You are on page 1of 46

MAKALAH

EPIDENOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

KECELAKAAN LALU LINTAS

DOSEN PENGAMPU:

SEPTI ANGGRAENI , SKM., M.Kes

DISUSUN OLEH:

KELAS: V AKK REGULER BANJARMASIN

DWI ANUGERAH KINANTI 2107010154

SITI SETIANI 2107010309

AMMALIA 2107010172

DESSY 2107010281

NUR ASYIFA 2107010083

TASYA RINJANY 2107010211

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL BANJARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

BANJARMASIN

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya yang telah
memungkinkan kami menyelesaikan makalah ini. Kami juga ingin mengungkapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi, baik berupa ide
maupun dukungan materi.
Makalah ini disusun sebagai bagian dari tugas semester V AKK Reguler Banjarmasin
dibawah bimbingan Ibu SEPTI ANGGRAENI, SKM., M.Kes
Kami berharap agar makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan pengalaman yang
bermanfaat bagi para pembaca. Bahkan, kami berharap bahwa isi makalah ini dapat
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari pembaca.
Sebagai penyusun, kami sadar bahwa makalah ini mungkin masih memiliki kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Oleh karena itu, kami sangat menghargai setiap kritik dan saran yang membangun yang
dapat diberikan oleh pembaca demi meningkatkan kualitas makalah ini.

Banjarmasin, 15 November 2023

KELOMPOK VII

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................5
1.1 Latar Belakang..............................................................................................5
1.2 Tujuan Penulisan...........................................................................................6
1.3 Manfaat Penulisan.........................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................7
2.1 Definisi Kecelakaan Lalu Lintas..................................................................7
2.2 Etiologi Dan Faktor Resiko Kecelakaan Lalu Lintas.................................7
2.2.1 Faktor Manusia.........................................................................................10
2.2.2 Faktor Kendaraan....................................................................................11
2.2.3 Faktor Jalan..............................................................................................13
2.2.4 Faktor Lingkungan...................................................................................15
2.3 Riwayat Penyakit Alamiah Prepatogenesis Dan Patpgenesis Kecelakaan
Lalu Lintas.........................................................................................................16
2.4 Diagnosis Pelaksanaan Dan Prognosis Kejadian Kecelakaan Lalu
Lintas................................................................................................................17
2.4.1 Diagnosis Kecelakaan Lalu Lintas..........................................................17
2.4.2 Pelaksanaan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas....................................24
2.4.3 Prognosis Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas.........................................27
2.5 Insiden Dan Prevalensi Kecelakaan Llau Lintas Di Indonesia...............28
2.5.1 Kecelakaaaan Berdasarkan Jenis Kendaraan.......................................31
1.5.2 Kecelakaan Di Ruas Tol...........................................................................32
2.5.3 Kecelakaan Berdasarkan Usia dan Pendidikan....................................33
2.6 Pencegahan dan Pengendalian...................................................................34
2.6.1 Lima Level Prevention Kecelakaan Lalu Lintas...................................34
2.6.2 Program dan Peraturan Pemerintah (Nasinal) dan Internasional
(WHO/CDC) Sera Evaluasi Penerapannya....................................................36

3
BAB III PENUTUP......................................................................................................43
3.1 KESIMPULAN...........................................................................................43
3.2 SARAN.........................................................................................................43
BAB IV DAFTAR PUSTAKA......................................................................................44

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia sebagai suatu negara berkembang dengan seiring berjalannya waktu akan
bertambah jumlah penduduknya, terutama pada ibu kota Indonesia yaitu Jakarta. Kota Jakarta
sangat padat penduduk, banyak masyarakat dari suatu daerah datang ke Jakarta untuk mencari
pekerjaan. Dengan begitu banyak para pekerja yang pergi bekerja menaiki kendaraan umum
maupun kendaraan pribadi. Keadaan ini jika tidak didukung oleh sarana dan prasarana di bidang
lalu lintas yang baik, maka dapat menjadi faktor timbulnya berbagai masalah di bidang lalu
lintas. Suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas sangat beragam baik dari proses kejadiannya
maupun faktor penyebabnya (Utomo Nugroho, 2012). Kecelakaan lalu lintas adalah suatu
peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja. Dampak negatif dari kecelakaan lalu
lintas seperti kerugian materi, kesakitan, dan kematian dapat mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
Kecelakaan lalu lintas merupakan masalah kesehatan yang tergolong dalam penyakit tidak
menular. Oleh karena itu perlu dilakukan tindakan penanggulangan untuk meminimalisir
kecelakaan lalu lintas seperti yang tercantum dalam peraturan Kepmenkes No. 1116 Tahun
2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan (Hidayati
dan Yovita, 2016). Kecelakaan lalu lintas mempunyai beberapa faktor yaitu faktor manusia,
faktor jalan, faktor kendaraan, dan faktor lingkungan yang terbagi dalam tiga tahap pra, saat,
dan pasca-kecelakaan (Hidayati dan Yovita, 2016). Contoh penyebab terjadinya kecelakaan
yaitu berkendara sambil merokok, berkendara sambil menggunakan telepon seluler,
mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi, dan rusaknya jalan juga sebagai salah satu
factor penyebab kecelakaan (Sahabudin et al 2011).
Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit secara alamiah, tanpa ikut campur
tangan medis atau intervensi kesehatan lainnya. Manfaat yang diperoleh dari riwayat alamiah
penyakit adalah untuk melakukan upaya pencegahan. RAP dan hasil pemeriksaan fisik akan
mengarahkan pemeriksa (tenaga kesehatan) untuk menetapkan diagnosis dan kemudian
memahami bagaimana perjalanan penyakit yang telah didiagnosis (Zata 2019). Dalam kejadian
kecelakaan lalu lintas perlu di diketahui diagnosis, penatalaksanaan dan prognosisnya.
Adapula insiden dan prevalensi penyakit dalam kejadian kecelakaan lalu lintas
menggunakan data dari Biro Pusat Statistik akan dipaparkan prevalensi dan insiden kasus
kecelakaan di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2013 sampai dengan tahun 2018 dan
ditambahkan beberap detail kasus kecelakaan berdasarkan beberapa parameter tertentu di tiga
provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Banyak faktor penyebab kecelakaan lalu
lintas seperti kecelakaan berdasarkan jenis kendaraan, kecelakaan di ruas tol, dan kecelakaan
berdasarkan usia dan Pendidikan.
Pencegahan dan pengendalian dari kecelakaan lalu lintas bisa dengan lima level prevention
untuk individu, keluarga, dan masyarakat peningkatan kesehatan, perlindungan khusus,
penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, pembatasan kecacatan,
dan pemulihan kesehatan. Dalam melakukan pencegahan dan pengendalian tentu harus ada
program dan peraturan pemerintah yang dibuat baik nasional maupun internasional serta evalusi
penerapannya.

5
1.2 Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui definisi dari kecelakaan lalu lintas.
b. Untuk mengetahui etiologi dan faktor risiko yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas.
c. Untuk mengetahui riwayat alamiah penyakit akibat kecelakaan lalu lintas.
d. Untuk mengetahui diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis kecelakaan lalu lintas.
e. Untuk mengetahui insiden dan prevalensi penyakit akibat kecelakaan lalu lintas.
f. Untuk mengetahui pencegahan penyakit akibat kecelakaan lalu lintas.

1.3 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat bagi institusi
Untuk kepentingan pengembangan ilmu di lingkungan Universitas Muhammadiyah
Jakarta terutama jurusan Kesehatan Masyarakat.
2. Manfaat bagi pembaca
Dapat digunakan sebagai bahan pengajaran dibidang pendidikan maupun dibidang
penelitian.
3. Manfaat bagi penulis
Sebagai proses pembelajaran dalam mengetahui tentang penyakit tidak menular yang
terjadi akibat kecelaan lalu lintas.

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kecelakaan Lalu Lintas

Dalam melakukan suatu analisa kecelakaan lalu lintas diperlakukan pengetahuan


mengenai definisi kecelakaan. Kecelakaan merupakan tindakan tidak direncanakan dan tidak
terkendali, ketika aksi dan reaksi tiga objek, bahan, atau radiasi menyebabkan cedera atau
kemungkinan cedera. Menurut D.A. Colling yang dikutip oleh Bhaswata kecelakaan dapat
diartikan sebagai tiap kejadian yang tidak direncanakan dan terkontrol yang dapat disebabkan
oleh manusia, situasi, faktor lingkungan, ataupun kombinasi - kombinasi dari hal -hal tersebut
yang mengganggu proses kerja dan dapat menimbulkan cedera ataupun tidak, kesakitan,
kematian, kerusakaan propertI ataupun kejadian yang tidak diinginkan lainnya (Siahaan JK.
2020).

Berdasarkan Undang-undang No.22 tahun 2009, Kecelakaan lalu lintas adalah suatu
peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak sengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda
(Sugiyanto et al 2015). Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah kesehatan yang
tergolong dalam penyakit tidak menular. Dampak negative dari kecelakaan lalu lintas seperti
yang tercantum dalam Peraturan Keputusan Kementerian Kesehatan No. 1116 Tahun 2003
tentang pedoman penyelenggaraan sistem surveilans epidemologi kesehatan (Hidayati dan
Yovita2016)

Sementara dalam pasal 93 Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993 ayat 1 tentang
Prasarana Jalan Raya dan Lalu Lintas, kecelakaan lalu lintas dapat diartikan sebagai peristiwa
yang terjadi di jalan raya yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja, melibatkan kendaraan
dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta
benda. Korban kecelakaan lalu lintas dapat berupa korban mati, luka berat dan luka ringan dan
diperhitungkan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan terjadi.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan lalu
lintas adalah suatu kejadian yang tak diduga dan tidak diharapkan terjadi dijalan raya yang
melibatkan kendaraan bermotor maupun pengguna jalan lain dan mengakibatkan kerusakan
serta timbulnya korban manusia (mengalami luka ringan, luka berat dan meninggal dunia)
(Saputra dan Dwi 2017)

2.2 Etiologi Dan Faktor Resiko Kecelakaan Lalu Lintas

Untuk menjamin lancarnya kegiatan transportasi dan menghindari terjadinya kecelakaan


lalu lintas diperlukan pola transportasi yang sesuai dengan perkembangan dari barang dan jasa.
Setiap komponen perlu diarahkan pada pola transportasi yang aman, nyaman, dan hemat.
Beberapa kendala yang harus mendapat perhatian demi tercapainya transportasi yang diinginkan
adalah tercampurnya penggunaan jalan dan tata guna lahan di sekitarnya atau mixed used
sehingga menciptakan adanya lalu lintas campuran atau mixed traffic. Faktor mixed used dan
mixed traffic tersebut dapat mengakibatkan peningkatan jumlah kecelakaan lalu lintas, dan
tentunya juga adanya peningkatan kemacetan. Desain geometrik yang tidak memenuhi syarat (di
jalan yang sudah ada) sangat potensial menimbulkan terjadinya kecelakaan, seperti tikungan
yang terlalu tajam, kondisi lapis perkerasan jalan yang tidak memenuhi syarat seperti permukaan
yang terlalu licin ikut andil dalam menimbulkan terjadinya kecelakaan. Pelanggaran persyaratan
teknis dan operasi maupun pelanggaran peraturan lalu lintas seperti pelanggaran rambu, marka
dan sinyal yang dilakukan oleh pengemudi sangat sering menyebabkan kecelakaan. Penempatan
serta pengaturan control lalu lintas yang kurang tepat dan terkesan minim seperti : rambu lalu
lintas, marka jalan, lampu pengatur lalu lintas di simpang jalan, pengaturan arah, dapat
membawa masalah pada kecelakaan lalu lintas (Muslim VZ et al 2013)

Tabel 2.1.

