You are on page 1of 20

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat
dan karunian-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Kasus Tanjung
Priok 1984 dengan baik. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Makalah Kasus Tanjung Priok 1984 ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
kuliah pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), yang
berfungsi sebagai kegiatan untuk meningkatkan dan mengembangkan kreativitas
kerja mahasiswa.
Ucapan terimakasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu selama pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah yang
saya buat ini memiliki kekurangan, maka dari itu saya mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Purwakarta, 5 September 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 2

BAB II PERISTIWA TANJUNG PRIOK 1984


2.1 Latar Belakang Peristiwa Tanjung Priok 1984 ........................................................ 3
2.2 Peristiwa Berdarah Tanjung Priok 1984 ................................................................... 5
2.3 Penanganan Kejadian ...............................................................................................10
2.4 Pelanggaran Hak Asasi Manusia ..............................................................................14

BAB III PENUTUP


3.1 Ringkasan/Simpulan ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 19
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang berlandaskan Pancasila. Pemerintah
Orde Baru pada era tahun 1980-an menginginkan Pancasila sebagai satu-satunya
ideologi di Indonesia sehingga pemerintah saat itu mensosialisasikan Rancangan
Undang-Undang (RUU) No 5/1985 tentang pemberlakuan asas tunggal Pancasila.
Pada 1984 beredar desas-desus bahwa Soeharto akan mendorong adanya asas
Tunggal, yaitu Pancasila, sebagai satu-satunya platform ideologi politik untuk
seluruh partai dan lembaga politik di Indonesia. Keinginan Soeharto ini
ditanggapi dengan sinis oleh sebagian besar tokoh Islam di Indonesia. Soeharto,
dengan gaya anti-komunisnya, menyatakan tidak perlu khawatir karena Pancasila
itu sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa, jadi soal-soal spiritual tidak
akan terbengkalai walau digantikan dengan Pancasila.
Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara hukum. Namun
kenyataannya, penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Hal ini dapat
dilihat dari kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum mampu ditangani oleh
pemerintah, khususnya pada masa Orde Baru, contoh kasus tersebut adalah
Peristiwa Tanjung Priok 1984. Makalah ini mengangkat tema Peristiwa Tanjung
Priok 1984 sebagai objek penelitian, karena mengingat peristiwa ini merupakan
salah satu kasus pelanggaran HAM yang dampaknya berkelanjutan hingga saat
ini. Kemudian Peristiwa Tanjung Priok 1984 juga adalah peristiwa yang
berhubungan dengan (RUU) No.5 Tahun 1985 tentang pemberlakuan asas tunggal
Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa Tanjung Priok 1984?
2. Bagaimana proses terjadinya Peristiwa Tanjung Priok 1984?
3. Bagaimana Penanganan kasus Tanjung Priok 1984?
4. Apa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ada pada kasus Tanjung Priok 198
5.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya peristiwa Tanjung Priok 1984.
2. Untuk mengetahui proses terjadinya Peristiwa Tanjung Priok 1984.
3. Untuk mengetahui Penanganan kasus Tanjung Priok 1984.
4. Untuk mengetahui Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ada pada kasus
Tanjung Priok 1984.
BAB II
PERISTIWA TANJUNG PRIOK 1984

