You are on page 1of 8

BELAJAR DENGAN DIALOG

(Deep Dialog dan Critical Thiking Sebagai Model Penerapan Pendidikan Karakter)

Jefri Souhuwat
jefrisouhuwat89@gmail.com

Abstract : The caregivers of the Church Soya, in carrying out the sagat learning process, were accustomed to
using monotonous lecture methods, the use of methods, strategies and learning media rarely seen in the learning
process. This study aims to find out what the learning process is with the dialogue on Church Formal Education
(PFG) for GPM Soya's. The data of this study were analyzed using qualitative research methods with data
collection techniques are observation, interviews and literature and data analysis techniques are data reduction,
display data and draw conclusions and verification. By using Deep Dialog and Critical Thiking Theory with
dialogue methods in the learning process with results indicators are Silence, community building, concept
discovery activities, reflection and evaluation.The results found in this study were that caregivers found it very
difficult to use the method of dialogue with students, so the teaching and learning process carried out was very
monotonous by using the lecture method. Children's creativity and caregivers are not honed and have no
development. In-depth dialogue with children's goals and caregivers are open, honest, respectful of others and
independent learning has not occurred in the learning process. These findings are analyzed by means of learning
with silence in establishing internal and external dialogue, building a class community for democratic dialogue,
finding concepts for independence in dialogue, reflection as an educational and evaluation dialogue as a means
of achieving learning with dialogue.
Keyword: Church Formal Dialogue and Education (PFG)

1.Pengantar berorientasi pada aspek kognitif saja. Banyak


Pendidikan merupakan upaya untuk kalangan yang memiliki persepsi bahwa peserta
mendewasakan manusia dalam berbagai segi. didik yang memiliki kompetensi yang baik adalah
Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif memiliki nilai hasil ulangan/ ujian yang tinggi,
pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan sedangkan mereka yang hasil ulangannya rendah
dapat dianggap pendidikan. Pengertian pendidikan dapat dikatakan tidak memiliki kompetensi yang
dalam kamus besar Bahasa Indonesia ialah proses memadai. Maka tak heran Ujian Nasional (UN)
pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sering dijadikan acuan dalam keberhasilan peserta
kelompok orang dalam usaha mendewasakan didik, meskipun belum tentu benar. Seiring
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. perkembangan jaman, pendidikan yang hanya
(Rahmaniyah:2010) Pendidikan umumnya dibagi berbasiskan hard skill kini tak relevan lagi.
dalam beberapa tahapan seperti prasekolah, Bahkan, kalau mau belajar dari negara maju.
sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian Pendidikan di negara-negara maju tersebut
perguruan tinggi, universitas atau magang. berhasil, misalnya Finlandia, karena menekankan
Pendidikan dilaksanakan melalui berbagai proses, pada pembangunan soft skill. Bahkan keberhasilan
baik informal, formal maupun nonformal. penguasaan sains dan teknologi juga merupakan
Terutama pelaksanaan pendidikan di Indonesia, hasil alami dari kuatnya dasar-dasar soft skill.
pendidikan dilaksanakan dalam tiga lembaga (Haidar Bagir:2014)
tersebut. Maka, pembelajaran juga harus berbasis pada
Namun, praktik pendidikan di Indonesia, pengembangan soft skill (interaksi sosial) sebab ini
dalam kapasitas pendidikan formal, cenderung sangat penting dalam pembentukan karakter anak
lebih berorentasi pada pendidikan yang berbasis bangsa sehingga mampu bersaing, beretika,
hard skill (keterampilan teknis) yaitu pendidikan bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
yang lebih bersifat mengembangkan intelligence masyarakat. Pendidikan soft skill bertumpu pada
quotient (IQ), namun kurang mengembangkan pembinaan mentalitas agar peserta didik dapat
kemampuan soft skill yang tertuang dalam menyesuaikan diri dengan realitas kehidupan.
