You are on page 1of 7

JHECDs, I (1), 2015, hal.

20-26

Penelitian

Infeksi kecacingan pada siswa sekolah dasar di desa program dan


non program PAMSIMAS Karang Intan Kabupaten Banjar

Prevalences of worm infection at elementary school students in


village with PAMSIMAS and without PAMSIMAS program Karang
Intan Kabupaten Banjar

Darmiah1*, Sa’dillah1, Syarifudin Ansari1, Yuniarti Suryatinah2

1. Politeknik Kesehatan Kemenkes Banjarmasin Jl. H. Mistar Cokrokusumo No. 1A – Banjarbaru


2. Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Tanah Bumbu. Jl.
Loka Litbang Komplek Perkantoran Pemkab Tanah Bumbu, Gunung Tinggi – Batulicin, Kalimantan Selatan
*Korespondensi: darmiah0708@gmail.com
DOI : 10.22435/jhecds.v1i1.4804.20-26

Tanggal masuk 28 Agustus 2015, Revisi pertama 08 Oktober 2015, Revisi terakhir 20 November 2015, Diterima 11
Desember 2015, Terbit daring 2 Januari 2016

Abstract. Worm infection in Indonesia is the largest public health problem, after malnutrition. Approximately 12% of total
morbidity in children aged 5-14 years infected with worms, this age are the age of schools and the group which are vulnerable to
disease transmission. The study aims to determine differences in the incidence of worm infection at elementary school student in
the village with PAMSIMAS and without PAMSIMAS program, in the working area of "UPT Puskesmas Karang Intan Kecamatan
Karang Intan Kabupaten Banjar". The observed population was elementary school students, grades 3 and 4. The sample was all
total populasi. Data was analyzed with the Chi-square test. The results showed that in village with PAMSIMAS (10,8%) and
without PAMSIMAS program (36,6%) Chi-Square statistic had significant result (Pvalue<0,05, =0,01).In conclusion, there are
differences in the incidence of worm infection at elementary school student in the village with PAMSIMAS and without PAMSIMAS
program, in the working area of "UPT Puskesmas Karang Intan Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar".
Keywords: Worm infection, elementary school student, PAMSIMAS

Abstrak. Di Indonesia penyakit kecacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak, setelah malnutrisi.
Diperkirakan sebesar 12 % dari kesakitan total pada siswa umur 5 – 14 tahun terinfeksi cacing, umur ini merupakan
umur sekolah dan kelompok yang rentan terhadap penularan penyakit. Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbedaan
infeksi kecacingan pada siswa sekolah dasar (SD) di desa program dan non program PAMSIMAS di wilayah kerja UPT
Puskesmas Karang Intan Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Populasi yang diamati adalah siswa SD Kelas 3 dan
4. Sampel penelitian adalah total populasi siswa. Analisis data menggunakan uji statistik Chi-square. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa infeksi kecacingan siswa di SD desa program PAMSIMAS 4 sampel positif (10,8%). Non program
PAMSIMAS 11 sampel positif (36,6%).Hasil uji statistik Chi-Square diperoleh hasil significant (Pvalue<0,05, =0,01).
Kesimpulan terdapat perbedaan infeksi kecacingan pada siswa SD di desa program dan non program PAMSIMAS di
wilayah kerja UPT Puskesmas Karang Intan Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar.
Kata kunci: infeksi kecacingan, siswa SD, PAMSIMAS

