You are on page 1of 10

11.

1 Transparansi
Bushman & Smith (2003, p. 76) mendefinisikan transparansi perusahaan
sebagai ketersediaan relevansi yang tersebar luas, informasi yang dapat dipercaya
mengenai kinerja perusahaan dalam suatu periode yang terkait, posisi keuangan,
kesempatan investasi, pemerintah, nilai dan risiko perusahaan dagang yang bersifat
umum. Dalam tingakatan negara, Bushman, Piotroski, dan Smith (2004)
mengidentifikasikan dua jenis transparansi perusahaan yaitu transparansi keuangan
dan transparansi pemerintah. Transparansi keuangan tingkat negara disusun
berdasarkan intensitas pelaporan perusahaan, waktu pelaporan, jumlah analisis, dan
media penyebarannya.
Prinsip transparansi mengharuskan informasi tersedia dan dapat langsung
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Prinsip
pengungkapan dan transparansi menyatakan bahwa perusahaan harus
mengungkapkan semua informasi material mengenai perusahaan secara akurat dan
tepat waktu. Beberapa informasi material tersebut antara lain kondisi keuangan,
struktur kepemilikan, transaksi pihak berelasi, dan tata kelola perusahaan. Laporan
keuangan perusahaan harus di audit oleh auditor eksternal yang independen dan
kompeten, serta media komunikasi harus memberikan akses informasi yang relevan
yang sama, tepat waktu, dan efisien dari sisi biaya untuk semua pemangku
kepentingan.
Aturan pengungkapan yang transparan akan mengurangi ketidakseimbangan
informasi sehingga kemungkinan terjadinya tindakan yang dapat merugikan
perusahaan dapat diperkecil. Adanya praktik pengungkapan yang baik disuatu pasar
modal dapat meningkatkan minat investor untuk berinvestasi dan juga melindungi
investor. Informasi yang disampaikan perusahaan kepada investor perlu disediakan
secara reguler, dapat diandalkan, dan dapat dibandingkan dengan cukup rinci agar
investor dapat menilai akuntabilitas manajemen, dan mengambil keputusan .

11.2 Pengungkapan dalam Laporan Perusahaan


11.2.1 Prinsip-prinsip pengungkapan

Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle) atau prinsip keterbukaan


adalah menyajikan semua informasi dalam laporan keuangan yang dapat

1
memengaruhi pemahaman pembaca. Penafsiran atas prinsip ini sangat subyektif dan
berpotensi menyebabkan terlalu banyak informasi yang disajikan. Oleh karena
itu, prinsip materialitas digunakan agar hanya mengungkapkan informasi tentang
peristiwa yang mungkin berdampak material terhadap posisi atau hasil keuangan
entitas.

Pengungkapan dapat mencakup hal-hal yang belum dapat dihitung secara tepat,
seperti sengketa pajak dengan Pemerintah atau litigasi dengan pihak lain.
Pengungkapan penuh juga berarti bahwa kita harus selalu melaporkan kebijakan
akuntansi yang ada, serta perubahan atas kebijakan tersebut (misalnya, perubahan
metode penilaian aset atau metode depresiasi), transaksi non-moneter yang terjadi,
hubungan dengan pihak afiliasi bisnis yang memiliki volume transaksi signifikan,
jumlah aset diagunkan, jumlah kerugian material yang disebabkan oleh biaya yang
lebih rendah dari nilai pasar, uraian tentang kewajiban penghentian pengoperasian
aset, fakta dan keadaan yang menyebabkan penurunan goodwill, dll.

11.2.2 Pengungkapan Transaksi

Transaksi pihak yang terkait, kesalahan dan ketidakwajaran, serta tindakan


melawan hukum merupakan masalah yang sensitif dan sulit. Akuntan/auditor yang
bertanggung jawab atas pelaporan jenis transaksi ini harus sangat berhati-hati untuk
memastikan keseimbangan antara hak perusahaan pelapor dan kebutuhan pemakai
laporan keuangan.