emotional intelligence (EQ), dan spiritual Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-
intelligence (SQ). Bahkan, pembelajaran di mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis
berbagai sekolah bahkan perguruan tinggi lebih (hard skill) saja, tetapi juga oleh keterampilan
menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
maupun nilai hasil ujian atau dapat dikatakan
INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II
29
BELAJAR DENGAN DIALOG
(Deep Dialog dan Critical Thiking Sebagai Model Penerapan Pendidikan Karakter)
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi serta heradapan bangsa yang bermartabat dalam
pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan
pengetahuan ( cognitive), perasaan (feeling), dan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
tindakan (action). Tanpa ketiga aspek tersebut, menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
pendidikan karakter tidak akan efektif. Pendidikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklak mulia,
karakter lebih tepatnya merupakan salah satu sehat, berilmu, cakap, krestif, mandiri, dan menjadi
sarana soft skill yang dapat diintegrasikan dalam warga negara yang demokratis serta bertanggung
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi jawab. (Kementrianpendidikan nasiona:2011)
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau Dengan demikian pengembangan pendidikan
nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu karakter baik Pendidikan Formal, non formal dan
dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan in formal merupakan sebuah rancangan jangka
konteks kehidupan sehari-hari. Bahkan setiap panjang secara nasional terhadap pendidikan dan
materi dalam sebuah mata pelajaran perlu menjadi gumulan setiap pendidik/pengajar dalam
diintegrasikan dengan pendidikan karakter. mengembangkan kualitas anak lewat pendidikan
Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tersebut. Namun bukti belum
karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi maksimalnya penanaman dan pengembangan
menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan pendidikan pendidikan karakter tersebut adalah
nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masih banyaknya kasus-kasus kekerasan yang
masyarakat. Itulah sebabnya pendidikan karakter terjadi di masyarakat, baik pisik maupun psikis,
menjadi landasan kemajuan setiap anak dalam baik dilakukan oleh individu maupun kelompok.
mengimplementasikan nilai dari setiap Masih banyaknya kasus-kasus kekerasan yang
pengetahuan yang didapatkan dalam dunia tejadi di sekolah-sekolah, tawuran antar pelajar,
pendidikan. tawuran antar mahasiswa, sampai ada yang
Pembangunan karakter yang merupakan upaya menjadi kurban hingga meninggal gara-gara
perwujudan amanat pancasila dan pembukaan tawuran. Masih banyaknya tindakan –tindakan
UUD 1945 dilatar belakangi oleh realita tercela yang terjadi di masyarakat. Makin
permasalahan kebangsaan yang berkembang saat maraknya tindak kejahatan, berkembangnya
ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya tindakan-tindakan asusila, rusaknya kehidupan
nilai- nilai pancasila; bergesernya nilai etika dalam generasi muda,maraknya pergaulan bebas, free
kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya sex, kasus-kasus aborsi dan sebagainya, rendahnya
kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; moralitas bangsa, menunjukkan bahwa kekerasan
ancaman disintregasi bangsa; dan melemahnya semakin mengakar dan membudaya di masyarakat
kemandirian bangsa. Untuk mendukung . Hal yang demikian ini merupakan sebagian dari
perwujudan cita-cita pembangunan karakter bukti nyata bahwa pendidikan karakter masih
sebagaimana diamanatkan pancasila dan berupa slogan, kurang diimplemntasikan dengan
pembukaan UUD 1945 serta mengatasi optimal dalam kehidupan sehari-hari, dan
permasalahan kebangsaan saat ini, maka kehidupan bersama baik di dalam keluarga,
pemerintah menjadikan pembangunan karakter masyarakat maupun di sekolah-sekolah.
sebagai salah satu program prioritas pembangunan Pendidikan sebagai pusat belajar dan pusat
nasional. Semangat itu secara implisit ditegaskan budaya memiliki fungsi yang strategis untuk
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang menanamkan dan mengembangkan karakter
Nasional (RPJPN) tahun 20052025, dimana kepada generasi penerus masa depan bangsa.
pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan Dalam model penerapannya harus memiliki
untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, tahapan yang sistematis sehingga benar anak bukan
yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak hanya dinilai dari hasil terakhir atau ujian semata.