Jumlah Kecelakaan, Korban, dan Kerugian Materi, Tahun 2015-2019/ Number of Traffic Accident,
Casualties, and Material Losses, 2015-2019

Berdasarkan tabel 2.1 diatas selama kurun waktu 2015-2019, jumlah kecelakaan lalu
lintas mengalami kenaikan rata-rata 4,87 persen per tahun. Kenaikan pada jumlah kecelakaan
ternyata diikuti pula oleh kenaikan pada jumlah korban meninggal dunia dan luka ringan yaitu
masing-masing 1,41 persen dan 6,26 persen. Namun, nilai kerugian materi akibat kecelakaan
mengalami peningkatan rata-rata 4,23 persen per tahun.
Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas POLRI) mencatat jumlah
kecelakaan sepanjang 2019 sebanyak 116.411. Jumlah tersebut naik 6,59 persen dibandingkan
pada tahun 2018 dengan 109.215 kejadian.

8
Gambar2.1 Komposisi Korban Kecelakaan
Lalu Lintas, Tah
un 2019

Korban Meninggal
(Orang)/Killed
14.63% (Person)
7.11% Luka Berat
(Orang)/Seriously
Injured (Person)
78.26%
Luka Ringan Orang)/
Slight Injured
(Person)

Kecelakaan lalu lintas tersebut telah mengakibatkan 175.488 orang menjadi

korban dengan komposisi korban luka ringan 78,26 persen, korban luka berat 7,11 persen, dan
korban mati (meninggal) 14,63 persen dengan nilai kerugian materi yang dialami tahun 2019
mencapai 254.779 juta rupiah

Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian lalu lintas di wilayah Perkotaan, Direktorat


Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota Direktorat Jenderal Perhubungan Darat,
menyatakan bahwa faktor penyebab kecelakaan biasanya diklasifikasikan identik dengan unsur
– unsur sistem transportasi, yaitu pemakai jalan ( pengemudi dan pejalan kaki ), Kendaraan,
Jalan dan Lingkungan, atau kombinasi dari dua unsur atau lebih (Aryawan dan Surata 2019).

Menurut Oder dan Spicer, menerangkan bahwa kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan
dari situasi – situasi konflik yang melibatkan pengemudi dengan lingkungan sebagai peran
penting pengemudi untuk melakukan tindakan mengelak atau menghindari sesuatu. Jadi
melaksanakan tindakan tersebut untuk menghindar dari rintangan, mungkin atau tidak mungkin
menyebabkan apa yang disebut dengan kecelakaan (Djalante S. 2013).

World Health Organization (WHO) mempublikasikan bahwa kematian akibat


kecelakaan di jalan diperlakukan sebagai salah satu penyakit tidak menular dengan jumlah
kematian tertinggi di dunia. World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan bahwa
pada tahun 2030, kecelakaan lalu lintas di jalan akan menjadi penyebab kematian nomor 5
(lima) di dunia setelah penyakit jantung, stroke, paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan
(Aryawan dan Surata 2019).

Berdasarkan hal-hal diatas faktor-faktor dapat dikelompokkan penyebab kecelakaan menjadi


4 faktor yang terdiri dari :

a. Faktor manusia

b. Faktor kendaraan

c. Faktor jalan

d. Faktor lingkungan

9
2.2.1 Faktor Manusia

Faktor manusia memegang peranan yang amat dominan, karena cukup banyak faktor yang
mempengaruhi perilakunya. Penyebab kecelakaan lalu lintas di Indonesia paling banyak disebabkan
oleh faktor manusia (Hartono Dudi. 2016). Terdapat dua elemen utama dari faktor manusia yaitu
faktor fisiologis dan faktor psikologis (Ryanto et al 2019.)

Tabel 2.2
Elemen Utama Faktor Pemakai Jalan

a. Pengemudi
Semua pengguna jalan atau pengemudi mempunyai peran penting dalam pencegahan
dan pengurangan kecelakaan. Walaupun kecelakaan cenderung terjadi tidak hanya satu sebab,
tetapi pengguna jalan adalah pengaruh yang paling besar. Pada beberapa kasus yang terjadi pada
kecelakaan lalu lintas tidak adanya ketrampilan atau pengalaman untuk menyimpulkan hal – hal
yang penting dari serangkaian peristiwa menimbulkan keputusan atau tindakan yang salah.
Road Research Laboratory mengelompokkan menjadi 4 kategori :

1. Safe ( S ) : pengemudi yang mengalami sedikit sekali kecelakaan, selalu memberi


tanda pada setiap gerakan. Frekuensi di siap sama dengan frekuensi menyiap.
2. Dissosiated Active ( DA ) : pengemudi yang aktif memisahkan diri, hampir sering
mendapat kecelakaan, gerakan – gerakan berbahaya, sedikit menggunakan kaca
spion. Lebih sering menyiap dari pada disiap.
3. Dissosiated Passive ( DP ) : pengemudi dengan tingkat kesiagaannya yang rendah,
mengemudi kendaraan di tengah jalan dan tidak menyesuaikan kecepatan kendaraan
dengan keadaan sekitar. Lebih sering disiap dari pada menyiap.
4. Injudicious ( I ) : pengiraan jarak yang jelek, gerakan kendaraan yang tidak biasa,
terlalu sering menggunakan kaca spion. Dalam menyiap melakukan gerakan –
gerakan yang tidak perlu.

10
Menurut hasil penelitian para psikolog ternyata bahwa perilaku manusia dipengaruhi
oleh faktor diluar dirinya sendiri, disamping juga tergantung bentuk fisik, jenis kelamin,
intelegensia, karakter serta usia (Hartono Dudi. 2016). Pada faktor pengemudi berbagai hal yang
menyebabkan kecelakaan yaitu fisik pengemudi, tingkat kedisiplinan dan pemahaman berlalu
lintas masih rendah, kecakapan pengemudi, jarak pandang yang kurang (dalam mengambil jarak
aman antar kendaraan) dan pelanggaran nilai batas kecepatan maksimum kendaraan (speeding).

b. Pejalan Kaki ( Pedestrian )

Untuk mengurangi atau menghindari terjadinya kecelakaan lalu lintas, maka diperlukan
suatu pengendalian bagi para pejalan kaki yang meliputi hal – hal sebagai berikut :

a. Tempat khusus bagi para pejalan kaki

b. Tempat penyeberangan jalan

c. Tanda atau rambu – rambu bagi para pejalan kaki

d. Penghalang bagi para pejalan kaki

e. Daerah aman dan diperlukan

f. Persilangan tidak sebidang dibawah jalan dan diatas jalan

g. Penyinaran

c. Usia Pengemudi

Berdasarkan usia pengemudi kecelakaan lalu lintas, mayoritas berusia antara 22 s.d
30 tahun kemudian disusul usia antara 31 s.d 40 tahun, di mana pada rentang usia tersebut
tergolong sebagai usia tingkat emosinya paling stabil, tingkat kecekatan dan reflek yang lebih
baik dibanding golongan usia lainnya, namun biasanya pada usia golongan ini tingkat
mobilitasnya di jalan juga sangat tinggi. Jika pelaku kecelakaan golongan ini juga sekaligus
menjadi korban, maka hal ini sekaligus merupakan golongan usia yang paling produktif. World
Health Organization (WHO) mencatat hampir 1,2 juta orang di seluruh dunia setiap tahun tewas
akibat kecelakaan di jalan. Dari jumlah itu, 40 persen berusia di bawah 25 tahun.Jutaan lagi
mengalami cedera dan sebagian lagi mengalami cacat seumur hidup.

2.2.2 Faktor Kendaraan

Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan
sebagaimana mestinya yaitu sebagai akibat kondisi teknis yang tidak laik jalan ataupun
penggunaannya tidak sesuai ketentuan.

11
Gambar 2.2 Komposisi Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut
Figure Jenisnya, Tahun 2019 / Composition of Motor Vehicles by
Type , 2019
Mobil Penumpang/
Passenger Car
11.20%
Bis/Bus
Sepeda 1.72%
Mobil
81.78 %
5.30%

Pada faktor kendaraan ini, sepeda motor merupakan jenis kendaraan yang paling banyak
digunakan masyarakat. Hal ini terlihat dari proporsi sepeda motor di tahun 2019 yang jauh lebih
besar dibandingkan jenis kendaraan lain yaitu 81,78 persen, diikuti oleh mobil penumpang dan
mobil barang masing-masing 11,20 persen dan 5,30 persen. Jumlah kendaraan bermotor yang
cenderung meningkat, merupakan indikator semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap
sarana transportasi yang memadai sejalan dengan mobilitas penduduk yang semakin tinggi.
Sedangkan jenis kendaraan yang memiliki proporsi jumlah paling kecil adalah bis yaitu
1,72 persen. Hal ini disebabkan karena karakteristik yang berbeda dari jenis kendaraan tersebut,
yaitu memiliki kapasitas yang cukup besar dalam mengangkut penumpang, sehingga jumlah
kendaraan yang digunakan relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jenis kendaraan yang lain
(sepeda motor, mobil barang, mobil penumpang).

