Professional Documents
Culture Documents
ADOPSI ANAK
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-
Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Adopsi Anak” ini, untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fikih Kontemporer. Makalah ini diharapkan dapat
digunakan untuk menambah pengetahuan, dan sebagai referensi tambahan dalam belajar.
Saya sampaikan Terima kasih sebesar-besarnya untuk dosen pengampu mata kuliah Fikih
Kontemporer, Bapak Anwar Hakim, M.H dan semua peserta yang ikut membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................................................................................
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................
C. Tujuan Pembahasan..............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Hukum Adopsi..................................................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Anak merupakan amanah yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, sehingga seorang anak harus
dijaga dan dilindungi harkat, martabat, dan akhlaknya sebagai manusia. Sebagian besar orang yang sudah
berkeluarga tentu menginginkan untuk mendapatkan anak, (Rusli 2012: 9). Tetapi tidak semua
pasangansuami isteri itu mempunyai anak dari rahim isteri sendiri, dimana kehendak mempunyai anak
tidak tercapai. Manusia tidak akan puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha dilakukan
untuk memenuhi kepuasan tersebut. Pasangan suami istri memilih untuk mengangkat anak atau
mengadopsi sebagai solusinya, (Muderis, 1992: 1).
Secara faktual bahwa pengangkatan anak telah menjadi bagian dari adat kebiasaan masyarakat
muslim di Indonesia, dan telah merambah dalam praktek peradilan agama dengan dasar hukum undang-
undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Hal penting yang perlu
digarisbawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum dengan produk penetapan
pengadilan. Sifat perbuatan pengangkatan anak merupakan perbuatan hukum yang tidak dapat dianggap
hanya sebagai hasil dari kesepakatan antara dua pihak, pengangkatan anak harus harus melalui lembaga
yang sah dan berwenang untuk menetapkan keputusan tersebut. Terjadinya pengangkatan anak seperti
yang berlaku dalam tradisi barat dimana status anak berubah menjadi anak kandung, dan perbuatan
tersebut dalam perspektif hukum Islam tidak dibenarkan. Seyogyanya pemberlakuan hukum Islam
sebagai salah satu jalan untuk menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh umat
muslim.
B. Rumusan Masalah
5. bagaimana akibat hukum anak adopsi terhadap orang tua yang mengadopsinya?
C. Tujuan
5. mengetahui akibat hukum anak adopsi terhadap orang tua yang mengadopsinya?
BAB II
PEMBAHASAN
Adopsi Anak Dalam Prespektif Madzhab Syafi’i Kata adopsi ini oleh bangsa arab dikenal dengan
istilah Attabanni yang artinya mengangkat anak, memungut atau menjadikan anak. Adapun secara
terminologis adopsi ialah pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas
nasabnya, kemudian anak tersebut dinisbahkan pada dirinya.
Istilah “Tabanni” yang berarti seseorang mengangkat anak orang lain sebagai anak, dan berlakulah
terhadap anak tersebut seluruh ketentuan hukum yang berlaku atas anak kandung orang tua angkat,18
pengertian demikian memiliki pengertian yang identik dengan istilah“Adopsi”. Adopsi adalah
mengangkat seseorang menjadi anak yang diketahui nasabnya ataupun tidak diketahui seperti anak
temuan, yang mana terlihat seolah olah anak tersebut adalah anak kandungnya padahal sebenarnya tidak.
Pengertian “tabanni” menurut imam syafi’i ialah tidak menisbatkan anak angkat kepada orang tua
angkatnya yang
a. Jika seorang ayah meyakini bahwa anak angkatnya adalah anak kandungnya atau sebaliknya,
maka pengangkatan yang seperti ini tidak boleh atau hukumnya haram
b. Jika seorang anak angat menghormati ayah angkatnya dengan harapan agar menjadi anaknya,
maka pengangkatan anak seperti inilah yang diperbolehkan. Beberapa pendapat yang ada
mengenai adopsi pada garis besarnya dapat diklasifikasikan dalam dua pengertian, yaitu:
1) Adopsi diartikan sebagai salah satu perbuatan hukum yang berupa pengambilan anak
orang lain kedalam keluarga sendiri, sehingga antara orang yang memungut dan anak yang
dipungut itu timbul suatu hubungan hukum kekeluargaan yang sama seperti anak
kandungnya sendiri.
