You are on page 1of 8

1. Objek Formal dan Objek Material Ilmu Dakwah?

Obyek Ilmu:
 Obyek Material (ditinjau atau dipandang secara keseluruhan) dan ada yang disebut
sebagai obyek Formal (ditinjau dari salah satu aspek saja).
 Beberapa ilmu pengetahuan bisa sama obyek materialnya, tapi berbeda obyek
formalnya, dan inilah yang kemudian membedakan antara ilmu yang satu dengan
ilmu yang lain.

Obyek Formal.
Obyek formal adalah sudut pandang yang digunakan di dalam mengkaji obyek material

 Obyek formal ilmu dakwah adalah cara penyampaian ajaran Islam dari
seseorang kepada orang lain atau masyarakat agar Islam mewujud menjadi jalan
hidup bagi manusia atau masyarakat sehingga dapat hidup bahagia dunia dan
akhirat

Obyek Material.
Obyek material adalah materi yang dikaji

 Obyek material ilmu dakwah adalah keseluruhan ajaran Islam.


 Sumbernya : Al-Qur’an, Al-Hadits dan pendapat Ulama
 Dengan demikian, Ilmu dakwah adalah bagian dari studi Islam (Islamologi)
(Depag Kurnas,1995:5-6)
 Obyek Material ilmu dakwah: semua aspek ajaran Islam yang terdapat dalam Al-
Qur’an dan Hadits dan atau hasil ijtihad ulama dan realisasinya dalam
kehidupan.
 Obyek Formal ilmu dakwah: proses penyampaian atau ajakan manusia supaya
masuk ke jalan Allah (sistem Islam) secara kaffah dalam segala aspek kehidupan
guna mencari ridla Allah.

2. Unsur unsur dakwah Da’i, maudu’, uslub, wasila al dakwah, mad’u dan tujuan dakwH
 Da’i: Da'i adalah seseorang yang terlibat dalam dakwah atau yang mengajak
orang lain untuk beriman, berdoa, atau untuk berkehidupan Islam.
 Maudu’: Maudhu’ merujuk kepada isi kandungan dakwah atau bahan yang cuba
disampaikan oleh pendakwah. Isi atau ilmu tersebut mestilah bertujuan
membentuk mad’u kea rah kebenaran dan kebaikan sahaja. Sebarang ajaran
yang bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah hendaklah dihindarkan.
 Uslub : Uslub beerti jalan atau cara. Ia adalah cara membentuk atau cara
menggunakan sesuatu atau cara tertentu untuk melakukan sesuatu pekerjaan.
Sebagai contoh, apabila pendakwah telah memilih kaedah ceramah, maka cara
yang boleh digunakan ialah dengan menggunakan cara penyampaian bersahaja
atau menerapkan unsur-unsur jenaka atau cerita semasa penyampaian ceramah
tersebut.
 Wasila al Dakwah : Adapun wasilah, iaitu satu istilah yang juga penting dalam
dakwah adalah beerti media atau saluran penyampaian kandungan tersebut
yang biasanya melalui media massa.
 Mad’u : Mad’u bermaksud sasaran dakwah atau orang yang cuba di ajak ke arah
kebaikan. Di sekolah mad’u ialah anak murid, atau boleh jadi rakan sejawat dan
boleh jadi ibu bapa kepada murid. Ini kerana sasaran dakwah bukan sahaja
kepada murid, tetapi kepada sesiapa sahaja yang ingin dibimbing oleh
pendakwah.
 Tujuan dakwah : Tujuan dakwah adalah menjadikan manusia muslim mampu
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan
menyebarluaskan kepada masyarakat yang mula-mula apatis terhadap Islam
menjadi orang yang suka rela menerimanya sebagai petunjuk aktivitas duniawi
dan ukhrawi. Berikut akan diuraikan tentang tujuan dakwah :
 Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau
musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun
di akhirat.
 Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
 Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
 Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang meminta
segera penyelesaian dan pemecahan.
 Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-
waktu dalam masyarakat.

Jadi inti dari tujuan yang ingin dicapai dalam proses pelaksanaan dakwah adalah
keridhaan Allah swt. dimana obyek dakwah tidak hanya terbatas kepada umat Islam
saja, tetapi semua manusia bahkan untuk semua alam.

