You are on page 1of 9

Definisi Tari Topeng

Tari Topeng adalah tarian yang penarinya mengenakan topeng. Topeng telah ada di
dunia sejak zaman pra-sejarah.

Kata Topeng mempunyai pengertian, yaitu :

1. Topeng merupakan suatu benda penutup muka. Di sini dimaksud “tutup” yang
dipakai untuk menutupi muka manusia. Topeng mengandung pengertian suatu
benda yang ditekankan pada muka, yaitu tapel. Jadi disamping tapel, make up pun
bisa disebut topeng, karena ia menimbulkan perubahan muka dari wujudnya
semula.

2. Kata topeng berasal dari kata “tup” yang berarti tutup. Karena gejala bahasa yang
disebut pembentukan kata, kata “tup” ditambah saja dengan kata “eng”, yang
kemudian menjadi “tupeng”. Tupeng kemudian mengalami perubahan sehingga
menjadi topeng.

3. Di Bali kata topeng berarti tutup atau tapel. Oleh karena itu pula bahwa tari
topeng dikatakan sebagai tari yang memakai tapel untuk menutupi mukanya.

Akhirnya dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
topeng di Bali adalah suatu tarianyang penarinya memakai tapel atau topeng dan memakai
sejarah atau babad sebagai lakon.Secara luas digunakan dalam tari yang menjadi bagian dari
upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari para leluhur. Diyakini bahwa
topeng berkaitan erat dengan roh-roh leluhur yang dianggap sebagai interpretasi dewa-dewa.
Pada beberapa suku, topeng masih menghiasi berbagai kegiatan seni dan adat sehari-hari.

Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng


bungkulan (yang menutup seluruh muka penari), topeng sibakan (yang menutup hanya
sebagian muka dari dahi hingga rahang atas termasuk yang hanya menutup bagian dahi dan
hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung,
sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai dialog berbahasa kawi dan
Bali.

Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar
(topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan - yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih
kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat).

Sejarah Singkat Tari Topeng Bali


Tari topeng menjadi salah satu seni tari yang tertua di dunia. Berdasarkan keterangan
yang ada pada Prasasti Bebetin, tari topeng pertama kali muncul pada tahun 818 Saka.
Bagi masyarakat Bali, topeng memang menjadi simbol yang erat kaitannya dengan
pelaksanaan upacara adat, sehingga suasana sakral dan magis akan sangat terasa pada setiap
acara yang menghadirkan tapi topeng. Dengan topeng, wujud dewa-dewa dapat
direpresentasikan.

Tari topeng dimainkan dengan tujuan untuk menyampaikan ajaran Hindu yang
dilakukan melalui dialog antarpenari. Selain itu, jika tarian ini dilakukan sebelum upacara
adat dimulai, diharapkan penonton tahu akan sejarah yang melatarbelakangi upacara adat
tersebut. Kesakralan tari topeng dipercaya mampu menjaga upacara dari gangguan roh jahat.
Namun, ada pula tari topeng yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit.

Fungsi Pertunjukan Tari Topeng di Bali


Fungsi pertunjukan topeng adalah sebagai pengiring upakara dan upacara di pura atau
pun di luar pura seprti upacara Dewa Yadnya, upacara Rsi Yandya, Upacara manusia dan
upacara Pitra yadnya, sedangkan yang di pentaskan pada upacara pitra yadnya,misalnya
pertunjukan topeng sering mengambil lakon naga banda pada upacara nyambutin umumnya
mengambil lakon lahirnya kebo iwa dan lain lainya.hasil loka karya topeng menyebutkan
bahwa tari prembon tergolong jenis tari bebali,sedangkan di masyarakat bali sering di sebut
topeng wali yang sama pungsinya dengan wali wayng , dahulu ,topeng yang di gunakan
sebagai upacara adalah tari topeng pajegan .topeng ini sebagai pertunjukan wali masih
pertahan kan sampai saat ini,biasanya di akhir pementasan akan di pentaskan topeng “
sidhekarya” setelah di tarikanya topeng ini maka upacara di anggap telah memenuhi
persyaratan atau berhasil karena sesuai dengan arti kata yang terkandung di dalamnya yaitu
sidha (berhasil) dan karya (kerja)atau upacara semuanya di anggap telah sempurna.topeng
sidhe karya ini di bagi menjadi dua tipe yaitu menarikan dengan mengucap dan menarikan
dengan tidak mengucap mantra semuanya tergantung kemampuan penari.

Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali adalah :

a. Topeng Pajegan yang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua
tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan. Di dalam topeng
Pajegan ada topeng yang mutlak harus ada, yakni topeng Sidakarya. Oleh karena
demikian eratnya hubungan topeng Pajegan dengan upacara keagamaan, maka
topeng ini pun disebut Topeng Wali. Dramatari Topeng hingga kini masih ada
hampir diseluruh Bali.
b. Topeng Panca yang dimainkan oleh empat atau lima orang penari yang
memainkan peranan yang berbeda-beda sesuai tuntutan lakon.
c. Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari
Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres,
seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan
penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar.
1. TARI TOPENG SIDAKARYA
Sebagai orang bali kita sudah sering mendengar dan kadang sering melihat
pertunjukan tarian topeng sidekarya khusunya pada upacara upacara besar seperti ngaben,
tawur agung, dan lain lainya, namun sudahkah kita tahu kenapa kita mementaskan tari topeng
sidekarya. sebenarnya saya juga baru baru memahami makna tari tupeng sidekarya ini setelah
saya berada diluar bali, karena seringnya ada orang yang menanyakan hal hal seperti itu
sehingga akhinya saya mencari cari informasi tentang tari tupeng sidekarya ini, sebenarnya
banyak juga orang bali yang tidak tahu tentang makan tari topeng sidekarya ini. berikut ini
saya dapatkan dari beberapa sumber semoga bagi teman teman yang ingin mengetahui bisa
bermanfaat.

a. Kaitan Topeng Sidakarya dengan upacara Agama Hindu

Pada setiap upacara keagamaan Hindu di Bali, terutama dalam tingkatan yang lebih
besar, wali Sidakarya tidak dapat dilupakan. Dalam bentuk sederhana dibuat banten sesayut
Sidakarya. Dengan demikian, pertunjukan Topeng Sidakarya sebagai pelengkap dalam
upacara mengandung arti sebagai berikut:

1. Sesuai dengan nama Topeng Sidakarya, ada tujuan supaya pekerjaan atau upacara
berlangsung serta selesai dengan baik dan selamat. Selesai dengan baik mengandung arti
bahwa upacara berlangsung sebagaimana mestinya lengkap terdiri dari upacara sesuai dengan
tingkatan upacara. Selamat mengandung arti upacara terhindari dari segala mara bahaya. Hal
ini dapat dihubungkan dengan ekspresi Topeng Sidakarya yakni tipe pelawak tersenyum,
membangkitkan rasa kengerian.

2. Untuk menghubungkan umat dengan Sang Hyang Widhi dan leluhur melalui lakon
yang dipentaskan memberi uraian tentang arti suatu upacara yang sedang digelar.
3. Upacara tersebut tidak hanya dipimpin dan diselesaikan atau di-puput oleh pendeta
(sulinggih), tetapi pertunjukan topeng ikut memberi pengukuhan suksesnya serta
sempurnanya sebuah upacara. Anugerah kesempurnaan dan kemakmuran dapat disaksikan
pada akhir pertunjukan Topeng Sidakarya yakni secara simbolis peranan Sidakarya
menghambur-hamburkan uang kepeng dan beras kuning (sekarura).

