You are on page 1of 6

MATA KULIAH : Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Ahmadi Hasan, M. Hum

TUGAS RESENSI JURNAL

Oleh

NAMA : Dewi Sartika

NIM : 1602540126

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

PASCASARJANA

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

BANJARMASIN

2017
PERANAN STRATEGIS PENGADILAN AGAMA DALAM PENYELESAIAN
SENGKETA EKONOMI SYARI’AH

Nama Jurnal : al-ihkam vol. 10 No. 2 Desember 2015

Penulis : Andi Fariana

Tahun Terbit : 2015

Nama Penerbit : al-ihkam

Halaman : 228-251 (24 Halaman)

Abstrak

Salah satu faktor yang memberikan kontribusi di dalam pertumbuhan ekonomi nasional
adalah tumbuh dan berkembangnya ekonomi syariah. Pertumbuhan ekonomi syariah yang
pesat menjadikan penyelesaian sengketa suatu keniscayaan yang harus diperhatikan.
Pengadilan agama sebagai lembaga litigasi yang memiliki kewenangan absolut berdasarkan
Undang Undang Peradilan Agama dan diperkuat dengan Keputusan Mahkamah Konstitusi
No. 93 Tahun 2012 memiliki kelebihan dan kendala tersendiri di dalam menjalankan
perannya, baik jika dilihat dari sejarah keberadaan pengadilan agama maupun dilihat dari
kewenangan penyelesaian sengketa ekonomi syari`ah. Berdasarkan penelusuran peraturan
perundangan-undangan yang ada serta penelusuran sejarah keberadaan Peradilan agama di
Indonesia dan penelusuran atas kelebihan dan kendala peradilan agama di dalam menjalani
kewenangan absolut menyelesaikan sengketa ekonomi syari`ah, didapat suatu kesimpulan
bahwa keberadaan pengadilan agama di Indonesia telah ada sejak sebelum Republik
Indonesia merdeka dan penetapan peradilan agama sebagai lembaga yang memiliki
kewenangan absolut dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syari`ah sudah sangat tepat,
namun perlu dilakukan penguatan kelembagaan, penguatan sumber daya manusia, kemudian
perlu ditopang dengan segera diterbitkannya hukum acara peradilan agama, serta
pertimbangan untuk mengangkat hakim ad hoc bagi dibangunnya sistem peradilan yang
cepat.

Key Words: Pengadilan agama, Penyelesaian Sengketa, Ekonomi Syariah


Resensi

Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim ternebsar di dunia yang bisa menjadi
potrnsi nasabah industri keuangan syariah dan dapat menjadi bagian dari pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi Islam. Sekarang keterlibatan Islam dalam perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi telah semakin nyata seiring dengan hal tersebut maka potensi konflik
atau sengketa dalam ekonomi syariah tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Penyelesaian
sengketa ekonomi syariah melalui jalur litigasi diarahkan untuk diselesaikan melalui
pengadilan negeri sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang Undang Perbankan
Syariah. Padahal sebelum itu, persoalan penyelesaian sengketa ekonomi syariah merupakan
kewenangan pengadilan agama, namun pada Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21
tahun 2008 tentang perbankan syariah mengisyaratkan adanya choice of forum atau pilihan
bagi para pihak dalam perjanjian untuk menyelesaikan sengketa.

Dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi No 93/PUU-X/2012 membatalkan


Penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan
syariah karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan menimbulkan ketidakpastian
hukum serta tida mempunyai kekuatan hukum mengikat. Sejak putusan tersebut maka
Pengadilan Agama menjadi lembaga yang mempunyai kewenangan absolut dalam
menyelesaikan sengketa Ekonomi Syariah.

Adapun rumusan atau fokus pembahasan dalam jurnal ini adalah tentang bagaimana
perkembangan peradilan agama dalam tata hukum Indonesia dan apakah dengan
bertambahnya kewenangan Peradilan Agama untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah
dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat luas akan keadilan mengingat
pengadilan agama selama ini hanya dikenal oleh masyarakat luas sebagai pengadilan yang
hanya menyelesaikan masalah waris, talak, dan rujuk.

Perkembangan peradilan agama di Indonesia dimulai pada masa pendudukan kolonial


belanda dimana sebelumnya masyarakat muslim Indonesia melaksanakan kegiatan
peradilannya melalui lembaga yang disebut engan Peradilan Serambi. Setelah datangnya
pemerintah kolinal belanda melalui teori receptie in complexu pada tanggal 1 Agustus 1882
secara yuridis formal peradilan serambi diakui oleh pemerintah kolonial belanda. Pendapat
yang dominan mengatakan bahwa pada tanggal tersebut merupakan tonggak awal berdirinya
Peradilan Agama sebagai pranata hukum di Indonesia.

Selanjutnya setelah Indonesia merdeka peradilan agama juga mengalami beberapa


perkembangan diantaranya dengan adanya UU no 14 tahun 1970 tentang kekuasaan
kehakiman, UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, serta PP no 28 tahun 1977 tentang
perwakafan tanah milik mengisyaratkan bahwa peradilan agama mempunyai peran dalam
instrumen hukum Indonesia.

Pada perkembangan selanjutnya melalui undang undang tentang kekuasaan kehakiman


sebabagaimana diubah dengan UU no 35 tahun 1999 dan kemudian diubah lagi dengan UU
no 4 tahun 2004 dan kemudian diubah kembali dengan UU no 48 tahun 2009 tentang
kekuasaan kehakiman menempatkan Peradilan Agama yang sebelumnya berada dibawah
departemen agama menjadi dibawah Mahkamah Agung.