2) Adopsi diartikan sebagai penyatuan seseorang terhadap anak orang lain kedalam keluarga,
diperlakukan sebagai anak dalam segi kecintaan, kasih sayaang, pendidikan dan pelayanan
serta pemenuhan segala kebutuhan, akan tetapi tidak diperlakukan sebagai nasabnya
Syekh Mahmud Syaltut menjelaskan tentang pembagian pengangkatan anak yang terbagi menjadi dua:
1) Pengangkatan anak (tabanni) yang dilarang Sebagaimana tabanni yang dipraktikkan oleh
masyarakat jahiliyah dan hukum perdata sekuler.
2) Yang menjadikan anak angkat sebagai anak kandung dengan segala hak-hak sebagai anak
kandung.
3) Memutuskan hubungan hukum dengan orang tua asalnya.
4) Menisbahkan ayah kandungnya kepada ayah angkatnya
5) Pengangkatan anak (tabanni) yang dianjurkan
a. Pengangkatan anak yang didorong motivasi beribadah kepada allah, dengan
menanggung nafkah sehari hari, biaya pendidikan, pemeliharaan dan lain lain tanpa
harus memutuskan hubungan hukum dengan orang tua kandungnya.
b. Tidak menjadikannya sebagai anak kandung sendiri dengan segala hak-haknya.
Dalam melakukan pengangkatan anak (adopsi) maka ada hukum yang ditimbulakan, Adapun dampak dari
pengangkatan anak (adopsi) di Indonesia dalam tunjauan madzhab syafi’i ialah sebagai berikut:
1. Nasab
Dari akibat hukum prosedur pengangkatan yang telah dijelaskan diatas ialah tidak
diperbolehkan jika hubungan nasab antara anak angkat dengan orang tua kandungnya terputus, karena
Nasab anak adopsi (angkat) tetap kepada ayah kandungnya dan diharamkan menisbatkan nasabnya
kepada ayah angkatnya. Dalam hal ini ada ayat yang secara khusus menjelaskan tentang status nasab
anak adopsi dalam keluarga angkatnya:
@ا@ ْد@ ُع@ و@هُ@ ْم@ آِل بَ@ا@ِئ ِه@ ْم@ هُ@ َو@ َأ ْق@ َس@ طُ@ ِع@ ْن@ َد@ هَّللا ِ@ ۚ@ فَ@ِإ ْ@ن@ لَ@ ْم@ تَ@ ْع@ لَ@ ُم@ و@ا@ آ@بَ@ ا@ َء@ هُ@ ْم@ فَ@ِإ ْ@خ@ َو@ ا@نُ@ ُك@ ْم@ فِ@ ي
@ت @ْ @س@ َع@ لَ@ ْي@ ُك@ ْم@ ُج@ نَ@ا@ ٌح@ فِ@ ي@ َم@ ا@ َأ ْ@خ@ طَ@ ْأ تُ@ ْم@ بِ@ ِه@ َو@ٰ@لَ@ ِك@ ْ@ن@ َم@ ا@ تَ@ َع@ مَّ@ َد
@َ @ا@ل@ ِّد@ ي@ ِن@ َو@ َم@ َو@ ا@لِ@ ي@ ُك@ ْم@ ۚ@ َو@ لَ@ ْي
@قُ@لُ@و@بُ@ ُك@ ْم@ ۚ@ َ@و@ َك@ ا@ َ@ن@ هَّللا ُ@ َغ@ فُ@و@ ً@ر@ ا@ َ@ر@ ِ@ح@ ي@ ًم@ ا
Artinya:
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih
adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka
sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang
kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
B. Pengertian Adopsi
Pengangkatan anak merupakan alternatif untuk menyelamatkan perkawinan atau untuk mencapai
kebahagiaan rumah tangga, karna tujuan dari perkawinan yang dilakukan, pada dasarnya adalah untuk
memperoleh keturunan, yaitu anak. Begitu pentingnya hal keturunan (anak), sehingga menimbulkan
berbagai peristiwa hukum. Perceraian dan poligami merupakan peristiwa hukum yang terjadi karna alasan
di dalam perkawinan tidak dapat memperoleh keturunan, walaupun itu bukan lah salah satu alasan. 3 Oleh
karna itu, tujuan dari pengangkatan anak (adopsi) antara lain ialah untuk meneruskan keturunan, mana
kala di dalam suatu perkawinan tidak di karunia anak. Majelis ulama Indonesia (MUI) memfatwakan
pengangkatan anak (adopsi) pada rapat kerja nasional MUI yang berlangsung pada jumadil akhir 1405 H /
bertepatan pada bulan maret 1984, yang berbunyi:
a. Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, apabila seorang anak lahir dari pernikahan yang
sah.
b. Mengangkat anak (adopsi) dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan
nasabnya dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syari’ah Islam.
c. Pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan agamanya, dilakukan atas rasa
tanggung jawab sosial untuk memelihara dengan penuh kasih sayang, seperti anak sendiri
adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh yang dianjurkan oleh agama islam.
d. Pengankatan anak indonesia oleh warga negara asing selain bertentangan dengan UUD 1945
Pasal 34, juga merendahkan martabat bangsa.
