintah ini turun pada tahun kedua hijriah,
ketika telah tertanam mentalitas tauhid, shalat, dan perintah-perintah Al Quran dalam jiwa
maka mereka diperintahkan untuk berpuasa secara bertahap. Tahapan penetapan Hukum
Puasa

Puasa ramadhan disyariatkan dalam dua tahapan:


Tahapan pertama adalah tahapan pilihan, yakni seorang muslim yang mukalaf lagi
mampu berpuasa, diberi hak memilih untuk berpuasa (yang utama) atau berbuka tetapi
membayar fidyah (memberi makan orang miskin) hal ini terdapat dalam QS. Al Baqarah:
183-184.
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan
itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan
hati mengerjakan kebajikan[114], maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui.

Tahapan kedua adalah tahapan pewajiban, yakni mulai diwajibkannya puasa


Ramadhan dan penghapusan toleransi pada ayat sebelumnya. Perihal ini terlihat dari QS. Al
Baqarah: 185
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
Allah mewajibkan puasa atas orang yang sehat dan menetap dan memberikan
dispensasi bagi mereka yang sakit dan musafir. Inilah sistem yang arif yang diambil islam
dalam aturan syariatnya dan dalam menetapkan syariat ditegakkan di atas pemudahan bukan
penyulitan.
Menetapkan Masuknya Bulan
Menetapkan masuknya suatu bulan adalah berdasarkan munculnya hilal (bulan sabit)
di ufuk. Hilal adalah pertanda fisik yang menunjukkan masuknya bulan. Tenteng hal ini
terdapat dalam QS. Al Baqarah: 189
189. Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda
waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari
belakangnya[116], akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke
rumah-rumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung
Rasulullah sendiri menetapkan cara alami yang memudahkan umat dan semua umat
manusia pasti bisa melakukannya, tidak rancu, dan tidak pula menyulitkan mereka. Cara itu
adalah ruyah (meliahat) dengan mata kepala.
Rasul bersabda diriwayatkan oleh Abu Hurairah: Berpuasalah kalian karena
melihatnya (hilal) dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika tidak tampak oleh kalian
maka sempurnakanlah syaban hingga tiga puluh hari. Adapu masalah jumlah bilangan hari
lamanya berpuasa, hadist sahih menyebutkan bahwa dalam satu bulan terdapat dua puluh
sembilan atau tiga puluh hari.

Ada 3 Cara untuk Menetapkan Ramadhan:


1. Ruyah hilal
Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa ruyah berarti melihat hilal secara
langsung. Adapun mengenai jumlah orang yang disyaratkan melihatnya dikembalikan ke
pandapat imam atau hakim,tanpa menentukan jumlah tertentu. Demikian menurut pendapat
yang sahih.
Adalah kewajiban bagi kaum muslimin untuk berusaha melihat hilal pada hari ke dua
puluh sembilan bulan syaban ketika matahari tenggelam. Namun kewajiban ini lebih bersifat
wajib kifayah.
2. Menyempurnakan syaban 30 hari
Menyempurnakan bilangan Syaban 30 hari, baik saat cuaca cerah ataupun berawan.
Bilamoarang-orang berusaha melihat hilal pada pada malam Syaban namun tak ada yang
melihatnya, maka bulan Syaban disempurnakan 30 hari. Hanya saja harus jelas permulaan
bulan Syaban sehingga dapat diketahui malam ketiga puluh untuk mencapai hilal.
3. Memperkirakan hilal
Cara memperkirakan hilal dilakukan apabila cuaca buruk, terhalang awan, atau yang
lainnya. Dari hadist yang sahih riwayat Bukhari jika awan menghalangi kalian, maka
perkirakanlah ia. Ada yang berpendapat kata perkirakanlah ia berarti menyempurnakan
bilangan bulan Syaban menjadi 30 hari, namun ada pula yang berpendapat untuk
menggunakan ilmu falak dan hisab