3. Problem interaksi antar unsur unsur dakwah


Supaya proses dakwah berjalan dengan sempurna maka seorang dai harus
menggunakan metode, materi serta media yang tepat. Seorang dai harus mempunyai
materi yang sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u, yang mana dalam penyampaian
materi, si dai hendaklah menggunakan metode-metode pokok bagi seorang dai. Setelah
proses penentuan materi serta metode- metodenya terlaksana maka seorang dai bisa
melaksanakan dakwahnya melalui media, baik itu media lisan tulisan dan sebagainya.
Apabila seorang dai telah melakukan tahapan-tahapan di atas maka yang terakhir
adalah proses evaluasi terhadap dakwah yang di sampaikannya, bagaimana respon
ataupun feedback dari madu. Evaluasi dan koreksi terhadap efek dakwah harus
dilaksanakan secara radikal dan komprehensif, artinya tidak secara parsial atau
setengah-setengah. Seluruh kompenen sistem (unsur-unsur) dakwah harus di evaluasi
secara keseluruhan. Para dai harus mempunyai jiwa terbuka untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan. Jika proses evaluasi telah menghasilkan beberapa
keputusan, maka segera diikuti dengan tindakan korektif (corrective action). Dan jika
proses ini telah dapat terlaksana dengan baik, maka terciptalah mekanisme perjuangan
dalam bidang dakwah, dan inilah yang di sebutkan dalam agama dengan sebutan ikhtiar
insani. Jadi, dalam proses penyampaian ajaran agama islam maka si dai harus sangat
memperhatikan unsur-unsur dakwah guna mewujudkan efektifitas dalam penyampaian
supaya si madu bisa menerima dan mengaplikasikan ajaran-ajaran agama yang telah di
sampaikan
4. Tahapan tahapan dakwah. Nafsiyah, Fardiyah, Fiah, Hizbiyah, Ummah, dan syu’ubiyah
qabailiyah
.Dakwah nafsiyah, dakwah kepada diri sendiri (interpersonal) sebagai upaya untuk
memperbaiki diri atau membangun kwalitas dan kepribadian diri yang islami. 2.Dakwah
Fardiyah, proses ajakan atau seruan kepada jalan Allah yang dilakukan oleh seorang da’I
kepada perorangan (interpersonal) yang dilakukan secara langsung tatap muka atau
tidak tatap muka yang bertujuan untuk membuat mad’u lebih baik dan diridhai Allah.
3.Dakwah Fi’ah, dakwah yang dilakukan seorang dai terhadap kelompok kecil dalam
suasana tatap muka bisa berdialog serta respon mad’u terhadap dai dan pesan dakwah
yang disampaikan dapat diketahui seketika. 4.Dakwah hizbiyah (jamaah), yg dilakukan
oleh dai yang mengidentifikasikan dirinya dengan atribut suatu lembaga atau organisasi
dakwah tertentu kemudian mendakwahi anggotanya atau orang lain di luar anggota
tersebut. 5.Dakwah Ummah, proses dakwah yang dilaksanakan pada mad’u yang
bersifat massa (masyarakat umum). 6.Dakwah syu’ubiyah Qabailiyah (antar suku
bangsa), proses dakwah yang berlangsung dalam konteks antar bangsa, suku atau antar
budaya.

5. Jelaskan metode dakwah dan metode ilmu dakwah

Metodologi berasal dari bahasa yunani, yang terdiri dari methodos(cara/jalan) dan
logos(teori/pengetahuan sistematis). Ia semula di anggap bagian dari cabang logika, kemudian
dewasa ini dikenal sebagai bagian baru dalam bidang filsafat sistematis. Secara sederhana
metodologi dapat diartikan studi tentang metode pada umumnya, baik metode ilmiah maupun
bukan.[1]

