You are on page 1of 14

KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM

GEOMETRIC DISSECTIONS MATERI SEGI EMPAT


DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

ARTIKEL PENELITIAN

Oleh:
RIZA RUZNIAR
NIM F04110011

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA DALAM GEOMETRIC
DISSECTIONS MATERI SEGI EMPAT DI SEKOLAH MENGENGAH PERTAMA

Riza Ruzniar, Sugiatno, Bistari


Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan Pontianak
Email: riza.ruzniar.1927@gmail.com

Abstract
Student’s creative thinking ability is essential to be developed in national education practice. In fact,
student’s creative thinking ability didn’t get serious attention even in school and national level. Even
though, creative thinking is one of standards that have been stated in every curriculum. So, this
study aimed to explain student’s creative thinking ability to solve Geometric Dissection puzzle in
dissecting rectangle into square. The research method was descriptive and research design was
survey. The subject of this research was 44 students of VIII E SMP Negeri 21 Pontianak. The result
showed that there were 4 of 5 levels of student’s creative thinking ability. There were 16 (36,36%)
students with “the most creative” thinking level, 20 (45,45%) students with “creative” thinking level,
7 (15,91%) students with “moderate creative” thinking level, and 1 (2,27%) students with “not
creative” thinking level. In fluency aspect of creative thinking, there were 36 (82%) students qualify
and 8 (18%) students didn’t. In flexibility aspect of creative thinking, there were 16 (36%) students
qualify and 28 (64%) students didn’t. In originality aspect of creative thinking, there were 43 (98%)
students qualify and 1 (2%) students didn’t.

Keywords: Creative thinking ability, Geometric Dissections, Rectangle to square

PENDAHULUAN Berpikir kreatif dapat diartikan sebagai


Berpikir kreatif dalam pendidikan di suatu proses berpikir yang digunakan seseorang
Indonesia merupakan tujuan dari pendidikan dalam mensintesis berbagai pengetahuannya
nasional yang tercantum dalam Undang-undang untuk membangun ide-ide atau konsep baru
Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 (Depdiknas, (Tan, 2007). Kemampuan berpikir kreatif oleh
2003) yang menyatakan bahwa “Pendidikan Guilford (Munandar, 2014) dan Williams
nasional berfungsi mengembangkan (1979) dinyatakan sebagai keterampilan bepikir
kemampuan dan membentuk watak serta yang dicerminkan dari empat aspek berpikir,
peradaban bangsa yang bermartabat dalam yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, dan
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, keterincian.
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta Kemampuan berpikir kreatif ini
didik agar menjadi manusia yang beriman dan merupakan kemampuan yang penting dalam
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pembelajaran. Menurut Brierly (Beetlestone,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, 2013), kemampuan berpikir kreatif akan
mandiri, dan menjadi warga negara yang mampu meningkatkan pemahaman siswa dalam
demokratis serta bertanggung jawab”. Oleh pembelajaran. Kemampuan berpikir kreatif
karena itu, kemampuan berpikir kreatif juga dapat mempertajam bagian-bagian otak yang
merupakan satu di antara Standar Kompetensi berhubungan dengan kognitif murni.
Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan dalam Kemampuan berpikir kreatif dapat membantu
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan siswa dalam menjelaskan dan
(Permendikbud) nomor 20 tahun 2016, yaitu menginterprestasikan konsep-konsep yang
memiliki keterampilan berpikir dan bertindak abstrak sehingga memungkinkan siswa
secara kreatif, produktif, kritis, mandiri, mencapai penguasaan kemampuan kognitif
kolaboratif, dan komunikatif (Kemdikbud, yang lebih baik.
2016).

