You are on page 1of 5

Tugas 3

Hak Kekayaan Intelektual

1. Bisakah Ide Bisnis Diberikan Perlindungan Kekayaan Intelektual?


Jika baru sampai pada suatu ide/konsep dan belum dituangkan menjadi suatu karya,
produk atau proses, maka ide bisnis tidak akan mendapatkan perlindungan hukum hak cipta
ataupun hak paten dan tidak dapat dicatatkan atau didaftarkan pada Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual.
Perjanjian multilateral, baik itu Berne Convention maupun TRIP’s Agreement mengatur
tentang konsep dasar perlindungan hak cipta, dimana salah satu konsep dasar pengakuan
lahirnya hak atas hak cipta adalah sejak suatu gagasan atau ide itu dituangkan atau
diwujudkan dalam bentuk yang nyata (tangible form). Konsep dasar Undang-Undang Hak
Cipta adalah bahwa Hak Cipta tidak melindungi ide, informasi atau fakta. Hak cipta hanya
melindungi wujud ekspresi dimana ide, informasi atau fakta dituangkan. Ini tercermin dalam
Pasal 9 (2) TRIP’s yang menyatakan bahwa perlindungan hak cipta diperluas kepada
pengekspresian karya dan bukan kepada ide, prosedur, metode pelaksanaan atau konsep
matematis lainnya.
Akan tetapi, business model / ide bisnis ini bisa jadi termasuk dalam kategori rahasia
dagang yang dilindungi oleh hukum, dan untuk ini tidak memerlukan pendaftaran. Sebelum
seseorang memiliki kesempatan untuk secara memadai mengamankan ide tersebut
menjadi suatu karya atau produk yang dapat memperoleh perlindungan kekayaan
intelektual, hindari mendiskusikan ide tersebut dengan orang lain. Anda harus berhati-hati
dalam membagi informasi penting dan tidak mempromosikan ide Anda dalam segala
macam forum publik sampai Anda benar-benar mewujudkan dan melindunginya karena
siapa pun dapat mengambil ide tersebut dan kemudian mewujudkannya untuk diri mereka
sendiri.
Rahasia dagang merupakan istilah yang dipakai dalam Bahasa Indonesia yang
merupakan alih Bahasa dari Trade Secret yang penerapannya hanya diberlakukan pada
informasi terknologi dan bisnis. Perlindungan Rahasia Dagang di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang No. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Rahasia dagang merupakan HKI yang pengakuannya berdasarkan prinsip non register,
yang berarti bahwa pengakuan suatu rahasia dagang tidak berdasarkan pendaftaran
melainkan secara otomatis diakui oleh negara sepanjang memenuhi unsur-unsur rahasia
dagang yang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000. Tidak adanya pendaftaran atas rahasia
dagang ini karena proses pendaftaran harus menjelaskan secara rinci substansi dari rahasia
dagang tersebut, sehingga mendaftarkan rahasia dagang sama dengan mengungkapkan
informasi yang harus dirahasiakan tersebut. Akibatnya pelindungan atas rahasia dagang
tersebut akan serta merta berakhir.
Konsep perlindungan hak rahasia dagang adalah melindungi hak milik dari tindakan
orang lain yang mempergunakannnya tanpa hak. Sebagaimana diketahui bahwa rahasia
dagang adalah informasi yang tidak diketahui secara umum atau diketahui secara terbatas
oleh pihak-pihak tertentu tentang hal-hal yang menyangkut dagang, oleh karenanya
informasi dagang ini perlu diproteksi kerahasiaannya karena :
a. Secara moral memberikan penghargaan kepada pihak yang menemukan
b. Secara materi memberikan insentif