20
Darmiah, dkk. Kecacingan pada desa program dan non program Pamsimas...

Pendahuluan merupakan desa program PAMSIMAS tahun 2010


dan dinyatakan desa Bebas Buang Air Besar
Penyakit kecacingan merupakan salah satu Sembarangan (BABS). Pada tahun 2011 desa
masalah kesehatan masyarakat dengan prevalensi tersebut telah mendapat sertifikat desa bebas
yang cukup tinggi terutama di daerah tropis. BABS oleh Bupati Banjar. Tempat pelaksanaan
Diperkirakan 800 juta – 1 milyar penduduk penelitian di Desa Bi-ih (Program PAMSIMAS)
mengalami infeksi kecacingan Ascaris Lumbricoides, dan desa Loktangga (desa non program
700 – 900 juta infeksi Ancilostoma doudenale dan PAMSIMAS).
Necator Americanus dan 500 juta infeksi Trichuris
trichura.1. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
perbedaan infeksi kecacingan pada siswa SD kelas
Di negara berkembang termasuk Indonesia 3 dan 4 di desa program dan non program
diperkirakan sebesar 12 % dari kesakitan total PAMSIMAS wilayah kerja UPT Puskesmas
siswa umur 5 – 14 tahun terinfeksi cacing, umur Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar.
ini merupakan umur sekolah dan kelompok yang
rentan terhadap penularan penyakit..Letak Metode
geografis Indonesia sebagai negara yang beriklim
tropis dengan kelembaban yang tinggi merupakan Jenis penelitian bersifat observasional analitik
lingkungan yang baik untuk perkembangbiakan dengan pendekatan metode Studi Cross Sectional,
cacing terutama soil transmitted helminthes analisis data menggunakan uji statistik Chi-square.
(nematoda usus yang ditularkan melalui tanah). Di Sampel penelitian siswa SD program PAMSIMAS
Indonesia penyakit kecacingan merupakan kelas 3 sebanyak 24 orang, kelas 4 sebanyak 13
masalah kesehatan masyarakat terbanyak, setelah orang total sampel 37 orang. Siswa SD non
malnutrisi. Hasil survei Sub Direktorat Diare dan program PAMSIMAS kelas 3 sebanyak 13 orang,
Kecacingan Departemen Kesehatan RI pada kelas 4 sebanyak 17 orang total sampel 30 orang.
tahun 2003 di 40 SD pada 10 provinsi Sampel diambil menggunakan teknik Proporsional
menunjukkan prevalensi berkisar 2,2%-90,8%. 2Di Stratified Random Sampling, yaitu suatu rancangan
Kalimantan Selatan, hasil survei yang dilakukan yang dilakukan pada populasi yang
pada siswa SD Negeri Pasar Jati I kecamatan heterogenitasnya diwarnai oleh adanya beberapa
Astambul Kabupaten Banjar menunjukan kelompok atau kelas (stratum) dengan batas yang
prevalensi Ascaris lumbricoides sebesar 82%, jelas antar kelompok,jumlah subyek berbeda
Trichuris trichiura 95% dan Ancylostoma duodenale antara stratum yang satu dengan yang
sebesar 26%.3 Hasil pemeriksaan laboratorium lain.6Metode pemeriksaan tinja yang digunakan
yang dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten dalam penelitian ini adalah metode sediaan basah
Banjar tahun 2011 pada siswa SD kelas 3 dan 4 dengan kaca penutup.
ditemukan Ascaris lumbricoides sebesar 30,4%,
Trichuris trichiura21,25%.2 Hasil
Masalah kesehatan di sekolah sangat kompleks 1. Personal hygiene dan infeksi
dan bervariasi terkait dengan kesehatan peserta kecacingan
didik yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan Hasil penelitian menunjukkan bahwa personal
dan perilaku kebersihan perorangan, seperti hygiene siswa SD kelas 3 dan 4 di desa program
perilaku cuci tangan sebelum makan dan minum, PAMSIMAS dengan kriteria baik 70,3%, tidak baik
pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan 29,7%. Sedangkan siswa SD kelas 3 dan 4 di desa
di sekolah, gosok gigi yang benar, potong kuku non program PAMSIMAS kriteria baik 43,3%,
dan lain-lain.4 Program Nasional Pembangunan Air tidak baik 56,7% (Tabel 1).
Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat
(PAMSIMAS) bertujuan untuk meningkatkan 2. Infeksi kecacingan dan karakteristik
penyediaan layanan air minum dan sanitasi siswa SD
masyarakat terutama dalam menurunkan angka Kejadian infeksi kecacingan siswa SD kelas 3 dan
infeksi penyakit diare, penyakit terkait air, 4 di desa program PAMSIMAS positif infeksi
penyakit terkait lingkungan seperti kecacingan dan cacing Ascaris lumbricoides 8,1%, infeksi cacing
praktek perilaku hidup bersih dan sehat Ascaris lumbricoides dan trichuris trichiura 2,7%.
(PAMSIMAS, Program 2010). Di Kabupaten Kejadian infeksi kecacingan siswa SD kelas 3 dan
Banjar program PAMSIMAS dilaksanakan mulai 4 di desa non program PAMSIMAS 33,3% sampel
tahun 2008 sebanyak 9 desa, tahun 2009 positif infeksi cacing Ascaris lumbricoides dan
sebanyak 15 desa, tahun 2010 sebanyak 13 desa infeksi cacing Ascaris lumbricoides dan trichuris
dan tahun 2011 sebanyak 12 desa, sehingga trichiura 3,3%.
jumlah keseluruhan sebanyak 49 desa.5 Desa Bi-ih