1
Selain itu, kemampuan menciptakan mengacu pada sesuatu yang tidak biasa
(creating) yang merupakan kemampuan (Anggraeny & Siswono, 2013).
tertinggi dalam domain kognitif (Anderson dkk, Aspek kelancaran dalam berpikir kreatif
2001) mensyaratkan kemampuan berpikir menurut Guilford (He, 2017) dan Torrance
kreatif dalam prosesnya. Anderson dkk (Drapeau, 2014) adalah kemampuan untuk
menyatakan bahwa kemampuan menciptakan memberikan banyak ide dalam waktu yang
merupakan kemampuan menempatkan kesemua singkat. Sedangkan Williams (Munandar, 1999:
elemen secara bersama untuk membentuk 88) mendefinisikan kelancaran sebagai
keseluruhan pola yang koheren atau fungsional keterampilan untuk: (1) mencetuskan banyak
dan mengatur ulang elemen ke dalam pola atau ide, banyak jawaban, banyak penyelesaian
struktur baru. Kemampuan menciptakan masalah, banyak pertanyaan dengan lancar, (2)
memiliki tahapan yang berkesinambungan memberikan banyak cara atau saran untuk
dalam menciptakan suatu produk, yang dimulai melakukan berbagai hal, dan (3) selalu
dari proses menghasilkan hipotesis-hipotesis memikirkan lebih dari satu jawaban.
yang mungkin dari suatu permasalahan Aspek keluwesan dalam berpikir kreatif
(generating), kemudian dilanjutkan dengan menurut Guilford (He, 2017) dan Torrance
merencanakan solusi yang relevan dari berbagai (Drapeau, 2014) adalah kemampuan untuk
hipotesis yang dihasilkan (planning), dan berpikir secara luwes dengan
menerapkannya ke dalam suatu produk mempertimbangkan berbagai sudut pandang
(producing). Menurut Anderson dkk, dan arah yang berbeda sehingga mampu
kemampuan berpikir kreatif dibutuhkan dalam menghasilkan berbagai jenis ide yang berbeda.
tahap generating, yaitu untuk menghasilkan Sedangkan Williams (Munandar, 1999: 88-89)
hipotesis-hipotesis yang mungkin dari suatu mendefinisikan keluwesan sebagai
permasalahan. Hipotesis-hipotesis tersebut keterampilan untuk: (1) menghasilkan gagasan,
kemudian digunakan untuk memberikan solusi jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi, (2)
yang tepat dalam menyelesaikan masalah yang dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang
dihadapi. Sehingga akan mempengaruhi yang berbeda-beda, (3) mencari banyak
pencapaian siswa dalam menyelesaikan alternatif atau arah yang berbeda-beda, dan (4)
masalah. mampu mengubah cara pendekatan atau cara
Secara umum, tes-tes yang digunakan pemikiran.
untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir Aspek keaslian dalam berpikir kreatif
kreatif dalam matematika umumnya menurut Guilford (He, 2017) adalah
menggunakan tiga aspek berpikir kreatif saja, kemampuan dalam menyelesaikan masalah
yaitu kelancaran, keluwesan, dan keaslian (Tan, dengan ide dan pendekatan baru. Namun,
2007). Beberapa tes yang sering digunakan Torrance (Drapeau, 2014) menyatakan bahwa
untuk mengidentifikasi kemampuan berpikir keaslian sebagai kemampuan untuk
kreatif dalam matematika, yaitu tes berbentuk menghasilkan satu jenis ide yang berbeda
problem posing (pengajuan masalah), problem dibandingkan ide lainnya. Sedangkan Williams
solving (pemecahan masalah), dan multiple (Munandar, 1999: 89) mendefinisikan keaslian
solution task (tes multi solusi) (Levav- sebagai keterampilan untuk: (1) mampu
Waynberg & Leikin, 2012). Dalam tes yang melahirkan ungkapan yang baru dan unik, (2)
berbentuk multiple solution task (tes multi memikirkan cara yang tidak lazim untuk
solusi), tes yang digunakan memiliki banyak mengungkapkan diri, dan (3) mampu membuat
solusi dan kemampuan berpikir kreatif diukur kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari
dari aspek kelancaran, keluwesan, dan keaslian bagian-bagian atau unsur-unsur.
dari tiap solusi yang diberikan. Kelancaran Siswono (2008: 31) menyusun tingkatan
mengacu pada banyaknya solusi benar yang berpikir kreatif menggunakan indikator dari
dihasilkan siswa, keluwesan mengacu pada aspek berpikir kreatif, yaitu kelancaran,
kemampuan dalam mengajukan berbagai cara keluwesan, dan keaslian. Siswono membagi
dalam pemecahan masalah, dan keaslian kemampuan berpikir kreatif menjadi lima

2
tingkatan, yaitu (1) tingkat kemampuan berpikir terdiri dari beberapa submateri, satu di
“sangat kreatif jika siswa memenuhi ketiga antaranya adalah segiempat dan segitiga dengan
aspek berpikir kreatif atau hanya memenuhi kemampuan yang diujikan adalah kemampuan
aspek keluwesan dan keaslian; (2) tingkat siswa dalam menyelesaikan masalah yang
kemampuan berpikir “kreatif” jika siswa berkaitan dengan segiempat dan segitiga. Soal
memenuhi aspek kelancaran dan keaslian atau yang digunakan dalam UN SMP/MTs tahun
aspek kelancaran dan keluwesan saja; (3) 2016 berupa denah bangunan berbentuk bangun
tingkat kemampuan berpikir “cukup kreatif” segiempat yang memiliki skala dan siswa
jika siswa memenuhi satu di antara aspek diminta untuk mencari luas bangunan yang
keluwesan atau keaslian saja; (4) tingkat sebenarnya. Hasil pencapaian rata-rata siswa
kemampuan berpikir “kurang kreatif” jika siswa dalam tingkat nasional adalah sebesar 49,13
hanya memenuhi aspek kelancaran, dan (5) sedangkan rata-rata siswa SMP Negeri 21
tingkat kemampuan berpikir “tidak kreatif” jika Pontianak hanya sebesar 13,82. Hasil yang
siswa tidak memenuhi semua aspek berpikir dicapai rata-rata siswa SMP Negeri 21
kreatif. Pontianak juga tergolong sangat rendah dan ada
Dalam Permendikbud Nomor 3 Tahun selisih yang besar antara rata-rata hasil yang
2017 (Kemdikbud, 2017) disebutkan bahwa dicapai oleh siswa SMP Negeri 21 Pontianak
“Ujian Nasional (UN) merupakan kegiatan dengan rata-rata secara nasional.
pengukuran capaian kompetensi lulusan pada Untuk mengukur kemampuan berpikir
mata pelajaran tertentu secara nasional dengan kreatif matematis dalam materi geometri terkait
mengacu pada Standar Kompetensi Lulusan”. dengan kemampuan siswa menyelesaikan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dalam masalah yang berkaitan dengan segiempat dan
kurikulum 2013 terdiri dari tiga dimensi, yaitu segitiga bisa menggunakan tes yang
dimensi sikap, dimensi pengetahuan, dan memungkinkan siswa untuk memberikan
dimensi keterampilan (Kemdikbud, 2016). banyak jawaban. Sehingga memungkinkan
Khususnya, dalam dimensi keterampilan, SKL untuk mengukur setiap aspek berpikir kreatif
yang telah ditetapkan adalah memiliki berdasarkan jawaban siswa. Satu di antaranya
keterampilan berpikir dan bertindak secara adalah menggunakan sebuah teka-teki berupa
kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, pemotongan suatu bangun datar yang kemudian
dan komunikatif (Kemdikbud, 2016). Namun, diubah menjadi bangun datar lain, yang dikenal
faktanya UN hanya mengukur kemampuan dengan Geometric Dissection (Lindgren, 1972).
siswa dari penguasaan materi dalam dimensi Geometric Dissection memiliki banyak variasi
pengetahuan yang tampak dari kemampuan strategi pemotongan yang dapat dilakukan
siswa dalam menyelesaikan masalah (Pusat sehingga memungkinkan siswa untuk
Penilaian Pendidikan, 2014). Selain itu, tes-tes menemukan banyak cara memotong dalam
yang digunakan oleh guru dalam penilaian hasil membentuk suatu bangun datar lainnya. Aspek
belajar juga tidak mengukur mengenai kelancaran dapat diukur berdasarkan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini banyaknya jawaban yang benar, aspek
dikarenakan, tes-tes yang digunakan mengarah keluwesan dapat diukur berdasarkan jenis
pada satu penyelesaian dan benar (Munandar, potongan yang digunakan siswa dalam
2014). Akibatnya, kemampuan berpikir kreatif membentuk bangun datar yang berbeda, dan
siswa tidak terukur dan sulit untuk aspek keaslian bisa diukur berdasarkan
dikembangkan dalam proses pembelajaran. banyaknya tipe jawaban yang sama dari
Berdasarkan data yang didapat dari Badan keseluruhan siswa.
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (2016), Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam
satu di antara mata pelajaran yang diujikan Geometric Dissections dinilai berdasarkan
dalam UN SMP/MTs adalah matematika ketercapaian siswa dari tiap aspek berpikir
dengan ruang lingkup materi mengenai kreatif dan menggunakan tingkatan berpikir
geometri dan pengukuran, statistika dan kreatif yang disusun oleh Siswono. Siswa
peluang, bilangan, dan aljabar. Materi geometri dikatakan memenuhi aspek kelancaran dalam