2. Haruskah Restoran Membayar Royalti Jika Memutar Lagu Orang Lain?


Hak untuk mempertunjukkan atau memutar lagu di depan umum merupakan salah satu
hak eksklusif dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta. Anda perlu mendapatkan izin atau lisensi
jika memainkan musik/lagu di depan umum kecuali musik/lagu tersebut sudah masuk ke
dalam domain publik atau penggunaannya memenuhi syarat pemakaian yang wajar (Fair
Use).
Landasan hukum dari pemberian imbalan terhadap penggunaan hak ekonomi
sebagaimana diatur dalam UUHC 2014 adalah sebagai berikut :
Pasal 8 UUHC:
Hak ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan.
Pasal 9 ayat (1) UUHC:
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak
ekonomi untuk melakukan :
a. penerbitan Ciptaan;
b. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya;
c. penerjemahan Ciptaan;
d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan;
e. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;
f. pertunjukan Ciptaan;
g. Pengumuman Ciptaan;
h. Komunikasi Ciptaan; dan
i. penyewaan Ciptaan.
Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi pada Pasal 9 ayat (1) UUHC wajib
mendapatkan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
Kegiatan memperdengarkan musik yang dilakukan di restoran atau kafe bisa termasuk
dalam kategori "pertunjukan ciptaan" dan "pengumuman ciptaan".
Timbulnya hak ekonomi Pencipta/Pemegang Hak Cipta ini harus diselesaikan oleh
masing-masing pihak yang melaksanakan hak ekonominya. Dalam arti, jika pada
restoran/kafe Anda dilakukan pertunjukan live music, maka harus dipastikan terlebih
dahulu apakah band yang akan tampil tersebut sudah mengurus royalti hak cipta dari lagu-
lagu yang akan dinyanyikannya. Jika itu sudah dilakukan oleh band, maka sepenuhnya
tanggung jawab untuk membayar royalti ada pada band sebagai Pelaku Pertunjukan
(Performer). Jika belum dilakukan, maka hal tersebut menjadi hal yang harus ditegaskan
dalam kontrak antara restoran/kafe dengan band mengenai siapa yang akan membayar
royalti, pihak restoran atau pihak band, atau dibayar bersama-sama.
Sedangkan jika dilakukan dalam bentuk memperdengarkan rekaman musik atau lagu,
maka Anda sebagai pemilik restoran/kafe harus mendapatkan izin dari Pemegang Hak Cipta
dari lagu-lagu yang diperdengarkan.
Di negara-negara maju, pembayaran royalti seperti ini sudah dilakukan oleh Lembaga
Manajemen Koletif (Collective Management Organizations). Lembaga Manajemen Kolektif
adalah institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba yang diberi kuasa oleh Pencipta,
Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait guna mengelola hak ekonominya dalam
bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.
Hukum Hak Cipta Indonesia juga telah mengatur mengenai Lembaga Manajeman Koletif
(“LMK”). Lembaga Manajemen Kolektif yang ada di Indonesia misalnya: YKCI dan WAMI.
Pasal 87 UUHC 2014 mengatur sebagai berikut :
1) Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak
Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang
wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk
layanan publik yang bersifat komersial.
2) Pengguna Hak Cipta dan Hak Terkait yang memanfaatkan Hak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau pemilik
Hak Terkait, melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
3) Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat perjanjian dengan Lembaga
Manajemen Kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar Royalti atas Hak Cipta dan
Hak Terkait yang digunakan.
4) Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah
melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan Lembaga Manajemen
Kolektif.
Prosedur pembayaran royalti diatur oleh UUHC 2014, yaitu :
1) Pengguna terdaftar sebagai anggota LMK;
2) Pengguna membuat perjanjian dengan LMK untuk membayar royalti;
3) LMK meminta laporan penggunaan dalam bentuk log-sheet, programme return, cue
sheet dll dari para Pengguna. Selain itu bisa juga dengan sampling penggunaan musik;
4) Pengguna membayar royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, atau Pemilik Hak
Terkait melalui LMK.
5) LMK menyerahkan royalti kepada Pencipta/Pemegang Hak Cipta Indonesia dengan cara
transfer ke rekening atau diterima langsung oleh yang bersangkutan. Untuk Pemegang
Hak Cipta Asing, penyerahan royalti dilakukan melalui LMK di negara tersebut untuk
disampaikan kepada yang bersangkutan.
Sedangkan apabila Pencipta/Pemegang Hak Cipta tidak terdaftar sebagai anggota LMK,
maka Anda wajib meminta izin dan membayar royalti secara langsung kepada
Pencipta/Pemegang Hak Cipta.

Sekian dan terima kasih.

Nama : Juliardi

NIM : 022835163

You might also like