21
JHECDs Vol. I, No. 1, Desember 2015

Tabel 1. Personal hygiene dan infeksi kecacingan pada siswa SD


Frekuensi
Karakteristik PAMSIMAS Non PAMSIMAS
n % n %
Personal Hygiene:
Baik 26 70,3 13 43,3
Tidak baik 11 29,7 17 56,7
Jumlah Mandi Sehari:
2 kali 26 70,3 19 63,3
1 kali 11 29,7 11 36,7
Mandi Menggunakan Sabun:
Ya 37 100 30 100
Tidak 0 0 0 0
Menggunakan Alas Kaki:
Selalu Pakai Alas 27 72,9 21 70
Kadang-kadang 10 27,1 9 30
Cuci Tangan Sebelum Makan dan Minum:
Selalu cuci tangan 35 94,5 30 100
Kadang-kadang 2 5,5 0 0
Cuci Tangan Pakai Sabun:
Selalu Pakai Sabun 17 45,9 13 43,2
Kadang-kadang 20 54,1 17 56,6
Cuci Tangan Dengan Air Mengalir:
Selalu dengan Air mengalir 2 5,4 0 0
Kadang-kadang 35 94,6 30 100
Kebersihan Tangan dan Kuku
Bersih 26 70,2 18 60
Kotor 11 29,8 12 40
Spesies Cacing
Negatif 33 89,2 19 63,4
Ascaris lumbricoides 3 8,1 10 33,3
Asacrais l.+ Trichuris trichiura 1 2,7 1 3,3
Hasil Pemeriksaan Menurut Umur:
8,0 – 8,9 tahun 2 50 6 54,5
9,0 – 9,9 tahun 1 25 5 45,5
≥10 tahun 1 25 0 0
Hasil Pemeriksaan Menurut Jenis Kelamin:
Laki – Laki 3 75 5 45,5
Perempuan 1 25 6 54,5