3
berpikir kreatif jika siswa mampu memberikan siswa, maka tes perlu disusun, divalidasi,
minimal empat jawaban yang benar tanpa ada diujicobakan, dan diukur reliabilitasnya.
jawaban yang identik. Siswa dikatakan Validitas yang digunakan adalah validitas isi
memenuhi aspek keluwesan jika mampu dan validitas konstruk. Validasi dilakukan oleh
memberikan minimal dua jawaban benar yang 3 orang yang terdiri dari 1 orang dosen
berbeda berdasarkan jenis potongan yang pendidikan Matematika FKIP Untan dan 2
digunakan siswa. Siswa dikatakan memenuhi orang guru matematika. Berdasarkan komentar
aspek keaslian jika mampu memberikan dan saran dari validator, selanjutnya dilakukan
minimal satu jawaban yang tidak sama dengan revisi terhadap tes berpikir kreatif yang akan
jawaban siswa lainnya dengan tingkat digunakan.
persentase dibawah 15%. Tes berpikir kreatif yang telah divalidasi
kemudian diujicobakan. Berdasarkan hasil uji
METODE PENELITIAN coba, diperoleh koefisien korelasi untuk tiap
Metode penelitian yang digunakan adalah aspek berpikir kreatif sebagai berikut: aspek
metode penelitian deskriptif dan bentuk kelancaran sebesar 0,984 dan tergolong sangat
penelitian yang digunakan adalah penelitian tinggi; aspek keluwesan sebesar 0,787 dan
survei, yaitu kajian yang memaparkan apa yang tergolong tinggi; dan aspek keaslian sebesar
terdapat atau terjadi dalam wilayah tertentu 0,991 dan tergolong sangat tinggi. Berdasarkan
(Arikunto, 2010). Penelitian survei adalah hasil perhitungan validitas untuk n=31 dengan
penelitian yang jelas arah tujuannya yang ∝=0,05 diperoleh koefisien korelasi tabel r
tercermin dari rumusan masalah yang diajukan. product moment pearson sebesar 0,355. Karena
Penelitian survei bersifat explanatory, yaitu nilai koefisien korelasi diperoleh masing-
penelitian yang sifatnya menjelaskan objek masing aspek berpikir kreatif lebih besar dari
penelitian. 0,355 maka ketiga aspek berpikir kreatif
Subjek pada penelitian ini adalah siswa tersebut dianggap signifikan dan dinyatakan
kelas VIII E SMP Negeri 21 Pontianak tahun valid.Tes berpikir kreatif juga dihitung
pelajaran 2017/2018. Subjek penelitian dipilih reliabilitasnya. Berdasarkan hasil perhitungan
secara purposive sampling dengan reliabilitas tes kemampuan berpikir kreatif
mempertimbangkan hasil diskusi dengan wakil terhadap hasil uji coba tes diperoleh koefisien
kepala kurikulum dan guru kelas VIII SMP reliabilitas sebesar 0,536 dan tergolong dalam
Negeri 21 Pontianak. Sedangkan objek dalam kriteria cukup.
penelitian ini adalah kemampuan berpikir Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari
kreatif siswa dalam Geometric Dissections tiga tahapan penelitian, yaitu:
materi persegi panjang ke persegi ditinjau dari
aspek kelancaran, keluwesan, dan keaslian. Persiapan Penelitian
Adapun teknik pengumpulan data yang Langkah-langkah yang dilakukan pada
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tahap persiapan penelitian adalah sebagai
pengukuran dengan menggunakan tes berikut: (1) menyusun desain penelitian; (2)
berbentuk essay. Tes berpikir kreatif yang melaksanakan seminar terhadap desain
digunakan dalam penelitian ini adalah tes penelitian; (3) melakukan revisi terhadap desain
Geometric Dissections materi persegi panjang penelitian berdasarkan hasil seminar desain
ke persegi, yaitu sebuah teka-teki yang dibuat penelitian; (4) menyusun instrumen penelitian,
berdasarkan seni pemotongan objek geometri yaitu kisi-kisi soal, soal tes berpikir kreatif,
ke dalam beberapa bagian yang kemudian alternatif jawaban, dan pedoman penskoran; (5)
disusun kembali menjadi objek geometri yang melakukan validasi terhadap instrumen
berbeda yang dalam penelitian ini penelitian yang telah disusun; (6) melakukan
menggunakan objek geometri berupa persegi revisi terhadap instrumen penelitian
panjang yang akan diubah ke persegi. berdasarkan hasil validasi; (7) melaksanakan uji
Agar tes yang digunakan dalam penelitian coba terhadap instrumen penelitian; (8)
ini bisa mengukur kemampuan berpikir kreatif melakukan konsultasi dengan pembimbing