2.1 Latar Belakang Peristiwa Tanjung Priok 1984


Sebab umum
Ekonomi
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia yang spektakuler
selama dasawarsa 1970-an, tidak berhasil menciptakan fundamen ekonomi
nasional yang kuat. Hal ini dikarenakan dua pilar utama pembangunan yaitu
ekspor migas dan utang luar negeri, sehingga ketika dunia mengalami krisis
ekonomi dan turunnya harga minyak secara drastis di awal dasawarsa 1980-an,
perekonomian Indonesia pun terpuruk. Tingkat inflasi juga mengalami
peningkatan, pada tahun 1983 sebesar 13,52% dan pada 1984 menjadi 15,53%
padahal pada tahun 1982 hanya 9,06%. Ini menyebabkan beban biaya hidup
semakin berat. Awal dasawarsa 1980-an merupakan kondisi sulit bagi sebagian
besar rakyat Indonesia untuk menjalani hidup kesehariannya 1[1].
Politik
Di bidang politik pada saat yang bersamaan juga sedang terjadi konstraksi
antara pemerintah dengan ormas serta parpol Islam. Untuk menaklukkan
kelompok-kelompok dan parpol Islam, pada tahun 1983 pemerintah menerapkan
kebijakan asas tunggal 2[2], yaitu pada sidang umum MPR mengeluarkan
ketetapan MPR No II/1983 tentang garis-garis besar haluan Negara bab IV D
Pasal 3: “.... demi kelestarian dan pengamalan pancasila, kekuatan-kekuatan
politik khususnya partai politik dan golongan karya harus benar-benar menjadi
kekuatan sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya
asas..”
Akibat keputusan tersebut mendapat reaksi keras dari beberapa kelompok
masyarakat diantaranya petisi 50 dan juga masyarakat Tanjung Priok. Karena
berdasarkan keputusan tersebut semua ormas dan partai yang ada di Indonesia

1[1] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html
diakses 18 November jam 07.47

2[2] ibid
harus memiliki kesatuan dan hanya satu asas, yaitu Pancasila. Maksud dari
diterapkannya kebijakan ini adalah untuk mencabut ormas dan parpol Islam dari
akar ideologinya, Islam. Hal ini tentu saja mendapat tanggapan dan tantangan dari
ormas dan partai Islam. Kondisi ini semakin memperuncing konflik antara
pemerintah dan ormas serta parpol Islam3[3].
Sebab Khusus:
Di sekitar Masjid As-Sa’adah terpasang pamflet dan poster yang bersifat
SARA’. Karena himbauan petugas agar pamflet-pamflet dan poster-poster itu
dihapus atau dicabut tidak dihiraukan, akhirnya seorang petugas Babinsa Kodim
yaitu Sersan Hermanu pada hari jumat tanggal 7 September 1984, mencabut
pamflet-pamflet tersebut dengan memasuki Masjid tanpa membuka sepatu dan
melakukan pengotoran mushola dengan menggunakan air got. Apa yang
dilakukan Sersan Hermanu tersebut menyulut kemarahan dari umat Islam di
sekitar Masjid. Akibat dari provokasi ini, warga menuntut Hermanu untuk
meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Akan tetapi Hermanu tetap
bersikukuh tidak mengakui perbuatannya, dan pada saat yang sama sebagian
masyarakat yang sudah sangat emosi oleh sikap Hermanu akhirnya membakar
motor dinas Babinsa yang dikendarai Hermanu. Hermanu berhasil diamankan
oleh pengurus Masjid dari kemarahan warga4[4]. Namun justru pihak kodim
malah menangkap empat orang warga yang dianggapnya bertanggungjawab atas
pembakaran motor petugas tersebut. Dan penangkapan keempat tersangka tersebut
kemudian menjadi pemicu terjadinya peristiwa yang lebih
2.2 Peristiwa Berdarah Tanjung Priok 1984
Pada tahun 1984 Terjadi pengkritisan terhadap penerapan pancasila
sebagai satu-satunya asas, pengkritisan terhadap pelarangan pemakaian jilbab
terhadap remaja putri disekolah-sekolah, dan program berencana. Tepatnya pada
tanggal 7 September 1984 Sersan Satu Hermanu, Bintara Pembina Desa (Babinsa)

3[3]http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses
18 November jam 07.47