Dalam fatwa MUI juga disebutkan, bahwasannya ketika mengangkat atau mengadopsi anak
hendaknya tidak mengubah status (nasab) dan agama si anak tersebut. Ulama tanah air Nahdlotul Ulama
(NU) juga telah menetapkan fatwa tentang anak adopsi dalam Munas Alim Ulama di situbondo, jawa
timur pada tanggal 21 desember 1983, dalam fatwanya ulama NU menyatakan bahwa : “mengangkat anak
orang lain untuk diperlakukan, dijadikan, diakui sebagai anak sendiri maka hukumnya tidaklah sah”.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulannya ada dua adalah mengadopsi anak adalah mengambil anak orang lain untuk
diasuh dan dididik dengan penuh perhatian, kasih sayang, dan diperlakukan oleh orangtua angkatnya
seperti anaknya sendiri tanpa memberi status anak kandung kepadanya, sedangkan pengertian kedua:
Adopsi anak adalah mengambil anak orang lain untuk diberi status sebagai anak kandung sehingga
anak tersebut berhak memakai nasab (pertalian keluarga) orangtua angkatnya dan mewarisi harta
peninggalannya serta hak–hak lainnya selayaknya hubungan anak dengan orang tua.
Berdasarkan pengertian ini maka dapat diambil pemahaman bahwa, istilah adopsi menurut
budaya di masyarakat kita identik dengan pemberian status sebagai anak kandung atau tidak,
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa, dalam adopsi anak secara budaya, ada pihak–pihak yang
mengambil anak bukan untuk diberi status sebagai anak kandung secara sah menurut hukum yang
ada, namun mereka mengambil anak hanya untuk dipelihara dan ditanggung kesejahteraan hidupnya,
sedangkan status anak kandung tetap murni menjadi milik orangtua kandung anak yang
bersangkutan, namun ada pula yang memberikan status anak kandung terhadap anak yang
diadopsinya Pada pelaksanaannya, terdapat perbedaan–perbedaan tata cara pada masyarakat kita bila
hendak menjalankan proses adopsi anak. Perbedaan tata cara tersebut disebabkan karena perbedaan
budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan.
B. SARAN
Saya harap pembaca dapat memahami bagaimana dikehidupan sehari hari kita baik
lingkungan luar maupun dalam,
DAFTAR PUSTAKA
Qardhawi ,yusuf,Dr.1994.Al- Halal wa al- Haram1 Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqih Al-Islami Wa Al-
Adillatuhu, Vol. 9 (Beirut: Dar Al- Ilmi Li Al- Malayain, 1964), 86
Muhammad Ali Al-Sayis. Tafsir Ayat Al-Ahkam, Vol 4 (Mesir: Mathba‟Ah Muhammad Ali Shabih Wa
Auladih, 1372 H/1953 M), 7.
Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta : Bina Aksara, 1995), 4.
Dini Noordiany Hamka, Relevansi Pengangkatan . Fiqhus sunnah. Lebanon:Dara al -Qalam. Nina
Mariani Noor Dan Ro’fah, “Praktik Adopsi Anak Dan Peran Pekerja Sosial
Dalam Proses Adopsi Anak Di Daerah Istimewa Yogyakarta”, Jurnal Pks Vol 18 No 2 Agustus 2019,
96.http://sayapibujakarta.org/prosedur-pengangkatan-anak-domestik-oleh-warga-negara-indonesia.
Karimatu Ummah, “Adopsi Sebagai Upaya Melindungi Hak-Hak Anak Dalam Perspektif Hukum Islam”,
Jurnal Hukum, Vol. 12, No.29 Mei 2005, 80
Qs. Al-Ahzab. [33]. Syaikh Ahmad Bin Musthafa Al-Farran, Tafsir Imam Syafi’I, Vol.3 (Jakarta:
Penerbit Almahira 2008),269.
Sayyid Sabiq, Fiqih Al-Sunnah, (Bairut: Dar Al-Kitab Al-‘Aroby 1987) Syaikh ahmad bin musthafa al-
farran, Tafsir Imam Syafi’I,vol.3 (Jakarta: penerbit almahira 2008),268. Qs. Al-Ahzab. [33].5.
Zuhdi, H. Masjfuk, Prof. Dr. 1991. Masail Fiqhiyah. Cet. Ke-2. Jakarta:CV H. Mas Agung.