mulia,bermoral,beretika, berbudaya dan beradab Tetapi proses pengembangan karakter anak
berdasarkan falsafah pancasila.’ mulai mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan Itulah sebabnya dalam proses pengimplementasian
karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam pengajaran/pembelajaran anak akan diarahkan
RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu dalam proses pembelajaran yang sistematis bukan
sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan hanya di dunia pendidikan formal semata tetapi
nasional, yaitu: ‟Pendidikan nasional yang dalam pendidikan in formal dan non formal juga
berfungsi mengembangkan dan membentuk watak dapat diterakpakan pembelajaran yang sistematis
INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II
30
Jefri Souhuwat
yakni penerapan model pembelajran Deep dialog kelompok atau lebih yang memiliki pandangan
dan Chritical thiking. berbeda-beda bertukar ide, informasi dan
Pendidikan formal Gereja (PFG) khususnya pengalaman. Jadi Deep Dialogue Critical Thinking
Jemaat GPM Soya dalam hal ini sekolah minggu (dialog mendalam) dapat diartikan bahwa
yang menjadi focus penelitian ini dalam proses percakapan antara orang-orang harus diwujudkan
belajar dengan dialog kurang diterapkan secara dalam hubungan yang interpersonal, saling
maksimal bagi anak didik. Selama ini pengasuh keterbukaan, jujur dan mengandalkan kebaikan.
hanya menjalankan tugas mengajarnya dengan (Suyatno:2009)
cara mereka sendiri, yakni ceramah yang menjadi Dialog merupakan salah satu model
muatan utama para pengajar melakukan pembelajaran untuk memberi motivasi kepada
pengajaran mereka. Dialog dengan anak kurang peserta didik untuk aktif bertanya selama pendidik
dilakukan secara mendalam, anak hanya duduk dan yang menyuguhkan pertanyaan-pertanyaan dan
lebih banyak mendengar apa yang diajarkan oleh peserta didik menjawab. Dengan berdialog juga
pengasuh. dapat membantu tumbuhnya perhatian peserta
Hal ini terjadi karena banyak pengasuh yang didik pada pelajaran serta mengembangkan
menganggap bahwa mengajar kepada anak adalah kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan
hal yang biasa-biasa saja, karena mereka masih dan pengalaman sehingga pengetahuannya
belum diajak dialog. Dinamika perkembangan menjadi fungsional.
pembelajaran di kelas kurang dikemas secara baik Diskusi, dialog dan tukar gagasan akan
sehingga tidak muncul proses berdialog yang membantu peserta didik mengenali hubungan-
kreatif dan inovatif demi perkembangan belajar hubungan baru tentang sesuatu dan membantu
anak didik. Pengasuh kurang memahami mereka memiliki pemahaman yang lebih baik.
bagaimana proses belajar dengan dialog bagi anak (Hamdani:2011)
sehingga ceramah menjadi suatu hal rutininas. Berpikir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
Dengan demikian pembentukan karakter anak adalah menggunakan akal budi untuk
tidak diasah dengan baik sehingga anak dalam mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu.
proses perkembangannya tidak mampu merespons Sedangkan Kritis dalam Kamus Besar Bahasa
hal-hal yang menurut dirinya bermanfaat bagi Indonesia adalah tidak lekas percaya, tajam dalam
perkembangan karakter dirinya. Tingkat penganalisaan. (KBBI:1995)Menurut Krulick dan
pengambilan keputusan seorang anak akan salah Rudnick berpikir kritis adalah berpikir yang
ketika tidak diasah dengan baik dalam proses melibatkan aktivitas menguji, menghubungkan,
belajarnya sehingga tingkatan analisa, berfikir mengevaluasi semua aspek sebuah situasi atau
kritis, merefleksikan sesuatu serta mengevaluasi masalah, termasuk juga mengumpulkan,
dirinya sendiri tidak menjadi landasan yang kuat mengorganisasikan, mengingat, dan menganalisis
dalam diri anak sendiri. informasi.
Pandangan lain datang dari Glazer yang
2. Tinajauan Literatur menyatakan bahwa berpikir kritis dalam
2.1 Model pembelajaran deep dialog dan matematika adalah kemampuan yang melibatkan
chritical thiking. pengetahuan sebelumnya, penalaran matematis,
Model adalah contoh, pola, acuan, ragam, dan strategi kognitif untuk mengeneralisasi,
macam, dan sebagainya dari sesuatu yang akan membuktikan atau mengevaluasi situasi matematis
dibuat atau dihasilkan. (KBBI:1995) Dalam yang dikenal dalam cara yang reflektif.