Seiring bertambahnya populasi penduduk, permintaan pada kendaraan bermotor pun


semakin meningkat dari tahun ke tahin. Pada publikasi ini kendaraan bermotor yang dianalisis
antara lain mobil penumpang, bis, mobil barang, dan sepeda motor. Hal ini berdasarkan data
dari Kepolisian Republik Indonesia
Beberapa faktor kendaraan yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas :
1. Rem blong atau rem tidak berfungsi, kerusakan mesin, ban pecah adalah merupakan
kondisi kendaraan yang tidak laik jalan. Kemudi tidak baik, as atau kopel lepas, lampu
mati khususnya pada malam hari, slip dan sebagainya.
2. Over load atau kelebihan muatan adalah merupakan penggunaan kendaraan yang tidak
sesuai ketentuan tertib muatan.
3. Design kendaraan dapat merupakan faktor penyebab beratnya ringannya kecelakaan,
tombol – tombol di dashboard kendaraan dapat mencederai orang terdorong kedepan
akibat benturan, kolom kemudi dapat menembus dada pengemudi pada saat tabrakan.
Demikian design bagian depan kendaraan dapat mencederai pejalan kaki yang terbentur

12
oleh kendaraan. Perbaikan design kendaraan terutama tergantung pada pembuat
kendaraan namun peraturan atau rekomendasi pemerintah dapat memberikan pengaruh
kepada perancang.
4. Sistem lampu kendaraan yang mempunyai dua tujuan yaitu agar pengemudi dapat
melihat kondisi jalan didepannya konsisten dengan kecepatannya dan dapat
membedakan atau menunjukkkan kendaraan kepada pengamat dari segala penjuru tanpa
menyilaukan,
5. Ban pecah disebabkan pada kondisi mengebut, panas yang ditimbulkan oleh gesekan
antara ban dan jalan dapat membuat kondisi ban semakin tipis dan pada akhirnya ban
menjadi pecah, sepeda motor yang mengalami ban pecah akan menjadi sulit
dikendalikan sehingga beresiko tinggi terjadi kecelakaan, faktor kecepatan juga
berpengaruh terhadap tingkat keparahan. Selain itu ban yang pecah mendadak pada saat
kendaraan melaju dapat menimbulkan kecelakaan beruntun, karena kendaraan berhenti
secara tiba – tiba tanpa memberi aba – aba agar kendaraan di belakangnya dapat
menjaga jarak
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara otomotif telah melakukan perubahan
fisik rancangan kendaran, termasuk pula penambahan lampu kendaraan, yang meningkatkan
kualitas penglihatan pengemudi (Marsala et al 2013)

2.2.3 Faktor Jalan

Pada tahun 2019, panjang jalan di Indonesia mencapai 544.474 kilometer. Berdasarkan
tingkat kewenangan pembinaan, jalan kabupaten/kota masih merupakan bagian terbesar yaitu
442.701 kilometer atau 81,31 persen dari total panjang jalan di Indonesia. Sedangkan untuk
jalan negara dan jalan provinsi masing-masing 47.024 kilometer dan 54.749 kilometer atau 8,64
persen dan 10,05.

13
Gambar 2.3 Distribusi Panjang Jalan Menurut Kondisi
Jalan, Tahun 2019

Baik/Good
43,43%
Sedang/Moderate

14,98%

Selanjutnya jika dirinci menurut kondisi jalan 43,43 persen panjang jalan di Indonesia
berada dalam kondisi baik, 21,12 persen dalam kondisi sedang, 14,98 persen dalam kondisi
rusak, dan 20,47 persen dalam kondisi rusak berat.

Tabel 2.2
Panjang Jalan Dirinci Menurut Kondisi Jalan dan Tingkat Kewenangan, Tahun 2019

Roads Condition Negara/ Provinsi/ Kab-Kota/ Total


State Province Regional
(1) (2) (3) (4) (5)

Baik/ Good 21 107 28 952 186 434 236 493


Sedang/ Moderate
22 532 12 858 79 592 114 982

Rusak/ Damaged 2 409 6 994 72 154 81 557

Rusak Berat/
Seriously 976 5 945 104 521 111 442
Damaged

Jumlah/ Total 47 024 54 749 442 701 544 474

Sumber/Source: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat/ Ministry of


14
Public Works and Public Housing

Berdasarkan tabel di atas menurut kewenangan, jalan negara, provinsi, dan


kabupaten/kota secara umum berada pada kondisi baik. Hal tersebut dapat dilihat dari besarnya
komposisi kondisi baik yang relatif besar dibandingkan kondisi yang lain. Panjang jalan di
bawah kewenangan negara yang memiliki kondisi baik mencapai 44,89 persen. diikuti
kemudian oleh kondisi sedang 47,92 persen dan sisanya berada pada kondisi rusak dan rusak
berat. Jalan provinsi dengan kondisi baik mencapai 52,88 persen diikuti kemudian oleh kondisi
sedang 23,49 persen dan sisanya kondisi rusak dan rusak berat. Selanjutnya, jalan
kabupaten/kota dengan kondisi baik mencapai 42,11 persen, diikuti kondisi sedang dan rusak
masing- masing 17,98 persen dan 16,30 persen, sisanya kondisi rusak berat.
Terdapat hubungan antara lebar jalan, kelengkungan jalan dan jarak pandang pengemudi
dengan jalanan memberikan efek besar terjadinya kecelakaan lalu lintas. Umumnya lebih peka
bila mempertimbangkan faktor–faktor ini bersama – sama karena mempunyai efek psikologis
pengemudi dan mempengaruhi pilihannya pada kecepatan gerak. Misalnya memperlebar jalan
yang awalnya sempit dan tidak baik akan dapat mengurangi kecelakaan bila kecepatan tetap
sama setelah perbaikan jalan. Akan tetapi, kecepatan biasanya semakin besar karena adanya rasa
aman, sehingga laju kecelakaan pun meningkat. Dari pertimbangan keselamatan, sebaiknya
dilakukan penilaian kondisi kecepatan yang mungkin terjadi setelah setiap jenis perbaikan jalan
dan mengecek lebar jalur, jarak pandang dan permukaan jalan semuanya memuaskan untuk
menaikkan kecepatan yang diperkirakan.

Pemilihan bahan untuk lapisan jalan yang sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan
menghindari kecelakaan selip tidak kurang pentingnya dibanding pemilihan untuk tujuan –
tujuan konstruksi.. Hal ini penting bila pengereman atau pembelokan atau meninkung sering
terjadi, misalnya pada bundaran jalan yang terlalu melengkung dan persimpangan dan
persimpangan pada saat mendekati tempat pemberhentian bis, penyeberang dan pada jalan jalan
miring, maka perlu diberi permukaan jalan yang cocok. Pada kondisi jalan yang memang
menikung dapat mempengaruhi jarak pandang seseorang saat mengemudikan kendaraan, jarak
pandang pengendara pada saat berada di jalan menikung lebih terbatas dibandingkan saat di
jalan lurus (Marsala et al 2013).

2.2.4 Faktor Lingkungan

Pada faktor cuaca ini, pertimbangan pada iklim yang tidak menguntungkan serta kondisi
jalan dapat mempengaruhi kecelakaan lalu lintas, akan tetapi pengaruhnya belum dapat
ditentukan. Bagaimanapun pengemudi dan pejalan kaki merupakan faktor terbesar terjadinya
kecelakaan lalu lintas.

Keadaan sekeliling jalan yang harus diperhatikan adalah penyeberang jalan, baik
manusia atau kadang kadang binatang. Lampu penerangan jalan perlu ditangani dengan
seksama, baik jarak penempatannya maupun kekuatan cahayanya.

Karena ahli teknik lalu lintas harus berusaha untuk merubah perilaku pengemudi dan
pejalan kaki, dengan penegasan terhadap peraturan dan pelaksanaan yang layak, sampai dapat
mereduksi tindakan – tindakan berbahaya bagi para pengemudi dijalanan.

15
Penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang bersangkut pautkan dengan faktor
lingkungan, khususnya yang terjadi pada anak-anak adalah sebagai berikut :

a. Naluri anak yang memang impulsif dan tidak meyakinkan.


b. Anak-anak masih minimpengalaman.
c. Anak-anak lebih kecil secara fisik dari orang dewasa.
d. Anak-anak sering tidak diawasi atau kurang diawasi oleh orang tuanya.
e. Beberapa studi penelitian menyatakan jika perilaku anak-qnak adalah kurang dalam
persepsi, konsentrasi, atensi, memori dan kontrol fisik dan emosi; kurang pengetahuan
dan pemahaman tentang tata cara berlalu lintas dan kurang dalam pola perilaku pada
lingkungan lalu lintas (Sugiyanto et al 2015)

2.3 Riwayat Penyakit Alamiah Prepatogeneis Dan Patogenesis Kecelakaan Lalu Lintas
Riwayat alamiah penyakit adalah perkembangan penyakit secara alamiah, tanpa ikut campur
tangan medis atau intervensi kesehatan lainnya. Riwayat alamiah penyakit (natural history of
disease) adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan penyakit pada individu,
dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya akibat penyakit, seperti
kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapetik.

Riwayat alamiah penyakit perlu dipelajari. Pengetahuan tentang riwayat alamiah penyakit
sama pentingnya dengan kausa penyakit untuk upaya pencegahan dan pengendalian penyakit.
Dengan mengetahui perilaku dan karakteristik masing-masing penyakit maka bisa
dikembangkan intervensi yang tepat untuk mengidentifikasi maupun mengatasi problem
penyakit tersebut.

Manfaat yang diperoleh dari riwayat alamiah penyakit, yaitu:


1. Untuk diagnostik: masa inkubasi dapat dipakai sebagai pedoman penentuan jenis
penyakit, misalnya jika terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa).
2. Untuk pencegahan: dengan mengetahui kuman patologi penyebab dan rantai perjalanan
penyakit dapat dengan mudah dicari titik potong yang penting dalam upaya pencegahan
penyakit. Dengan mengetahui riwayat penyakit dapat terlihat apakah penyakit itu
perlangsungannya akut ataukah kronik. Tentu berbeda upaya pencegahan yang
diperlukan untuk penyakit yang akut dibanding dengan kronik.
3. Untuk terapi: intervensi atau terapi hendaknya biasanya diarahkan ke fase pasling awal.
Pada tahap perjalanan awal penyakit itu terapi tepat sudah perlu diberikan. Lebih awal
terapi akan lebih baik hasil yang diharapkan. Keteralambatan diagnosis akan berkaitan
dengan keterlambatan terapi.