4[4]http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses
18 November jam 07.47
Kodim 0502 yang beragama Khatolik datang ke musholla As-Sa’adah. Dia
meminta jamaah mencabut pamflet-pamflet yang menempel di Masjid yang
bersifat SARA, yaitu mengkritisi penerapan pancasila sebagai satu-satunya asas,
pelarangan pemakaian jilbab terhadap pelajar putri dan Keluarga Berencana.
Karena himbauan petugas agar pamflet-pamflet dan poster-poster itu
dicabut tidak dihiraukan, pada tanggal 8 September 1984 Sersan Satu Hermanu
kembali mendatangi Masjid As-Sa’adah, karena Hermanu masih melihat poster-
poster yang menghujat pemerintah ditempel di Masjid, kemudian ia masuk tanpa
membuka sepatu dan memerintahkan rekanya melepas famplet. Karena susah
membuka famplet, akhirnya Hermanu menyiram dengan air got, bahkan ia sampai
menginjak Al-Quran dan menodongkan pistol kepada jamaah yang di musolla
yang berusaha melarang perbuatanya5[5].
Akibat dari perbuatan Hermanu, berita tersebut akhirnya menyebar
keseluruh daerah priok dan menyulut kemarahan dari umat Islam. Dari provokasi
ini, warga menuntut Hermanu untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya.
Akan tetapi Hermanu tetap bersikukuh tidak mengakui perbuatannya, dan pada
saat yang sama sebagian masyarakat sudah sangat emosi oleh sikap Hermanu,
motor dinas Babinsa yang dikendarai Hermanu dibakar. Hermanu berhasil
diamankan oleh pengurus Masjid dari kemarahan warga6[6].
Namun pihak aparat justru menangkap empat orang warga yang
dianggapnya sebagai yang bertanggungjawab atas pembakaran motor petugas
tersebut. Adapun empat orang itu adalah M. Noor sebagai orang yang memang
bertanggung jawab atas pembakaran motor, kemudian Syarifudin Rambe dan
Sofwan Sulaiman sebagai orang yang dituduh bertanggung jawab terhadap
pembakaran motor, dan Ah. Sahi sebagai ketua Mushola As-Sa’adah.
Penangkapan keempat tersangka tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya
peristiwa yang lebih besar7[7].

5[5] ibid

6[6] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses


18 November jam 07.47

7[7] Ibid
Pada tanggal 11 September 1984 Amir Biki salah seorang pimpinan Posko
66, dia adalah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk
menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat.
Amir Biki menyampaikan tuntutannya kepada pihak-pihak yang berwajib untuk
meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang
diyakininya tidak bersalah, selambat-lambatnya pukul 23.00 malam hari itu juga.
Namun usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia 8[8].
Walaupun dalam suasana tantangan yang demikian, pada tanggal 12
September 1984 acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang Raya, yang sudah
direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala As-Sa’adah tetap dilaksanakan.
Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubaligh dan
memang tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang
rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya untuk
naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki
berkata antara lain, “Mari kita buktikan solidaritas islamiyah. Kita meminta teman
kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes pekerjaan oknum-
oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela kebenaran
meskipun kita menanggung resiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka kita
harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita tidak boleh merusak
apa pun! Kalau ada yang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti itu bukan
golongan kita (yang dimaksud bukan dari jamaah kita).” Pada saat berangkat
jamaah pengajian dibagi dua, sebagian menuju Polres dan sebagian menuju
Kodim9[9].
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah
dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan
senjata otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat itu,
terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu

8[8] http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelanggaran.HAM.Berat
diakses pada 22 November 22.00

9[9] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm

diakses pada 19 November 2013 jam 13.35


disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu
militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan
sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang
lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit
histeris, beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota
militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih
banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau
masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati10[10].
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh
buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk
besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para
jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih
mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang
tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum
tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh mobil
truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk
besar terdengar jelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di got-got/selokan-
selokan di sisi jalan11[11].
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu
untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan melemparkannya ke
dalam truk. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat atau orang-
orang yang terkena tembakan yang tersusun seperti karung goni. Setelah mobil
truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama
kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam kebakaran yang
bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya dan di sisinya,
sampai bersih12[12].