konteks pembelajaran, model pembelajaran dapat (Zulmaulida, Rahmy:2012)
diartikan sebagai suatu rencana mengajar yang Dalam pengertian lain seseorang dikatakan
memperlihatkan pola pembelajaran tertentu. berpikir kritis bila menanyakan suatu hal, karena
(Trianto:2009) Sedangkan model pembelajaran tidak lekas percaya pada keadaan yang baru
Deep Dialogue dan Critical Thinking adalah model kemudian mencari informasi dengan tepat.
pembelajaran yang mengkonsentrasikan kegiatan Kemudian informasi tersebut digunakan untuk
pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan dan menyelesaikan masalah dan mengelolahnya secara
pengalaman, melaui dialog secara mendalam dan logis, efisien dan kreatif sehingga dapat membuat
berpikir kritis. (Arhana, Ketut:2007) kesimpulan yang dapat diterima akal. Selanjutnya
Dialog adalah percakapan antara orang-orang informasi tersebut digunakan untuk memecahkan
dan melalui dialog tersebut, dan masyarakat masalah yang dihadapi dengan tepat berdasarkan

INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II


31
BELAJAR DENGAN DIALOG
(Deep Dialog dan Critical Thiking Sebagai Model Penerapan Pendidikan Karakter)
analisis informasi dan pengetahuan yang  Lebih menekankan pada nilai, sikap dan
dimilikinya.(Sumaryono:2010) kepribadian. Ciri-ciri ini menjadi lebih baik
Deep Dialog (Dialog Mendalam) dapat ketika proses belajar mengajar dapat
diartikan bahwa percakapan antara orang-orang dimaknakan dengan baik oleh anak, maka
harus di wujudkan dalam hubungan interpersonal, yang aka dipikirkan dan dilakukan anak
saling keterbukaan, jujur dan mengandalkan adalah hal-hal yang selalu mengutamakn nilai,
kebaikan. Sedangkan Critical Thinking (berpikir sikap dan kepribadian mereka bagi banyak
kristis) adalah kegiatan berpikir yang dilakukan orang.
dengan mengoperasikan potensi intelekstual untuk Model Deep Dialog/Critical Thingking
menganalisis, membuat pertimbangan dan dalam pembelajaran dikonsentrasikan dalam
mengambil keputusan secara tepat dan mendapatkan pengalaman, melalui dialog
melaksanakannya secara benar. (Swidler. L. secara mendalam dan berpikir kritis, tidak saja
Regilion:2000) menekankan keaktifan peserta didik pada aspek
Global Dialog Institute dalam Umi Salamah fisik akan tetapi juga aspek intelektal, sosial,
menjelaskan bahwa ciri-ciri pembelajaran mental, emosional dan spiritual.
menggunakan model Deep Dialog/Critical Secara sederhana dialog adalah
Thinking yaitu : percakapan antara orang-orang dan melalui
 Peserta didik dan guru nampak aktif. Ada dialog tersebut dua masyarakat/kelompok atau
proses interaksi yang diangun dalam proses lebih yang memiliki pandangan berbeda-beda
belajar mengajar yang dilaukan sehingga bertukar ide dan pengalaman.
Nampak bahwa Anak dan Guru aktif Deep Dialogue dapat diartikan bahwa
berdialog. percakapan antara orang-orang tadi harus
 Mengiptimalisasikan potensi intelegensi diwujutkan dalam hubungan yang
peserta didik. Dibutuhkan proses mencari interpersonal, saling keterbukaan, jujur dan
makna oleh anak sehingga stimulus yang mengandalkan kebaikan.
berikan Guru anak dapat dengan mudah Sedangkan Critical Thinking adalah
mengetahui dan kemudian memberikan kegiatan berpikir yang dilakukan dengan
respons yang sesuai dengan yang ditanyakan. mengoperasikan potensi intelektual untuk
 Berfokus pada mental, emosional dan menganalisis, membuat pertimbangan dan
spiritual. Ciri-ciri ini lebih difokuskan pada mengambil keputusan secara tepat dan
psikologi anak anak dan Guru sehingga melaksanakannya secara benar. (Al Hakim,
keduanya mampu memahami dirinya secara Suparlan:2010)
fisik, mengontrol emosi dalam proses belajar Pendapat lain mengemukakan bahwa sebagai
bahkan spiritualitasnya tetap stabil. pendekatan pembelajaran pada dasarnya Deep
 Menggunakan pendekatan dialog mandalam Dialog/Critical Thinking bukanlah sebuah
dan berpikir kritis. Ciri-ciri ini yang akan pendekatan yang baru sama seekali, akan tetapi
memperkuat metode dialog mendalam dan telah diadaptasikan dari berbagai metode yang
berfikir kritis. Anak dan guru mampu telah ada sebelumnya.