Demikian pentingnya pertunjukan Topeng Sidakarya keterkaitannya dengan upacara


keagamaan dalam segala yadnya yang digelar di keluarga maupun di pura-pura besar perlu
kiranya disikapi dengan arif sehingga tujuan inti ber-yadnya lebih meningkatkan kemantapan
pencapaian spiritual. Di samping sebagai pelengkap dalam upacara agama Hindu, Topeng
Sidakrya adalah seni kebudayaan Hindu yang dapat mengungkap sejarah.

b. Sejarah Topeng Sidakarya

Kisahnya konon terjadi pada pemerintahan Dalem Waturenggong di Gelgel, tatkala


beliau mengadakan upacara besar di Pura Besakih. Banyak pandita yang diundang untuk
muput upacara ini. Tersebutlah pandita
(brahmana) sakti dari Keling, yang tidak diundang
dalam upacara itu, tetapi ingin terlibat muput
karya. Niatnya ini karena didasarkan pada
hubungan kekerabatan antara Keling di Jawa dan
Gelgel di Bali karena itu beliau datang.
Sayangnya, karena perjalanan yang jauh dan
berhari-hari, Pandita Keling sampai di Gelgel
dalam keadaan kumal, bajunya compang-camping,
mirip seorang pengemis. Dalam pakaian seperti
itu, tak ada seorang pun staf kerajaan yang percaya
kalau tamu tanpa diundang ini seorang pandita.
Maka, Pandita Keling diusir dengan paksa, setelah
sebelumnya sempat dihina.

Pandita Keling pergi dengan dendam. Di


sebuah tempat yang sepi, dia melakukan
perlawanan dengan mengucapkan mantra yang berisi sumpah yadnya yang diselenggarakan
oleh Dalem Waturenggong tidak akan membawa berkah/tidak berhasil, malahan
menimbulkan bencana. Semua banten menjadi busuk dan tikus-tikus pun mengerubungi
banten busuk itu. Tikus semakin banyak sampai merusak tanaman petani. Rakyat menjadi
resah.

Raja Waturenggong dalam samadinya tahu siapa yang mengutuk upacara besarnya
itu. Dia lantas mengutus Arya Tangkas untuk menjemput pandita yang masih tinggal di
tempat sepi (suung) itu. Raja meminta maaf dan mempersilakan Pandita Keling untuk ikut
muput upacara bahkan menjadi pamuput paling akhir sehingga karya itu menjadi sida
(diberkahi). Prosesi ini bagi masyarakat kebanyakan lantas disebut pamuput Sidakarya.
Dari legenda itu masyarakat Hindu di Bali lantas membuat Topeng Sidakarya.
Wujudnya berwajah jelek dengan gigi merangas sebagai simbol dari pandita yang wajahnya
mirip gelandangan. Karena itu, penari Topeng Sidakarya biasanya lebih banyak menutup
wajah terutama mulut dengan kain putih yang dibawanya. Namun, mantra yang diucapkan
sangat bertuah karena dilakukan dengan ngider buwana (ke segala arah). Itu sebabnya, tidak
semua penari topeng mampu menarikan Dalem Sidakarya.

Kebanyakan masyarakat Bali yang tidak mementaskan Topeng Sidakarya untuk


muput yadnya beralasan lain lagi, yakni tak ingin memanggil sekaa topeng. Pengeluaran
bertambah dengan mementaskan topeng. Namun, Topeng Sidakarya sendiri sesungguhnya
bisa dipentaskan tanpa pementasan topeng. Artinya, yang didatangkan hanya seorang penari
topeng yang sudah berhak (secara ritual) membawakan topeng Dalem Sidakarya itu.

Gamelan pengiring tidak menjadi masalah, bisa gong gede, angklung, maupun gender
biasa, disesuaikan dengan gamelan yang ada pada penyelenggaraan yadnya. Dalam hal ini
penari Topeng Sidakarya disebut Topeng Pajegan, karena dia harus menarikan berbagai
peran. Dalem Sidakarya hanya muncul pada saat akhir yakni ketika membuat tirtha. Karena
itu sebelumnya penari pajegan ini melakukan improvisasi dan monolog untuk mengantar
pada kemunculan Dalem Sidakarya. Penari bisa membanyol, bisa pula memberikan semacam
dharma wacana, tergantung siapa penarinya.