10[10] ibid

11[11] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm
diakses pada 19 November 2013 jam 13.35

12[12] ibid
Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim
dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-kira jarak 15 meter dari kantor Kodim,
jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan
yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu,
di antaranya Amir Biki. Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3
orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari
senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu
jatuh tersungkur menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian
yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau
melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang
jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara
Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang
beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, lalu dibawa menuju
Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD). Sesampainya di rumah sakit,
mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar mayat, termasuk di dalamnya saudara
Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu di kamar
mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang
dan mengangkat saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain13[13].
Namun di sisi lain ada juga yang menyatakan bahwa peristiwa berdarah
Tanjung Priok 1984 adalah satu peristiwa yang sudah disiapkan sebelumnya
dengan matang oleh intel-intel militer. Militerlah yang menskenario dan
merekayasa kasus pembataian Tanjung Priok, Ini adalah bagian dari operasi
militer yang bertujuan untuk mengkatagorikan kegiatan-kegiatan keislaman
sebagai suatu tindak kejahatan, dan para pelaku dijadikan sasaran korban.
Terpilihnya Tanjung sebagai tempat sebagai "The Killing field" juga bukan tanpa
survey dan analisa yang matang dari intelejen. Kondisi sosial ekonomi tanjung
priok yang menjadi dasar pertimbangan. Tanjung Priok adalah salah satu wilayah
basis Islam yang kuat, denga kondisi pemukiman yang padat dan kumuh.
Mayoritas penduduknya tinggal dirumah-rumah sederhana yang terbuat dari

13[13] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm

diakses pada 19 November 2013 jam 13.35


barang bekas pakai. kebanyakan penduduknya bekerja sebagai buruh galangan
kapal, dan buruh serabutan. Dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah ditambah
dengan pendidikan yang minim seperti itu menjadikan Tanjung Priok sebagai
wilayah yang mudah sekali terpengaruh dengan gejolak dari luar, sehingga mudah
sekali tersulut berbagai isu14[14].
Bahkan suasana panas di Tanjung Priok sudah di rasakan sebulan sebelum
peristiwa itu terjadi. Upaya-upaya provokatif memancing massa telah banyak
dilakukan diantaranya, pembangunan gedung bioskup tugu yang sering memutar
film maksiat yang berdiri persis berseberangan degan masjid Al-hidayah. Tokoh-
tokoh islam menduga keras bahwa suasana panas itu memang sengaja direkayasa
oleh orang-orang tertentu di pemerintahan yang memusuhi islam. Suasana
rekayasa ini terutama sekali dirasakan oleh ulama-ulama di luar tanjung priok.
Sebab, di kawasan lain kota di jakarta terjadi sensor yang ketat terhadap para
mubaligh, kenapa di Tanjung Priok sebagai basis islam para mubalighnya bebas
sekali untuk berbicara, bahkan mengkritik pemerintah dan menentang azas
tunggal pancasila. Tokoh senior seperti M Natsir dan syarifudin Prawiranegara
sebenarnya telah melarang ulama untuk datang ke tanjung priok agar tidak masuk
perangkap, namun seruan itu rupanya tidak terdengar oleh ulama-ulama tanjung
priok15[15].

2.3 Penanganan Kejadian


Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum. Salah satu
dari unsur hukum tersebut adalah adanya jaminan perlindungan dan penghormatan
atas HAM 16[16]. Yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