Pembahasan menurunkan penyakit infeksi termasuk kecacingan


sebesar 23 % demikian juga halnya dengan
1. Personal hygiene dan infeksi kecacingan kebiasaan memakai alas kaki.8 Hasil dari analisis uji
Hasil penelitian menunjukkan bahwa personal statistik menunjukkan bahwa personal hygiene
hygiene siswa SD kelas 3 dan 4 di desa program pada kelompok siswa SD kelas 3 dan 4 di desa
PAMSIMAS dengan nilai baik sebanyak 70,3%, nilai program PAMSIMAS dengan kelompok siswa SD
tidak baik sebanyak 29,7%, siswa SD di desa non kelas 3 dan 4 di desa non program PAMSIMAS
program PAMSIMAS dengan nilai baik sebanyak menunjukkan ada perbedaan/asosiasi yang
43,3%, nilai tidak baik sebanyak 56,7%, personal bermakna (Pvalue<0,05, =0,048). Personal hygiene
hygiene siswa SD kelas 3 dan 4 di desa program siswa secara keseluruhan memberikan hubungan
PAMSIMAS lebih baik dari non program bermakna terhadap kejadian infeksi kecacingan.
PAMSIMAS. Kebersihan perorangan sangat Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang
berperan dalam memutuskan mata rantai dilakukan oleh Mardiana dan Djarismawati hasil
penularan penyakit kecacingan.7 Peranan personal uji statistik chi-square diperoleh nilai Pvalue = 0,000 ,
hygiene dalam mencegah penularan penyakit maka dapat disimpulkan ada hubungan yang
adalah sangat besar, kegiatan ini meliputi signifikan antara personal hygiene siswa dengan
kebersihan tangan dan kuku, kebiasaan cuci infeksi kecacingan dimana siswa yang memiliki
tangan sebelum makan, cuci tangan pakai sabun personal hygiene yang tidak baik berpeluang
dan cuci tangan dengan air yang mengalir, dapat