Hal-hal yang Perlu Disepakati


Pertama, berkaitan dengan penetapan awal masuknya bulan terdapat keluasan dan
keluwesan, dengan merujuk pada nash-nash syariat dan hukum-hukumnya. Perbedaan
pendapat adalah rahmat bagi umat.
Kedua, terjadinya kekeliruan karenanya adalah hal yang diampuni. Seandainya
seseorang mengaku telah melihat hilal yang menyebabkan orang berpuasa satu hari di bulan
Syaban dan berbuka satu hari di bulan Ramadhan, maka Allah sangat mungkin
mengampuninmya. Allah telah mengajarkan mereka untuk berkata: Ya Tuhan kami janganlah
engkau hukum kami jika kami lupa atau keliru.
Ketiga, bahwa usaha untuk mewujudkan kesatuan kaum muslimin dalam puasa dan
berbuka, juga dalam syiar dan syariat adalah hal yang selalu dituntut baik dimulai dari skala
sekecil apapun itu. Karenanya apabila satu elemen pemerintah yang secara syari diserahi
tugas untuk menetapkan hilal dalam suatu negara maka penduduk di negara itu harus patuh
dan tunduk, karena hal ini merupakan ketaatan dalam hal maruf meskipun mungkin berbeda
dari negara lain. Keputusan ini yang pada akhirnya mengatakan bahwa setiap negara
memiliki ruyahnya masing-masing. Sabda Rasul: Puasa kalian adalah hari kalian berpuasa,
dan buka kalian adalah hari kalian berbuka.

Siapa yang Wajib Berpuasa Ramadhan?


Puasa Ramadhan sudah barang tentu diwajibkan atas setiap muslim yang baligh,
berakal, sehat, menetap, serta tidak ada halangan syari padanya (misal: haid atau nifas pada
wanita). Puasa Ramadhan tidak ada kewajiban pada mereka yang belum memeluk islam.
Serta tidak dituntut pula atas mereka yang belum baligh. Masa baligh ini bagi laki-
laki hingga ia telah mimpi jimak sedang pada perempuan adalah masa datang haid pertama.
Jika ditakar dengan umur maka secara umum mereka dapat dikatakan baligh ketika telah
sampai usia 15 tahun.
Namun sebagai pembiasaan sebaiknya anak-anak sudah dilatih dari usia tujuh tahun
sama halnya seperti shalat. Sabda Rasul: Perintahkan anak kalian mengerjakan shalat ketika
berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karenanya ketika berusia sepuluh tahun.
Hadist di atas membagi ihwal belajar menjadi 2 tahapan. Tahapan perintah,
pengajaran, dan anjuran. Tahapan kedua adalah pukulan, pelatihan, dan ancaman. Pemukulan
tidak dilakukan kecuali setelah anak diberi kesempatan tiga tahun untuk diajak, dimotivasi,
dan diberi harapan balasan. Setelah itu adalah tahapan penugasan dan sanksi, tentu yang
sesuai. Semua itu dalam rangka menanamkan perasaan serius.
Memukul di sini adalah sarana yang dipergunakan karena keadaan darurat. Pukulan
tidak boleh menggunakan cemeti atau kayu yang menyakitkan atau melukai. Karena justru
keteladanan dari orang tua lebih baik dari pada pukulan sekeras apapun. Meski kasus di atas
adalah untuk perintah shalat namun dapat pula diterapkan pada perintah puasa. Namun dalam
penerapannya untuk anak berpuasa sebaiknya ditunda hingga telah benar-benar kuat karena
alasan jasmaniah. Itu pula yang dilakukan oleh para sahabat terdahulu dalam mendidik anak
mereka untuk berpuasa dengan bertahap mulai dari beberapa hari, beberapa minggu, hingga
pada akhirnya anak mereka terbiasa melakukan puasa sebulan penuh.
Puasa tidak dikenakan pada mereka yang tidak berakal, baik pada mereka yang gila
permanen, gila pada waktu-waktu tertentu, atau kehilangan kesadarannya (pingsan). Artinya
lepas kewajiban terhadap mereka (taklif) selama kehilangan kesadarannya. Adapun untuk
kasus pingsan ada yang berpendapat ia harus mengqadha puasanya. Namun ada juga yang
berpendapat tidak perlu.
Orang yang sakit dan safar (dalam perjalanan) tidak dikenakan kewajiban berpuasa
dalam kondisi apapun. Mereka diberikan toleransi hingga sembuh dari sakitnya atau kembali
dari safar dengan mengqadha puasanya. Terkecuali bagi mereka yang sakit-sakitan karena tua
atau tidak memiliki harapan untuk sembuh.
Puasa juga diharamkan atas wanita yang haid atau nifas. Bukan karena apa-apa tapi
karena kasih sayangnya Allah dalam rangka memelihara kondisi tubuh dan syaraf seorang
wanita. Namun tetap saja mereka wajib mengqadhanya. Adapun bagi mereka yang meminum
obat penunda haid agar dapat berpuasa sebulan penuh, disarankan untuk meninggalkannya
dan dianjurkan untuk mengikuti fitrahnya wanita salafussaleh terdahulu.

