Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan karunia yang telah
dilimpahkan, sehingga kerja praktek serta laporan ini dapat terselesaikan dengan baik
dan lancar.
Laporan Program Latihan Akademik ini disusun sebagai salah satu persyaratan
mata kuliah Kerja Praktek di Program Studi Fisika Instrumentasi, Fakultas
Pendidikan Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia.
Kerja Praktek ini penulis laksanakan pada tanggal 8 Januari sampai dengan 3
Februari 2018.
Penulis menyadari laporan ini dapat terselesaikan berkat bantuan, bimbingan serta
doa yang diberikan oleh banyak pihak. Oleh karena itu penulis hendak
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas segala rahmat dan kemudahan yang dilimpahkan sehingga
penulis dapat melaksanakan kerja praktek ini dengan baik tanpa kekurangan suatu
apapun.
2. Orang tua yang telah memberikan doa restu, motivasi serta dorongan dan
bimbingan untuk meraih cita-cita penulis.
3. Bapak Sularto selaku training coordinator SSP II yang sudah baik hati dan
menerima dengan baik saat pertama kami datang.
4. Bapak pujihari selaku superintendent Divisi AEI MS ISM SSP yang selalu
memberikan kami pengarahan, pencerahan dan motivasi untuk selalu belajar
kembali karena kami yang tersadarkan bahwa ilmu yang kami miliki masih
belum seberapa.
5. Bapak Wahyu Hidayat selaku Supevisor Instrumentasi & Automation plant 2
selaku pembimbing kami selama melaksanakan kerja praktek di divisi Slab Steel
Plant PT. Krakatau Steel. Terimakasih banyak atas materi dan kesabarannya saat
menyampaikan materi kepada kami.
6. Bapak Herman Yusuf yang sudah menyempatkan waktunya untuk melatih kami
PLC dan observasi ke plant dengan penjelasan materi yang sangat detail dan
bermanfaat.
7. Bapak Endang, Bang Rendi, Bapak Tris, Bapak Depi, Bapak Andi, Bapak
Wawan dan yang lainnya yang berada di Workshop SSP II yang sudah membantu
disaat kami kebingungan dan memberikan humornya sehingga kami terhibur.
8. Bapak Medi dan Ibu Hanny yang telah banyak membantu penulis selama kerja
praktek.
9. Teman-teman Kerja Prakter dari UPI (Sarah, Marya, Siska, Robby dan Aziz),
UNIB (Agung T, Agung P, Yoza), dan UNP (Habib, Rahman, Tafdil) yang sudah
bekerjasama dalam kelancaran kerja praktek ini.
10. Berbagai pihak yang telah membantu kelancaran Kerja Praktek dan proses
penyusunan laporan ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari begitu banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan ini.
Oleh karen itu, berbagai bentuk kritik maupun saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi terwujudnya laporan yang lebih baik. Besar harapan penulis laporan
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak demi kemajuan bersama.
Penulis
DAFTAR ISI
4.3. Analisis Hubungan Antara Pengukuran Level Baja Cair Pada Mould Dengan
Bukaan Slide Gate ................................................................................................... 65
BAB V PENUTUP..................................................................................................... 69
5.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 69
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Logo PT. Krakatau Steel .......................................................................... 7
Gambar 2.2. Proses Pembuatan Besi spons ................................................................ 12
Gambar 2.3. Proses Pembuatan Baja Lembaran Panas (HSM) .................................. 16
Gambar 2.4. Produk Hot Rolled Coil dan Hot Rolled Plate ....................................... 17
Gambar 2.5. Proses Pembuatan Batang Kawat ........................................................... 19
Gambar 2.6. Proses Pembuatan Baja Lembaran Dingin ............................................. 20
Gambar 2.7. Produk Cold Rolled Coil ........................................................................ 20
Gambar 2. 8. Alur produksi baja di PT. Krakatau Steel ............................................. 21
Gambar 2.9. Baja Slab ................................................................................................ 26
Gambar 2.10. Scrap hasil pemilihan dan Pemotongan ............................................... 27
Gambar 2.11. Electric Arc Furnance (EAF) ............................................................... 31
Gambar 2.12. Dedusting System ................................................................................. 32
Gambar 2.13. Continous Feeding ............................................................................... 32
Gambar 2.14. Ladle Furnace ...................................................................................... 33