4
skripsi terhadap hasil uji coba yang telah data; (4) menyusun laporan penelitian; dan (5)
dilakukan; dan (9) melakukan konsultasi melaporkan hasil penelitian dalam bentuk
dengan pihak sekolah, yaitu wakil kepala presentasi hasil penelitian dan laporan
kurikulum dan guru matematika yang mengajar penelitian.
di kelas VIII SMP Negeri 21 Pontianak untuk
menentukan waktu pelaksanaan penelitian. HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan pada Hasil Penelitian
tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai Penelitian dilakukan di kelas VIII E SMP
berikut: (1) memberikan soal tes berpikir kreatif Negeri 21 Pontianak dengan subjek penelitian
kepada siswa kelas VIII di SMP Negeri 21 berjumlah 44 siswa. Berdasarkan hasil tes,
Pontianak; dan (2) melakukan penilaian kemampuan berpikir kreatif siswa
terhadap hasil tes berpikir kreatif siswa dikelompokkan ke dalam lima tingkatan
menggunakan pedoman penskoran yang telah kemampuan berpikir kreatif yang diadopsi dari
dibuat. Siswono (2008: 31) dan diperoleh hasil sebagai
berikut, yaitu: 16 siswa tergolong dalam tingkat
Pelaporan Hasil Penelitian sangat kreatif; 20 siswa tergolong dalam tingkat
Langkah-langkah yang dilakukan pada kreatif; 7 siswa tergolong dalam tingkat cukup
tahap pelaporan hasil penelitian adalah sebagai kreatif; 0 siswa tergolong dalam tingkat kurang
berikut: (1) mengumpulkan hasil data instrumen kreatif; dan 1 siswa tergolong dalam tingkat
penelitian berupa hasil tes berpikir kreatif tidak kreatif. Adapun persentase setiap
siswa; (2) melakukan pengolahan dan analisis kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dilihat
data; (3) mendeskripsikan hasil pengolahan pada Diagram 1.

Sangat Kreatif Kreatif


36% 46%

Tidak Kreatif
Cukup Kreatif
2%
16%
Diagram 1. Persentase Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Dari aspek kelancaran, siswa kelas VIII E siswa, 36 siswa memenuhi aspek kelancaran
SMP Negeri 21 Pontianak mampu memberikan dan hanya 8 siswa yang tidak memenuhi aspek
356 jawaban dengan jawaban yang relevan kelancaran. Pencapaian siswa dari setiap tingkat
sebanyak 297 jawaban (83%). Sehingga ada 59 kemampuan berpikir kreatif dapat dilihat pada
jawaban (17%) yang tidak relevan. Dari 44 Diagram 2.

5
100%
9 27
90%
80% 12
70%
60%
50% 11
144
40% 136
30% 17
20%
10%
0%
Sangat Kreatif Kreatif Cukup Kreatif Tidak Kreatif
Relevan Tidak Relevan

Diagram 2. Pencapaian Siswa dalam Aspek Kelancaran


Berdasarkan Diagram 2, diketahui bahwa menukar posisi potongan untuk membentuk
siswa dengan tingkat kemampuan berpikir suatu persegi berukuran 6x6.
“kreatif” mampu memberikan jawaban paling Pada aspek keluwesan, untuk jawaban
banyak dibandingkan dengan tingkat pertama yang relevan diberikan skor 10 dan
kemampuan berpikir kreatif yang lain. Namun, jawaban selanjutnya diberikan skor 10 jika
untuk jawaban benar diberikan paling banyak jawaban berbeda, yaitu jenis potongan tidak
oleh tingkat kemampuan berpikir “sangat sama dengan jenis potongan yang digunakan
kreatif”. Hal ini dikarenakan, siswa dengan pada jawaban yang lain. Jawaban diberikan skor
kemampuan berpikir “kreatif” lebih banyak 1 jika jawaban menggunakan jenis potongan
dibandingkan dengan siswa dengan tingkat yang sama dengan solusi yang lain, namun
kemampuan “sangat kreatif”, namun siswa berbeda secara ukuran potongannya. Jawaban
dengan tingkat kemampuan berpikir “kreatif” diberikan skor 0,1 jika jawaban identik dengan
memberikan lebih banyak jawaban yang identik jawaban yang lain. Jawaban diberikan skor 0
dan salah. Sehingga mempengaruhi untuk jawaban yang tidak relevan dengan
perbandingan antara banyaknya jawaban yang masalah. Siswa dikatakan memenuhi aspek
relevan dengan yang tidak relevan. keluwesan jika mampu memberikan minimal
Perbandingan antara banyaknya jawaban yang dua jawaban yang berbeda atau siswa mampu
relevan dengan yang tidak relevan juga mendapatkan dua jawaban dengan skor 10.
berbanding lurus dengan tingkat kemampuan Siswa kelas VIII E SMP Negeri 21
berpikir kreatif siswa. Semakin tinggi Pontianak mampu memberikan 356 jawaban
kemampuan berpikir kreatif siswa, maka dengan banyak jawaban yang memperoleh skor
semakin besar perbandingannya. Ada beberapa 10 ada 59 jawaban, skor 1 ada 238 jawaban,
jawaban yang tidak relevan dikarenakan siswa skor 0,1 ada 23 jawaban, dan skor 0 ada 36
memberikan jawaban yang tidak berbentuk jawaban. Dari 44 siswa kelas VIII E SMP
persegi berukuran 6x6 dan juga dikarenakan Negeri 21 Pontianak, hanya 16 (36%) siswa
jawaban yang diberikan siswa tidak yang mampu memberikan 2 jawaban relevan
menggunakan potongan yang tepat walaupun yang berbeda, sedangkan 28 (64%) siswa
sudah berbentuk persegi yang sesuai dengan lainnya tidak mampu memberikan jawaban
masalah. Pada jawaban yang identik dengan relevan yang berbeda. Pencapaian siswa dalam
jawaban sebelumnya, banyak siswa hanya aspek keluwesan dapat dilihat pada Diagram 3.