Transaksi pihak yang terkait terjadi apabila suatu perusahaan melakukan


transaksi dimana salah satu pihak yang melakukan transaksi itu mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan pihak lainnya secara signifikan, atau
dimana pihak yang tidak terlibat dalam transaksi mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi kebijakan kedua pihak yang melakukan transaksi.

Terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu pengungkapan wajib dan pengungkapan


sukarela. Regulator menerapkan pengungkapan wajib apa saja yang harus dilakukan
perusahaan. Peraturan Bapepam- LK mengharuskan perusahaan publik untuk
menyampaikan laporan keuangan tengah tahunan dan tahunan (X.K.2), serta
menyampaikan laporan tahunan (X.K.6). Bursa efek indonesia juga mengatur
kewajiban perusahaan tercatat untuk menyampaikan laporan keuangan interim

2
( Peraturan No I-E). Perusahaan secara sukarela juga dapat melakukan pengungkapan
sukarela, melebihi pengungkapan wajib yang diharuskan regulator. Yang perlu
diungkapkan adalah yang material yaitu informasi yang jika tidak diungkapkan atau
disajikan secara tidak wajar akan mempengaruhi pengambilan keputusan ekonomis
oleh pengguna informasi.

Peraturan OECD ke-5 menyebutkan 6 sub-bagian mengenai pengungkapan dan


transparansi, yaitu:
a. Informasi material yang harus diungkapkan.
b. Informasi harus disajikan dan diungkapkan sesuai dengan standar kualitas
akuntansi yang berkualitas tinggi dan pengungkapan keuangan dan non-
keuangan
c. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor independen, kompeten dan
berkualitas dalam rangka memberikan jaminan eksternal dan obyektif kepada
pengurus dan pemegang saham bahwa laporan keuangan cukup mewakili
posisi keuangan dan kinerja perusahaan dalam semua hal yang material.
d. Auditor eksternal harus bertanggung jawab kepada pemegang saham dan
berkewajiban kepada perusahaan untuk melakukan kerja profesional dalam
melakukan audit.
e. Media penyebaran informasi harus memberikan akses informasi yang relevan
bagi pengguna secara sama (equal), tepat waktu, dan biaya yang efisien.

Kerangka tata kelola perusahaan harus mengarah dan mendorong terciptanya


ketentuan mengenai analisa atau saran dari analis, pedagang perantara efek,
pemeringkat dan pihak lainnya yang relevan dengan keputusan investor, tidak
mengandung benturan kepentingan yang material yang mungkin mempengaruhi
integritas analisa atau saran yang diberikan.

11.2.3 Kebijakan Pengungkapan

Menurut OECD (2004) pengungkapan harus termasuk, namun tidak terbatas pada,
informasi material terkait :
1. Kinerja keuangan dan operasi perusahaan
2. Tujuan perusahaan

3
3. Kepemilikan dan hak suara utama
4. Kebijakan remunerasi untuk anggota dewan komisaris dan direksi dan informasi
mengenai anggota dewan termasuk kualifikasinya, proses seleksi, jabatan direktur
dan komisaris perusahaan yang lain dan apakah mereka independen
5. Transaksi pihak berelasi
6. Faktor- faktor resiko yang diketahui
7. Isu terkait karyawan dan pemangku kepentingan lain

Tiga konsep pengungkapan yang umumnya diusulkan adalah sebagai berikut :


1. Pengungkapan yang cukup (Adequate)
Disclosure yang minimal harus ada sehingga ikhtisar-ikhtisar keuangan
menjadi tidak menyesatkan.
2. Wajar (Fair Disclosure)
Tersirat tujuan-tujuan etis untuk memberikan perlakuan yang sama kepada semua
pihak yang merupakan pembaca potensi pembaca potensial dari laporan keungan.
3. Lengkap (Full)