Macam-macam Uzur Berpuasa Beserta Hukumnya


Uzur yang pertama mewajibkan pemiliknya berbuka dan haram berpuasa dan harus
mengqadha puasanya, misalnya wanita yang haid atau nifas. Kedua, uzur yang membolehkan
pemiliknya untuk berbuka, bahkan dalam kedaan tertentu mewajibkan namun tetap
mengqadha, misalnya sakit dan safar. Ketiga, uzur yang membolehkan pemiliknya untuk
berbuka bahkan terkadang mewajibkannya tanpa perlu mengqadhanya namun membayar
fidyah, misalnya orang tua renta dan pengidap suatu penyakit yang tidak lagi ada harapan
untuk sembuh. Keempat adalah uzurnya orang yang hamil dan menyusui dann msih
diperselisihkan ulama. Sedangkan yang terakhir adalah uzurnya orang yang berat melakukan
puasa karena jenis pekerjaannya, misalnya pekerja tambang dan lain-lain.

Mengqadha Puasa Ramadhan


Barang siapa memiliki hutang puasa Ramadhan, baik karena sakit, musafir, haid,
nifas, atau yang merasa berat melakukannya, juga perempuan hamil dan menyusui maka
hendaklah ia bersegera mengqadhanya dalam rangka melepaskan diri dari tanggungannya.
Masalah diqadha dengan berurutan atau berselang-seling tidak menjadi ihwal yang besar.
Dilakukan berurutan lebih utama agar segera menggugurkan kewajiban dan keluar dari
perselisihan pendapat.
Ketika puasa ditahun yang lalu belum di qadha namun telah datang Ramadhan
berikutnya, maka hutangnya diganti setelah Ramadhan tahun itu. Ketika seseorang
meninggal dunia dalam keadaan sakitnya sudah sembuh atau perjalanannya telah usai, maka
ia harus mengqadha sekedar hari-hari sehat atau hari-hari ketika ia tinggal di rumah yang
sempat ia nikmati. Makna harus di sini bahwa qadha:
1. Diqadhakan oleh walinya, dilakukan oleh wali untuk si mayit sebagai kebaikan bukan
kewajiban baginya.
2. Memberi makan kepada fakir miskin untuk mayit denagn menggunakan harta yang ia
tinggalkan sebagai amalan wajib sebanyak hari-hari yang ditinggalkannya tanpa
berpuasa.

Hal-Hal yang Disunahkan bagi Orang yang Berpuasa


Adapun hal-hal yang disunnahkan selama berpuasa adalah:
1. Mendahulukan berbuka
2. Mengakhirkan sahur
3. Menghindar dari omong kosong dan caci maki
4. Qiyamullail malam Ramadhan dan shalat tarawih
5. Manfaatkan hari-hari Ramadhan untuk zikir, taat, dan berderma
6. Doa sepanjang hari, khususnya saat berbuka
7. Bersungguh-sungguh di sepuluh hari terakhir, dan masih banyak lagi hal-hal sunnah
yang dapat menambah pundi-pundi pahala orang yang berpuasa.

Macam-macam Puasa
Puasa ada yang bersifat wajib, sunnah, haram, bahkan makruh. Puasa wajib dibagi 3:
Pertama, fardhuain, yaitu puasa yang diwajibkan Allah pada waktu tertentu misal puasa
Ramadhan. Kedua, fardhukarena sebab tertentu yang menjadi hak Allah, yaitu puasa kafarat
(tebusan). Ketiga, puasa wajib yang diwajibkan untuk dirinya sendiri, yaitu puasa nazar.

Puasa yang Disunnahkan :


1. Puasa enam hari di bulan Syawal,
2. Puasa tanggal 9 Dzulhijjah atau puasa hari Arafah,
3. Puasa Asyura dan Tasua, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram
4. Puasa ayyamil bidh, yaitu pada tanggal 13, 14, 15 setiap bulan Qamariyyah
5. Puasa Senin Kamis,
6. Puasa di bulan Sya'ban
7. Puasa Nabi Daud a.s. dll

Puasa yang Diharamkan :


1. Hari Raya Idul Fithri 1 Syawwal.
2. Hari Raya Idul Adha tanggal 10 ZulHijjah.
3. Hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah
4. Puasa sehari saja pada hari Jumat, tanpa didahului dengan hari sebelum atau
sesudahnya. Kecuali ada kaitannya dengan puasa sunnah lainnya seperti puasa sunah
nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Maka bila jatuh hari Jumat giliran
untuk puasa, boleh berpuasa.
5. Puasa sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban, yaitu mulai tanggal 15 Sya`ban
hingga akhir. Namun bila puasa bulan Sya`ban sebulan penuh, justru merupakan
sunnah. Sedangkan puasa wajib seperti qadha` puasa Ramadhan wajib dilakukan bila
memang hanya tersisa hari-hari itu saja.
6. Puasa pada hari Syak, yaitu tanggal 30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang awal
bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat.