Gambar 2.15. RH (Vacuum Degassing ....................................................................... 34
Gambar 2.16. Continous Casting Machine ................................................................. 35
Gambar 2.17.Instalasi pengairan WTP 2 .................................................................... 37
Gambar 3.1. Diagram Blok sistem Pengukuran ......................................................... 44
Gambar 3.2. Prinsisp Kerja EMLI .............................................................................. 45
Gambar 3.3. Pre-Amplifier yang digunakan sistem EMLI ......................................... 47
Gambar 3.4. Percobaan Joseph Henry dan Michael Faraday ..................................... 48
Gambar 3.5 Rak Kontrol PLC Interstop ..................................................................... 50
Gambar 3.6 Slide Gate ................................................................................................ 50
Gambar 3.7. Operator Stataion Tundish Slide Gate.................................................... 56
Gambar 3.8. Operator Central Hydraulic Unit .......................................................... 57
Gambar 3.9. Operator Station Ladle Side Gate .......................................................... 57
Gambar 3.10. Pendant Slide Gate ............................................................................... 58
Gambar 3.11. Blok diagram kontrol PID .................................................................... 59
Gambar 4.1. Blok Diagram Alur Proses Kontrol Levevl Baja cair Pada Mould ........ 61
Gambar 4.2. Prinsip Pengukuran Level Baja .............................................................. 63
Gambar 4.3. Data produksi Baja Slab SSP II ............................................................. 66
Gambar 4.4. Data Simulasi Produksi Baja Slab di Mould SSP II ............................. 67
Gambar 4.5 Data Simulasi Prouksi Baja Slab di Mould SSP II.................................. 67
Gambar 4.6. Data Simulasi Produksi Baja Slab di Mould SSP II............................... 68
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Fasilitas utama pabrik baja billet, Sumber data : PT. Krakatau Steel ........ 13
Tabel 2.2. Fasilitas utama pabrik baja slab, Sumber Data: PT. Krakatau Steel .......... 14
Tabel 2.3. Fasilitas utama pabrik baja lembaran panas, Sumber Data: PT. Krakatau
Steel............................................................................................................................. 16
Tabel 2.4. Fasilitas utama pabrik batang kawat, Sumber Data: PT. Krakatau Steel... 18
Tabel 2.5. Fasilitas utama pabrik baja lembaran dingin, Sumber Data: PT. Krakatau
Steel............................................................................................................................. 19
Tabel 2.6. Kategori Scrap ........................................................................................... 27
Tabel 2.7.Komposisi Besi Spons ................................................................................ 27
BAB I
PENDAHULUAN
2. Bagaimana pengaruh level baja cair terhadap slide gate tundish pada proses
Continous Casting Machine (CCM) slab steel plant II (SSP II).
1.4. Tujuan
Tujuan dilakukannya program latihan akademik (PLA) di salah satu industri
adalah sebagai berikut
1.4.1. Tujuan umum
Tujuan umum dilakukannya program latihan akademik (PLA) adalah
a. Menjadi salah satu sarana mahasiswa untuk mengembangkan dan
mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah ke
dunia kerja
b. Melatih keterampilan dan kualitas mahasiswa untuk melahirkan lulusan
yang siap bekerja.
1.4.2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dilakukannya Proram Latihan Akademik (PLA) yaitu
a. Mengetahui sistem pengukuran level baja cair di mould dalam proses
percetakan slab baja di Continous Casting Machine (CCM) Slab Steel
Plant II (SSP II) PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk.
b. Mengetahu prinsip kerja EMLI sebagai sensor level baja cair yanag ada
pada mould.
1.5. Manfaat
Manfaat dari dilaksanakanna Program Latihan Akademik (PLA) adalah
sebagai berikut:
1.5.1.Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perkembangan
teknologi informasi dan industri di Indonesia yang dapat digunakan oleh
pihak-pihak yang memerlukan serta mampu menghasilkan sarjana-sarjana
yang handal dan memiliki pengalaman di bidangnya dan dapat membina
kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan lingkungan
kerja
1.5.2. Bagi Perusahaan
Tebentuknya jaringan hubungan antara perguruan tinggi dan instansi
untuk massa yang akan datang, dimana instansi membutuhkan sumber
daya manusia dari perguruan tinggi.