6
100%
4 10
90%
80%
5 17 11
70%
60% 1
112
50% 116 11
40% 10
30%
20%
10% 32 7
20
0%
Sangat Kreatif Kreatif Cukup Kreatif Tidak Kreatif
(16 Siswa) (20 Siswa) (7 Siswa) (1 Siswa)
Skor 10 Skor 1 Skor 0.1 Skor 0

Diagram 3. Pencapaian Siswa dalam Aspek Keluwesan


Kesemua siswa yang memenuhi aspek mendapatkan skor 0; (2) karena siswa
keluwesan adalah siswa dengan tingkat memberikan jawaban yang identik dengan
kemampuan berpikir “sangat kreatif”. Siswa jawaban sebelumnya; (3) karena pola potongan
dengan tingkat kemampuan berpikir “sangat yang digunakan pada setiap jawaban
kreatif” mampu memberikan dua jawaban didominasi berupa potongan persegi dan
dengan menggunakan pola potongan yang persegi panjang; dan (4) karena sedikitnya
berbeda dengan jawaban sebelumnya. Sebagian jawaban yang menggunakan pola potongan
besar pola potongan yang digunakan oleh siswa yang tidak sesuai garis yang ada pada bangun
dengan tingkat “sangat kreatif” adalah pola persegi panjang.
potongan persegi panjang, persegi, gabungan Pada aspek keaslian, siswa kelas VIII E
persegi dan persegi panjang, dan segitiga. SMP Negeri 21 Pontianak mampu memberikan
Sedangkan siswa dengan tingkat kemampuan 356 jawaban dengan banyak jawaban yang
berpikir “kreatif” dan “cukup kreatif” tidak memperoleh skor 10 ada 246 jawaban (69%),
mampu memberikan minimal dua jawaban skor 1 ada 51 jawaban (14%), skor 0,1 ada 0
relevan yang berbeda dikarenakan siswa hanya jawaban (0%), dan skor 0 ada 59 jawaban
menggunakan pola potongan berupa persegi (17%). Dari 44 siswa kelas VIII E SMP Negeri
dan persegi panjang. Siswa terpaku pada pola 21 Pontianak, hanya 1 (2%) siswa yang tidak
garis yang ada pada bangun persegi panjang memenuhi aspek keaslian. 43 (98%) siswa
yang akan dipotong. Sehingga siswa hanya lainnya memenuhi aspek keaslian. Tingginya
menggunakan pola potongan berupa persegi pencapaian siswa pada aspek keaslian ini
dan persegi panjang saja. Untuk siswa dengan disebabkan beberapa hal, yaitu (1) siswa
tingkat “tidak kreatif”, siswa tidak mampu mampu mengerjakan soal dengan caranya
memberikan jawaban yang relevan sehingga sendiri, (2) siswa mampu memberikan banyak
tidak mendapatkan skor pada aspek keluwesan. jawaban, dan (3) ada banyak sekali
Rendahnya pencapaian siswa dalam aspek kemungkinan jawaban yang diberikan siswa
keluwesan ini disebabkan beberapa hal, di walaupun siswa menggunakan pola potongan
antaranya adalah (1) karena ada beberapa yang sama.
jawaban siswa yang salah sehingga

7
100% 9
90% 27
80% 14
12
28
70%
60%
50% 11
40% 130 9
30% 108
20%
10% 8
0%
Sangat Kreatif Kreatif Cukup Kreatif Tidak Kreatif
(16 Siswa) (20 Siswa) (7 Siswa) (1 Siswa)
Skor 10 Skor 1 Skor 0.1 Skor 0

