You are on page 1of 3

Kampanye Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Tak Tuntas Selesaikan Masalah

Silmy Syufiana, S. Kom

Pendidik dan Pemerhati Generasi

Pada rangkaian kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang dimulai tanggal
25 November 2022 dan puncaknya pada tanggal 10 Desember 2022, yang bertepatan dengan hari HAM
International. Komunitas Daralead mengadakan diskusi terbuka : peringatan hari perempuan pembela
HAM. (Samarinda, 29 November 2022). Berangkat dari kondisi dimana UU TPKS sampai sekarang masih
belum banyak diketahui dan masih marak tindak kekerasan di banyak media. Bahkan tidak terciptanya
ruang aman bagi para perempuan Pembela HAM di media sosial.

Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence)
merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap
perempuan di seluruh dunia. Sebagai institusi nasional hak asasi manusia di Indonesia, Komnas
Perempuan menjadi inisiator kegiatan ini di Indonesia.

Sudah puluhan tahun kampanye ini digaungkan, tetapi permasalahan kekerasan terhadap perempuan
malah makin tidak terkendali. Bahkan, setelah pemberlakuan UU TP-KS, kekerasan terhadap perempuan
juga makin marak. Oleh karenanya, kampanye ini bagaikan kampanye kosong yang tidak pernah bisa
menghapus permasalahan perempuan.

Liberalisme akar masalah

Komunitas Gender yang fokus pada anti kekerasan pada perempuan berdasarkan kesetaraan gender
dan HAM bukanlah dasar pemikiran sahih untuk melindungi perempuan dari kekerasan. Justru dua ide
ini merusak dan menjatuhkan kemuliaan perempuan.

HAM dan kesetaraan gender sangat beririsan. Deklarasi Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa setiap
orang berhak atas kebebasan, kemerdekaan, dan kehidupannya. HAM ini berlaku juga bagi perempuan
yang seringkali menjadi korban penindasan, penganiayaan, pelecahan, dan diskriminasi. Bak gayung
bersambut, deklarasi HAM disambar oleh kaum feminis dan pegiat gender untuk mengampanyekan dan
memperjuangkan hak perempuan dalam ide kesetaraan gender.

Ide kesetaraan gender memaksa perempuan untuk keluar rumah agar bisa disebut “pahlawan keluarga”.
Bersama-sama laki-laki, mereka bekerja dan berkiprah di ranah publik agar derajatnya sama, yakni
sama-sama bebas menentukan nasibnya sendiri. Oleh karenanya, untuk menghilangkan diskriminasi
yang marak terjadi, perempuan didorong untuk berdaya dan memimpin. Sayangnya, ide kesetaraan
yang mereka perjuangkan malah membawa perempuan pada kemalangan yang makin nyata. Lihat saja
nasib para pekerja perempuan yang dianggap sebagai pahlawan keluarga, sudahlah memikul beban
ganda (menjadi pengasuh dan pengatur rumah, serta pencari nafkah), mereka harus berhadapan pada
realitas kekerasan di dunia kerja.

Ide kesetaraan gender dan HAM sendiri sejatinya lahir dari pandangan hidup Barat yang serba liberal.
Liberalisasi yang lahir dari paham sekulerlah akar persoalan maraknya kekerasan terhadap perempuan.
Oleh sebab itu, memperjuangkan UU TP-KS yang dianggap mampu menghukum pelaku kekerasan
adalah perbuatan sia-sia ketika sistem demokrasi yang menjamin liberalisasi di negeri ini masih
diterapkan.

Hanya islam yg mampu melindungi dan menyejahterakan perempuan

Islam memiliki sudut pandang khas terhadap perempuan, yaitu perempuan adalah makhluk yang harus
dilindungi. Kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sejajar dalam ketakwaannya, tetapi Allah Taala
memberikan syariat yang berbeda kepada keduanya. Hal demikian ditujukan untuk menciptakan
hubungan yang harmonis dalam keluarga dan juga masyarakat.

Ketika Allah menetapkan kewajiban nafkah pada para laki-laki dan kewajiban ummun warabbatul bait
(ibu dan manajer rumah tangga) bagi perempuan, sungguh hal itu bukanlah untuk mengerdilkan yang
satu dan meninggikan yang lain. Semua itu diatur semata karena Sang Pencipta manusia lebih
mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya.

Itulah sudut pandang Islam terhadap perempuan. Perempuan adalah mitra laki-laki, baik dalam
kehidupan domestik maupun publik. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perempuan adalah
saudara kandung laki-laki.” (HR Abu Daud)

Selain itu, Islam juga memiliki konsep bahwa negaralah yang menjamin terlindunginya perempuan dari
segala macam bahaya, termasuk kekerasan. Kalau sistem demokrasi menjamin kebebasan perempuan,
sedangkan Islam menjamin perlindungan bagi perempuan

Khilafah dengan kekuatan kepemimpinan dan sistemnya akan menjamin perempuan terlindungi dari
kekerasan. Upaya pencegahan dengan menjamin kehidupan yang sejahtera dengan sistem ekonomi
islam yang ditetapkan, sistem sanksi yang tegas untuk menjerat pelaku kemaksiatan dan kekerasan
hingga mencegah tersebarnya konten pornografi dengan regulasi yang tegas bagi media mainstream
maupun media lainnya. Tak lupa penguatan ketakwaan individu dan kontrol masyarakat dibangun
didalam sistem khilafah.

Khatimah

Inilah konsep Islam dalam melindungi perempuan yang tidak akan pernah bisa didapatkan dalam sistem
kehidupan sekuler liberal hari ini. Hanya saja, konsep Islam tidak mungkin bisa diterapkan sempurna jika
sistemnya masih batil, yaitu demokrasi kapitalisme.
Walhasil, urgen untuk membuang sistem demokrasi dan menggantinya dengan sistem Islam (Khilafah)
sesuai metode dakwah Rasulullah saw. agar perempuan dan umat manusia seluruhnya hidup dalam
masyarakat yang aman dan sejahtera.

Wallahu'alam bishowab.

You might also like