1.5.3. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui secara lebih mendalam gambaran
tentang kondisi nyata dunia kerja sehingga nantinya diharapkan mampu
menerapkan ilmu yang telah didapat dalam aktivitas industri.
1.6. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Program Pelatihan Lapangan (PPL) ini dilakuakn di PT. Krakatau Steel
(Persero) Tbk divisi Maintanance Serice and Iron Steel Mking (MS & ISM) di
Sab Steel Plant II (SSP II) ang beralamatkan di Jalan Industri Nomor 5,
Cilegon, Banten, Indonesia 4235. Program Pelatihan Lapangan (PPL) ini
dilaksanakan pada 08 Januari s.d. 08 Februari 2018.
1.7. Metode Pengambilan Data:
a. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara:
1) Wawancara
Pada bagian ini dijelaskan sejarah berdirinya PT. Krakatau Steel dan
perkembangannya dari awal beroperasi samapai saat ini, visi dan misi
perusahaan, tata letak pabrik, struktur organisasi, produksi dan kapasitas,
unit-unit penunjang PT. Krakatau Steel Cilegon, kepegawaian dan
tinjauan umum slab steel plant II.
Bab III: Tinjauan Pustaka
Pada bagian ini penulis menjelaskan secara umum tentang sistem
pengukuran, sistem EMLI, Induksi magnetic, sistem hidrolik, PLC
interstop dan kontrol PID.
Bab IV: Pembahasan
Pada bagain ini penulis menjelaskan prinsip kerja dan analisis sistem
pengukuran massa baja cair di tundish pada proses continuous casting
machine (CCM).
Bab V: Penutup
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penulisan
laporan program latihan akdemik di divisi Slab Steel Plant II.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN PT.KRAKATAU STEEL DAN
SLAB STEEL PLANT (SSP)
pabrik besi siku tersebut, maka seluruh pembangunan pabrik baja yang
mulanya merupakan proyek bantuan Rusia sudah dapat diselesaikan.
Selanjutnya PT. Krakatau Steel melaksanakan pembangunan pabrik-
pabrik baru sebagai perluasan usaha. Sebagai tujuan pendirian PT.
Krakatau Steel, maka pabrik-pabrik yang dibangun bersifat terpadu yaitu
dapat mengolah biji besi sampai dengan produk-produk jadi dari baja.
Dasar penentuan lokasi pendirian pabrik besi baja, antara lain :
a. Adanya cikal bakal industri baja (Trikora).
b. Letak geografis (pinggir laut).
c. Tersedianya tanah yang cukup luas.
d. Tersedianya air yang cukup banyak.
e. Kondisi sosial budaya daerah.
f. Daerah tandus (bukan agraris).
g. Tersedianya tenaga kerja.
Secara rinci, kronologis sejarah berdirinya PT. Krakatau Steel adalah
sebagai berikut:
● Tahun 1962
Peletakan batu pertama atau peresmian pembangunan proyek besi
baja Trikora Cilegon di area 616 Ha pada tanggal 20 Mei 1962, dan
berdasarkan ketetapan MPRS No.2/1960 proyek diharuskan selesai
sebelum tahun 1968.
● Tahun 1967
Berubahnya proyek besi baja Trikora menjadi bentuk Perseroan
Terbatas (PT) berdasarkan intruksi Presiden Republik Iindonesia
No.17 tanggal 28 Desember 1967.
● Tahun 1970
PT Krakatau Steel resmi berdiri berdasarkan peraturan pemerintah
Republik Indonesia No.35 tanggal 31 Agustus 1970.
● Tahun 1977
Peresmian Pabrik Besi Beton, Pabrik Besi Profil dan Pelabuhan
Khusus Cigading PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto tanggal
27 Juli 1977.
● Tahun 1979
Peresmian Pabrik Besi Spons model Hylsa (50%), Pabrik Billet
Baja (Electric Arc Furnace), atau Dapur Thomas Wire Rood, PLTU
400 MW, dan Pusat Penjernihan Air (kapasitas 2000 liter per detik)
PT. Krakatau Steel serta KHI pipe oleh Presiden Soeharto tanggal 9
Oktober 1979.