14[14] http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses


pada 19 November 2013 jam 13.32

15[15] http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses


pada 19 November 2013 jam 13.32

16[16]Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia,(
Jakarta:Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi Dan Supremasi Hukum, 2001),hal 66
tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia17[17].
Dalam menangani kasus Tanjung Priok 1984 tidak semudah seperti
menangani kasus pelanggaran biasanya, karena kasus Tanjung Priok ini termasuk
ke dalam kasus pelanggaran HAM berat. Seperti yang tertera dalam Undang-
undang Nomor 39 Tahun 1999 Bab IX tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
pasal 10418[18], yakni:
(1) Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan
Hak Asasi Manusia di lingkungan Peradilan Umum
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang-
undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
(3) Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diadili oleh pengadilan yang berwenang
Selain itu, kasus Tanjung Priok 1984 ini merupakan kasus yang terjadi
sebelum adanya undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sehingga
kasus Tanjung Priok ini harus diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc, hal ini
tertera juga dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 43 ayat 1 bahwa
Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya
Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc19[19].
Hingga saat ini kasus Tanjung Priok masih belum dapat diselesaikan.
Binsar Gultom seorang Hakim Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta, menyatakan
bahwa kasus Tanjung Priok ini telah selesai, yang ditandai oleh pembebasan
Sriyanto pada tahun 2005, serta Purnowo dan Sutrisno Mascung pada tahun 2006.
Namun bagi para korban Tanjung Priok hal ini sangat tidak adil dan sangat
mengecewakan, karena banyak aturan hukum yang mengatur tentang HAM, yang
salah satunya yaitu terdapat dalam UUD 1945 BAB XA Tentang Hak Asasi

17[17] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal
1

18[18] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Bab IX pasal 104

19[19] Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia pasal 43
Manusia, khususnya pasal 28I20[20], hingga akhirnya para korban memutuskan
untuk meminta perhatian dari Presiden. Kemudia pada bulan Maret 2006 Kontras
(Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengadu ke Komisi
Yudisial, namun hingga saat ini masih belum ada perkembangan yang signifikan
dari kasus Tanjung Priok 1984.
Adapun penanganan terhadap kasus Tanjung Priok ini, secara rinci dapat
kami sampaikan melalui tabel di bawah ini 21[21]:
Tanggal Kegiatan
27 Agustus 1999 Press release KPKP (Koalisi Pembela Kasus Priok:
Kontras, YLBHI, API, LBH Jakarta dan ALPERUDI)
mendesak pemerintah untuk:
Mendesak PUSPOM untuk memanggil Soeharto dan
LB Moerdani, Try Sutrisno dan pentinggi-petinggi mliter
yang terlibat secara langsung kasus Tanjung Priok 12
September 1984 sebagai langkah awal
pertanggungjawabannya
Memperlihatkan secara serius dan mengadili seluruh
pihak yang terlibat dalam rangkaian pelanggaran hukum
dan HAM atas kasus Priok mulai dari penembakan masal,
pembantaian, penangkapan sewenang-wenang,
pneyiksaan, intimidasi dan penghilangan orang baik sipil
dan militer
3 Mei 2000 KPP HAM memeriksa Try Soetrisno dan LB Moerdani
Juni 2000 Komnas HAM menyerahkan hasil KPP HAM Priok
kepada Kejaksaan Agung
11 Juli 2000 Berkas Komisi Penyelidik dan Pemeriksa Pelanggaran
HAM Tanjung Priok (KP3T) dipulangkan Kejaksaan