berinteraksi, berdialog mendalam dan saling Oleh karena itu Deep Dialog dan Critical
membuhtukan dalam proses belajar mengajar. Thinking bisa menggunakan semua metode
 Peserta didik dan guru dapat menjadi pembelajaran yang telah digunakan sebelumnya
pendengar pembicara dan pemikir yang baik. seperti Multiple Intelligences, Belajar Aktif,
Hal ini akan menjadikan proses belajar kentrampilan Proses ataupun Partheship Learning
mengajar efektif dan efisien karena anak dan Method, sebagimana yang dikembangkan oleh
guru sudah mampu mengenal diri mereka Eisler. (Ellison Laura:2000) Dengan demikian,
sendiri siapakah mereka dalam proses belajar filosofi DD/CT melakukan penajaman-penajaman
mengajar. terhadap seluruh metode pembelajaran yang telah
 Dapat diimplementasikan dalam kehidupan ada, baik yang bersifat konvensional maupun yang
sehari-hari. Ketika makna yang telah bersifat inovatif.
didapatkan dalam proses belajar mengajar Beberapa prinsip yang dikembangkan dalam
mereka, akan lebih mudah bagi mereka untuk DD/CT adalah adanya komunikasi dua arah dan
melakukannya/mempraktekannya dalam prinsip saling memberi yang terbaik, menjalin
lingkungan dimana mereka tinggal. hubungan kesederajatan dan keberadaban serta
INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II
32
Jefri Souhuwat
empatis yang tinggi, sehingga diharapkan akan menjadi sebuah hal yang diutamakan untuk proses
meningkatkan pemahaman terhadap dirinya dan perubahan perilaku atau karakter dirinya.
terhadap orang lain yang berbeda dari mereka, dan
oleh karena itu akan memperkuat penerimaan dan 2.3 Komunitas Sebagai Relasi Yang
toleransi terhadap perbedaan-perbedaan. Membangun
Pada pendekatan model pembelajaran ini siswa Membangun komunitas adalah menciptakan
diharapkan akan senantiasa berperan aktif dalam keterikatan positif sebagai suatu kesatuan dengan
setiap pembelajaran, menemukan dan meneruskan menekankan kesamaan tujuan dan saling
sendiri suatu konsep, mendefenisikan menurut menghargai antara anggota. Kegiatan membangun
kata-kata sendiri, menjadikan penguasaan konsep komunitas juga merupakan sesuatu yang sangat
lebih tahan lama dan mengedap dalam pikirannya. penting bagi masyarakat majemuk. Oleh karena itu
Dari pengertian di atas dapat dipadami bahwa apabila dalam pembelajaran telah dibangun
dengan DD/CT seorang disamping dapat keterikatan dalam komunitas kecil (kelas) maka
mengenali diri sendiri juga mengenal diri orang pada skala makro sikap dan perilaku toleransi,
lain. menghargai perbedaan, terbuka terhadap kritik,
Selain itu dengan DD/CT orang akan belajar berani tampil beda dan sikap terpuji lainnya akan
mengenal dunia lain di luar dunia dirinya dan dapat mengantarkan siswa menjadi warga Negara
selanjutnya mampu menghargai perbedaan- yang demokratis.
perbedaan yang ada di dalam masyarakat. Demokratis yang dimaksudkan adalah bahwa
Hal itu membuka kemungkinan-kemungkinan anak mampu menghagai keperbedaan yang ada
untuk memahami makna yang fundamental dari dalam dirinya dan diri orang lain atau temannya
kehidupan secara individual dan kelompok dari sehingga kebiasaan saling menghargai kelompok
berbagai dimensinya. atau komunitas menjadi bagian terpenting dalam
Dengan demikian pada skala yang lebih luas, diri seorang anak.