22
Darmiah, dkk. Kecacingan pada desa program dan non program Pamsimas...

terinfeksi kecacingan dibandingkan siswa yang tidak jauh berbeda. Hasil analisis uji statistik
memiliki personal hygiene yang baik.9 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna penggunaan alas kaki siswa SD kelas 3
Frekuensi mandi siswa dan 4 di desa program PAMSIMAS dan non
Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi program PAMSIMAS, Pvalue>0,05 ( =0,50).
mandi siswa SD kelas 3 dan 4 di desa program Menurut penelitian Fitri dkk, penggunaan alas kaki
PAMSIMAS yang melakukan mandi 2 kali dalam sangat penting dalam mencegah penularan
sehari sebanyak 70,3%, 1 kali mandi dalam sehari kecacingan karena dengan alas kaki tidak terjadi
sebanyak 29,7%, sedangkan frekuensi mandi siswa kontak langsung dengan tanah yang merupakan
SD kelas 3 dan 4 di desa non program sumber penularan dari kecacingan.11
PAMSIMAS yang melakukan mandi 2 kali dalam
sehari 63,3%, siswa yang melakukan mandi 1 kali Cuci tangan sebelum makan dan minum
dalam sehari sebanyak 36,7%. Kebiasaan mandi 2 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
kali atau 1 kali dalam sehari bagi siswa SD kelas 3 94,5% siswa di desa program PAMSIMAS dengan
dan 4 di desa desa program PAMSIMAS dan siswa kebiasaan selalu cuci tangan sebelum makan dan
SD kelas 3 dan 4 di desa non program minum, sebanyak 5,5% dengan kebiasaan kadang-
PAMSIMAS terhadap infeksi kecacingan tidak ada kadang mencuci tangan sebelum makan dan
beda. Hasil analisis data statistik menunjukkan minum. Siswa di desa non program PAMSIMAS
tidak ada perbedaan yang bermakna antara seluruhnya 100% melakukan kebiasaan cuci
kebiasaan mandi 2 kali dalam sehari dan mandi 1 tangan sebelum makan dan minum. Cuci tangan
kali dalam sehari pada siswa SD kelas 3 dan 4 di sebelum makan/minum sangat penting dalam
desa program PAMSIMAS dan non program personal hygiene karena dengan cara ini dapat
PAMSIMAS dengan nilai Pvalue>0,05 (= 0,73). memutus mata rantai penularan penyakit yang
masuk dari tangan ke mulut.13 Hal ini sejalan
Kebiasaan mandi dengan menggunakan dengan penelitian Nita Rahayu dan Muttaqien
sabun Ramdani, bahwa transmisi Ascaris lumbricoides dan
Dalam penelitian ini semua siswa di desa program Trichuris trichiura dapat terjadi secara langsung
PAMSIMAS dan non program PAMSIMAS 100% karena tertelan larva infektif yang melekat di jari
menggunakan sabun untuk mandi. Kebiasan ini tangan pada waktu anak menghisap jari atau tidak
sangat mendukung untuk mencegah terjadinya mencuci tangan sebelum makan.14 Hasil analisis uji
penularan penyakit dan kecacingan ke tubuh statistik menunjukkan bahwa kebiasaan cuci
manusia. Karena mandi menggunakan sabun dapat tangan sebelum makan dan minum pada siswa SD
menghilangkan kuman-kuman atau bakteri yang kelas 3 dan 4 di desa program PAMSIMAS dengan
menempel pada kulit. Hasil analisis data siswa SD di desa non program PAMSIMAS
menunjukkan bahwa kebiasaan mandi menunjukkan ada perbedaan yang
menggunakan sabun kelompok siswa SD kelas 3 bermakna(Pvalue<0,05, =0,029).
dan 4 di desa program PAMSIMAS dengan
kelompok siswa SD di desa non program Cuci tangan pakai sabun
PAMSIMAS menunjukkan ada perbedaan yang Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SD di
bermakna(Pvalue<0,05 = 0,01). Kebiasaan mandi desa program PAMSIMAS sebanyak 45,9% selalu
dengan menggunakan sabun dapat mendukung cuci tangan pakai sabun dan 54,1,% kadang-kadang
keadaan hygiene perorangan yang baik bagi siswa. cuci tangan pakai sabun. Pada siswa SD kelas 3
Kebersihan perorangan yang baik dapat dan 4 di desa non program PAMSIMAS sebanyak
memutuskan mata rantai penularan infeksi 43,2% yang cuci tangan selalu pakai sabun, dan
kecacingan. Faktor hygiene perorangan siswa sebanyak 56,6% kadang-kadang cuci tangan pakai
mempunyai peran yang sangat penting dalam sabun. Dari data tersebut menunjukkan bahwa
penularan askariasis.10 siswa SD kelas 3 dan 4 di desa program
PAMSIMAS kurang beresiko terhadap penularan
Menggunakan alas kaki kuman dan parasit dibandingkan dengan siswa SD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak kelas 3 dan 4 di desa non program PAMSIMAS.
72,9 % siswa SD kelas 3 dan 4 di desa program Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa siswa
PAMSIMAS menggunakan alas kaki, dan kadang- yang cuci tangan selalu pakai sabun pada
kadang menggunakan alas kaki sebanyak 27,1% kelompok siswa SD program PAMSIMAS dengan
sedangkan siswa SD kelas 3 dan 4 di desa non kelompok siswa SD non program PAMSIMAS
program PAMSIMAS yang menggunakan alas kaki menunjukkan ada perbedaan yang bermakna
sebanyak 70% dan kadang-kadang mengunakan (Pvalue<0,05, =0,01). Hal yang sama juga terdapat
alas kaki sebanyak 30%. Jumlah yang menggunakan pada penelitian Umar dalam Rawina, ada
alas kaki pada siswa SD kelas 3 dan 4 di desa hubungan bermakna antara perilaku cuci tangan
program PAMSIMAS non program PAMSIMAS