20[20] Undang-Undang Dasar 1945

21[21]www.google.co.id/www.kontras.org/tpriok/data/Komnas/HAM/tentang/Kasus/T
anjung/Priok.doc diakses pada 19 November 2013 jam 07.55
Agung ke Komnas HAM untuk dilengkapi kekurangannya
14 Oktober 2000 Hasil penyelidikan diserahkan ke kejaksaan Agung untuk
kedua kalinya
24 Januari-19 Pemeriksaan beberapa saksi korban dan keluarga di
Februari 2001 Kejaksaan Agung
Juli 2002 MA Rahman dalam sebuah pertemuan dengan DPR RI
menjelaskan bahwa Kejaksaan Agung telah menetapkan
12 tersangka
14 September Pembacaan dakwaan terhadap Sutrisno Mascung CS di
2003 Pengadilan HAM Jakarta Pusat. Komandan regu III daroi
Yon Arhanudse beserta 11 anak buahnya tersebut didakwa
melakukan pelanggaran HAM yang berat meliputi
pembunuhan, percobaan pembunuhan dan penganiayaan
23 September Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pranowo didakwa
2003 oleh jaksa telah melakukan pelanggaran HAM berat
berupa perampasan kemerdekaan dan penyiksaan
30 September Dakwaan RA butar Butar dibacakan oleh Jaksa di
2003 pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Komandan Kodim
tersebut didakwa melakukan pelanggaran HAM berat
berupa pembunuhan, penganiayaan dan perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang terhadap penduduk
sipil
23 Oktober 2003 Sriyanto (Pasiop Kodim 0502) diajukan ke persidangan
dengan dakwaan telah melakukan pelanggaran HAM berat
meliputi: pembunuhan, percobaan pembunuhan dan
penganiayaan
31 Maret 2004 RA Butar Butar di tuntutan 10 tahun penjara
30 April 2004 RA Butar Butar divonis 10 tahun penjara dan wajib
memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi
terhadap korban
3 Juli 2004 Pranowo dituntut 5 tahun penjara
8 Juli 2004 Sriyanto dituntut 10 tahun penjara
9 Juli 2004 Sutrisno Mascung CS dituntut 10 tahun penjara
10 Agustus 2004 Pranowo diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
12 Agustus 2004 Sriyanto diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
29 September Sriyanto dibebaskan oleh hakim Agung ditingkat
2005 Kasasi22[22]
13 Januari 2006 Mahkamah Agung membebaskan Pranowo ditingkat
kasasi.
28 Februari 2006 Sutrisno Mascung CS dibebaskan pada tingkat kasasi
6 Maret 2006 Kontras mengadu ke Komisi Yudisial23[23]

2.4 Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Peristiwa tragedi kemanusiaan di Tanjung Priok pada pertengahan tahun
1984, merupakan salah satu dari sekian banyak rentetan jejak dan fakta kelamnya
masa pemerintahan Suharto. Satu masa rezim militer yang berlumuran darah dari
awal masa kekuasaannya sampai akhir masa kediktatorannya. Kemiliteran
dibentuk untuk menopang kekuasannya dan selalu siap menjalankan perannya
sebagai kekuatan negara untuk menghadapi rongrongan ideologi apapun,
termasuk ideologi agama yang diakui di Indonesia. Kekuasaan penuh yang dimilki
militer saat itu meluas mencakup penghancuran setiap bentuk gerakan oposisi
politik. Fungsi kekuasaan militer untuk melakukan tindakan pemeliharaan
keamanan dan kestabilan negara dianggap sebagai suatu bentuk legitimasi untuk
dapat melakukan berbagai macam bentuk tindakan provokatif. Mereka
menggunakan dalih pembenaran sepihak yaitu sebagai tindakan pengamanan
terhadap kekuasaan, meskipun dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM
paling berat sekalipun24[24].

22[22] http://www.kontras.org/tpriok/index.php?hal=berita&tahun=2004 diakses pada 22


November jam 21.35

23[23] ibid

24[24] http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses


pada 19 November 2013 jam 13.32
Menurut undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
yang dimaksud dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun
tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan
tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku25[25].
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan
pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.
Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara
perorangan ataupun kelompok. Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan
dalam dua jenis26[26], yaitu:
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genisida)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain

25[25] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 1

26[26] http://kuchingbaeg.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html

diakses pada 19 November 2013 jam 15.30


Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM
yang bersifat berat. Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 7
disebutkan bahwa27[27], pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
1. Kejahatan Genosida
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Namun kelemahan dari pasal ini adalah tidak adanya ketentuan tentang
penyiksaan (torture) yang diatur secara mandiri. Sesuai dengan ketentuan hukum
internasional, penyiksaan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat HAM
sekalipun hal itu tidak merupakan bagian dari serangan yang meluas dan
sistematik terhadap penduduk sipil28[28].
Adapun dalam laporannya Tim Tindak Lanjut Hasil KP3T menyatakan
bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat dalam peristiwa Tanjung Priok
antara lain29[29], berupa:
1. Pembunuhan kilat (summary killing).
Tindakan pembunuhan kilat (summary killing) ini terjadi depan Mapolres
Jakarta Utara akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan yang dilakukan oleh
satu regu dibawah pimpinan Sutrisno Mascung dkk. Para anggota pasukan ini
masing-masing membawa peluru tajam 5-10. Akibat tindakan ini telah
mengakibatkan 24 orang tewas, 54 luka berat dan ringan.
2. Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and
detention).
Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang dilakukan aparat TNI
setelah terjadinya peristiwa Tanjung Priok yang dilakukan terhadap orang-orang
yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok. Semua
korban berjumlah 160 orang yang ditangkap tidak sesuai prosedur dan tanpa surat

