You are on page 1of 3

Renungan Minggu, 27 Agustus 2022

Bapak, ibu, saudara, saudari, umat beriman sekalian yang terkasih dalam Kristus. Apa
katamu, Siapakah Aku ini? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan penting dari Yesus yang
ditujukan kepada para muridnya, tetapi juga merupakan pertanyaan untuk kita sekalian yang
merupakan umat Kristiani yang percaya kepada Yesus. Namun, sebelum merefleksikan
pertanyaan ini secara lebih dalam untuk diri kita masing-masing, pada tempat pertama kita
harus melihat konteks atau situasi di mana Yesus mengajukan pertanyaan ini. Pertanyaan ini
diajukan oleh Yesus kepada para murida-Nya yang dianggap sebagai sahabat-sahabaya.
Pertanyaan ini menjadi penting supaya Yesus mengetahui sejauh mana mereka mengenal Dia
dan lebih jauh dari situ juga dapat diketahui apa motivasi mereka mengikuti Yesus. Saya kira
kita di sini juga sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini kepada orang lain. Sebagai
contoh, misalnya ada momen kebersamaan, seperti hajatan sambut baru kemarin, biasanya
ada banyak orang yang hadir dan di sana ada juga wajah baru. Wajah baru misalnya seorang
anak yang selama ini menghilang dari acara keluarga, lalu dia muncul tiba-tiba, lalu
perkenalkan diri sebagai anak dari bapak ini, atau ibu ini, biasanya ada om, atau bapak besar,
atau tanta yang baru lihat biasanya tanya “Engkau tahu tidak saya ini?”” kalau anak itu
senyum tipis-tipis, malu-malu pasti tidak kenal dan yang pasti orang tua belum meneritau.
Dan yang bersangkutan, apalagi keluarga dekat pasti langsung sambung ke anak
bersangkutan, Engkau harus panggil saya om. Lalu mulai sedikit susun turunan. Dan kalau
sudah kenal pasti ketemu lagi lagi langsung panggil dengan sapaan om, tanta, bapa besar, dan
lain-lain pasti yang disapa merasa bahagia. Hal yang sama juga dilakukan oleh Yesus kepada
keduabelas muridnya. Tapi pertanyaan ini ada dua model. pertama, apa kara orang? jadi
pertanyaan ini menyangkut pengetahuan mereka tentang bagaimana orang lain mengenal
yesus. Dan 12 rasul inikan pernah selalu bersama-sama dengan Yesus jadi mereka punya
telinga ini tajam, mereka langsung jawab ada yang bilang Yohanes Pembabtis, ada yang
bilang Elia ada yang bilang Yeremia atau salah seorang dari para nabi. Jadi inilah orang
banyak waktu itu kenal Yesus, seperti para nabi biasa lainnya. Tetapi Yesus lalu masuk ke
dalam pertanyaan yang lebih pribadi, bukan lagi tentang apa kata orang lain, tetapi apa kata
mereka. Dalam konteks ini salah satu murid Yesus yang paling cepat, yang suka ceplas,
ceplos mewakili dua belas muridnya, dia bilang Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang
hidup. Dan salah satu murid itu adalah Petrus. Kita di sini mungkin panggil dia Petu, atau
Piter atau anak-anak zaman sekarang kelihatan lebih gaul olagi panggil Pedro. Dan
jawabannya ini benar. Kenapa Dia benar, karena Dia menjawab dari pengalamannya bersama
Yesus. Dia pasti sudah lihat ada Yohanes pembatis yang hidup pada masa itu, ada juga ahli
taurat, ada juga para rabi lainnya yang muncul pada zaman mereka, tetapi Dia lihat Yesus ini
berbeda, sehingga secara spontan Dia langsung jawab bilang Mesias, anak Allah yang hidup.
Dan sejak saat itu ia langsung dijuluki sebagai Petrus, batu karang, dan Dia ditunjuk langsung
oleh Yesus untuk menjadi pemimpin Jemaat, sehingga dalam sejarah Gereja, Pertrus ini
dikenal sebagai Paus Pertama. Pemimpin Gereja pertama.