11.3 Analisis Kasus PT Perusahaan Gas Negara, Tbk

11.3.1 Profil Perusahaan


PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) merupakan sebuah
perusahaan yang menjadi penyedia utama gas bumi dan memiliki dua
bidang usaha yaitu distribusi atau penjualan gas bumi dan transmisi atau
transportasi gas bumi yang melalui jaringan pipa yang tersebar di seluruh
wilayah usaha. Usaha distribusi meliputi pembelian gas bumi dari
pemasok dan penjualan gas bumi melalui jaringan pipa pipa distribusi ke
pelanggan rumah tangga, dan komersial. Sedangkan usaha transmisi
merupakan kegiatan pengangkutan (transportasi) gas bumi melalui pipa
transmisi dari sumber-sumber gas ke pengguna industri.
Perusahaan ini dirintis sejak 1859 ketika masih bernama Firma LJN
Enthoven & Co. Kemudian perusahaan tersebut diberi nama NZ
Overzeese Gasen Electriciteit Maatschapij (NZ OGEM) oleh pemerintah

4
Belanda pada tahun 1950. Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia
mengambil alih kepemilikan perusahaan dan mengubah namanya menjadi
Penguasa Perusahaan Peralihan Listrik dan Gas (P3LG). Seiring dengan
perkembangan pemerintahan Indonesia, pada tahun 1961 status
perusahaan berubah menjadi BPU-PLN.
Pada tanggal 13 Mei 1965, berdasarkan Peraturan Pemerintah No.
19/1965, perusahaan ditetapkan sebagai perusahaan negara dan dikenal
sebagai Perusahaan Gas Negara (PGN). Kemudian berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 27 tahun 1984, perseroan tersebut berubah status
hukumnya dari Perusahaan Negara (PN) menjadi Perusahaan Umum
(Perum). Setelah itu, status perusahaan berubah dari Perum menjadi
Perseroan Terbatas yang dimiliki oleh negara beradasarkan Peraturan
Pemerintah No. 37 tahun 1994 dan Akta pendirian perusahaan No. 486
tanggal 30 Mei 1996. Seiring dengan perubahan status perserosn yang
berubah menjadi perusahaan terbuka, anggaran dasar perusahaan diubah
dengan Akta Notaris No. 5 tanggan 13 November 2003, yang antara lain
berisi tentang perubahan struktur permodalan. Pada tanggal 5 Desember
2003,
Perseroan memperoleh pernyataan efektif dari Badan Pengawas
Pasar Modal untuk melakukan penawaran umum saham perdana kepada
masyarakat sebanyak 1.296.296.000 saham, yang terdiri dari 475.309.000
dari divestasi saham Pemerintah Republik Indonesia, pemegang saham
perseroan dan 820.987.000 saham baru. Sejak saat itu, nama resmi
perseroan diganti menjadi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
Saham perusahaan telah tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya pada tanggal 15 Desember 2003 dengan kode transaksi
perdagangan ‘PGAS’

11.3.2 Kronologi Kasus


Kasus bermula ketika terjadi penurunan harga saham PT. PGN yang
signifikan dimana pada tanggal 8 Januari 2007 harga pembukaan
perdagangan Rp.10.850,- per lembar saham, dan pada harga penutupan
perdagangan jatuh ke harga Rp. 7.400,-per lembar sahamnya (31,8 %).

5
Kemudian pada tanggal 11 Januari 2007 transaksi harga perdagangan
dibuka pada Rp. 9.650,-per lembar saham dan pada harga penutupan
perdagangan jatuh kembali ke posisi Rp. 7.400,- per lembar sahamnya
atau terjadi lagi penurunan sebesar (23,36 %). Atas penurunan saham
yang tidak wajar tersebut kemudian memicu adanya investigasi oleh
pihak pengawas pasar modal. Kemudian ditemukan indikasi bahwa PT.
PGN terlambat menyampaikan informasi yang material yakni koreksi atas
rencana besarnya volume gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari
(paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD.Selain itu, juga
dinyatakan bahwa tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang
semula akan dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi
Maret 2007.