Pengetahuan mengenai Riwayat Alamiah Penyakit (RAP) merupakan dasar untuk


melakukan upaya pencegahan. RAP dan hasil pemeriksaan fisik akan mengarahkan pemeriksa
(tenaga kesehatan) untuk menetapkan diagnosis dan kemudian memahami bagaimana

16
perjalanan penyakit yang telah didiagnosis. Hal ini penting untuk dapat menerangkan tindakan
pencegahan, keganasan penyakit, lama kelangsungan hidup penderita, atau adanya gejala sisa
berupa cacat atau carrier. Informasi-informasi ini akan berguna dalam strategi pencegahan,
perencanaan lama perawatan, model pelayanan yang akan dibutuhkan kemudian, dan lain
sebagainya (Zata Ismah 2019). Untuk mempelajari riwayat alamiah dari kecelakaan lalu lintas:

• Menurut hasil penelitian Insurance Institute of Highway Safety (IIHS) menunjukkan kecelakaan
ganda lebih sering menimbulkan korban dibandingkan dengan kecelakaan tunggal.
• Laki-laki lebih rentan untuk mengalami kecelakaan lalu lintas,
• Hasil penelitian IIHS menunjukkan semakin kecil dan ringan suatu kendaraan, maka akan
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas
• Kecelakaan paling banyak terjadi karena perilaku manusia yang salah (human error),65%
korban kecelakaan lalu lintas adalah pejalan kaki.
• Menurut data yang dilansir oleh Fatality Analysis Reporting System (FARS) di Amerika
menunjukkan kejadian kecelakaan lalu lintas di daerah rural lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah urban.

2.4 Diagnosis Penatalaksanaan Dan Prognosis Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas


2.4.1 Diagnosis Kecelakaan Lalu Lintas
Kejadian kecelakaan lalu lintas di Indonesia selama 5 tahun terakhir dari tahun 20102014 tertinggi
pada tahun 2012 sebesar 117.949 kecelakaan. Dua tahun terakhir yaitu tahun 2013 dan 2014 jumlah
kecelakaan sedikit menurun dibanding dengan jumlah kecelakaan lalin tahun 2010-2011. Jumlah
korban meninggal, luka berat, dan luka ringan karena kecelakaan lalin tertinggi pada tahun 2012
sebanyak 197.560 orang (Gambar 2).

Proporsi korban yang meninggal dunia tertinggi pada kecelakaan lalin tahun 2011 yaitu sebesar
22,4 persen dari 145.578 total korban kecelakaan lalin (32.609 orang), di urutan ke dua pada tahun
2010 sebesar 18,2 persen dari 171.787 korban kecelakaan lalin (31.265 orang).

Korban kecelakaan yang meninggal pada tahun 2014 sebesar Manusia Jalan Lingkungan Kendaraan
Human Machine Interface (HMI) IInterInterface Faktor Manusia

Faktor Fisik atau Rekayasa Pemeliharan Pemeliharaan Gambaran kecelakaan lalu lintas. (Sarimawar
D, Retno W, Kristina T, Doni L, Joko I) 33.17,2 persen dari 95.906 korban kecelakaan lalin (16.495
orang). Proporsi korban yang meninggal terendah pada tahun 2012.

17
Gambar 2. Jumlah Kecelakaan dan Korban. Kecelakaan Lalin di Indonesia, Tahun 2010-2014
Menurut propinsi, angka kejadian kecelakaan di atas 5000 pada tahun 2010- 2014 terjadi di propinsi
dengan penduduk banyak dan lalu lintas padat. Propinsi tersebut adalah Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sumatera Utara dan DKI Jakarta. Propinsi dengan angka kejadian kecelakaan di bawah 2500
terjadi di Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT, NTB, pulau Sulawesi kecuali Sulawesi Utara, serta
pulau Kalimantan. 29.634 orang (15 persen dari 197.560 korban kecelakaan lalin) (Gambar 3).
Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:

A. Kecelakaan Ringan
B. Kecelakaaan Sedang
C. Kecelakaan Berat

Kecelakaan ringan sebagaimana dimaksud, apabila mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau


barang.

Kecelakaan sedang sebagaimana dimaksud, apabila mengakibatkan luka ringan dan kerusakan
kendaraan dan/atau barang. Luka ringan sebagaimana dimaksud terdiri atas:

• Luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap di
rumah sakit;
• Selain yang diklasifikasikan dalam luka berat.

Kecelakaan berat sebagaimana dimaksud, apabila mengakibatkan korban luka berat atau meninggal
dunia. Luka berat sebagaimana dimaksud terdiri atas:

• Jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut;
• Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan;
• Kehilangan salah satu panca indera;
• Menderita cacat berat atau lumpuh;
• Terganggu daya pikir selama 4 (empat) minggu lebih;
• Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan;
• Luka yang membutuhkan rawat inap lebih dari 30 hari.

Korban meninggal dunia sebagaimana dimaksud terdiri atas:


• Meninggal dunia di TKP;
• Meninggal dunia dalam perjalanan ke rumah sakit; atau
18
• Meninggal dunia karena luka yang diderita dalam masa perawatan selama 30 (tiga puluh) hari
sejak terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.1

Gambar 3. Proporsi Kematian dan Luka Akibat Kecelakaan Lalin di Indonesia, Tahun 2010-2014

Pelaku pada kejadian kecelakaaan lalin terbanyak pada usia 26-30 tahun. Kelompok usia muda banyak
yang menjadi pelaku kecelakaan lalu lintas terbanyak berusia 26-30 tahun sebanyak 145.303 orang, yang
berusia 16-25 tahun sebanyak 132.315 orang (Gambar 4).

Gambar 4. Jumlah dan Proporsi Pelaku pada Kecelakaan Lalin Sepanjang Tahun 2010-2014

Kejadian kecelakaan lalin memakan korban lebih banyak dibanding dengan pelaku kecelakaan.
Sepanjang tahun 2010- 2014, korban kecelakaan lalin terbanyak pada kelompok usia 26-30 tahun
(343.743 orang,rata-rata per tahun 68.748 orang), korban pada kelompok usia 16-25 tahun 102.881
orang. Proporsi kematian tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu 41 persen pada kelompok usia 26-30
tahun (Gambar 5).

1 perkap-nomor-15-tahun-2013-penanganan-laka-lantas.pdf – Pasal 4 - 7
19
Gambar 5. Jumlah dan Proporsi Korban pada Kecelakaan Lalin Sepanjang Tahun 2010-2014

Menurut pekerjaan, kejadian kecelakaaan lalin sepanjang tahun 2010-2014 tertinggi pada
karyawan swasta, kemudian diikuti mahasiswa/pelajar dan yang lainnya terdiri dari pedagang, petani,
buruh, dan yang bekerja di sektor informal lainnya. Proporsi korban kecelakaan lalu lintas pada
karyawan swasta pada tahun 2014 (52 persen) menurun dibandingkan tahun 2010-2012 (56 persen)
dibandingkan dengan tahun 2010 sampai dengan tahun 2013. Dilain pihak, pelajar/mahasiswa sebagai
korban kecelakaan meningkat proporsinya pada tahun 2013 menjadi 25 persen. Jenis kendaraan yang
terlibat pada kecelakaan sepanjang tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, kejadian kecelakaan lalu
lintas pada tahun 2011 merupakan kecelakaan yang melibatkan jumlah terbesar berbagai macam
kendaraan, yaitu 210.701 unit kendaraan yang terdiri dari sepeda motor, mobil penumpang, mobil beban,
bus, kendaraan khusus, kendaraan tidak bermotor. Jenis kendaraan yang terlibat pada kecelakaan lalin
terbanyak adalah sepeda motor, dengan jumlah paling besar 147.391 unit pada tahun 2011 dan terkecil
108.883 unit pada tahun 2014 (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah Jenis Kendaraan (unit) yang Mengalami Kecelakaan Lalin, Tahun 2010-
2014

Jenis kendaraan 2010 2011 2012 2013 2014


Sepeda motor 140277 147391 111015 119550 108883
Mobil penumpang 26495 25502 25200 21304 18147

Mobil beban 20347 25227 16165 21335 18185

Bus 6099 5272 8375 4893 4808

Kendaraan khusus 2050 3109 2132 1092 1050

20
Kendaraan 4000 4200 0 0 0
tak bermotor

JUMLAH 199268 210701 162887 168174 151073

Selanjutnya kendaraan mobil penumpang berada pada urutan ke dua setelah sepeda motor dan
tertinggi pada tahun 2010 sebanyak 26.495 mobil. Urutan ketiga kendaraan yang terlibat kecelakaan
adalah mobil beban, pada tahun 2012 sebanyak 25.227 mobil beban. Kendaraan bus yang terlibat
kecelakaan terbanyak pada tahun 2012 mencapai 8.375 kendaraan. Kendaraan khusus seperti kontainer
yang mengalami kecelakaan sebanyak 3.109 pada tahun 2011 (Tabel 1 dan Gambar 6).

Gambar 6. Proporsi Jenis Kendaraan yang Terlibat dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2010-2014
Dari berbagai macam kendaraan yang terlibat pada kecelakaan lalin juga diidentifikasi sisi/bagian
kendaraan yang bertabrakan selama tahun 2010-2013. Bagian kendaraan yang terbanyak bertabrakan
adalah bagian depan dengan bagian depan. Urutan ke dua tabrakan bagian depan dengan bagian
samping dan urutan ke tiga tabrakan antara bagian depan dengan bagian belakang. Kendaraan
menabrak manusia cukup tinggi dan semakin meningkat pada tahun 2014 menjadi 2 kali lipat
dibandingkan tahun 2010 (Gambar 7).

21
Gambar 7. Proporsi Jenis Tabrakan pada Kendaraan dalam Kecelakaan Lalin, Tahun 2010-2013

Kasus kecelakaan lalin tahun 2013, menunjukan bahwa faktor pengemudi yang berperan pada kejadian
kecelakaan lalin adalah tidak tertib pada aturan lalu lintas (46 persen), diikuti dengan lengah (32 persen)
dan melebihi batas kecepatan (14 persen)(Gambar 8).

Gambar 8. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Pengemudi, Tahun 2013

Faktor kendaraan yang tidak aman yang menyebabkan kecelakaan tertinggi adalah lampu tidak berfungsi
dengan baik, kemudi kurang baik dan rem tidak berfungsi (Gambar 9).