Puasa yang Dimakruhkan :


1. Puasa dengan mengkhususkan hari-hari tertentu tanpa sebab qadha' (HR Ahmad dan
Nasa'I), seperti 12 rabi'ul awwal, 27 Rajab, nishfu Sya'ban dll
2. Puasa sepanjang masa (HR Bukhari Muslim).
3. Puasa hari Jum'at (HR Bukhari Muslim) atau Sabtu (HR Muslim), jika tanpa sebab
qadha'.
Materi 7

Bahaya Penyalahgunaan NARKOBA/NAPZA

Waspadai Bahaya Penyalahgunaan NAPZA

Sebagai sarana perang dan upaya terorisme, yakni untuk melumpuhkan kekuatan suatu
Bangsa (Perang Candu; Teori Huntington).

Sebuah bisnis besar. Penelitan menyebut bahwa 0.50% adalah pengguna, maka jumlah
dana untuk konsumsi narkoba per hari adalah 220 juta x 0.50% x Rp. 100 ribu = Rp. 1.10
Trilyun

Sulit sembuh (angka relapse 90-95%), yang bisa dilakukan adalah menunda relapse

Dampak fisik, psikis, moral maupun material bagi pengguna dan keluarga sangat
memprihatinkan

Arti Narkoba atau Napza

Narkoba : Narkotika, Psikotropika, Bahan Addiktif

Napza : Narkotika Alkohol Psikotropika Zat Addiktif

NARKOTIKA
A drug is any substance that when taken into the body alters its function physically and
psychologically. (WHO)

Adalah Zat baik yang berasal dari tanaman atau bukan, baik sintetis maupun semi sintetis yang
dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa dan menimbulkan
ketergantung-an/ kecanduan, serta toleran (ingin meningkatkan dosis)

Narkotika di bagi menjadi 3 golongan :

Golongan I hanya untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

Golongan II dipergunkan untuk kepentingan kedokteran, dengan pengawasan sangat


ketat.

Golongan III dipergunakan untuk kepentingan kedokteran, juga dalam pengawasan

ALKOHOL

Minuman mengandung etanol yang dapat menekan susunan saraf pusat, memperlambat refleks
motorik, menekan pernafasan, denyut jantung dan mengganggu penalaran :

1. Gol A mengandung etanol < 5% dijual bebas dalam bentuk bir, green sand.

2. Gol B mengandung etanol 5-20% dijual bebas dengan pengawasan dalam bentuk anggur
kolesom, KTI.

3. Gol C mengandung etanol 20-50% hanya dijual di bar hotel berbintang dalam
pengawasan khusus.

PSIKOTROPIKA

Adalah zat baik alamiah maupun sintetis, yang berkasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif
pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktifitas mental dan perilaku .

Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan :

Golongan I hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Golongan II untuk pengobatan dengan pengawasan

Gplongan III untuk pengobatan dengan pengawasan

Golongan IV untuk pengobatan dengan pengawasan

ZAT ADIKTIF
Adalah zat atau bahan kimia yang apabila masuk kedalam tubuh manusia akan mem-pengaruhi ,
terutama susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan aktifitas mental , emosional dan
perilaku dan apabila digunakan terus menerus akan menimbulkan ketergantungan/ kecanduan

Efek terhadap Sistem Syaraf Pusat

Depresan Memperlambat kerja/menekan sistem syaraf

Stimulant Merangsang kerja sistem syaraf

Halusinogen Distorsi kerja sistem syaraf/berhalusinasi

Depresan : Menekan susunan syaraf pusat

Minuman beralkohol : Benzodiazepines (minor sedatives & barbiturates)

Analgesik Opiat (alamiah & sintetik)

o Opium

o Morphine

o Codeine

o Pethidine

o Heroin

o Methadone

Analgesik Non-opiate

o Aspirin

o Paracetamol

Inhalan

Anestesi umum (General anaesthetics)

o Ether

o Nitrous oxide
Ganja/Cannabis

Halusinogen : Merangsang susunan syaraf untuk berkhayal

LSD-type effects (psychedelics acting on serotonin)