Sebagai seni ritual (seni wali) Topeng Sidakarya perlu dikembangkan dan
dipopulerkan. Tentu fungsi utamanya ditambah, bukan hanya untuk mentradisikan legenda
pamuput akhir dari yadnya, tetapi untuk media dharma wacana. Sekarang ini bukan hanya
hama tikus yang meresahkan tetapi juga terjadinya kemerosotan moral pada generasi muda.
Nah, siapa tahu Topeng Sidakarya bisa menjadi media perlawanan dalam mengatasi masalah
moral ini.

c. Ritual pembuatan

Tak hanya sang penari, proses pembuatannya pun tak bisa sembarangan karena
memang tak dipakai untuk sembarangan. Topeng Sidakarya ini lain dengan topeng-topeng
yang dibuat dan dijual secara massal, seperti di
pasar-pasar kerajinan atau pasar oleh-oleh.
Perbedaannya bisa mulai dari pemilihan bahan
kayu, ritual memulai memahat, pengawetannya,
hingga ritual penghidupan topeng tersebut.
Namun, jangan salah paham dengan adanya ritual
penghidupan topeng ini. Penghidupan ini
bukannya topeng tersebut kemudian bisa
berbicara, melainkan dimaksudkan terasa lebih
hidup dan menyatu dengan sang penarinya, yakni
proses inisiasi (penyucian) dan pesupati
(menghidupkan). Biasanya, si penari topeng
Sidakarya yang telah mewinten memiliki satu topeng khusus untuk dirinya ngayah. Satu hal
lagi, pembuat topengnya pun melewati tahapan mewinten. penyakralan pada pembuatan
topeng ini mampu menahan manusia untuk tidak semena-mena terhadap alam, khususnya
pepohonan. Karena itu, dari pemilihan kayu hingga penebangannya pun harus disesuaikan
dengan musim serta hari baiknya dengan tujuan agar alam tidak murka. Namun, ketika
topeng sudah menjadi kerajinan yang dibuat secara massal, manusia menjadi rakus tanpa
memilih kayu itu sudah cukup umur sampai tanpa pemilihan musim yang tepat pula. Semua
demi kepentingan uang, bahkan pariwisata. Wajar jika kemudian alam menjadi murka. Inilah
salah satu pesan topeng Sidakarya tentang alam.

Waktu pembuatan topeng sakral ini pun bervariasi, tergantung dari mood sang
pengukirnya, bisa hanya tiga hari atau sebulan. Hal yang unik selama pembuatan topeng
sakral, antara lain, adalah pengawetannya yang harus direbus dengan kuah bumbu genep
(bumbu dapur lengkap) selama 12 jam tanpa putus. Awet dan tidaknya topeng juga tetap
tidak lepas dari awal pencarian kayu cendana, pole, atau batang kamboja, termasuk pemilihan
tanggal penebangannya. Dari puluhan tahun lalu, semua pembuatan topeng menggunakan
ilmu logika dan pertimbangan penuh. Inilah seni lokal genius. Sayangnya, bahan pengawetan
alami ini tidak diikuti dengan pewarnaan alami. Pewarnaan alami tidak lagi memiliki kualitas
sama kuat antara puluhan tahun lalu dan sekarang. Karena itu, terpaksa digantikan dengan cat
kimia dengan pemilihan kualitas nomor wahid. Topeng sakral selain topeng Sidakarya di
Pulau Dewata, juga ada topeng yang sengaja disakralkan dan biasanya disimpan di pura-pura,
seperti Rangda, Barong, dan Irarung. Pementasannya pun tidak setiap saat karena memiliki
hari atau waktu pementasan sendiri. Semua topeng sakral ini pun diberikan banten dan doa-
doa, terutama ketika tumpek wayang, sebagai persembahan kepada Dewa Iswara.
2. TARI TOPENG TUA
Tari topeng merupakan bagian drama tari tradisional Bali. Selain dipentaskan sebagai
pertunjukan hiburan, ada pula jenis tari topeng yang menjadi pelengkap dari upacara
keagamaan. Salah satu tari topeng yang memiliki fungsi dalam kedua hal tersebut adalah tari
topeng tua, yang disebut juga tari werda lumaku.