Dalam tulisan ini, metode yang dimaksud adalah yang dipakai untuk arti metode
ilmiah ( yang diistilahkan juga dengan terma manhaj ), yaitu cara kerja untuk dapat
memahami dan menjelaskan obyek yang menjadi kajian ilmu dakwah.[2
Dalam perkembangannya, metode ilmu dakwah terdapat dua versi menurut
Amrullah Ahmad dan Syukriadi Sambas. Pertama menurut versi Amrullah Ahmad
meliputi:
Metode ini tepat untuk menyusun peta dakwah yang merupakan kebutuhan
yang urgen sebelum dakwah dilaksanakan. Peta dakwah menjadi faktor yang
determinatif bagi pemilihan materi, system, metode, da’I serta kebijakan dan strategi
dakwah. Ketepatan pemilihan faktor-faktor ini sangat ditentukan oleh adanya peta
dakwah Islam.
Dalam metode ini setelah peneliti melakukan generalisasi atas fakta dakwah
masa lalu dan saat sekarang serta melakukan kritik teori-teori dakwah yang ada, maka
peneliti dakwah menyusun analisis kecenderungan masalah, system, pola
pengorganisasian dan pengelolaan dakwah yang terjadi masa lalu, kini, dan
kemungkinan masa yang akan datang. Dengan riset kecenderungan ini kegiatan dakwah
akan dapat tampil memandu perjalanan umat dalam sejarah global dan selalu dapat
memberikan tanda-tanda jaman yang akan dating sehingga umat melakukan antisipasi
yang lebih dini dan dapat mendesain skenario perubahan. Metode ini sesuai dengan sifat
masalah pencapaian tujuan dakwah yang seolah tanpa tepi.
Merujuk pada pemikiran Syukriadi Sambas, secara mendasar, metode ilmu
dakwah berakar pada al-Nazharah al-Syumuliah al-Quraniyah (teori besar Qurani,
disingkat NSQ), yaitu pemikiran holistik berdasarkan petunjuk al-Quran.
Acuan utama NSQ ini adalah Q.S. al-Isra ayat 36:

“dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai
pertanggungjawabannya”.
Model kerja NSQ ini dapat dirumuskan sebagai proses konseptualisasi realitas
dakwah melalui penggunaan ketajaman potensi indera, akal, dan kalbu dalam
menegakab hak dan keadilan. Dari proses ini melahirkan sejumlah proposisi ilmiah
dakwah yang mewujud dalam sebuah disiplin ilmu dakwah.
Dakwah merupakan sebuah kegiatan mengajak orang lain untuk lebih taat kepada Allah.
Sejatinya setiap muslim harus ikut mendakwahkan agama Islam kepada yang lainnya.
Namun harus memiliki ilmu yang cukup sebelumnya, agar ajakannya tersebut tidak
menjadi sebuah ajakan yang keliru atau sesat.

Orang yang menjalankan dakwah Islam biasa disebut da’i, sedangkan orang yang
didakwahi disebut mad’u. Dalam berdakwah harus dengan metode-metode yang
disesuaikan dengan kondisi masyarakat, agar dakwah kita tersampaikan. Beberapa
metode dakwah Islam yang biasa dilakukan yaitu sebagai berikut:

Dakwah Fardiah

Dakwah Fardiah merupakan metode dakwah yang dilakukan seseorang kepada orang
lain (satu orang) atau kepada beberapa orang dalam jumlah yang kecil dan terbatas.
Biasanya dakwah fardiah terjadi tanpa persiapan yang matang dan tersusun secara
tertib. Termasuk kategori dakwah seperti ini adalah menasihati teman sekerja, teguran,
anjuran memberi contoh. Termasuk dalam hal ini pada saat mengunjungi orang sakit,
pada waktu ada acara tahniah (ucapan selamat), dan pada waktu upacara kelahiran
(tasmiyah).

Dakwah Ammah

Dakwah Ammah merupakan jenis dakwah yang dilakukan oleh seseorang dengan media
lisan yang ditujukan kepada orang banyak dengan maksud menanamkan pengaruh
kepada mereka. Media yang dipakai biasanya berbentuk khotbah (pidato).