dialog mendalam dan berpikir kritis lebih
mengandalkan ‘cara berpikir baru’ (new way of 2.4 Penemuan Konsep Untuk Kemandirian Diri
thinking) untuk memahami dunia. (Swidler. L. Kegiatan penemuan konsep dan pembelajaran
Regilion:2000) kooperatif adalah merupakan struktur mental yang
Deep Dialog/Critical Thinking memiliki lima digunakan untuk mengorganisasikan dan
komponen yakni Hening, Membangun Komunitas, mengategorikan kenyataan. Model pembelajaran
Kegiatan inti dengan strategi penemuan konsep penemuan konsep sesuai untuk menanamkan suatu
(Concept Attainment) dan Cooperatif Learning, konsep ilmu pengetahuan anak dengan cara
refleksi dan evaluasi. (Swidler. L. Regilion:2000) menemukan sendiri. (Achmad Sugandi:2004)
Kegiatan ini memperhatikan prinsip 4W dan
2.2 Keheningan sebagai landasan penguatan 1H, yaitu What, Why, When, Where dan How,
jati diri baik secara internal maupun eksternal sehingga merangsang daya kritis siswa dalam
Hening, yang dimaksud adalah situasi tenang memahami secara menyeluruh, menangkap
sebelum pelajaran, atau dapat dilakukan dengan permasalahan, mencari solusi permasalahan
berdoa karena hal tersebut dapat menghadirkan dengan caranya sendiri dan bantuan orang lain, dan
hati dan pikiran siswa-guru pada pembelajaran saat mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat
itu. Sebagaimana dikemukankan oleh Swidler bagi diri dan lingkungannya.
dalam Sri Untari, dkk yang menekankan Daya kritis anak diuji dalam proses ini. Ketika
pentingnya hening dalam segala aktifitas, karena anak boleh berinteraksi dengan Tuhan lewat
menurutnya dengan hening seseorang telah keheningan, memahami jatih dirinya sebagai
menjalin interaksi internal yakni dengan dirinya makluk ciptaan Tuhan, kemudian belajar
maupun ekstern yakni dengan Tuhan. Lebih lanjut menghargai perbedaan sesamanya, anak akan
dikemukakan bahwa hening membawa manusia dituntun untuk menjadi kritis dalam proses
pada pengendapan hati dan pikiran, sehingga mengelola pikiran dan tindakannya.
memudahkan proses dialog mendalam. (Sri Kemungkinan-kemungkinan berfikir dan bertindak
Untari:2008) positif akan semakin menonjol dalam diri anak
Anak dibawa dalam sebuah proses dimana tersebut, sehingga jati dirinya menjadi sebuah
pengenalan diri secara utuh, sehingga dalam taruhan bagaimana hal baik dan buruk yang
keheningan itulah interaksi dirinya dengan Tuhan

INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II


33
BELAJAR DENGAN DIALOG
(Deep Dialog dan Critical Thiking Sebagai Model Penerapan Pendidikan Karakter)
seharusnya menjadi sesuatu hal yang benar-benar peraturan yang terdapat dalam sebuatan penelitian.
ideal yang harus dilakukan dalam berbagai hal. (Husaini Usman dan Purnomo Setiady:1998)
Selain itu juga metode penelitian mempunyai
2.5 Refleksi Membangun Kesadaran Diri pengertian yakni jalan ataupun cara-cara yang
Refleksi, merupakan sesuatu yang dapat nantinya akan ditempuh dengan tujuan dan lebih
dipandang sebagai keunggulan pendekatan mendalami objek studi.