● Tahun 1983
Peresmian Pabrik Slab Baja (EAF), Hot Strip Mill, dan Pabrik Besi
Spons unit dua PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto tanggal 24
Februari 1983.
● Tahun 1991
Pengabungan usaha (merger) PT. Cold Rolling Mill Indonesia
Utama (PT. CRMIU) dan PT. Krakatau Baja Permata (PT. KBP)
menjadi unit operasi PT. Krakatau Steel, tanggal 1 Oktober 1991
(CRM) didirikan 19 Februari 1983 yang diresmikan tahun 1987.
● Tahun 1993
Peresmian peluasan PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto 18
Februari1993, meliputi:
a. Modernisasi dan perluasan HSM dari 1,2 juta ton menjadi 2 juta
ton per tahun.
b. Peningkatan kualitas dan efisiensi HSM.
c. Perluasan Pelabuhan Pellet Bijih Besi dari kapasitas
pembongkaran 3 juta menjadi 6 juta ton per tahun.
● Tahun 1996
PT. Krakatau Steel memisahkan unit-unit otonom (unit penunjang)
menjadi anak perusahaan, yang meliputi :
a. PLTU 400 MW menjadi PT. Krakatau Daya Listrik.
b. Penjernihan Air Krenceng menjadi PT. Krakatau Tirta Industri.
c. Pelabuhan Khusus Cigading menjadi PT. Krakatau Bandar
Samudra.
d. Rumah Sakit Krakatau Steel menjadi PT. Krakatau Medika.
● Tahun 2002
Pemerintah melalui forum RUPS luar biasa pada tanggal 28 Maret
2002 telah membubarkan PT. BPIS. pengalihan aset BUMNIS (Badan
Usaha Milik Negara Industri Strategis) ke pemerintah (kantor
MENNEG BUMN sebagai pemegang kuasa menteri keuangan).
Tabel 2.1. Fasilitas utama pabrik baja billet, Sumber data : PT.
Krakatau Steel
batu kapur, serta dicampur dengan unsur-unsur lain seperti C, Fe, dan
Si. Pabrik ini juga memanfaatkan peleburan ulang baja-baja reject
(rusak) dari pabrik-pabrik lain seperti HSM, CRM, dan WRM.
Komposisi kimia dari baja didaur ulang sesuai permintaan konsumen.
Pabrik ini memproduksi baja slab dengan ukuran : tebal 200 mm,
lebar 950 – 2080 mm, dan panjang maksimum 12.000 mm, dengan
berat maksimum 30 ton. Baja yang dihasilkan dari SSP ini merupakan
baja ultra low carbon dengan kandungan gas terlarut (hidrogen dan
nitrogen) relatif rendah. Hasil produksi SSP ini kemudian dikirim ke
HSM.
Tabel 2.2. Fasilitas utama pabrik baja slab, Sumber Data: PT.
Krakatau Steel
Tabel 2.3. Fasilitas utama pabrik baja lembaran panas, Sumber Data:
PT. Krakatau Steel
Gambar 2.4. Produk Hot Rolled Coil dan Hot Rolled Plate
Intermediate Stand
CD Shear
Chopping Shear
10 Finishing Stand
Alur produksi dari proses produksi baja pada PT. Krakatau Steel dapat
dilihat pada gambar 2.8
Tebal : 200 mm
Lebar : 800 - 2.100 mm
Panjang maksimal:
Length group I : 4.500 - 6.000 mm
Length group II : 6.700 - 8.600 mm
Length group III : 8.600 - 10.500 mm
Length group IV : 10.500 - 12.000 mm
Berat maksimal : 30 ton.
b. Besi Spons
Besi spons adalah material hasil olahan dari pellet (bijih besi)
yang direduksi dengan H2 dan CO. Komposisi besi spons yang
dihasilkan oleh PT. Krakatau Steel sebagai berikut:
1. Fe total 88 – 91
2. Fe metallic 76 – 82
3. Metalisasi 86 – 92
4. Karbon total 1,8 – 2,5
5. FeO 6 -15
6. SiO2 1,25 – 2,5
7. Al2O3 0,6 – 1,3
8. CaO 1,5 – 2,8
9. MgO 0,31 – 1,25
10. Fosfor 0,014 – 0,41
c. Batu Kapur
CaCO3 ↔ CaO + CO2
CaO berfungsi sebagai fluks pembentuk slag (pengotor) dan
mengikat unsur-unsur pengotor seperti SiO2, MnO, S, dan P.