Gambar 9. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Kendaraan, Tahun 2013
22
Kasus kecelakaan lalin tahun 2013, menunjukan bahwa faktor jalan yang menunjukkan proporsi terbesar
menyebabkan kecelakaan adalah jalan yang rusak atau berlubang (26 persen), diikuti dengan tidak ada
marka jalan atau rambu lalin (21 persen) dan bentuk jalan mentikung tajam (17 persen). Hal lainnya
yang penting adalah tidak berlampu. Kondisi alam juga ikut berperan dalam timbulnya kecelakaan
seperti hujan (82 persen), kabut (9 persen) (Gambar 10 dan 11).

Gambar 10. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Jalan, Tahun 2013

Gambar 11. Proporsi Penyebab Kecelakaan Lalin Berdasarkan Faktor Alam, Tahun 2013

Kematian akibat kecelakaan di RS Fatmawati dari tahun 2010-2014 berkisar 10 persen dari
pasien yang dirawat. Persentase kematian dari tahun 2010-2014 berfluktuasi, tertinggi pada tahun 2010
(12,7 persen) dan terendah pada tahun 2012 (7,7 persen). Penyebab kematian terbesar cedera kepala
(S00-S09), kemudian cedera panggul, tungkai dan kaki (S70-S99). Persentase cedera thorak (S20-S29)
hampir sama dengan cedera abomen, punggung, bokong dan panggul (S30-S39) (Gambar 12).

23
Gambar 12. Persentase Jenis Cedera Akibat Kecelakaan Lalin dan Kecelakaan Lainnya di RS. Fatmawati,
Tahun 2010-2014

2.4.2 Penatalaksanaan Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas

Langkah Pertama :
Pastikan korban kecelakaan masih hidup atau sudah meninggal, cara mendeteksi yang cepat :
• Pastikan korban dalam kondisi sadar atau tidak.
• Dengar dan Rasakan hembusan napas korban dengan cara “mendekatkan telinga/ pipi ke hidung
korban” sambil melihat pergerakan naik turunnya dada korban, untuk memastikan korban
bernapas atau tidak.
• Periksa kuku korban dan menekannya, bila sudah dari awal pucat dan dingin, atau awalnya
kemerahan dan diberi tekanan selama 2 detik, kemudian menjadi pucat dan tidak kembali
kemerahan maka korban sudah meninggal.

Langkah Kedua :
• Bila korban masih hidup pastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, berikut jenisnya:
- Sadar, korban merespon dan dapat berkomunikasi aktif
- Respon suara, berespon hanya bila namanya dipanggil, cenderung tidur.
- Respon nyeri, berespon hanya bila diberi rasa nyeri. Respon anya berupa erangan atau usaha
menepis.
- Tidak ada respon, korban tidak merespon setelah diberikan rangsang nyeri.

• Bila korban sadar dan mengeluh sesak nafas, lepaskan semua yang mengikat pada tubuh korban
seperti :
- Helm
- Jaket, dasi bila ada dan buka kancing kemeja korban - Pengait celana korban tanpa membuka
resletingnya.
24
- Longgarkan ikat pinggang pada celana korban
- Jangan memberi minum pada korban ketika sesak napas.
- Selanjutnya tunggu sampai bantuan medis datang.
• Membebaskan korban terjepit, bila korban sadar pastikan korban tidak panik.
- Jangan menarik korban secara paksa bila masih ada hambatan. Pastikan korban telah bebas dari
semua hambatan/jepitan.
- Pada kondisi korban terjepit diantara 2 benda bergerak, cukup bebaskan disatu sisi dan jadikan
sisi yang satu sebagai sandaran supaya korban tidak langsung terjatuh ketika jepitan
dilepaskan. Jepitan antara kursi mobil dan dashboard/ kemudi.

Langkah Ketiga :
• Bila korban tidak sadar, pastikan saluran nafas tidak tersumbat. Tanda tanda saluran nafas
tersumbat, terdengan seperti mendengkur atau berkumur.
• Periksa apakah terdapat cedera pada kepala atau leher. Jika tidak terdapat cedera pada kepala
dan leher, maka buka jalan napas dengan cara “menengadahkan kepala korban dan mengangkat
dagu korban” (Head Tilt – Chin Lift). Pada cedera kepala hati hati kemungkinan cedera tulang
leher, sehingga lakukan :
- Bila korban dalam posisi tidak terlentang, maka posisikan pasien terlentang dengan
kaidah menjaga tulang leher.
- Bila korban masih menggunakan pelindung kepala (helm), lepaskan Helm dengan cara
mengikuti kaidah melepaskan helm.
- Bila korban berada di tengah jalan, pindahkan korban dengan kaidah menjaga tulang
leher.
- Letakkan korban pada alas yang datar dan keras.
- Pastikan jalan napas korban tetap terbuka dan pernapasan cukup baik.
• Kaidah menjaga tulang leher :
- Penolong memasukkan ke empat jari-jari tangan ke punggung korban persis pada tepi
kiri dan kanan leher korban dengan ibu jari mengunci pada pundak korban.
- Kemudian jepit kepala pasien dengan kedua lengan bawah agar posisi tetap tegak lurus.
Lakukan tindakan sampai alat pelindung leher tersedia.

Langkah Keempat :
• Apabila terdapat pendarahan deras, segera lakukan :
- Hentikan pendarahan dengan menekan langsung pada tempat yang berdarah bisa dengan
menggunakan kain yang digulung ataupun alat/ benda lainnya dengan cukup kuat.

25
- Jangan sembarangan memberikan benda apapun untuk menghentikan perdarahan,
seperti mengoleskan oli, minyak rem, dll.
- Posisikan daerah yang mengalami perdarahan lebih tinggi daripada jantung.
- Pertahankan balut tekan sampai bantuan medis datang.
• Cara memindahkan korban.
- Pemindahan pada setiap korban yang tidak sadarkan diri harus dilakukan oleh minimal 3
orang penolong untuk mencegah cedera tidak bertambah parah.
- Pindahkan korban seperti mengangkat jenazah, jangan memindahkan korban seperti
menenteng atau menjinjing.
- Posisi Penolong pada saat memindahkan korban adalah, satu orang pada bagian atas
meliputi kepala sampai bahu, kemudian 1 orang bagian tengah meliputi bagian
punggung sampai pantat dan 1 orang selanjutnya bagian bawah mulai dari lutut sampai
mata kaki. Hindari posisi korban menggantung terutama bagian leher/kepala.
• Penanganan korban dengan patah tulang. Tanda tanda patah tulang :
- Terdapat kelainan bentuk pada tungkai atau lengan korban
- Patah tulang dapat terbuka yaitu tulang terlihat keluar atau pun tertutup.
- Hati-hati saat memindahkan korban, berikan pertolongan dengan cara membuat tungkai/
lengan yang patah tidak bergeser.
• Pertolongan Pertama pada Korban yang Tidak Sadar / Henti Nafas.
Apabila menemukan korban tidak sadar di jalan dan nafasnya satu-satu/tidak bernafas dan
bukan korban kecelakaan lalu lintas, hal yang harus diperhatikan:

- Untuk anda yang pernah berlatih Bantuan Hidup Dasar dan penggunaan Automated
External Defibrilator (AED), bila korban tidak respon disertai pernapasan satu-satu/tidak
bernapas maka Anda lakukan tindakan pijat jantung (RJP/CPR) selama 2 menit
kemudian mengaplikasikan AED (bila tersedia) bila tetap tidak berespon maka pijat
jantung dilanjutkan sampai dengan pertolongan medis datang.
- Bila anda tidak pernah terlatih Bantuan Hidup Dasar (BHD), anda bisa menghubungi
call center 119 dan menceritakan kondisi korban dan kemudian anda mengikuti setiap
instruksi/arahan dari petugas call center yang akan membimbing anda untuk melakukan
sesuatu terhadap korban.

2.4.3 Prognosis Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas

Prognosis adalah sebuah prediksi dari kemungkinan mulai dari durasi penyakit, perawatan dan
juga hasil akhir dari suatu penyakit. Dengan dilandaskan ilmu patogenesis dan juga faktor resiko
penyakit.

26
Dalam kamus bahasa indonesia disebutkan bahwa prognosis adalah “ramalan tentang pristiwa yang akan
terjadi, terutama yang berhubungan dengan penyakit ataupun penyembuhan setelah operasi”.

Prognosis ini akan muncul setelah diagnosis dari dokter dan juga perencanaan sebelum
dilakukannya perawatan. Diantara faktor prognosis adalah kerakteristik yang dapat memprediksi hasil
akhir dari suatu penyakit ketika penyakit itu mulai timbul. Prognosis ini juga sering mengacu kepada
pemberitaan resiko dari penyakit. Tujuan dari prognosis ini adalah untuk memberikan prediksi
sementara kepada pasien terhadap penyakit yang dialaminya.

Hasil penelitian cedera akibat dari kecelakaan lalu lintas :


1. Cedera pada kepala dan leher
Cedera kepala adalah cedera yang paling dominan ditemukan pada studi ini, yakni 88% dari
keseluruhan kasus dan diidentifikasi sebagai penyebab kematian pada 77% kasus. Pada studi ini tidak
ditemukan kasus dengan cedera pada leher.

2. Cedera pada dada


Cedera pada dada ditemukan pada 66% dari keseluruhan kasus dan menjadi penyebab kematian
pada 22 % kasus. Cedera pada jantung terjadi pada 11 % kasus dalam studi ini. Pada salah satu kasus
dalam studi ini juga ditemukan luka bakar derajat 2 yang meliputi 16% permukaan tubuh

3. Cedera pada perut dan panggul


Cedera pada perut ditemukan pada 55% dari keseluruhan kasus. Pada 1/5 kasus cedera abdomen
ditemukan robeknya hati, dan pada 1/5 kasus cedera abdomen yang lain ditemukan robeknya ginjal kiri.
Pada studi ini tidak ditemukan kasus dengan kerusakan anatomis limpa. Juga tidak ditemukan cedera
pada perut sebagai penyebab kematian. Cedera pada panggul ditemukan pada 33% dari keseluruhan
kasus; sepertiga diantaranya ditemukan cerai sendi pada daerah panggul.

4. Cedera pada ekstremitas


Cedera pada ekstremitas ditemukan pada semua kasus. Pada 11% kasus ditemukan patahnya
kedua tulang tungkai bawah, dan 11% lainnya ditemukan terkudungnya bagian dari ekstremitas.