Permasalahan yang terjadi adalah karena informasi yang terlambat


di release tersebut ternyata telah diketahui oleh pihak manajemen PT.
PGN. Informasi tentang penurunan volume gas sudah diketahui oleh
manajemen PGN sejak tanggal 12 September 2006 serta informasi
tertundanya gas in sejak tanggal 18 Desember 2006. Namun baru
diberitahukan pada 11 Januari 2007. Kedua informasi tersebut di atas
dikategorikan sebagai informasi yang material dan dapat mempengaruhi
harga saham dibursa efek. Hal tersebut tercermin dari penurunan harga
saham pada tanggal 12 Januari 2007.

Atas dugaan adanya transaksi yang tidak wajar maka pihak BEI
memutuskan untuk mensuspend saham PT. PGN pada tanggal 15 Januari
2007. Kemudian BEI meminta bantuan BAPEPAM untuk
menindaklanjuti kasus tersebut. Bapepam pun mulai melakukan
penyelidikan terkait dengan penurunan harga saham yang tidak wajar
tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan melalui review
atas dokumen-dokumen dan terhadap jajaran direksi PT. PGN, akuntan
publiknya, dan koordinator pelaksana proyek dan manajer proyek SSWJ.
Bapepam-LK memperoleh bukti bahwa PGAS telah melakukan
pelanggaran terhadap Ketentuan Undang-Undang Pasar Modal dan
Peraturan Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan Informasi Yang Harus

6
Segera Diumumkan Kepada Publik dan Bapepam-LK juga melakukan
pemeriksaan atas transaksi saham PGAS yang dilakukan oleh Perusahaan
Efek Anggota Bursa. Atas pelanggaran tersebut PT. PGN dikenai sanksi
sebesar Rp. 35.000.000,00 atas keterlambatan penyampaian keterbukaan
informasi selama 35 hari atas pelanggaran Pasal 86 Undang-Undang
Pasar Modal Jo. Peraturan Bapepam Nomor X.K.1. tentang Keterbukaan
Informasi Yang Harus Segera Diumumkan Kepada publik. Dan juga
memberikan sanksi denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00 kepada direksi
dan mantan direksi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk yang
menjabat pada periode Juli 2006 sampai dengan Maret 2007 atas
pelanggaran tentang pemberian keterangan yang secara material tidak
benar yang melanggar Pasal 93 Undang-Undang Pasar Modal.

Selanjutnya Bapepam kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap


para jajaran direksi PT. PGN terkait dengan adanya dugaan kasus Insider
Trading. Berdasarkan pemeriksaan tersebut telah terbukti adanya insider
trading yang dilakukan oleh orang dalam PT. PGN yaitu Adil Abas
(mantan direktur pengembangan), Nursubagjo Prijono, WMP
Simanjuntak (mantan Direktur Utama dan sekarang Komisaris),
Widyatmiko Bapang (mantan sekretaris perusahaan), Iwan Heriawan,
Djoko Saputro, Hari Pratoyo, Rosichin, dan Thohir Nur Ilhami yang
melakukan transaksi saham pada periode 12 September 2006 sampai
dengan 11 Januari 2007. Atas pelanggaran tersebut para pelaku dikenai
sanksi administratif dan denda total sebesar Rp. 2.800.000.000,00.

11.3.3 Keterkaitan Kasus dengan Prinsip Keterbukaan dan


Transparansi
OECD nomor 5 mengungkapkan transparansi perusahan, bahwa
perusahaan harus terbuka mengenai masalah apapun yang terjadi di
perusahaan. Tidak hanya masalah, ekspektasi yang baik dan buruk pun
harus dijelaskan secara terbuka pada pemangku kepentingan
perusahaan. Dalam kasus diatas, PGN menutupi masalah penundaan
proyek mereka, yang mana apabila diungkapkan maka akan menurunkan

7
nilai saham. Pada kenyataan yang sebenarnya beberapa pemilik saham
sudah menjual sahamnya karena sebagian dari mereka sudah mengetahui
masalah tersebut. Orang yang mengetahui hal ini disebut insider trading.
Orang yang mengetahui masalah perusahaan sehingga dia tahu benar
bahwa perusahaan akan mengalami penurunan nilai di masa yang akan
datang. Pengetahuan ini tentunya tidak diketahui seluruh pihak pemegang
saham, karena PGN takut kalau sampai masalah ini terdengar kepada
pemegang saham lain maka pemegang saham lain akan ikut menjual
sahamnya dan menurunkan nilai pasar PGN.