Lapisan fluks (slag) ini juga melindungi baja cair dari oksidasi
langsung dengan udara.
d. Grafit
Grafit digunakan sebagai pengatur kadar karbon dan sebagai
agen foamy slag agent process untuk meningkatkan perolehan
baja cair.
2. Bahan Baku Tambahan
Bahan tambahan adalah material-material yang ditambahkan
dengan maksud untuk mengikat unsur pengotor dan pengganggu
yang kemudian membentuk suatu sistem oksida yang akan keluar
dalam bentuk terak slag.
a. Ferro Alloy
2. Dedusting System
Dedusting system dipasang dengan tujuan untuk memproses
debu yang diakibatkan oleh proses peleburan. Alat tersebut berguna
untuk menangkap debu agar mengurangi polusi yang diakibatkan
pada saat proses baja di dapur busur listrik (Electric Arc Furnace).
4. Ladle Furnace
Ladle Furnance adalah mesin untuk menambahkan bahan baku
tambahan dengan penambahan sesuai parameter grade baja yang
diinginkan (lihat No.2 Hal 27) dan untuk menaikan atau
menurunkan temperatur baja sesuai parameter. Material yang
ditambahkan kemudian diaduk oleh oksigen atau nitrogen yang
disemprotkan dengan cara di bubling, sedangkan untuk menaikan
temperatur dilakukan oleh dapur listrik seperti halnya di EAF, hanya
saja kapasitas trafo yang digunakan lebih kecil.
Kapasitas ladle : 130 ton baja cair
Berat kosong : 62,5 ton
Diameter atas : 3.700 mm
Diameter bawah : 3.500 mm
Tinggi : 3.700 mm
Trafo ladle furnace : 66 MVA
5. RH (Vacuum Degassing)
Khusus untuk pabrik baja slab II ada ruang vacum degassing
yang berfungsi untuk menyedot gas-gas hasil dari peleburan. Cairan
7. Bridge Crane
Bridge crane adalah suatu pesawat/peralatan yang digunakan
untuk mengangkat dan memindahkan seluruh peralatan dan material
yang digunakan untuk keperluan produksi maupun perawatan dalam
suatu pabrik.
Di pabrik baja slab II terdapat 6 buah bridge crane yang
mempunyai daya angkat dan fungsi yang berbeda, yaitu:
a. Bridge crane 913 (scrap crane), digunakan untuk mengangkut
scrap dari scrap field ke scrap bucket, memiliki kapasitas angkut
sampai 12 ton.
b. Bridge crane 914 (furnace crane), digunakan untuk mengangkat
scrap bucket ke electric arc furnace yang digunakan untuk proses
peleburan. Mekanisme pengangkatan menggunakan hooks serta
memiliki 2 hoist (untuk mengangkut beban secara vertikal) 80
ton dan 160 ton serta 1 monorail (untuk mengangkat beban kecil)
5 ton.
cair. Mould terus bergerak naik turun untuk memadatkan cairan baja.
Pada spray cooling, aliran air diatur dengan saksama untuk
mendinginkan baja, aliran air diatur berdasarkan tabel aliran air yang
sesuai dengan grade baja yang akan dibuat. Di dalam mould, baja
cair ditaburi semacam bubuk (powder) di bagian atasnya agar proses
pembentukan kulit baja menjadi sempurna. Pada bibir mould,
dipasang sensor level yang mendeteksi level baja cair yang
menggunakan prinsip medan elektromagnetik. Pada proses ini harus
diperhitungkan dengan teliti proses pendinginan dan pelumasan agar
rol-rol pada mesin tidak mengalami kemacetan.