23
JHECDs Vol. I, No. 1, Desember 2015

memakai sabun sebelum makan dengan kejadian infektif ditanah yang tercemar akan menempel
kecacingan.16 Kebiasaan cuci tangan pakai sabun ditangan yang kotor dan bersembunyi di kuku
dapat memberikan pengaruh terhadap kejadian yang panjang sehingga masuk ketubuh manusia.
kecacingan pada siswa. Telur cacing ascaris Kuku yang terawat dan bersih juga merupakan
lumbricoides dapat menempel dikulit pada saat cerminan kepribadian seseorang. Kuku yang
siswa bermain di tanah, mencuci tangan dengan panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat
menggunakan sabun dapat melarutkan kotoran melekat berbagai kotoran yang mengandung
yang menempel ditangan sehingga terbebas dari berbagai bahan dan mikroorganisme diantaranya
telur infektif dari tanah yang tercemar.15 bakteri dan telur cacing.9
Penggunaan sabun dalam mencuci tangan
berfungsi sebagai anti septik yang dapat 2. Infeksi kecacingan dan karakteristik
membunuh kuman dan penyebab penyakit. siswa SD infeksi kecacingan
Menurut WHO, cuci tangan adalah tindakan Hasil pemeriksaan dari 37 sampel siswa SD di
paling utama dan menjadi salah satu cara desa program PAMSIMAS sebanyak 89,2%
mencegah terjadinya penularan penyakit.17 Sejalan dinyatakan negatif, dan sebanyak 10,8%
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rawina dinyatakan positif. Dari 10,8% yang dinyatakan
menyatakan bahwa pemberian informasi cuci positif ini ditemukan prevalensi Ascaris
tangan disertai dengan peragaan tangan yang lumbricoides sebanyak 8,1% dan positif campuran
benar memberikan efek pada penurunan angka Ascaris lumbricoides + Trichuris trichiura sebanyak
infeksi kecacingan.16 2,7%. Sedangkan siswa SD di desa non program
PAMSIMAS dari 30 sampel yang diperiksa
Cuci tangan dengan air mengalir. terdapat 63,3% dinyatakan negatif dan 39,9%
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SD dinyatakan positif. Dari 39,9% positif ini
kelas 3 dan 4 di desa program PAMSIMAS yang ditemukan prevalensi Ascaris lumbricoides
cuci tangan selalu dengan air mengalir sebanyak sebanyak 36,6% dan campuran Ascaris
5,4%, kadang-kadang dengan air mengalir lumbricoides + Trichuris trichiura sebanyak 3,3%.
sebanyak 94,6%. Siswa SD kelas 3 dan 4 di desa Hasil uji statistik Chi – Square signifikan
non program PAMSIMAS 100% cuci tangan (Pvalue<0,05, =0,01). Hal ini menunjukkan bahwa
kadang-kadang dengan air mengalir. Tujuan ada perbedaan yang bermakna antara infeksi
dilakukan cuci tangan dengan air mengalir ini, kecacingan siswa SD di desa program PAMSIMAS
dimaksudkan agar sewaktu cuci tangan dan non program PAMSIMAS di wilayah kerja
kuman/parasit akan larut dibawa air sewaktu cuci UPT Puskesmas Karang Intan Kabupaten Banjar.
tangan, kebiasaan siswa SD program PAMSIMAS
dan non program PAMSIMAS mencuci tangan Umur dan infeksi kecacingan
dengan air mengalir ini perlu ditingkatkan, agar Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SD
personal hygiene siswa tetap terjaga dalam kelas 3 dan 4 program PAMSIMAS umur 8,9 – 8,9
kondisi baik. Walaupun dalam penelitian ini tahun sebanyak 50%. Umur 9,0 –9,9 tahun 25%
kebiasaan siswa mencuci tangan selalu dengan air dan ≥10 tahun 25%. Siswa non program
mengalir dan kadang-kadang dengan air mengalir PAMSIMAS umur 8,9 – 8,9 tahun sebanyak 55%
tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dan umur 9,0 – 9,9 tahun 45%. Dari data tersebut
(Pvalue>0,05, =0,32). terlihat bahwa kelompok umur siswa 8,9 – 9,9
tahun yang paling banyak terjadi infeksi
Kebersihan tangan dan kuku kecacingan. Secara epidemiologi puncak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa SD terjadinya infeksi kecacingan pada umur 5 – 10
kelas 3 dan 4 di desa program PAMSIMAS tahun.17
sebanyak 70,2% kebersihan tangan dan kuku Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan
siswa bersih, dan sebanyak 29,8% kotor. Sadjimin, bahwa infeksi cacing perut mencapai
Sedangkan non program PAMSIMAS sebanyak puncak intensitasnya pada umur 5-10 tahun.8 Di
60% bersih dan 40% kotor. Data Tabel 1 negara berkembang diperkirakan siswa umur 5 –
menunjukkan bahwa kebersihan tangan dan kuku 14 tahun, penyakit cacing merupakan 12 % dari
siswa SD di desa program PAMSIMAS lebih baik beban kesehatan total karena itu kecacingan
dari non program PAMSIMAS. Walaupun hasil uji merupakan penyumbang tunggal terbesar beban
statistik kebersihan tangan dan kuku kesakitan pada kelompok umur tersebut.18 Hasil
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna analisis uji statistik menunjukkan bahwa ada
antara kebersihan tangan dan kuku siswa dengan perbedaan yang bermakna antara umur dengan
yang kotor (Pvalue>0,05, =0,49), tetapi kebersihan infeksi kecacingan pada siswa SD kelas 3 dan 4
tangan dan kuku dapat menunjang dalam di desa program PAMSIMAS dan non program
penularan kecacingan, karena telur/larva yang PAMSIMAS (Pvalue<0,05, =0,032). Menurut