DD/CT, kegiatan ini bukan menyimpulkan materi Dalam sebuah metode penelitian dibutuhkan
pelajaran tetapi sebagai sarana anak untuk adanya sebuah pendekatan yang sangat berguna
memberikan pendapat tentang pembelajaran yang untuk menentukan objek penelitian yang akan
telah dilakukan. diteliti dan sekaligus akan dapat menentukan
Menurut Nasution siswa merupakan factor subjek atau sumber dalam memperoleh
penting untuk menilai metode baru tersebut dan data.(Koetjaraningrat:1997)
memberikan saran-saran yang berharga. Saling Penelitian ini dilakukan dengan
intropeksi baik guru maupun siswa, memberikan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif atau
ungkapan bebas dan pandangan, usul terbaiknya naturalistic.Dikatakan naturalistic karena
demi kebaikan bersama. Refleksi memiliki fungsi berlangsung penelitian dalam latar yang
mendidik pada siswa untuk menyukai belajar dari wajar/natural sebagaimana adanya, tanpa
pengalaman yang telah dilaluinya. dimanupulasi dan proses berbentuk siklus yang
(Nasution:2011) dimaksudkan adalah tahap pertama adalah tahap
Anak akan lebih diasah untuk bagaimana orientasi, pada tahap ini penelitian berusaha untuk
kemampuan dirinya memahami sesuatu hal yang meneliti tentang adanya Jemaat. Tahap kedua
terjadi dalam kehidupannya, baik dari dalam merupakan tahap eksplorasi, yang mana peneliti
dirinya sendiri maupun dalam diri orang lain. berusaha untuk mendapatkan informasi
Sebuah konsep merefleksi sebagai sebuah berdasarkan wawancara observasi. Dalam tahap ini
pengalaman dirinya yang akan meuntun akan peneliti berusaha untuk mendapatkan informasi
menjadi lebih baik. yang lebih mendalam dari informan yang
berkompoten atau para pengasuh yang terlibat
2.6 Evaluasi sebagai ukuran pemicu langsung dalam proses pembelajaran. Tahap ketiga
ketercapainnya perubahan karakter. adalah tahapan penyesuaian tentang kebenaran
Evaluasi seperti yang dikatakan Daryanto data. Tahapan ini adalah tahapan akhir dimana
Bahwa Evaluasi merupakan alat untuk hasil pengamatan dan wawancara yang telah
mendapatkan informasi yang akurat mengenai dianalisis akan diberikan kepada informan untuk
tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa. mencari tahu kebenaran laporan peneliti.
Sehingga guru dapat mengupayakan tidak lanjut (Koetjaraningrat:1997)
atas pencapaian tersebut. (Daryanto:2009) Penelitian ini berlokasi pada Jemaat GPM
Evaluasi sebagai sebuah tingkat pengambilan Soya dengan jumlah sector pelayanan 9 sektor,
keputusan bagi anak ketika sudah melewati Lokasi ini dipilih karena muatan penelitiannya
beberapa tahapan proses pembelajaran yang akan semua di arahkan ke semua Pengasuh Jemaat GPM
merubah dirinya dari segi pemahamannya tetapi Soya. Sasaran penelitian ini yaitu Pengasuh dan
juga tingkah lakunya. Anak Jemaat GPM Soya serta Informan dalam
Dengan demikian model pembelajaran Deep penelitian ini adalah Pengasuh dan tokoh-tokoh
Dialog dan Critical Thiking menjadi sebuah Gereja
landasan utama pendidik untuk mendidik anak
menuju kearah yang lebih baik secara kognitif,
afektif dan psikomotorik tetapi yang lebih 3.1 Teknik pengumpulan data
terpenting adalah bahwa anak secara sadar Observasi atau pengamatan langsung ke
memiliki perubahan karakter yang baik untuk lapangan atau lokasi penelitian dengan maksud
mendukung proses kemajuan dirinya yang berakar untuk memperoleh data atau karakteristik
dari dalam dirinya sendiri. masyarakat di lokasi penelitian dan karakteristik
masalah itu sendiri. Wawancara langsung dengan
3. METODOLOGI PENELITIAN informan sebagai upaya untuk mendapatkan
Metodologi penelitian adalah suatu sejumlah data yang berhubungan dengan masalah
pengkajian dalam mempelajari segala bentuk penelitian serta kepustakaan dan berbagai buku-
INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II
34
Jefri Souhuwat
buku dokumen lainnya. Pustakaan ini, bermanfaat Pada Para Guru : “Pendidikan Anak
menyusun landasan teoritis yang akan menjadi Seutuhnya”. Unicef, 2000.
tolak ukur untuk menganalisis hasil interpretasi Haidar Bagir, “Belajar dari Pengalaman Finlandia”
data penelitian lapangan guna menjawab persoalan sebuah Pengantar dalam Pasi Sahlberg,
pada rumusan dan tujuan masalah yang diteliti. Finnish Lessons: Mengajar Lebih Sedikit,
Belajar Lebih Banyak ala Finlandia, terj.
3.2 Teknik Analisa Data Ahmad Mukhlis. Jakarta: Kaifa Learning.
Reduksi Data adalah data yang diperoleh di 2014
lapangan/diketik dalam bentuk uraian atau laporan Hamdani, Strategi Belajar Mengajar. Pustaka
yang terinci.Laporan-laporan itu perlu direduksi, Setia, Bandung. 201.
dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan Husaini Usman dan Purnomo Setiady . A.
pada hal-hal yang penting dicari tema atau polanya. Metodologi Penelitian Sosial. PT Bumi
(Koetjaraningrat:1997) Aksara, 1998.