Sewaktu baja slab keluar dari mould, baja slab ditarik oleh
motor-motor listrik dari atas dan bawah. Selama proses penarikan
juga dilakukan pendinginan (spray cooling). Kecepatan motor
penarik baja slab juga berpengaruh terhadap keberhasilan
pembentukan baja slab. Bila baja slab retak maka berakibat bisa
merusak peralatan di sekitarnya karena di dalamnya masih berbentuk
cair. Baja slab yang keluar kemudian mengalami proses pemotongan
dengan panjangnya sesuai pesanan. Setelah dipotong, baja slab
disusun dengan rapi dan diberi nomor sesuai komposisi baja
(stamping process). Baja slab diambil sample datanya untuk melihat
kerapatan pori-porinya. Baja slab yang telah diberi nomor kemudian
dibawa ke cross transfer area untuk ditimbang massanya.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2. Kabinet Straind
Kabinet straind terdiri dari beberapa bagian yaitu straind
multicontrol PLC, spare, EMLI mould measuring system, dan
Berthold mould messuring system.
Rak PLC Input/output Koneksi
0 Spare
Set line speed, actual line speed,
1 actual level, gate position car A,
gate position car B
Line speed actual, actual level, set
level, gate position, prop valve
2 close car A, prop valve open car
A, valve close car B, prop valve
open car B.
Open car A (pendant), close care
A (pendant), star corr, star
casting, manual OSLA, auto
OSLA, em. Shut straind, failure
3
hydrolic, alarm hydrolic, em. Shut
from hydrolic, general em. shut,
tundish change, open panel, close
panel, cast interrupt START, cast
interrupt END.
Open car b (test+casting),close
car B (test+casting), star corr,
EMLI sstem failure, lamp test,
steel in mould, limit switch car
A,limit switch car B, power fail
4
AC, power fail DC, reday for cast
VAI, em. Commond, end of cast
VAI, AUTO pendant car A, AUTO
pendant car B, filter car A, filter
car B.
Lamp MANU,lamp AUTO, lamp
START, lamp ALARM,lmp
READY, lamp tube change, strat
withdrawal, stop withdrawal, cast
5
interrupt alarm, (level to high),
(level to low), cooling valve ladle,
MANU?AUTO, tundish slide gate
system OK, EMLI-zero adjust.
Emergency valve car A, em. Akku
car A, watch dog, auto valve A,
auto valve 2 A,anti clogging car A,
nozzle car A, S-N change car A,
6
S/N-joint car A, S/Nchange car A,
S/N slit, ladle shround, AUTO
pendant car 1, AUTO pendant car
B.
7 Emergency valve car B,
BAB IV
SISTEM PENGUKURAN LEVEL BAJA CAIR PADA MOULD DALAM
PROSES CONTINOUS CASTING MACHINE (CCM)
Gambar 4.1. Blok Diagram Alur Proses Kontrol Levevl Baja cair Pada Mould
Gambar diatas merupakan diagram alur proses kontrol level baja cair pada
mould. Pertama, transmitter pada EMLI akan memancarkan sinyal yang telah
dikuatkan lalu akan diterima oleh receiver coil. Sinyal tersebut berupa
gelombang elektromagnetik. Keluaran yang dihasilkan oleh EMLI yaitu arus
sebesar 4-20 mA, yang mana keluaran dari EMLI masuk ke pre-amplifier lalu
kembali ke MPC. Dari MPC dismbungkan ke PLC Interstop sebagai analog
input untuk diolah dan disambungkan ke kontrol PID untuk mengatur bukaan
slide gate pada tundish. Saat proses bukaan slide gate terdapat suatu indikator
untuk menandakan bahwa sudah berapa persen slide gate terbuka dan berapa
persen ketinggian baja cair. Indikator tersebut awalnya dinamakan VIC
(Variabel Inductance Conditioner). Keluaran dari VIC masuk kembali ke PLC
Interstop sebagai analog input dan keluarannya akan ditampilkan ke display.
Arus keluaran dari slide gate disambungkan dengan suatu hambatan sebesar
500 Ohm, sehinngga keluarannya berupa tegangan sebesar 2-10 V. Maka, pada
display terbentuk sebuah grafik, dimana grafik tersebut berisi hubungan antara
persentase bukaan slide gate tundish, level baja cair, set point dan kecepatan
aliran baja cair dari tundish.
Untuk pengukuran level baja cair ini digunakan coil cassette yang
memanfaatkan gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik ini
dihasilkan oleh coil transmitter, dimana tegangan dari blok transmitter
menghasilkan ggl induksi. GGL induksi ini kemudian mempengaruhi coil
cassette untuk membentuk gelombang elektromagnetik. Medan magnet yang
ditimbulkan akan mempengaruhi baja cair ini sebagai inti besi, kemudian
medan elektromagnetik diterima oleh kaset kumparan penerima (Receiver Coil
Cassette).