Diagram 4. Pencapaian Siswa dalam Aspek Keaslian


Pembahasan tingkat kemampuan berpikir kreatif, yaitu 16
Kreativitas merupakan sebuah aktualisasi (36%) siswa siswa dengan tingkat kemampuan
dari hasil pemikiran kreatif (Munandar, 1999). berpikir “sangat kreatif”, 20 (46%) siswa
Sehingga, setiap orang memiliki potensi untuk dengan tingkat kemampuan berpikir “kreatif”, 7
kreatif (Munandar, 2014), namun tidak semua (16%) siswa dengan tingkat kemampuan
orang memiliki potensi kreatif yang sama. berpikir “cukup kreatif”, dan 1 (2%) siswa
Kreativitas dapat dipandang dari sisi berpikir dengan tingkat kemampuan berpikir “tidak
(aptitude), yaitu sebagai kemampuan kreatif”. Hasil penelitian ini cenderung sesuai
menemukan banyak kemungkinan jawaban dengan pernyataan Munandar (1999), yaitu
terhadap suatu masalah, di mana penekanannya semakin banyak jawaban relevan yang dapat
adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan diberikan terhadap suatu masalah, maka
keragaman jawaban (Munandar, 1999). semakin kreatiflah seseorang, namun tidak
William (1979) dan Guilford (Munandar, 2014) hanya banyaknya jawaban yang menentukan
menyatakan bahwa kemampuan berpikir dalam kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas dari
kreativitas terdiri dari empat aspek berpikir, jawabannya. Hal ini dibuktikan dengan
yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian, dan kesulitan yang siswa alami dalam memberikan
keterincian. Namun, kemampuan berpikir jawaban yang berbeda, meskipun siswa mampu
kreatif dalam matematika umumnya memberikan banyak jawaban.
menggunakan tiga aspek berpikir kreatif, yaitu Tingkat kemampuan berpikir kreatif yang
kelancaran, keluwesan, dan keaslian (Tan, disusun Siswono (2008) didasarkan pada
2007). Siswono (2008) menggunakan tiga ketercapaian siswa dalam ketiga aspek berpikir
aspek berpikir kreatif dalam matematika, yaitu kreatif. Pada tingkat kemampuan berpikir
kelancaran, keluwesan, dan keaslian untuk “sangat kreatif”, siswa disyaratkan harus
mengidentifikasi tingkat kemampuan berpikir memenuhi semua aspek kelancaran, keluwesan,
kreatif siswa dalam penyelesaian masalah dan keaslian atau hanya memenuhi dua aspek
matematika. Tingkat berpikir kreatif yang saja, yaitu aspek keluwesan dan keaslian.
disusun oleh Siswono terdiri dari lima Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
tingkatan, yaitu sangat kreatif, kreatif, cukup ditemukan bahwa siswa kelas VIII E SMP
kreatif, kurang kreatif, dan tidak kreatif. Negeri 21 Pontianak dengan tingkat
Hasil penelitian menemukan bahwa kemampuan berpikir “sangat kreatif”
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII E memenuhi ketiga aspek berpikir kreatif, yaitu
SMP Negeri 21 Pontianak terdiri dari empat kelancaran, keluwesan, dan keaslian. Tidak ada

8
siswa dengan tingkat “sangat kreatif” yang jawaban yang tidak relevan sebanyak 59 (17%)
memenuhi dua aspek berpikir kreatif, yaitu jawaban.
aspek keluwesan dan keaslian. Pencapaian yang diperoleh siswa kelas
Pada tingkat kemampuan berpikir VIII E SMP Negeri 21 Pontianak menunjukkan
“kreatif”, Siswono (2008) mensyaratkan bahwa bahwa sebagian besar siswa mampu memahami
siswa harus memenuhi aspek kelancaran dan dan mengerjakan soal yang diberikan. Hal ini
keaslian atau siswa harus memenuhi aspek mengindikasikan bahwa sebagian besar siswa
keaslian dan keluwesan saja. Berdasarkan mampu untuk mengajukan banyak gagasan
penelitian yang telah dilakukan, ditemukan yang relevan dengan masalah yang dihadapi
bahwa siswa kelas VIII E SMP Negeri 21 dan bisa bekerja lebih cepat dan lebih banyak
Pontianak dengan tingkat “kreatif” memenuhi daripada siswa lainnya (Munandar, 1999).
aspek kelancaran dan aspek keaslian. Tidak ada Walaupun begitu, ada beberapa jawaban yang
siswa dengan tingkat “kreatif” yang memenuhi tidak relevan. Diduga hal ini terjadi karena
aspek kelancaran dan keluwesan. disebabkan beberapa hal, di antaranya, yaitu
Pada tingkat kemampuan berpikir “cukup siswa tidak memahami soal sehingga jawaban
kreatif”, Siswono (2008) mensyaratkan bahwa salah dan siswa kurang teliti dalam memberikan
siswa harus memenuhi aspek keluwesan saja jawaban sehingga ada jawaban yang identik
atau aspek keaslian. Berdasarkan penelitian dengan jawaban sebelumnya.
yang telah dilakukan, ditemukan bahwa siswa Siswa yang memenuhi aspek kelancaran,
kelas VIII E SMP Negeri 21 Pontianak dengan yaitu siswa yang tergolong dalam tingkat
tingkat “cukup kreatif” memenuhi aspek kemampuan berpikir “sangat kreatif” dan
keaslian saja. Tidak ada siswa dengan tingkat “kreatif”. Walaupun siswa dengan tingkat
“cukup kreatif” yang memenuhi aspek kemampuan berpikir “kreatif” lebih banyak dan
keluwesan saja. mampu memberikan lebih banyak jawaban,
Pada tingkat kemampuan berpikir “tidak namun siswa dengan tingkat kemampuan
kreatif”, syarat yang ditetapkan adalah siswa berpikir “sangat kreatif” mampu memberikan
tidak memenuhi setiap aspek berpikir kreatif. lebih banyak jawaban relevan. Hal ini
Hanya ada satu siswa yang berada pada tingkat menunjukkan bahwa siswa dengan tingkat
kemampuan berpikir “tidak kreatif”. Siswa kemampuan berpikir “sangat kreatif” memiliki
tersebut tidak mampu memenuhi satu di antara potensi dalam memberikan banyak gagasan
aspek berpikir kreatif karena tidak memberikan yang relevan dalam suatu permasalahan lebih
jawaban yang relevan sehingga setiap aspek baik dibandingkan dengan siswa dengan tingkat
berpikir kreatif mendapatkan skor 0. kemampuan berpikir “kreatif”, namun perlu
Untuk memperjelas hasil analisis data yang diperhatikan juga bahwa siswa dengan tingkat
sesuai dengan rumusan masalah maka perlu kemampuan berpikir “sangat kreatif” dan
dilakukan pembahasan lebih lanjut mengenai “kreatif” juga menunjukkan ketidaktelitian
kemampuan berpikir kreatif siswa dalam aspek dalam memberikan gagasan. Menurut Williams
berpikir kreatif, yaitu aspek kelancaran, aspek (Munandar, 1999), aspek kelancaran dalam
keluwesan, dan aspek keaslian. berpikir berasosiasi dengan ciri afektif, yaitu
rasa ingin tahu. Siswa memenuhi aspek
Aspek Kelancaran kelancaran dalam berpikir berpotensi untuk
Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan memiliki keinginan untuk bereksperimen,
berpikir kreatif siswa kelas VIII E SMP Negeri kemauan bertanya, dan ketidaktakutan dalam
21 Pontianak dalam aspek kelancaran, yaitu dari menjajaki hal-hal baru.
44 siswa, terdapat 36 (82%) siswa yang
memenuhi aspek kelancaran dan 8 (18%) siswa Aspek Keluwesan
tidak memenuhi aspek kelancaran. Siswa kelas Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan
VIII E SMP Negeri 21 Pontianak mampu berpikir kreatif siswa kelas VIII E SMP Negeri
memberikan 356 jawaban dengan jawaban yang 21 Pontianak dalam aspek keluwesann, yaitu
relevan sebanyak 297 (83%) jawaban dan dari 44 siswa, terdapat 16 (36%) siswa yang