Pelanggaran atas aturan OECD nomor 5 benar-benar terlihat disini


yaitu tidak transparan pada seluruh pemegang saham. Pertanyaan yang
tepat untuk kasus ini adalah dimana peran komisaris? Atau sebelumnya
bagaimana peran audit internal?. Seharusnya dalam hal seperti ini audit
internal harus menjadi whistle-blower dalam penundaan proyek ini.
Proyek ini bukan hanya proyek jutaan rupiah, tapi proyek triliunan rupiah.
Berarti PGN juga melanggar pengungkapan informasi material disini.

11.3.4 Keterkaitan Kasus dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK


Nomor:Kep431/BL/2012 tentang Penyampaian Laporan Tahunan
Emiten atau Perusahaan Publik
Pada Keputusan Ketua Bapepam-LK No. KEP-431/BL/2012 yang
mengatur tentang Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau
Perusahaan Publik, pada poin nomor 2 tentang bentuk dan isi laporan
tahunan, laporan tahunan wajib memuat uraian yang membahas dan
menganalisis laporan keuangan dan informasi penting lainnya dengan
penekanan pada perubahan material yang terjadi dalam tahun buku, yaitu
paling kurang mencakup tinjauan operasi per segmen operasi sesuai
dengan jenis industri Emiten atau Perusahaan Publik, antara lain
mengenai produksi, yang meliputi proses, kapasitas, pendapatan dan
perkembangannya serta profitabilitas.

8
Dalam kasus tersebut dapat terlihat PT. PGN telah melakukan
pelanggaran peraturan tersebut dengan sengaja melakukan penahanan
informasi material mengenai perkembangan proyek volume gas dan
komersialisai yang berpengaruh terhadap penurunan nilai sahamnya. Hal
ini menyebabkan pihak orang dalam yang telah mengetahui informasi
tersebut melakukan tindakan yang menguntungkan dirinya sendiri yaitu
melakukan penjualan sebelum harga saham tersebut turun atau insider
trading padahal aktivitas insider trading merupakan aktivitas yang sangat
dilarang karena akan merugikan pemegang saham yang lain. Oleh karena
itu, atas pelanggaran yang dilakukan PT. PGN berhak dikenai sanksi baik
administrasi maupun denda oleh Bapepam.

11.3.5 Kesimpulan Kasus


1. PT. PGN telah secara jelas melanggar OECD Prinsip V dan juga
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-431/BL/2012 tentang
Penyampaian Laporan Tahunan Emiten atau Perusahaan Publik karena
dengan sengaja menunda penyampaian informasi material sehingga
menurunkan kualitas Transparansi dari perusahaan.
2. Atas keterlambatan penyampaian tersebut menyebabkan pihak orang
dalam perusahaan melakukan Insider Trading yang diketahui merupakan
sebuah pelanggaran baik OECD Prinsip V maupun peraturan Bapepam
karena merugikan pemegang saham yang lain.
3. Tingkat transparansi perusahaan go public yang ada di Indonesia masih
tergolong rendah karena masih terdapat banyak kasus terkait dengan
transparansi perusahaan.

9
REFRENSI

http://ekonomikomiko.blogspot.co.id/2014/05/pengungkapan-dalam-laporan-
keuangan.html (diakses 25 November 2017)

OECD.2004. OECD Corporate Governance Priciples.

Sinaga, Angelina. 2013. Tinjauan Terhadap Perusahaan Gas Negara


Tbk.https://angelinasinaga.wordpress.com/2013/04/26/tinjauan-terhadap-
ptperusahaan-gas-negara-tbk/. (Diakses pada tanggal 24November 2017).

Situs Resmi PT Perusahaan Gas Negara. http://www.pgn.co.id/. (Diakses


pada tanggal 24 November 2017).

10

You might also like