Jika level baja cair pada mould turun maka permeabilitasnya adalah udara
dan jika level baja cair pada mould tinggi maka permeabilitasnnya adalah bahan
ferromagnetic yaitu baja cair. Baja cair ini memiliki permeabilitas yang lebih
tinggi dibandingkan udara sehingga kerapatan medan magnetnya akan lebih
besar karena rapat medan magnet berbanding lurus dengan permeabilitasnnya.
Jika transmitter memberikan suatu medan elektromagnetik maka pada coil
receiver (lilitan sekunder) akan timbul ggl induksi. Sinyal GGL induksi yang
dibangkitkan oleh coil receiver juga bergantung dengan seberapa besar medan
elektromagnetik yang diterima oleh coil receiver. Fluks magnetic yang
dihasilkan coil cassette transmitter dapat dilakukan dengan persamaan dibawah
ini:
Jika level baja cair tinggi maka akan menyebabkan terjadinya kerapatan
medan elektromagnetik (seperti pada gambar diatas) dan arus yang mengalir
pada kumparan sekunder (coil receiver) akan semakin besar karena perubahan
medan magnet yang besar. Saat perubahan medan magnetnya besar maka fluks
yang dihasilkan dari coil cassette akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya,
saat level baja cair rendah maka arus yang mengalir pada kumparan sekunder
(coil receiver) akan kecil karena perubahan medan magnet yang dihasilkan
kecil. Ketika perubahan magnetnya kecil maka fluks yang dihasilkan oleh coil
cassette tersebut akan kecil juga.
Sinyal GGL induksi dari coil receiver ini masih lemah dan terdapat noise di
dalamnya, sehingga perlu dikuatkan kembali meggunakan pre-amplifier. Low
pass filter pada pre-amplifier digunakan untuk menghilangkan atau
meminimalisir adanya noise yang terbawa oleh coil receiver. Sinyal hasil
penguatan dari pre-amplifier tersebut kemudian dikirim ke modul receiver
sebagai sinyal informasi level baja cair. Selanjutnya, sinyal tersebut
dibandingkan dengan sinyal yang diberikan ke coil receiver.
Proses perbandingan tersebut dilakukan pada rak kontrol EMLI yang
kemudian menghasilkan output 4-20 mA untuk dikirim ke kontrol PLC untuk
diolah dan dibandingkan dengan nilai set point (40%), dengan batas toleransi
sebesar 10% yang telah ditetapkan control panel. Nilai hasil pengontrolan PLC
ini kemudian digunakan sebagai sinyal kontrol bukaan slide gate agar level baja
cair di mould konstan sesuai dengan yang diinginkan dengan deviasi sekecil-
kecilnya melalui sistem hidrolik yang berfungsi sebagai aktuator dari slide gate.
Level baja cair dalam mould dipertahankan pada posisi tertinggi 40% dengan
alasan bahwa pada level ini , jika terjadi overshoot maka tidak akan terjadi
overflow dan selain itu untuk menghindari breakout. Besarnya bukaan dari slide
gate ini berkisar antara 70-80% untuk mempertahankan nilai set point dari level
baja cair tersebut. Selama mempertahankan level baja cair, slide gate akan terus
bergerak (berosilasi 1%). Osilasi ini bertujuan agar slide gate tidak tertahan
akibat pengerasan baja cair yang melewatinya.
4.3. Analisis Hubungan Antara Pengukuran Level Baja Cair Pada Mould
Dengan Bukaan Slide Gate
Pemonitoran dari pengendalian level baja cair pada mould dapat dilihat dari
grafik di bagian operator. Grafik tersebut menunjukan hubungan antara nilai set
point level baja cair aktual, casting speed dan bukaan slade gate tundish. Pada
saat awal percetakan, grafik menunjukan adanya overshoot, dimana hal ini
dipengaruhi oleh pengendalian proposional yang berada di PID. Kendali PID
digunakan untuk mengatur bukaan slide gate tundish. Nilai parameter PID
yang dipergunakan dalam sistem ini adalah Kp = 0,8, Ki = 0,081 dan Kd = 3,5.