24
Darmiah, dkk. Kecacingan pada desa program dan non program Pamsimas...

Departemen Kesehatan RI siswa umur sekolah Ucapan Terima Kasih


merupakan frekwensi terbanyak yang menderita
kecacingan yang dapat menyebabkan gangguan Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
gizi, anemia, gangguan pertumbuhan yang pada Banjar, yang telah memberikan izin penelitian.
akhirnya akan mempengaruhi tingkat kecerdasan Pimpinan Puskesmas Karang Intan beserta
seorang siswa.19 jajarannya dan semua pihak yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Jenis kelamin dan infeksi kecacingan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin Daftar Pustaka
laki-laki siswa SD di desa program PAMSIMAS
lebih besar dari pada perempuan yaitu sebesar 1. WHO. Soil transmitted helminthes. Intestinal
75%, perempuan hanya 25%, sedangkan siswa SD Worms 2011; (online),
(http://WWW.who.int/intestinal worm/en),
di desa non program PAMSIMAS jenis kelamin
diakses 18 November 2011.
laki-laki sebesar 45,5% dan perempuan 54,5%. 2. Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar, Laporan
Hasil uji statistik tidak ada perbedaan yang Tahunan, Tahun 2011.
bermakna infeksi kecacingan antara jenis kelamin 3. Tabrani, Prevalensi Cacing Parut pada Siswa SDN
laki-laki dan perempuan siswa SD di desa Jati 2 Kec. Astambul Kabupaten Banjar, Stikes
program PAMSIMAS dan non program Cahaya Bangsa Banjarmasin; 2004.
PAMSIMAS (Pvalue>0,05, =0,31). Hal yang sama 4. Departemen Kesahatan RI, Pedoman Umum
juga dinyatakan dalam penelitian Samuel Sandy, Sanitasi dan Hygiene Sekolah,program PAMSIMAS
bahwa jumlah infeksi askariasis lebih banyak Komponen B. Jakarta; 2010.
5. Ginting Sri Alemina, Hubungan Antara Status
ditemukan pada anak perempuan dibanding laki-
Sosial Ekonomi dengan Infeksi Kecacingan pada
laki namun tidak terdapat perbedaan signifikan.20 Siswa Sekolah Dasar di Desa Suka Kecamatan Tiga
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada Panah Kab. Karo Propinsi Sumatera Utara, Medan.
perbedaan perilaku antar jenis kelamin laki-laki 2003, Website http://usu digital library.
dan perempuan. Kebiasaan bermain anak laki-laki 6. Notoatmojo, S. Metode Penelitian Kesehatan.,
dan perempuan yang menggunakan tanah sebagai Rineka CiptaJakarta. 2002.
tempat bermain mendukung terjadinya infeksi 7. Aria Gusti, Hubungan Perilaku Sehat dan Sanitasi
kecacingan pada anak. Lingkungan dengan Infeksi Cacing Yang Ditularkan
melalui Tanah di Nagari Kumanis Kab. Sawahlunto
Sijunjung, UGM. Yogyakarta. 2004.
Kesimpulan dan Saran 8. Sadjimin, Journal Epidemiologi Indonesia, Volume
Terdapat perbedaan infeksi kecacingan pada siswa 4, Edisi I, Jakarta, 2000.
9. Mardiana, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus
SD kelas 3 dan 4 di desa program dan non Pada Murid SD Wajib Belajar Pelayanan Gerakan
program PAMSIMAS di wilayah kerja UPT Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh
Puskesmas Karang Intan Kecamatan Karang Intan di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan.
Kabupaten Banjar. Kejadian infeksi kecacingan 2008; 7(2):769 – 774.
siswa SD kelas 3 dan 4 di desa non program 10. Samuel S, Maxsi I. Analisis model faktor risiko
PAMSIMAS lebih tinggi daripada infeksi infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides)pada
kecacingan siswa SD di desa program PAMSIMAS. murid SD di Distrik arso Kabupaten Keerom
Analisis data uji statistik Chi-square dengan tingkat Papua. Jurnal Buski. 2014;5(1):35 – 42.
significant (Pvalue<0,05, =0,01) menunjukkan bahwa 11. Fitri, J., Saam, Z., Hamidy, MY. Analisis Faktor-
faktor Risiko Infeksi Kecacingan Murid Sekolah
infeksi kecacingan siswa SD kelas 3 dan 4 di desa Dasar di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten
non program PAMSIMAS positif 36,6% negatif Tapanuli Selatan. Jurnal Ilmu Lingkungan.
63,4%. Sedangkan infeksi kecacingan siswa SD di 2012;6(2):146 – 61.
desa non program PAMSIMAS positif 10,8% dan 12. Arif, Iqbal M. Risiko Terjadinya Kecacingan Pada
negatif 89,2%. Anak Sekolah Dasar di Kelurahan Pannampu Kec.
Tallo Kotamadya Makassar, Airlangga University
Kepada Pemerintah Pusat dan Daerah agar Library, Surabaya. 2005.
program PAMSIMAS terus dilanjutkan dan 13. Windarrusliana Y.V. Hubungan Kecacingan
melengkapi dengan fasilitas sanitasi disekolah. Dengan Status Gizi Murid SDN 02 -04
Kepada pelaksana program meningkatkan Bandarharjo Tanjung Mas Semarang Utara.
jangkauan pelayanan kesehatan dan Semarang. 1999. (diakses tanggal 10 Maret 2010)
penyebarluasan informasi kepada anak sekolah diunduh dari: http://www.fkm.undip.ac.id
dan masyarakat serta kepada siswa agar 14. Nita Rahayu, Muttaqien Ramdani. Faktor Risiko
Terjadinya Kecacingan di SDN Tebing Tinggi di
melaksanakan kebiasaan Perilaku Hidup Bersih
Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan.
dan Sehat (PHBS). Jurnal Buski. 2013;4(3):150 – 54.

25
JHECDs Vol. I, No. 1, Desember 2015

15. Rawina W, Mulyati, Hendri A. Upaya


Pemberantasan Kecacingan di Sekolah Dasar.
Makara Kesehatan. 2012;16(2):65 – 71.
16. WHO. World Health Organization (WHO). Guidelines
On Hand Hygiene In Health Care. 2009.
17. Kharis Faridan, Lenie Marlina, Nelly Al Audah.
Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Kecacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri
Cempaka 1 Kota Banjarbaru. Jurnal Buski.
2013;4(3): 121 – 27.
18. Departemen Kesehatan RI. Keputusan Menteri
KesehatanNomor 4264/menkes/SK/VI/2006.
Tentang Pedoman Pengendalian Kecacingan.
Jakarta. 2006.
19. Departemen KesehatanRepublik
Indonesia.Pedoman Usaha Kesehatan Sekolah.
Jakarta. 1990.
20. Samuel S, Maxsi Irmanto. Analisis Model Faktor
Risiko Infeksi Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
pada Murid SD di Distrik Arso Kabupaten
Keerom Papua. Jurnal Buski. 2014;5(1): 35 – 4.

26

You might also like