1. Bisakah Ide Bisnis Diberikan Perlindungan Kekayaan Intelektual?
Jika baru sampai pada suatu ide/konsep dan belum dituangkan menjadi suatu karya, produk atau proses, maka ide bisnis tidak akan mendapatkan perlindungan hukum hak cipta ataupun hak paten dan tidak dapat dicatatkan atau didaftarkan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Perjanjian multilateral, baik itu Berne Convention maupun TRIP’s Agreement mengatur tentang konsep dasar perlindungan hak cipta, dimana salah satu konsep dasar pengakuan lahirnya hak atas hak cipta adalah sejak suatu gagasan atau ide itu dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk yang nyata (tangible form). Konsep dasar Undang-Undang Hak Cipta adalah bahwa Hak Cipta tidak melindungi ide, informasi atau fakta. Hak cipta hanya melindungi wujud ekspresi dimana ide, informasi atau fakta dituangkan. Ini tercermin dalam Pasal 9 (2) TRIP’s yang menyatakan bahwa perlindungan hak cipta diperluas kepada pengekspresian karya dan bukan kepada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep matematis lainnya. Akan tetapi, business model / ide bisnis ini bisa jadi termasuk dalam kategori rahasia dagang yang dilindungi oleh hukum, dan untuk ini tidak memerlukan pendaftaran. Sebelum seseorang memiliki kesempatan untuk secara memadai mengamankan ide tersebut menjadi suatu karya atau produk yang dapat memperoleh perlindungan kekayaan intelektual, hindari mendiskusikan ide tersebut dengan orang lain. Anda harus berhati-hati dalam membagi informasi penting dan tidak mempromosikan ide Anda dalam segala macam forum publik sampai Anda benar-benar mewujudkan dan melindunginya karena siapa pun dapat mengambil ide tersebut dan kemudian mewujudkannya untuk diri mereka sendiri. Rahasia dagang merupakan istilah yang dipakai dalam Bahasa Indonesia yang merupakan alih Bahasa dari Trade Secret yang penerapannya hanya diberlakukan pada informasi terknologi dan bisnis. Perlindungan Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Rahasia dagang merupakan HKI yang pengakuannya berdasarkan prinsip non register, yang berarti bahwa pengakuan suatu rahasia dagang tidak berdasarkan pendaftaran melainkan secara otomatis diakui oleh negara sepanjang memenuhi unsur-unsur rahasia dagang yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000. Tidak adanya pendaftaran atas rahasia dagang ini karena proses pendaftaran harus menjelaskan secara rinci substansi dari rahasia dagang tersebut, sehingga mendaftarkan rahasia dagang sama dengan mengungkapkan informasi yang harus dirahasiakan tersebut. Akibatnya pelindungan atas rahasia dagang tersebut akan serta merta berakhir. Konsep perlindungan hak rahasia dagang adalah melindungi hak milik dari tindakan orang lain yang mempergunakannnya tanpa hak. Sebagaimana diketahui bahwa rahasia dagang adalah informasi yang tidak diketahui secara umum atau diketahui secara terbatas oleh pihak-pihak tertentu tentang hal-hal yang menyangkut dagang, oleh karenanya informasi dagang ini perlu diproteksi kerahasiaannya karena : a. Secara moral memberikan penghargaan kepada pihak yang menemukan b. Secara materi memberikan insentif
2. Haruskah Restoran Membayar Royalti Jika Memutar Lagu Orang Lain?
Hak untuk mempertunjukkan atau memutar lagu di depan umum merupakan salah satu hak eksklusif dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta. Anda perlu mendapatkan izin atau lisensi jika memainkan musik/lagu di depan umum kecuali musik/lagu tersebut sudah masuk ke dalam domain publik atau penggunaannya memenuhi syarat pemakaian yang wajar (Fair Use). Landasan hukum dari pemberian imbalan terhadap penggunaan hak ekonomi sebagaimana diatur dalam UUHC 2014 adalah sebagai berikut : Pasal 8 UUHC: Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan. Pasal 9 ayat (1) UUHC: Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan : a. penerbitan Ciptaan; b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; c. penerjemahan Ciptaan; d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; f. pertunjukan Ciptaan; g. Pengumuman Ciptaan; h. Komunikasi Ciptaan; dan i. penyewaan Ciptaan. Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi pada Pasal 9 ayat (1) UUHC wajib mendapatkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Kegiatan memperdengarkan musik yang dilakukan di restoran atau kafe bisa termasuk dalam kategori "pertunjukan ciptaan" dan "pengumuman ciptaan". Timbulnya hak ekonomi Pencipta/Pemegang Hak Cipta ini harus diselesaikan oleh masing-masing pihak yang melaksanakan hak ekonominya. Dalam arti, jika pada restoran/kafe Anda dilakukan pertunjukan live music, maka harus dipastikan terlebih dahulu apakah band yang akan tampil tersebut sudah mengurus royalti hak cipta dari lagu- lagu yang akan dinyanyikannya. Jika itu sudah dilakukan oleh band, maka sepenuhnya tanggung jawab untuk membayar royalti ada pada band sebagai Pelaku Pertunjukan (Performer). Jika belum dilakukan, maka hal tersebut menjadi hal yang harus ditegaskan dalam kontrak antara restoran/kafe dengan band mengenai siapa yang akan membayar royalti, pihak restoran atau pihak band, atau dibayar bersama-sama. Sedangkan jika dilakukan dalam bentuk memperdengarkan rekaman musik atau lagu, maka Anda sebagai pemilik restoran/kafe harus mendapatkan izin dari Pemegang Hak Cipta dari lagu-lagu yang diperdengarkan. Di negara-negara maju, pembayaran royalti seperti ini sudah dilakukan oleh Lembaga Manajemen Koletif (Collective Management Organizations). Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti. Hukum Hak Cipta Indonesia juga telah mengatur mengenai Lembaga Manajeman Koletif (“LMK”). Lembaga Manajemen Kolektif yang ada di Indonesia misalnya: YKCI dan WAMI. Pasal 87 UUHC 2014 mengatur sebagai berikut : 1) Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial. 2) Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik Hak Terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif. 3) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar Royalti atas Hak Cipta dan Hak Terkait yang digunakan. 4) Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen Kolektif. Prosedur pembayaran royalti diatur oleh UUHC 2014, yaitu : 1) Pengguna terdaftar sebagai anggota LMK; 2) Pengguna membuat perjanjian dengan LMK untuk membayar royalti; 3) LMK meminta laporan penggunaan dalam bentuk log-sheet, programme return, cue sheet dll dari para Pengguna. Selain itu bisa juga dengan sampling penggunaan musik; 4) Pengguna membayar royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak Terkait melalui LMK. 5) LMK menyerahkan royalti kepada Pencipta/Pemegang Hak Cipta Indonesia dengan cara transfer ke rekening atau diterima langsung oleh yang bersangkutan. Untuk Pemegang Hak Cipta Asing, penyerahan royalti dilakukan melalui LMK di negara tersebut untuk disampaikan kepada yang bersangkutan. Sedangkan apabila Pencipta/Pemegang Hak Cipta tidak terdaftar sebagai anggota LMK, maka Anda wajib meminta izin dan membayar royalti secara langsung kepada Pencipta/Pemegang Hak Cipta.