Tetapi dalam bacaan injil hari ini juga menarik, untuk kita renungkan. Pada bagian
terakhir tadi, terutama ayat ke 20 tadi Yesus justru melarang para murid-murid-Nya supaya
jangan meberitahukan kepada siapapun bahwa Ia mesias. Pasti kita bac aini bagian, pasti
bertanya-tanya. Pada bagian pembuka tadi yaitu ayat ke-14 banyak orang belum kenal Yesus,
lalu pada bagian sesudahnya, ketika Yesus bertanya kepada para murid-Nya, sekurang-
kurangnya Petrus sudah menjawab benar. Seharusnya Yesus menyruh mereka untuk
memberitahukan kepada orang-orang yang hanya mengenal Dia sebatas sebagai nabi seperti
Elia, Yeremia dan Yohanes Pmebatis itu, bahwa Yesus itu Mesias yang mereka tunggu-
tunggu itu. Tetapi kenapa kok Yesus melarangnya? Ini juga penting, karena mengenal Yesus
sebagai Mesias itu tidak mesti harus setengah-setengah. Harus lebih dalam dari itu. Petrus
tadi memang sudah menjawab benar tentang Yesus sebagai mesias. Tetapi pengetahuan
Petrus tentang Yesus sebagai mesias itu juga masih setengah-setngah, meskipun sudah ada
benarnya. Dia masih seperti orang Yahudi lainnya. Mereka mengetahui bahwa Mesias itu
adalah seorang hebat, pemimpin luar biasa, yang bisa buat mukjizat, dan diharapkan bisa
kalahkan orang romawi dengan pedang dan parang. Sehingga, kita bisa lihat dalam ayat
selanjutnya…coba pulang cek lagi kitab suci, anak-anak sambutbaru, sudah ada seremoni
terima kitab suci, harap baca ew. Coba kita lihat dalam ayat selanjutnya, ketika Yesus yang
mereka kenal sebagai Mesias itu memberitahukan bahwa ia menderita, Petrus langsung tidak
mau terima. Dia bilang sekiranya Allah menjauhkan itu dari pada-Mu. Dan apa yang terjadi,
petu, piter, pedro yang tadinya itu dipuji Yesus lalu dikecam oleh Yesus. Karena memang
Mesias yang Dia kenal itu seturut yang Dia pikirkan, yang Dia bayangkan, bukan
berdasarkan rencana dan kehendak Allah. Dan inilah yang dikecam oleh Yesus. Dan
puncaknya itu terjadi dalam peristiwa sengsara Tuhan nanti. Petrus ini, sudah bayangkan
Yesus itu orang luar biasa, jago perang, jadi kalau orang datang tangkap Dia, pasti Dia tiup
saja orang hilang semua. Sehingga waktu Yesus menderita, hanya seorang perempuan saja
yang tanya Engkau kenal orang itu, Dia sangkal tiga kali. Saya kira kita juga kalau waktu itu
bersama Yesus pasti seperti petrus juga. Orang yang kita kebal hebat, lalu toh menderita pasti
kita kecewa juga, atau seperti tidak kenal juga. Karena memang pikiran Petrus belum masuk
dalam maksud Allah. Inilah alasan mengapa Yesus tadi larang mereka supaya jangan dulu
memberitahukan kepada siapapun. Supaya jangan mewartakan tentang yesus sebagai Mesias
yang keliru. Dan mereka baru kenal Yesus sesudah yesus bangkit. Di sana mereka baru tahu
bahwa Yesus, Mesias itu bukan hanya sebatas pemimpin dalam arti duniawi, seperti yang kita
bayangkan tetapi dalam kaitan dengan maksud Allah, yaitu sebagai Allah yang menjadi
manusia, dan harus menderita bersama manusia demi mengalahkahkan maut dan
menyediakan sukacita surgawi bukan sekadar duniawi.

Bapak, ibu saudara dan saudariku sekalian yang terkasih dalam Kristus. Pertanyaan
Yesus kepada Petrus dan kronologi kisah injil tadi juga penting untuk kita. Sekarang coba
bayangkan, ketika Yesus hadir di tengah kita dan tanya kita siapakah aku ini menurut
Engkau? Coba anak sambut baru yang nama Pedro ada?, petrus ada? Kamu baru terima
Yesus, kalau Yesus tanya siapakah Aku ini Engaku jawab apa? Pasti kita sekalian yang ada di
sini punya banyak jawaban seperti konteks kita. Ada yang jawab yesus itu penolong, ada
yang bilang sahabat ada yang bilang teman, ada yang bilang guru dan lain-lain. Tetapi satu
hal yang pasti Yesus itu adalah Allah yang menjadi manusiwa. Sebagai Allah Dia hadir
dalam hidup kita dalam berbagai cara. Sebagai manusia Ia juga ada bersama kita dalam
pengalaman kita sebagai manusia biasa. Biasanya orang kalau Bahagia, tanya siapa itu Yesus,
pasti bilang Tuhan. Tapi kalau susah,,,ini yang sulit. Tetapi mau susah, amu senang, mau
Bahagia, mau menderita, kita harus ingat bahwa Yesus adalah tetap Mesias, Allah yang jadi
manusia. Dia pernah buat mukjizat, menyembuhkan orang menolong orang, tetapi juga
pernah menderita. Dengan demikian di saat Bahagia, disat berhasil kita harus ada bahwa
Tuhan ada bersama kita. Demikan juga di saat menderita, susah, ada persoalan hidup. Disaat
sulit ini biasanya kita susah menemukan Yesus hadir dalam hidup kita. Tetapi ingat Yesus
saja pernah menderita. Jangan sampai kita lari dari Yesus di saat susah seperti Petrus. Tetapi
kita harus sadar seperti Petrus sesudah kebangkitan Kristus yang mau menderita sebagai saksi
Kristus meski Dia disalibkan terbalik. Kita juga di saat menderita harus sampai pada
penghayatan semacam ini. Karena seperti kata Rasul Paulus tadi, susah bagi kita untuk
menyelami pikiran Tuhan. Tapi hanya Tuhan selalu ada bersama kita di saat susah, amupun
Bahagia. Non Abiate Paura, jangan cemas, jangan takut. Semoga.

You might also like