Komplikasi patah pergelangan tangan yang mungkin terjadi di antaranya adalah:


• Saraf-saraf ulnaris dan medianus di sekitar lokasi cedera mengalami trauma dan menjadi lebih
sensitif (terasa nyeri dan ngilu) terhadap gesekan dan sentuhan. Kondisi ini bisa sangat
menyiksa apabila pengidap patah pergelangan tangan memiliki penyakit rematik atau gejala
osteoporosis.
• Tendon mengalami kerusakan sehingga memengaruhi jaringan di sekitarnya, termasuk kondisi
tulang yang rentan mengalami patah pergelangan tangan. Fungsi tendon sangat berhubungan erta
dengan tulang, karena keberadaan tendon merupakan organ halus yang mendukung pergerakan
dari tulang. Dengan begitu, seseorang dapat melakukan aktivitas dengan gerakan tanpa batas.
• Muncul masalah arthrosis dan rasa nyeri yang berkepanjangan pada area tulang yang mengalami
patah, sehingga menyebabkan seseorang terserang penyakit insomnia akibat rasa nyeri yang
selalu muncul pada malam hari.

27
Pada kondisi patah pergelangan tangan tertentu, terapi fisik mungkin diperlukan untuk
mengembalikan fungsi tangan seperti semula. Kondisi patah pergelangan tangan yang parah akan
membutuhkan tindakan operasi untuk menanamkan sekrup, kabel, atau piringan di area tulang yang
patah. Tindakan ini dilakukan untuk patah pergelangan tangan terbuka, yaitu ketika tulang menembus
kulit akibat kecelakaan.2
Sementara lamanya penyembuhan patah pergelangan tangan pada tiap pengidap dapat berbeda-beda.
Hal ini ditentukan oleh faktor usia, tingkat keparahan patah tulang, dan tingkat kerusakan jaringan di
sekitarnya. Pada orang dewasa, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pulih adalah sekitar satu setengah
hingga dua bulan sejak pengobatan. Sedangkan pada anakanak, masa pemulihan dapat berlangsung lebih
cepat daripada orang dewasa.

2.5 INSIDEN DAN PREVALENSI KECELAKAAN LALU LINTAS DI INDONESIA

Kejadian kecelakaan lalu lintas menjadi hal yang cukup membutuhakan perhatian serius
penangannya dari seluruh masyarakat Indonesia, karena banyaknya korban yang ditimbulkan
apakah cidera ringan, cidera berat ataupun meninggal cukup memprihatikan dari tahun ke tahun.
Setiap pengelola pemerintahan dari tingkat pusat sampai tingkat terkecil di setiap wilayah sangat
berperan dalam penangganannya karena kecelakaan lalu lintas masih menjadi salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang harus ditangani dengan baik dan menyeluruh.

Pada pembahasan kali ini dengan menggunakan data dari Biro Pusat Statistik akan
dipaparkan prevalensi dan insiden kasus kecelakaan di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2013
sampai dengan tahun 2018 dan ditambahkan beberap detail kasus kecelakaan berdasarkan
beberapa parameter tertentu di tiga provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Angka kecelakaan di Indonesia pada tahun 2013 terjadi sebanyak 100.106 kecelakaan
dimana kondisi tersebut menelan korban sebanyak 26.416 orang yang meninggal dunia, 28.438
yang menderita luka berat, 110. 448 menderita luka ringan serta menimbulkan kerugian secara
materi sekitar 256 Juta Rupiah. Di tahun 2014 jumlah kecelakaan yang terjadi menurun sekitar
4% namun korban meninggal meningkat dibandingkan dengan tahun 2013. Untuk tahun
selanjutnya angka kecelakaan cukup tajam berjadi di tahun 2016 terjadi peningkatan sebesar
10% dari 96.233 di tahun 2015 menjadi 106.644 peningkatan ini juga terjadi di semua kondisi
dimana korban meninggal meningkat menjadi 31.262 orang, luka berat 20.075 orang, luka
ringan 120.532 dan kerugian materi terjadi sekitar 229 Juta Rupiah.

28
Angka kejadian kecelakaan dalam 6 tahun tersebut jika diamati terlihat tidak adanya
perubahan yang cukup signifikan dimana ada kondisi jumlah kecelakaan miningkat namun jika
dilihat kerugian secara materi menurun hal ini diperlihatkan juga dengan pergeseran jenis korban
kecelakaan dimana korban meninggal dan luka berat juga bergerak turun namun untuk luka ringan
ada peningkatan. Kondisi peningkatan luka ringan ini berdampak dengan menurunnya kerugian
materi. Dengan melihat kondisi ini perlu dilakukan pengkajikan kembali dan dicarikan jalan kelur
pemecahan masalah agar tingkat kecelakaan bisa diturunkan ke angka yang rendah dan korban yang
ditimbulkan juga dengan kondisi seringan mungkin tanpa adanya kematian ataupun kecacatan.
Jika dilihat lebih jauh ke tingkat daerah di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 sampai
dengan tahun 2017 tidak terlihat perubahan yang berarti dimana angka kecelakaan dan jumlah korban
kecelakaan perubahannya sangat minim. Pada tahun 2018 dan 2019 terjadi lonjakan yang cukup
tinggi baik dari jumlah kecelakaan maupun nilai kerugian materi dimana ada kenaikan sekitar 39%
hal ini perlu dicermati atas penyebab dan penanggulangannya.

29
Peningkatan nilai kerugian akibat kecelakaan pada tahun 2019 di wilayah Jawa Tengah jika
dicermati terjadi pada 5 Kabupaten / Kota dengan angka korban luka ringan yang cukup tinggi
sedangkan untuk korban meninggal dan luka berat sangat kecil.

Dari angka kejadian kecelakaan juga dapat melihat kinerja dari daerah apakah sudah
menjalankan program penanggulangan masalah kesehatan masyarakat atau belum, di Provinsi Jawa
Tengah berdasarkan data diketahui terdapat 4 Kabupaten / Kota yang memiliki angka kerugian
cukup tinggi dalam 3 tahun yaitu Kabupaten / Kota Klaten, Semarang, Brebes dan Cilacap. Dalam 3
tahun keempat wilayah tersebut termasuk dalam top 5 wilayah di Jawa Tengah yang mengalami
kerugian materi paling tinggi.

2.5.1 Kecelakaan Berdasarkan Jenis Kendaraan

Berdasarkan jenis kendaraan angka kecelakaan di Jawa Barat tahun 2016 didominasi oleh jenis
kendaraan sepeda motor sebanyak 7.859 sedangkan untuk kendaraan mobil yang terbanyak adalah
jenis mobil penumpang sebanayak 1.736 diikuti oleh mobil beban sebanyak 1.487, Bus sebanyak
299 dan terakhir adalah kendaraan khusus sebanyak 49.

30
Jumlah KLL by Jenis Kendaraan 2016
Jawa Barat
7859

8000
6000
4000
1736 1487
2000 299 49
0

Sepeda Mobil Mobil Beban Bus Kendaraan


Motor Penumpang Khusus

Sedangkan di wilayah DKI Jakarta untuk kecelakaan berdasarkan jenis kendaraan pada tahun
2018 terbanyak juga terjadi pada jenis kendaraan sepeda motor sebanyak 3.132 sedangkan yang
cukup perlu perhatian adalah kendaraan penumpang umum jenis bus dan minibus yang berada di
peringkat kedua sebanyak 1.095 hal ini bisa menjadi kajian dimana DKI Jakarta sebagai kota besar
dapat diartikan ketertiban di jalan raya khususnya bagi para sopir bus masih sangat
memprihatinkan.

Jumlah KLL by Jenis Kendaraan 2018


DKI Jakarta

4000 3132
3000
2000
1095
1000 448 408
80
0

Sepeda Motor Mobil Mobil Beban Bus Kendaraan


Penumpang Khusus

2.5.2 Kecelakaan di Ruas Tol

DKI Jakarta yang merupakan kota metropolitan untuk mengurangi kemacetan salah satunya
adalah dengan membangun / memiliki jalan tol yang cukup panjang dimana jalan tol ini melingkar
menghubungi seluruh tempat di wilayah DKI Jakarta. Angka kecelakaan di jalan tol yang
melingkari kota Jakarta pada 2 periode waktu tahun 2018 dan 2019 tidak terlihat perubahan yang
besar, angka kejadian kecelakaan cenderung tetap kecuali untuk di Tol Jakarta – Cikampek dimana
31
angka kecelakaan turun sekitar 22% dari 415 kecelakaan tahun 2018 menjadi diangka 365
kecelakaan. Jika dilihat dari factor penyebab kecelakaan di jalan tol maka factor pengemudi yang
paling banyak menjadi penyebab dalam terjadinya kecelakaan lalu lintas di jalan tol.

Tol Jagorawi Tol Jkt - Tng Tol Jkt Ckp Tol Cwg, Tmg & Ckg
Indikator Kecelakaan

2018 2019 2018 2019 2018 2019 2018 2019


1. Jumlah Kecelakaan 141 142 164 131 468 365 89 70

2. Jumlah Korban meninggal 18 10 10 10 31 26 8 7


3. Faktor Penyebab :
a. Pengemudi 126 117 147 124 415 330 67 61

b. Kendaraan 12 25 16 7 47 32 21 73

c. Lingkungan 3 0 1 0 6 3 3

d. Tidak diketahui 0 0 0 0 0 0 0

2.5.3 Kecelakaan Berdasarkan Usia dan Pendidikan

Usia dan pendidikan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi besarnya angka
kecelakaan, di DKI Jakarta pada tahun 2016 kecelakaan yang terjadi pada penduduk yang
berpendidikan SLTA dan golongan usia 16 sampai dengan 30 tahun menjadi yang terbesar
penyumbang tingginya angka kecelakaan, diikuti oleh masyarakat yang berpendidikan SLTP,
Perguruan tinggi dan terakhir yang hanya bersekolah di sekolah dasar.

KLL BY Pendidikan DKI 2016 KLL By Usia DKI Jakarta 2016 75


4,10% 1,21% 222
14,96%
688
662
1634
79,73% 875

Usia 0 - 9 Thn Usia 10 - 15 Thn


SD SLTP SLTA PT Usia 16 - 30 Thn Usia 31 - 40 Thn

32
KLL By Profesi DKI Jakarta 2016

4000
2000
0
Pelajar / Karyawan Profesi ( TNI Profesi
Mahasiswa Sopir ) Swasta lain
Jumlah Korban 500 85 33 25 3513

Dari ketiga diagram diatas terlihat kondisi di DKI Jakarta penduduk yang mempunyai
kemungkinan besar dapat mengalami kecelakaan adalah penduduk usia produktif dengan
pendidikan menengah ataupun remaja yang masih sekolah.