Nilai-nilai ini ditetapkan dengan metode trial and error.
Berdasarkan grafik diatas, saat level baja cair baru 35,60% maka bukaan
slide gate sebesar 69,20 % artinya slide gate terbuka dengan kecepatan aliran
baja cair dari tundish sebesar 1,14. Pada data grafik diatas, nilai presentase
level baja cair berada dibawah nilai set point dan mengalami fluktuasi, maka
terdapat kesalahan pada level baja cair di mould yang berarti jika level baja cair
rendah akan menyebabkan breakout predetection. Dimana apabila level baja
cair terlalu rendah kulit baja pada mould dapat tidak tebentuk dan akan
menyalakan alarm sebagai peringatan terjaidnya breakout prediction (BOP).
Selain akan mengalami breakout, apabila grafik terjadi fluktuasi menurunkan
kualitas baja yang dihasilkan.
Pada grafik pada gambar 4.4, saat level baja cair telah mencapai titik
terendah atau akan mencapai titik 0 maka bukaan slide gate akan mencapai 82,8
% dengan kecepatan aliran baja cair daari tundish mencapai 0,95. Lalu, grafik
pada gambar 25, saat level baja cair mencapai titik nol maka slide gate akan
terbuka sebesar 70% dengan kecepatan aliran baja cair dari tundish sebesar
0,59.
Berdasarkan grafik yang dihasilkan, maka dapat disimpulkan bhwa semakin
tinggi level baja cair yang ada di mould maka kecepatan aliran baja cair dari
tundish akan semakin kecil karena slide gate pada tundish akan menutup. Tetapi
untuk grafik pada gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 tidak dapat dijadikan acuan karena
grafik yang dihasilkan merupakan hasil dari simulasi dimana pada saat simulasi
baja cair yang ada pada mould tidak ada.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan observasi dan penelitian yang dilakuakn maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Proses Continous Casting Machine (CCM) merupakan proses akhir dari
pembuatan baja slab
2. Sistem pengukuran level baja cair pada mould di SSP II menggunakan
sistem EMLI. Dimana EMLI merupakan suatu sistem yang digunakan untuk
mengontrol level baja cair dengan menggunakan sifat gelombang
elektromagnetik.
3. Dalam pengukuran level baja cair, semakin tinggi level baja cair pada mould
maka arus yang dihasilkan pada coil cassette akan semakin tinggi juga
karena semakin tinggi level baja cair semakin besar perubahan medan
magnetiknya begitupun sebaliknya.
4. Pada sistem EMLI output yang dihasilkan dihubungkan ke PLC Interstop
dengan keluaran 4 – 20 mA dan hasil keluaran dari EMLI akan
dihubungkan ke PLC Interstop untuk pengaturan kerja piston pada bukaan
slide gate tundish.
5. Semakin tinggi level baja cair maka presentase bukaan slide gate pada
tundish akan semakin kecil yang berarti slide gate akan tertutup dan
kecepatan aliaran baja cair dari tundish akan mengecil.
6. Sistem kontrol yang digunakan dalam pengukuran level baja cair dengan
bukaan slide gate tundish yaitu menggunakan kontrol PID.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Manual Book. 1992. Mould Measurment and Database of EMLI casset (1992).
Cilegon: PT. Krakatau Steel.
[2] Manual Book. Continous Casting Machine (CCM). Cilegon: PT. Krakatau Steel.
[3] Manual Book. EMLI System Manual. Cilegon : PT. Krakatau Steel.
[4] Sulasno and Prayitno, Thomas Agus. 2006. Teknik Sistem Kontrol. Yogyakarta:
Graha Ilmu
[5] Gotz, Werner. 1984. Hydrolic Theory and Application From Bosch Germany
[6] Marhanani, Cahyoni. 2008. Electromagnetik Level Indicator (EMLI) Sebagai
System Pengukuran Level Baja Cair Pada Mould. Laporan Kerja
Praktek Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung.
[7] Pratama, T Iwan B. Induksi Elektromagnet. Lab Elektronika Industri UAJY
[8] Polban. [Online]. Tersedia: http://digilib.polban.ac.id/files/disk1/96/jbptppolban-
gdl-rezagunawa-4771-3-bab2--3.pdf
LAMPIRAN