9
memenuhi aspek keluwesan dan 28 (64%) yang tidak memenuhi aspek keaslian adalah
siswa yang tidak memenuhi aspek keluwesan. siswa dengan tingkat kemampuan berpikir
Ada 16 siswa yang memenuhi aspek keluwesan “tidak kreatif”.
dan setiap siswa hanya mampu memberikan dua Pencapaian yang diperoleh siswa kelas
jawaban yang berbeda berdasarkan jenis VIII E SMP Negeri 21 Pontianak menunjukkan
potongan yang digunakan, namun pencapaian bahwa hampir seluruh siswa mampu
ini sudah cukup untuk memenuhi aspek mengerjakan soal dengan cara berpikirnya
keluwesan. Sedangkan 28 siswa lainnya tidak sendiri, tidak mencontoh jawaban siswa
mampu memberikan jawaban yang berbeda, lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa hampir
siswa hanya memberikan jawaban seluruh siswa mampu untuk memikirkan cara
menggunakan potongan yang sama pada setiap yang berbeda dari siswa lain untuk
jawaban. Pencapaian yang diperoleh siswa mengaktualisasi dirinya (Munandar, 1999).
kelas VIII E SMP Negeri 21 Pontianak dalam Walaupun begitu, ada beberapa jawaban yang
aspek keluwesan menunjukkan bahwa sebagian tidak relevan. Diduga hal ini terjadi karena
besar siswa tidak mampu mengubah disebabkan beberapa hal yang berkaitan dengan
pendekatannya dalam menyelesaikan soal, aspek kelancaran, di antaranya, yaitu siswa
siswa terpaku pada pola garis yang ada pada tidak memahami soal sehingga jawaban salah
bangun persegi panjang sehingga tidak mampu dan siswa kurang teliti dalam memberikan
membuat suatu potongan yang tidak sesuai jawaban sehingga ada jawaban yang identik
garis ataupun menggabungkan potongan- dengan jawaban sebelumnya. Dengan kata lain,
potongannya untuk membentuk suatu potongan siswa yang memiliki skor kelancaran tinggi
baru. maka akan memiliki skor yang tinggi pula pada
Setiap siswa yang memenuhi aspek aspek keaslian.
keluwesan adalah siswa dengan tingkat Setiap siswa yang memenuhi aspek
kemampuan berpikir “sangat kreatif”. keaslian adalah siswa yang berhasil
Berdasarkan pencapaian siswa dengan tingkat memberikan minimal setidaknya 1 jawaban
kemampuan berpikir “sangat kreatif” dalam yang relevan yang terdiri dari siswa dengan
aspek keluwesan, maka siswa memiliki potensi tingkat kemampuan berpikir “sangat kreatif”,
untuk memberikan banyak gagasan yang “kreatif”, dan “cukup kreatif”. Berdasarkan
bervariasi dalam menyelesaikan masalah, ketercapaian siswa dalam aspek keaslian, maka
mampu memberikan berbagai macam siswa memiliki potensi untuk memberikan cara-
interprestasi, mampu memberi pertimbangan cara baru dan unik, memikirkan cara yang
dalam berbagai situasi, dan mampu mengubah berbeda dari siswa lain, dan mampu membuat
cara berpikirnya secara cepat (Munandar, kombinasi dari beberapa hal yang relevan
1999). Menurut Williams (Munandar, 1999), (Munandar, 1999).
aspek keluwesan berasosiasi dengan ciri afektif, Menurut Williams (Munandar, 1999),
yaitu imajinatif. Siswa memenuhi aspek aspek keaslian berasosiasi dengan ciri afektif,
keluwesan berpotensi untuk memiliki yaitu merasakan tantangan dan keberanian
kemampuan untuk memikirkan dan mengambil resiko. Siswa yang memenuhi aspek
membayangkan hal-hal yang berbeda dari orang keaslian berpotensi untuk tidak takut akan
lain pada umumnya, merasakan firasat, dan kegagalan atau kritik, berani membuat dugaan,
menjajaki hal-hal di luar indriawi. mempertahankan pendapat, mencari banyak
kemungkinan, melihat kekurangan, dan mau
Aspek Keaslian melibatkan diri dalam masalah-masalah yang
Berdasarkan hasil penelitian, kemampuan sulit.
berpikir kreatif siswa kelas VIII E SMP Negeri
21 Pontianak dalam aspek keaslian, yaitu dari KESIMPULAN DAN SARAN
44 siswa, terdapat 43 (98%) siswa yang Kesimpulan
memenuhi aspek keaslian dan 1 (2%) siswa Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis
yang tidak memenuhi aspek keaslian. Siswa data penelitian, secara umum dapat disimpulkan