Berdasarkan pemindahan tersebut maka posisi peradilan agama menjadi semakin kuat sebab
telah ditetapkan sebagai lembaga peradilan yang sejajar dengan lembaga peradilan lainnya.
Kesejajaran ini memberi konsekuensi dalam berbagai aspek, baik dalam hal pembinaan,
kepengurusan, dan kewenanannya.

Sejarah Peradilan Agama yang mengisyaratkan perkembangan yang penting dan perlu dicatat
yakni lahirnya UU Nomor 3 Tahun 200615 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama. Kemudian UU No. 3 Tahun 2006 diubah kembali dengan UU No.
50 Tahun 2009. Lahirnya Undang Undang ini memberikan bargaining position dan
pengembangan Peradilan Agama pada masa berikutnya. Di dalam Undang Undang tentang
Peradilan Agama ini, perubahan mendasar bukan hanya dipisahkannya antara sekretaris
pengadilan dengan panitera pengadilan, tetapi yang lebih strategis adalah adanya
penambahan kompetensi/kewenangan yaitu kewenangan Peradilan Agama untuk
menyelesaikan sengketa dalam bidang zakat, infak dan ekonomi syari`ah dimana sebelumnya
hanya berwenang dalam bidang perkawinan, pewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan sedekah.
Dengan demikian, Peradilan Agama tidak hanya menangani masalah yang berkaitan dengan
hukum keluarga tetapi juga berwenang menyelesaikan sengketa dalam bidang bisnis syari`ah.
Konsekuensi lain dari penambahan kewenangan ini adalah adanya penambahan akses
kepengadilan agama selain orang Islam karena sengketa ekonomi syari`ah bukan hanya
dimonopoli oleh orang-orang yang beragama Islam saja.
Adapun keutamaan peradilan agama dalam bidang penyelesaian sengketa ekonomi syariah
antaralain:

1. Pengadilan agama memiliki SDM yang sudah memahami permasalahan syari`ah,


meskipun masih perlu upaya peningkatan wawasan dan pengetahuan mereka melalui
pendidikan dan pelatihan secara berkala.
2. Peradilan Agama memiliki hukum materiil yang cukup memadai, khususnya yang
berkaitan dengan ekonomi syariah, di antaranya berupa kitab-kitab fiqh mu`âmalah
yang dalam penerapannya kontekstual.
3. Keberadaan kantor Pengadilan Agama hampir meliputi semua wilayah kabupaten dan
kotamadya di seluruh wilayah Indonesia dan sebagian besar telah mengaplikasikan
jaringan tekhnologi informasi berbasis internet.
4. Mendapat dukungan mayoritas penduduk Indonesia, yaitu masyarakat muslim yang
saat ini memiliki semangat yang tinggi dalam menegakan nilai-nilai agama yang
mereka anut.
5. Dukungan politik yang kuat karena Pemerintah dan DPR telah menyepakati perluasan
kewenangan Peradilan Agama pada tanggal 21 Februari 2006 sehingga lahir UU No.
3 Tahun 2006 yang merupakan keniscayaan dalam memenuhi tuntutan hukum yang
ada, yaitu perubahan paradigma dari peradilan keluarga menuju peradilan modern.
6. Dukungan dari otoritas perbankan (Bank Indonesia) dan dukungan dari lembaga
keuangan Islam di seluruh dunia.

Kelebihan dan Kekurangan Jurnal

Kelebihan jurnal ini adalah jurnal ini memberikan informasi dan penjabaran yang sangat
lengkap. Setiap paragrafnya mengandung informasi yang bermanfaat. Walaupun hanya
berupa penjabaran akan tetapi jurnal ini cukup dapat memberikan pengetahuan kepada para
pembacanya. Semua undang-undang dan aturan-aturan yang terkait dengan pokok
pembahasan disebutkan dengan detail sehingga pembaca lebih mudah untuk menghubungkan
fakta dengan norma normatifnya.

Kekurangannya adalah isi pembahasan jurnal ini tidak sesuai dengan fokus atau rumusan
masalah yang dikemukakan oleh penulis. Rumusan masalah yang ingin diangkat oleh penulis
adalah tentang bagaimana perkembangan peradilan agama dan apa kah dengan bertambahnya
kewenangan peradilan agama untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah dapat
memenuhi kebutuhan keadilan masyarakat. Namun pada pembahasan penulis menuliskan
pada sub judulnya adalah peran strategis pengadilan agama dalam penyelesaian sengketa
ekonomi syariah dan pada sub judul kedua membahas tentang kelebihan dan kekurangan
peradilan agama.

Simpulan dan Rekomendasi

Kesimpulannya bahwa jurnal ini merupakan jurnal yang sangat informatif terlebih lagi bagi
kita yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang undang-undang maupun
peraturan apa saja yang terkait dengan peradilan agama. Melalui jurnal ini kita bisa
mengetahui sejarah perkembangan peradilan agama di Indoensia dan bagaimana perannya
dalam dunia peradilan dalam kapasitasnya sebagai lembaga peradilan di Indonesia.

Rekomendasi.

Penelitian dalam jurnal ini dapat dikembangkan lagi khususnya yang terkait dengan
pertanyaan kedua apakah perluasan kewenangan peradilan agama dapat memenuhi rasa
keadilan masyarakat atau tidak. Hal ini bisa dikaji lebih lanjut dengan menggunakan
pendekatan empiris.

You might also like