Usia remaja memang menjadi tantangan tersendiri bagi para ahli kehatan masyarakat dan para
pemangku kebijakan dalam membuat program – program penanggulangan dan pencegahan
kecelakaan lalu lintas yang sesuai metode dan caranya sehingga dapat diterima dan dilaksanakan
oleh seluruh lapisan masyarakat.

2.6 Pencegahan dan Pengendalian


2.6.1 Lima level Prevention Kecelakaan Lalu Lintas
Pencegahan dan pengendalian kecelakaan lalu lintas bisa dengan lima level prevention untuk
individu, keluarga, maupun masyarakat. Lima level tersebut ialah:

1. Peningkatan kesehatan (health promotion)


Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
memperbaiki lingkungan. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat.

Contoh :

• Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas).


• Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.
• Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
• Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial. Contoh tersebut
agar baik individu, keluarga dan masyarakat mendapatkan tubuh yang sehat dan bisa
berkendara dengan nyaman dan fokus, karena dalam kondisi sehat.6
2. Perlindungan khusus
Merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat. Contoh :

• Penyediaan makanan sehat dan cukup (kualitas maupun kuantitas).


• Pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

33
• Olahraga secara teratur sesuai kemampuan individu.
• Kesempatan memperoleh hiburan demi perkembangan mental dan sosial. Contoh tersebut
agar baik individu, keluarga dan masyarakat mendapatkan tubuh yang sehat dan bisa
berkendara dengan nyaman dan fokus, karena dalam kondisi sehat.
3. Perlindungan khusus
Merupakan tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Tindakan ini dilakukan pada
seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terjadinya kecelakaan.

Contoh :

• Pencegahan terjadinya kecelakaan menggunakan alat perlindungan diri seperti helm atau
sabuk pengaman.
• Hindari menggunakan handphone saat berkendara.
• Periksa kendaraan secara berkala.  Berkendara secara perlahan tapi pasti.

4. Penegakkan diagnosa secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat Merupakan tindakan jika
terjadi kejadian kecelakaan lalu lintas.

Contoh :

• Penjajakan kasus (case finding), dan pemberian obat yang rational dan efektif pada
pengendara yang mengalami kecelakaan.
5. Pembatasan kecacatan (dissability limitation)
Merupakan tindakan penatalaksanaan terapi yang adekuat pada pasien dengan penyakit yang
telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat, menyembuhkan pasien, serta mengurangi
kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul.

Contoh :

• Pembatasan Kecacatan (Disability Limitation) misalnya: pemasangan pin pada tungkai yang
patah pada anggota tubuh pengendara yang mengalami kecelakaan.

6. Pemulihan kesehatan (rehabilitation)


Merupakan tindakan yang dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke masyarakat agar
mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban orang lain.

34
Contoh :

• Rehabilitasi cacat tubuh dengan pemberian alat bantu/protese pada pengendara yang
kecelakaan (cacat).

2.6.2 Program dan Peraturan Pemerintah (Nasional) dan Internasional (WHO/CDC)


serta Evaluasi Penerapannya

Dengan adanya komitmen global dan nasional melalui Decade of Action (DoA) for Road
Safety 2011-2020 yang bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi tingkat fatalitas korban
kecelakaan lalu lintas secara global, maka setiap negara anggota dituntut untuk 2 Panduan
Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan Panduan Penyelenggaraan Pekan
Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan meningkatkan kegiatan yang dijalankan pada skala nasional,
regional dan global. Sejalan dengan kegiatan Dekade Aksi Keselamatan Jalan di tingkat global,
Pemerintah Indonesia terlah menyusun Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) dan
Instruksi Presiden No. 4 tahun 2013 Tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan.
Kementerian Kesehatan diamanahkan menjadi leading sector pada pilar V pada Inpres No.4/2013
yaitu Penanganan Pra dan Paska Kecelakaan.

Pada penanganan pra kecelakaan, disebutkan salah satu aksi dalam rangka promosi tentang
perilaku sehat di jalan melalui terselenggaranya pemberdayaan masyarakat tentang aspek kesehatan
dalam keselamatan jalan, serta pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pengemudi untuk pencegahan
kecelakaan yaitu program pemeriksaan kesehatan pengemudi, bukan hanya pengemudi angkutan
umum namun juga masyarakat umum yang akan mengemudikan kendaraannya. Untuk itu disusun
suatu program yang disebut Posbindu Khusus. Dalam kegiatan tersebut juga dilakukan edukasi
kepada pengemudi dan masyarakat mengenai kondisi sehat dan aman berlalu lintas berupa kegiatan
posbindu khusus yang dapat dilaksanakan di terminal, rest area, dan perusahaan otobus (PO).

Penanganan paska kecelakaan dilakukan dengan melaksanakan upaya pencegahan dan


penanggulangan sedini mungkin terhadap kejadian gangguan akibat kecelakaan dan cedera yang
lebih parah, maka perlu optimalisasi periode emas (golden periode) dalam penanganan korban
kecelakaan, salah satunya adalah dengan mengoptimalkan peran masyarakat sebagai penolong
pertama yang berada di masyarakat dengan cara memberikan pembekalan yaitu meningkatkan
pengetahuan sumber daya manusia pada masyarakat awam khusus di daerah rawan kejadian
kecelakaan lalu lintas (black spot). 23 Selain upaya tersebut terdapat pula upaya dengan Sistem
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Untuk mendukung terlaksananya, maka
dibentuklah Pusat Komando Nasional (National Command Center) yang bergerak di pemerintahan
pusat dan Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu (Public Safety Center) yang bergerak lingkup
pemerintah daerah.

Upaya Workshop Pemberdayaan Masyarakat dalam rangka Pengendalian Cedera Akibat


Kecelakaan Lalu Lintas ini merupakan Panduan Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan Bidang
Kesehatan Panduan Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan 3 wahana
advokasi, sosialisasi, dan edukasi mengenai program pengendalian kecelakaan lalu lintas. Advokasi
dilakukan kepada pemangku kebijakan (Gubernur, Bupati/Walikota, Satuan Kerja Perangkat

35
Daerah) dan pemangku kepentingan (Organda, Perusahaan Otobus). Sedangkan sosialisasi dan
edukasi dilakukan kepada pengemudi dan seluruh masyarakat pada umumnya.

Tabel 2.7
Peran Lembaga Swadaya dan Lembaga Pemerintah dalam
Pengendalian Kecelakaan Lalu Lintas1

Lembaga Swadaya dan


PERAN MASING-MASING
Lembaga Pemerintah

36
Kementerian Kesehatan A. DIREKTORAT JENDERAL PP & PL •
Promosi pengendalian KLL berupa pemeriksaan
kesehatan pengemudi dan melakukan respon
cepat kegawatdaruratan akibat KLL
• Komunikasi penemuan dan tatalaksana
berupa pemeriksaan kesehatan pengemudi dan
melakukan respon cepat
kegawatdaruratan akibat KLL
• Cara pengendalian KLL di lapangan
berupa pemeriksaan kesehatan pengemudi dan
melakukan respon cepat
kegawatdaruratan akibat KLL
• Penyusunan pedoman norma, standar,
prosedur, kriteria (NSPK) KIE pengendalian
KLL berupa pemeriksaan kesehatan pengemudi
dan melakukan respon cepat kegawatdaruratan
akibat KLL. • Penemuan dan Tatalaksana
berupa pemeriksaan kesehatan pengemudi dan
melakukan respon cepat kegawatdaruratan
akibat KLL.
• Penyusunan pedoman standar, norma,
penemuan dan tatalaksana KLL berupa
pemeriksaan kesehatan pengemudi dan
melakukan respon cepat kegawatdaruratan
akibat KLL.

37
• Peningkatan SDM tentang penemuan dan
tatalaksana berupa pemeriksaan kesehatan
pengemudi dan melakukan respon cepat
kegawatdaruratan akibat KLL.
• Membuat skenario simulasi tentang
pemeriksaan kesehatan pengemudi dan respon
cepat kegawatdaruratan akibat KLL.
• Melakukan identifikasi penemuan dan
tatalaksana KLL berupa pemeriksaan kesehatan
pengemudi dan melakukan respon cepat
kegawatdaruratan akibat KLL.
Panduan Penyelenggaraan Pekan Keselamatan
Jalan Bidang Kesehatan Panduan
Penyelenggaraan Pekan
Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan

B. PUSAT PROMOSI KESEHATAN


• Penyebarluasan informasi media KIE
•Pemberdayaan masyarakat peduli keselamatan
jalan
• Menjalin kemitraan dengan pihak
swasta/LSM dan organisasi masyarakat

C. PUSAT KOMUNIKASI PUBLIK


• Memfasilitasi pemanggilan media massa,
baik cetak maupun elektronik untuk peliputan
kegiatan.
• Memfasilitasi unit teknis dalam rangka
press conference dan press release.

38
D. PUSAT PENANGGULANGAN KRISIS
KESEHATAN
• Membantu dalam menyiapkan simulasi
respon cepat kegawatdaruratan korban KLL.
• Memfasilitasi kendaraan darurat (bila
tersedia).

E. DITJEN BINA UPAYA KESEHATAN


DASAR DAN BINA UPAYA
KESEHATAN RUJUKAN
• Memfasilitasi penyiapan 14 Panduan
Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan
Bidang Kesehatan Panduan
Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan
Bidang Kesehatan simulasi respon cepat
kegawatdaruratan oleh Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) di masyarakat.
• Memfasilitasi penyiapan simulasi respon
cepat kegawatdaruratan dan menerima rujukan
Fasilitas Kesehatan Rujukan

Kepolisian Republik Indonesia Pusat dan • Sebagai Narasumber pada pelaksanaan


daerah/ kewilayahan
kegiatan sesuai dengan tupoksi
• Terlibat secara aktif mulai dari persiapan
sampai dengan evaluasi saat kegiatan
• Terlibat dalam penyusunan panduan kegiatan.
• Menambahkan media KIE

Kementerian Perhubungan/ Dinas • Sebagai Narasumber pada pelaksanaan

39
Perhubungan prov/kab/kota kegiatan sesuai dengan tupoksi

• Terlibat secara aktif mulai dari persiapan


sampai dengan evaluasi saat kegiatan
• Terlibat dalam penyusunan panduan
kegiatan.
• Menambahkan media KIE

Kementerian Pekerjaan Umum & • Sebagai Narasumber pada pelaksanaan


Perumahan Rakyat/Dinas PU daerah kegiatan sesuai dengan tupoksi

• Terlibat secara aktif mulai dari persiapan


sampai dengan evaluasi saat kegiatan

• Menambahkan media KIE

Kementerian Pendidikan dan • Sebagai Narasumber pada pelaksanaan


Kebudayaan/Dinas Pendidikandan kegiatan sesuai dengan tupoksi
Kebudayaan
• Terlibat secara aktif mulai dari persiapan
sampai dengan evaluasi saat kegiatan

• Menjadi mitra dalam memberikan edukasi


di lingkungan sekolah berupa melakukan respon
cepat kegawatdaruratan akibat KLL.