Tari Topeng Tua adalah sebuah tari putra tunggal yang menggunakan topeng
berkarakter orang tua. Dalam pertunjukan dramatari topeng, topeng tua biasanya ditampilkan
pada bagian pembukaan dan tarian ini ditampilkan sebagai tari pembukaan atau pangelembar
dilakukan dengan penekanan penguasaan jalinan yang serasi antara wiraga, wirama, dan
wirasa.

Tari topeng tua menampilkan seorang penari dengan busana yang megah dan
mengenakan topeng kayu dari kayu ylang-ylang. Dari raut wajahnya, terlihat tokoh yang
diperankan adalah pria berusia senja.
Saat pertunjukan, sang penari akan berjalan mengelilingi panggung dan menari
dengan gerakan yang lambat. Sesekali, sang penari menghela napas putus-putus dan
membuat gerakan menyapu keringat dari topengnya dengan gaya jenaka. Koreografi yang
dibawakan penari menggambarkan sang pria tua sedang terkenang akan masa mudanya.

Adapun urutan susunan gerak tari Topeng Tua :

1. Bagian Mungkah Lawang


Bisa dilakukannya bagian tari ini dengan penjiwaan yang tepat dengan ragam-ragam
geraknya yang mencakup:
- Ngocok langse
- Mungkah lawang
- Ngagem (kanan dan kiri)
- Ulap-ulap
- Ngeseh ngoyog
- Nepuk kampuh
- Miles

2. Bagian Majalan Nayog


Dapat diperagakannya bagian tari ini dengan penjiwaan yang benar dengan ragam-
ragam geraknya yang meliputi:
- Majalan adeng
- Ngoyog
- Nepuk Kampuh
- Nyaleyog
3. Bagian Ngopak Lantang
Bisa dijiwainya dengan benar ragam-ragam gerak yang termasuk di dalam bagian ini:
- Ngeseh Ngilut
- Nepuk Kampuh
- Majalan Malpal

4. Bagian Ngawejang
Dapat dijiwainya dengan baik bagian tari ini beserta ragam-ragam gerak yang ada di
dalamnya seperti:
- Mapawasan
- Tudang tuding

5. Bagian Ngopak Lantang Pekaad


Bisa diperagakannya bagian gerakan ini dengan penjiwaan yang benar dengan ragam-
ragam gerakanya yang meliputi:
- Nayog
- Ngeseh ngembat
- Nyingsing kampuh
- Gayal-gayal

Sebagai tari yang memiliki nilai kesakralan, tari topeng tua biasanya dipentaskan
dalam ritual peringatan piodalan. Pada peringatan yang diadakan setiap 6 bulan dalam sistem
penanggalan Bali tersebut, tari ini akan dipentaskan bersama dengan jenis tari topeng lainnya
yang menjadi satu kesatuan dengan sebutan topeng panca. Selain topeng tua, topeng panca
terdiri dari topeng dalem, topeng keras, topeng keras bues, dan tokoh penasar (penutur
cerita). Selain dipentaskan sebagai bagian dari ritual keagamaan, tari topeng tua dan beberapa
komponen topeng panca lainnya juga dipentaskan dalam format yang lebih singkat sebagai
tari non-ritual.

Selain menjadi bagian dari topeng panca, tari topeng tua pun ditampilkan sebagai
pembuka tari sakral lainnya, yaitu tari topeng pajegan. Tari topeng pajegan hanya
dipertunjukan pada upacara keagamaan. Selain itu, semua tokoh yang ada dalam pertunjukan
tari ini dibawakan oleh seorang penari. Sang penari akan memerankan tokoh-tokoh berbeda
dengan tampilan topeng, penutup kepala, serta gestur yang berbeda

You might also like