27[27] Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 7


28[28] Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia,(
Jakarta:Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi Dan Supremasi Hukum, 2001),hal 95

29[29]http://www.elsam.or.id/downloads/1268368470_01._Progr_Report_1_Pengadilan_HAM_Tan
jung_Priok_1.pdf diakses pada tgl 18 November 2013 jam 11.34
perintah. Para korban ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur
dan Rumah Tahanan Militer Cimanggis.
3. Penyiksaan (torture)
Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Mapomdam Guntur dan
Rumah Tahanan Militer Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror
dari aparat.
4. Penghilangan orang secara paksa (enforced or involuntary disappearance)
Fakta-fakta tindakan ini terjadi dalam tiga tahap, antara lain: pertama,
menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan
keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara diam-
diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari. Lokasi
penguburan juga tidak dibuat tanda-tanda, sehingga sulit untuk diketahui. Kedua,
menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk melihat
kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat.
Ketiga, adalah merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta
identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti tersebut
sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secara
pasti.
BAB III
PENUTUP

3.1 Ringkasan/Simpulan
1. Latar Belakang peristiwa disebakan oleh sebab umum, yaitu ekonomi dan
politik serta sebab khusus.
2. Peristiwa Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 12
September 1984 di Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia yang mengakibatkan
sejumlah korban tewas dan luka-luka serta sejumlah gedung rusak terbakar.
Sekelompok massa melakukan defile sambil merusak sejumlah gedung dan
akhirnya bentrok dengan aparat yang kemudian menembaki mereka. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh munculnya ketetapan MPR No II/1983 tentang garis-garis
besar haluan Negara bab IV D Pasal 3.Kemudian terjadi peristiwa perampasan
brosur dan pamflet yang mengkritik pemerintah di salah satu mesjid di kawasan
Tanjung Priok dan penyerangan oleh massa kepada aparat.
3. Kasus Tanjung Priok 1984 mengalami penanganan oleh pengadilan
HAM dari tahun 26 Agustus - 6 Maret 2006. Hingga akhirnya para korban
memutuskan untuk meminta perhatian dari Presiden. Kemudian pada bulan Maret
2006 Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)
mengadu ke Komisi Yudisial, namun hingga saat ini masih belum ada
perkembangan yang signifikan dari kasus Tanjung Priok 1984
Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM yang
bersifat berat. Adapun pelanggaran-pelanggaran tersebut berupa Pembunuhan
kilat (summary killing), Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful
arrest and detention), Penyiksaan (torture), dan Penghilangan orang secara paksa
(enforced or involuntary disappearance).
DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, (2001). Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak


Asasi Manusia Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi
Dan Supremasi Hukum
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia
http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-
1984.html diakses pada 19 November 2013 jam 13.32
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-
priok-1984.htm diakses pada 19 November 2013 jam 13.35
www.google.co.id/www.kontras.org/tpriok/data/Komnas/HAM/tentang/K
asus/Tanjung/Priok.doc diakses pada 19 November 2013 jam 07.55
http://www.elsam.or.id/downloads/1268368470_01._Progr_Report_1_Pen
gadilan_HAM_Tanjung_Priok_1.pdf diakses pada tgl 18 November 2013 jam
11.34
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-
priok.html diakses 18 November jam 07.47
http://kuchingbaeg.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-
us-x-none.html diakses pada 19 November 2013 jam 15.30
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelan
ggaran.HAM.Berat diakses pada 22 November 22.00
http://www.kontras.org/tpriok/index.php?hal=berita&tahun=2004 diakses
pada 22 November jam 21.35

You might also like