BAPPENAS/BAPPEDA • Menambahkan media KIE

• Sebagai Narasumber pada pelaksanaan


kegiatan sesuai dengan tupoksi

•Terlibat secara aktif mulai dari persiapan


sampai dengan evaluasi saat kegiatan

•Terlibat dalam penyusunan panduan

40
kegiatan.

• Memberi dukungan dalam


hal penganggaran.

ORGANDA • Memfasilitasi antara pemerintah dan


pengusaha pemilik angkutan umum pada saat
pelaksanaan, khususnya untuk
pemeriksaankesehatan pengemudi dan
pembentukan Posbindu Khusus

Jasa Raharja • Sebagai mitra dalam pelaksanaan


kegiatan, dalam hal pendanaan dan sponsorship.

• Sebagai mitra dalam penyediaan media


KIE.

Pihak Swasta/ LSM yang sudah memiliki • Sebagai mitra dalam pelaksanaan
MOU dengan kesehatan kegiatan, dalam hal pendanaan dan sponsorship.

• Sebagai mitra dalam penyediaan media


KIE

Organisasi Masyarakat • Sebagai mitra pelaksanaan kegiatan,


dalam hal pendanaan dan sponsorship.

• Sebagai mitra dalam penyediaan media


KIE

Fungsi dari strategi nasional keselamatan jalan adalah untuk memandu dan mengarahkan
sumber daya nasional secara efektif dengan sasaran mengurangi korban kecelakaan. Beberapa
negara menetapkan sasaran pengurangan tingkat kematian sebesar 10%, 20%, atau 50% dalam
jangka waktu 3 tahun, 5 tahun atau 10 tahun. Sama dengan halnya di Negara kita sendiri jika pada
tahun 2020 memiliki target sasaran sebanyak 50%.25

41
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya tentang kejadian kecelakaan lalu lintas, dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab kecelakaan ada 4 faktor yang terdiri dari faktor manusia,
faktor kendaraan, faktor jalan, dan faktor lingkungan. Riwayat alamiah dari kecelakaan lalu lintas
seperti laki-laki lebih rentan untuk mengalami kecelakaan lalu lintas, semakin kecil dan ringan suatu
kendaraan, maka akan memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas, dan
kecelakaan paling banyak terjadi karena perilaku manusia yang salah (human error), 65% korban
kecelakaan lalu lintas adalah pejalan kaki. Kasus kecelakaan di Indonesia dalam kurun waktu tahun
2013 sampai dengan tahun 2018 dari tahun-ketahun terus meningkat, dimana pada tahun 2013 terjadi
sebanyak 100.106 korban kecelakaan sedangkan pada tahun 2018 109.215 korban. Cara pencegahan
dan pengendaliannya pemerintah membuat program-program serta evaluasi penerapannya. Dimana
program tersebut diberikan peran masing-masing setiap Lembaga swadaya dan Lembaga pemerintah.

3.2 Saran
1. Saran untuk masyarakat umum agar lebih berhati-hati dalam berkendara, harus dalam keadaan
sehat, sadar, dan fokus. Untuk orang tua agar lebih menghimbau anaknya jika usia masih kurang
dari 17 tahun dan belum memiliki surat izin mengemudi untuk tidak mengendarai kendaraan
sendiri.
2. Untuk tenaga Kesehatan agar memberikan promosi kesehatan seminar-seminar kepada pelajar
dan masyarakat tentang kejadian kecelakaan lalu lintas, menyadarkan masyarakat akan
pentingnya aturan lalu lintas, dan memberitahu tentang penyakit akibat kecelakaan agar
masyarakat lebih berhati-hati.
3. Untuk intansi kesehatan atau pemerintah agar melakukan peninjauan terhadap jumlah
kecelakaan dan adanya tindak lanjut terhadap faktor-faktor tersebut, sehingga diharapkan jumlah
kejadian kecelakaan untuk masa mendatang semakin kecil.

DAFTAR PUSTAKA
42
Artini GP. 2016. Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalulintas Sebagai Acuan Perencanaan Jalan
Untuk Meningkatkan Keselamatan. Jurnal Forum Mekanika. 5(2). 114.
Aryawan K Putra, Surata I Nyoman. 2019. Faktor Kesalahan Dalam Kecelakaan Lalu
Lintas Dalam Hubungannya Dengan Pertanggungjawaban Pidana Di
Kepolisian Resor Buleleng. Jurnal Hukum. 7(2). 2.
Community Relations Division (CRD). 2015. ASEAN Regional Road Safety Strategy.
Jakarta : ASEAN Secretariat.14-7
Departemen Perhubungan. 2011. Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan 2011-2035.
Jakarta: Departemen Perhubungan. 2-21

Diakses melalui https://www.kajianpustaka.com/2020/05/kecelakaan-lalu-lintas.html pada tanggal 1


Desember 2020 pukul 13:20.

Diakses melalui https://catatansesat.wordpress.com/2011/11/11/5-level-prevention-5-


tingkat-pencegahan/ pada tanggal 8 Desember 2020 pukul 13:00.
Diakses melalui https://www.megainsurance.co.id/detailpost/tips-aman-berkendara- agarterhindar-
dari-kecelakaan pada tanggal 8 Desember 2020 pukul 13:30.

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 2020. Moda Jalan dan Moda KA. Jurnal
Penelitian Transportasi Darat. Jakarta Pusat : Badan Penelitian dan Pengembangan
Perhubungan
Djalante S. 2013 Upaya Penanggulangan Lokasi Rawan Kecelakaan Berdasarkan Standar Teknis
Pelaksanaan Laik Fungsi Jalan (Studi Kasus: Simpang Jl. A.Yani-Jl. Budi Utomo-Jl.
M.T. Haryono Jurnal Stabilita. 1(3). 7.
Hartono Dudi. 2016. Psikologi. Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan.
Hidayati Annisa, Yovita Lucia. 2016. Analisis Risiko Kecelakaan Lalu Lintas Berdasar Pengetahuan,
Penggunaan jalur, dan Kecepatan Berkendara. Surabaya:
Jurnal Berkala Epidemiologi, vol 4 No. 2 Hal: 275–287.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Panduan Penyelenggaraan Pekan


Keselamatan Jalan Bidang Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jendral PP & PL. 2. 11-6

Kementerian Pekerjaan Umum. 2013. Panduan Teknis 1 Rekayasa Keselamatan Jalan. Jakarta
Selatan : Direktorat Jenderal Bina Marga.

43
Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2020. Statistik Transportasi Darat (Land
Transportation Statistics). Jakarta : BPS RI/BPS-Statistics Indonesia. 18-34.

Marsala, Ahsan, M.Hidayat. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Kecelakaan Lalu Lintas Pada Pengendara Sepeda Motor Di Wilayah Polres
Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Keperawatan. 1(2) : 105-7)
Muslim VZ, J. A. Timboeleng, T. K. Sendow, F. Jansen. 2013. Studi Peningkatan Keselamatan
Transportasi Jalan Raya (Studi Kasus Ruas Jalan Arteri Kota Bitung. Jurnal Sipil Stastik.
1(2). 133-40.
Putu Sukma Parahita, Putu Kurniyanta, “Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Cedera

Fraktur Ekstrimitas”, Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, hal.


Ryanto Ahmad Yudhi, Arief Budi, dan Rahmah Andi. 2019. Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu
Lintas Di Kota Bogor (Studi Kasus : Ruas Jalan Raya Tajur). Bogor : Universitas Pakuan.
Riskina Tri Januarti, Skripsi, “Gambaran Epidemilogi Dan Factor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Timbulnya Korban Luka Berat Dan Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
Kendaraan Bermotor Roda Dua Di Wilayah Satuan
Lalu Lintas Polres Bogor Januari 2008-Desember 2008”, (Depok: UI, 2009), Hal. 15-22.
Sahabudin, Wartatmo Hendro, Kuschitawati Susy. 2011. Pengendara sebagai Faktor Risiko
Terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas Sepeda Motor Tahun 2010. Yogyakarta: Berita
Kedokteran Masyarakat, Vol. 27, No. 2. 94-100.

Sarimawar Djaja, “Gambaran Kecelakaan Lalu Lintas Di Indonesia, Tahun 2010- 2014”, Jurnal
Ekologi Kesehatan, Vol. 15 No 1, 2016, hal. 32-38.

Saputra, Dwi Abadi. 2017. Studi tingkat kecelakaan lalu lintas jalan di Indonesia berdasarkan data
KNKT (Komite Nasional Keselamayan Transportasi) dari tahun 2007-2016. Warta
Penelitian Perhubungan. 29(2). 180.
Siahaan JK. 2020. Analisa Tingkat Trauma Kecelakaan dengan Menerapkan Metode Fuzzy Mamdani.
Jurnal of Pharmaceutical and Health Research. 1(1). 21-6.

Sugiyanto, Gito, Mina Yumeisanti. 2015. Karakteristik Lalu Lintas Dan Pendidikan Keselamatan
Berlalulintas Sejak Usia Dini :Studi Kasus Di Kabupaten Purbalingga. Jurnal
ilmiah semesta teknika. 18(1). 66.
Utomo Nugroho. 2012. Analisa Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas Pada Segmen Jalan By-pass
Krian – Balongbendo (KM. 26+000 – KM. 44+520). Jawa Timur: Jurnal Teknik Sipil KERN
vol 20 No. 2. 73-83.
Wiratma Bram. 2018. Implementasi Penanganan Kegawatdaruratan Terpadu. Surabaya :
Universitas Airlangga. 3.

44
Zata Ismah. 2019. Bahan Ajar Dasar Epidemiologi. Medan : Airlangga.

45

You might also like