Halusinogen

Lysergic acid diethylamide or LSD (acid)

Psilocybin (magic mushrooms)

Amphetamines dosis tinggi

Psychedelic anaesthetics (ketamine)

Narkoba lain dalam dosis tinggi:

o Ganja/ Cannabis

o Atropine

o antihistamines

Efek Narkoba/ Napza

Phisik : Paru-paru basah, Maag akut, Organ rusak, Hepatitis C, HIV/AIDS

Sosial: Menarik diri, anti sosial: suka menipu

Psikologis: Pemimpi, halusinasi, paranoid, sadis

Agama: Melanggar perintah Allah

Ekonomi: Kebangkrutan

FAKTOR PENDUKUNG

Gangguan kepribadian (Personility Disorder)

Penghayatan hidup keagamaan hanya sebatas memenuhi upacara ritual semata, tanpa
diikuti pendalaman spiritualitas yang benar

Kepribadian yang tidak teguh


Tidak disiplin dalam menggunakan obat.

Lingkungan keluarga yang pecah

Lingkungan pergaulan dan kelicikan sindikat bandar.

Tahapan Penggunaan

1. chaotic

2. dependent

3. regular

4. Rekreasi & Fun

5. Coba-coba/ingin tahu

6. Perokok

Dampak bagi Pelaku

Mengakibatkan gangguan kesehatan jasmani dan rohani, merusak fungsi organ vital
tubuh : otak, jantung, ginjal, hati, paru-paru, Hiv/Aids, sampai kematian.

Membutuhkan biaya tinggi baik untuk membeli narkoba, maupun untuk biaya perawatan.

Menimbulkan gangguan terhadap ketertiban, ketentraman dan keamanan masyarakat.

Menimbulkan kecelakaan diri yang bersangkutan dan orang lain.

Memicu perbuatan melanggar hukum yang dapat menyeret pelaku ke penjara.

Memicu tindakan tidak bermoral, tindak kekerasan dan tindak kejahatan.

Menurunkan sampai membunuh semangat belajar adalah perbuatan menghancurkan masa


depan.

Merusak keimanan dan ketaqwaan.

Dampak bagi Keluarga

Menimbulkan beban mental, emosi, dan sosial yang sangat berat.


Menimbulkan beban biaya yang tinggi yang dapat mengakibatkan keluarga bangkrut.

Menimbulkan beban deritaan berkepanjangan dan hancurnya harapan bagi masa depan
anak.

UU No 35/2009 ps. 55

Orang tua atu wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan
kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh
keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk
mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial.

Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Upaya Pencegahan

Demand Reduction : Meminimalkan penggunaan Narkoba

Supply Reduction : Meminimalkan peredaran Narkoba

Harm Reduction : Meminimalkan dampak penggunaan Narkoba

Sikap Tindakan Etis Umat Beriman

Menjaga agar apa yang dianugerahkan Allah dipergunakan dengan baik dan benar, agar
tidak menghancurkan keutuhan seluruh ciptaan.

Mengasihi, memperdulikan dan menolong korban penyalah-gunaan Napza, agar tidak


terus menerus kecanduan.

Berjuang di jalan Tuhan memberantas segala bentuk penyalah-gunaan Napza

Melakukan tindakan pencegahan, penyembuhan, pemulihan atau rehabilitasi korban


penyalahgunaan Napza, secara medis, psikis, moral maupun spiritual.

Bekerjasama dalam menghadapi sindikat pengedar Napza, serta berani melaporkan


kepada aparat bila melihat sinyalemen adanya pengedar atau pengguna di sekitar kita
LEMBAGA REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

REHABILITASI MEDIK

Pemerintah :

RS Grhasia Pakem Yogyakarta

RS Dr. Sardjito

RSUD dan Pskesmas-puskesmas

Non Pemerintah

RS PKU Muhamadiyah

RS Panti Rapih

RS Bethesda

REHABILITASI SOSIAL

Pemerintah : Panti Sosial Pamardi Putra Sehat Mandiri, Purwomartani, Kalasan, Sleman.

Non Pemerintah :

Yayasan Al Islami, Banjarharjo, Kalibawang, Kulon Progo

Yayasan Al Manah, Tuksono, Sentolo, Kulon Progo

Yayasan Inabah XIII, Mlangi, Sleman

Tunas Mataran Yayasan LKBW Tabernakel

Yayasan Siloam, Godean.

You might also like