10
bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa kelas tetapi juga dilakukan wawancara agar dapat
VIII E SMP Negeri 21 Pontianak dalam menggali jawaban siswa lebih dalam sehingga
Geometric Dissections materi persegi panjang memungkinkan hasil penelitian yang lebih
ke persegi terdiri empat tingkatan kemampuan representatif.
berpikir kreatif, yaitu tingkat kemampuan
berpikir “sangat kreatif” yang terdiri dari 16 DAFTAR PUSTAKA
siswa (36%), tingkat kemampuan berpikir Anderson, Lorin W, Krathwohl, David R.,
“kreatif” yang terdiri dari 20 siswa (46%), Airasian, Peter W., Cruikshank, Kathleen
tingkat kemampuan berpikir “cukup kreatif” A., Mayer, Richard E., Pintrich, Paul R.,
yang terdiri dari 7 siswa (16%), dan tingkat Raths, James, & Wittrock, Merlin C. 2001.
kemampuan berpikir “tidak kreatif” yang terdiri A Taxonomy for Learning, Teaching, and
dari 1 siswa (2%). Secara khusus, berdasarkan Assessing : A Revision of Bloom's
sub-sub masalah yang dirumuskan, maka Taxonomy of Educational Objective.
didapat diberikan kesimpulan sebagai berikut: Abridge Edition. New York: Addison
(1) kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII Wesley Longman.
E SMP Negeri 21 Pontianak dalam Geometric Anggraeny, Dwitya Budi & Siswono, Tatag
Dissections materi persegi panjang ke persegi Yuli Eko. 2013. Identifikasi Tingkat
ditinjau dari aspek kelancaran ditemukan bahwa Berpikir Kreatif Siswa Menggunakan
dari 44 siswa terdapat 36 (82%) siswa yang Multiple Solution Task (MST). Jurnal
memenuhi aspek kelancaran dan 8 (18%) siswa MathEdunesa, 1(2).
tidak memenuhi aspek kelancaran; (2) Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian
kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII E Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta:
SMP Negeri 21 Pontianak dalam Geometric Rineka Cipta.
Dissections materi persegi panjang ke persegi Badan Standar Nasional Pendidikan. 2016.
ditinjau dari aspek keluwesan ditemukan bahwa Kisi-kisi Ujian Nasional Sekolah
dari 44 siswa terdapat 16 (36%) siswa yang Menengah Pertama/Madrasah
memenuhi aspek keluwesan dan 28 (64%) Tsanawiyah Tahun Pelajaran 2015/2016.
siswa lainnya tidak memenuhi aspek Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan.
keluwesan; dan (3) kemampuan berpikir kreatif Beetlestone, Florence. 2013. Creative
siswa kelas VIII E SMP Negeri 21 Pontianak Learning: Strategi Pembelajaran untuk
dalam Geometric Dissections materi persegi Melesatkan Kreatifitas Siswa. Bandung:
panjang ke persegi ditinjau dari aspek keaslian Nusa Media.
ditemukan bahwa dari 44 siswa terdapat 43 Depdiknas. 2003. Undang-undang Republik
(98%) siswa yang memenuhi aspek keaslian Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
dan hanya 1 (2%) siswa yang tidak memenuhi Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
aspek keaslian. Kemendiknas – Depdiknas.
Drapeau, Patti. 2014. Sparking Student
Saran Creativity: Practical Ways To Promote
Beberapa saran yang perlu diperhatikan Innovative Thinking and Problem Solving.
berdasarkan kekurangan dan keterbatasan yang Virginia: ASCD.
dialami selama penelitian adalah sebagai He, Kekang. 2017. A Theory of Creative
berikut: Beberapa saran yang perlu diperhatikan Thinking Construction and Verification of
berdasarkan kekurangan dan keterbatasan yang the Dual Circulation Model. Singapore:
dialami selama penelitian adalah sebagai Springer Nature.
berikut: (1) Sebaiknya lembar validasi yang Kemdikbud. 2016. Peraturan Menteri
digunakan untuk mengukur ketepatan Pendidikan dan Kebudayaan Republik
instrumen menggunakan indikator yang sesuai Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang
dengan apa yang ingin diukur dan (2) Sebaiknya Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan
penelitian yang dilakukan tidak hanya dikaji Dasar dan Menengah. Jakarta:
dari hasil pengukuran tes berpikir kreatif siswa Kemendikbud.

11
Kemdikbud. 2017. Peraturan Menteri Munandar, Utami. 2014. Pengembangan
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Rineka Cipta.
Penilaian Hasil Belajar Oleh Pemerintah Pusat Penilaian Pendidikan. 2014. Panduan
dan Penilaian Hasil Belajar Oleh Satuan Pemanfaatan Hasil UN untuk Perbaikan
Pendidikan. Jakarta: Kemendikbud. Mutu Pendidikan. Jakarta: Pusat Penilaian
Levav-Waynberg, Anat & Leikin, Roza. 2012. Pendidikan, Badan Penilaian dan
Using Multiple Solution Tasks for the Pengembangan-Kemdikbud.
Evaluation of Students’ Problem-Solving Siswono, Tatag Yuli Eko. 2008. Model
Performance in Geometry. Jurnal Pembelajaran Matematika Berbasis
Canadian Journal of Science, Mathematics Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk
and Technology Education, 12 (4): 311- Meningkatkan Kemampuan Berpikir
333. Kreatif. Surabaya: Unesa University Press.
Lindgren, Harry. 1972. Recreational Problems Tan, Ai-girl. 2007. Creativity: A Handbook for
in Geometric Dissections and How to Solve Teachers. Danvers: World Scientific
Them. New York: Dover Publications. Publishing.
Munandar, Utami. 1999. Mengembangkan Williams, Frank E. 1979. Assessing Creativity
Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah. Across Williams "Cube" Model. Jurnal The
Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Gifted Child Quarterly, 23 (4): 748-756.

12

You might also like