Display Data Agar dapat melihat gambaran Istighfatur Rahmaniyah, Pendidikan Ptika,
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu untuk malang:UIN Maliki Press,2010.
mengambil kesimpulan yang benar, harus Koetjaraningrat, Metode-metode Penelitian
dusahakan membuat berbagai pencatatan agar Masyarakat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
dapat menguasai data dan tidak tenggelam dalam Utama, 1997.
tumpukan detail. Membuat display juga Kementrian pendidikan Nasional Paduan
merupakan bagian dan analisis. Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta :
(Koetjaraningrat:1997) Kesimpulan senantiasa Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat
harus diverifikasi selama penelitian maupun proses Kurikulum dan Perbukuan, 2011.
analisis data berlangsung. (Koetjaraningrat:1997) Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses
Belajar Mengajar. Jakarta : PT.Bumi
4. Ucapan Terima Kasih Aksara, 2011).
Pada kesempatan ini, terimakasih saya Pusat Pembinaan dan Kebudayaan, Kamus
ucapkan kepada redaktur yang telah memberikan Lengkap Bahasa Indonesia Edisi Kedua.
masukan yang berharga sehingga tulisan ini dapat Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
disajikan di jurnal Institutio. Terimakasih juga saya Sri Untari, Suparland Al Hakim, Ktut Diara
ucapkan kepada seluruh dewan redaksi jurnal Astawa dan Nur Wahyu Rochmadi, “
Institutio yang sudah memberikan ruang diskusi. Pengembangan Bahan Ajar dengan Model
Semoga bantuan dan dukungannya mendapatkan Deep Dialog/Critical Thinking untuk
balasan yang sebanyak-banyaknya dari Tuhan kita meningkatkan kemampuan berdialog dan
Yesus Kristus, Amin. berpikir kritis Siswa SMA di Jawa Timur,
(Jurnal Penelitian Pendidikan Vol 18 Nomor
Pustaka Acuan 1 Tahun 2008), hal 154-177.
Sumaryono. Pengembangan Perangkat
Achmad Sugandi, Teori Pembelajaran. Semarang : Pembelajaran Matematika Realistik untuk
UPT MKK UNNES, 2004. Melatihkan Kemampuan Berpikir Kritis.
Al Hakim, Suparlan, Strategi Pembelajaran Skripsi IAIN Sunan Ampel Surabaya : Tidak
berdasarkan Deep Dialog/Critical Thinking. dipublikasikan, 2010.
Jakarta : Ditjen Dikdasmen, 2010. Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif,
Arhana, Ketut. 2007. Model Pembelajaran Inofatif Masmedia, Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009.
Berbasis Deep Diaologue/Critical Swidler. L. Regilion Dialogue in Dialogue era.
Thinking.[ Online]. Tersedia: Philadelpia : University Press, 2000.
http://fip.unesa.ac.id/bank/jurnal/tp-101-3 Trianto, M. Pd. Mendesain Model Pembelajaran
Model Inovatif-Progresif : Konsep, Landasan, dan
Pembelajaran_Inovatif_Berbasis_Deep_Dia Implementasinya pada Kurikulum Tingkat
logue Critical_Thinking.pdf Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta:
Daryanto, Panduan Proses Pembelajaran Kreatif Kharisma Putra Utama, 2009.
dan Inovatif. Jakarta : AV.Publisher,2009. Zulmaulida, Rahmy. Pengaruh Pembelajaran
Ellison Laura, Tujuh Langkah Deep dengan Pendekatan Proses Berpikir
Dialogue/Dialog Mendalam yang diterapkan Reflektif Terhadap Peningkatan

INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II


35
BELAJAR DENGAN DIALOG
(Deep Dialog dan Critical Thiking Sebagai Model Penerapan Pendidikan Karakter)
Kemampuan Koneksi dan Berpikir Kritis
Matematis Siswa. Skripsi Universitas
Pendidikan Indonesia :Tidak
dipublikasikan, 2012.

INSTITUTIO: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN VOL IV NO II

You might also like