Dakwah Ammah ini kalau ditinjau dari segi subyeknya, ada yang dilakukan oleh
perorangan dan ada yang dilakukan oleh organisasi tertentu yang berkecimpung dalam
soal-doal dakwah.
Dakwah bil-Lisan

Dakwah jenis ini adalah penyampaian informasi atau pesan dakwah melalui lisan
(ceramah atau komunikasi langsung antara subyek dan obyek dakwah). dakwah jenis ini
akan menjadi efektif bila: disampaikan berkaitan dengan hari ibadah seperti khutbah
Jumat atau khutbah hari Raya, kajian yang disampaikan menyangkut ibadah praktis,
konteks sajian terprogram, disampaikan dengan metode dialog dengan hadirin.

Dakwah bil-Haal

Dakwah bil al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan nyata. Hal ini
dimaksudkan agar si penerima dakwah (al-Mad'ulah) mengikuti jejak dan hal ikhwal si
Da'i (juru dakwah). Dakwah jenis ini mempunyai pengaruh yang besar pada diri
penerima dakwah.

Pada saat pertama kali Rasulullah Saw tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan
Dakwah bil-Haal ini dengan mendirikan Masjid Quba, dan mempersatukan kaum Anshor
dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.

Dakwah bit-Tadwin

Memasuki zaman global seperti saat sekarang ini, pola dakwah bit at-Tadwin (dakwah
melalui tulisan) baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran,
dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah sangat penting dan efektif.

Keuntungan lain dari dakwah model ini tidak menjadi musnah meskipun sang dai, atau
penulisnya sudah wafat. Menyangkut dakwah bit-Tadwim ini Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya tinta para ulama adalah lebih baik dari darahnya para syuhada".

Dakwah bil Hikmah

Dakwah bil Hikmah Yakni menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu
melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak obyek dakwah mampu
melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan
maupun konflik. Dengan kata lain dakwah bi al-hikmah merupakan suatu metode
pendekatan komunikasi dakwah yang dilakukan atas dasar persuasif.

Dalam kitab al-Hikmah fi al dakwah Ilallah ta'ala oleh Said bin Ali bin wahif al-Qathani
diuraikan lebih jelas tentang pengertian al-Hikmah, antara lain:

Menurut bahasa:
adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-Qur'an dan Injil
memperbaiki (membuat manjadi lebih baik atau pas) dan terhindar dari kerusakan
ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama
obyek kebenaran(al-haq) yang didapat melalui ilmu dan akal
pengetahuan atau ma'rifat.

Menurut istilah Syar'i:


valid dalam perkataan dan perbuatan, mengetahui yang benar dan mengamalkannya,
wara' dalam Dinullah, meletakkan sesuatu pada tempatnya dan menjawab dengan tegas
dan tepat.
6. Jelaskan teori ilmu dakwah, teori citra da’i, teori pesan dakwah, dan teori medan
dakwah?

Makna dakwah tidak hanya sekedar menyeru atau mengajak manusia, tetapi juga
mengubah manusia sebagai pribadi maupun kelompok agar dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan fitrahnya. Dalam rangka menegakkan dakwah sehingga ajaran Islam diketahui,
dipahami,dihayati dan dilaksanakan oleh umat diperlukan juru dakwah yang berkualitas. Juru
dakwah tersebut adalah orang yang mengerti hakikat islam dan mengetahui apa yang sedang
berkembang dalam kehidupan masyarakat. Keberhasilan kegiatan dakwah sangat ditentukan
oleh kualitas dan kepribadian seorang da’i. Dengan kualitas dan kepribadian tersebut seorang
da’I akan mendapatkan kepercayaan dan citra yang positif di mata mad’u baik individu atau
masyarakat.
Kata citra pada pemahaman mayoritas seseorang adalah suatu kesan dan penilaian
terhadap seseorang, kelompok, lembaga dan lain-lain. Citra yang berhubungan dengan
seorang da’I dalam perspektif komunikasi sangat erat kaitanya dengan kredibilitas yang
dimilikinya. Kredibilitas sangat menentukan citra seseorang. Teori citra da’I menjelaskan
penilaian mad’u terhadap kredibilitas da’I apakah da’I mendapat penilaian positif atau
negatif, dimata mad’unya. Persepsi mad’u baik positif maupun negatif sangat berkaitan erat
dengan penentuan penerimaan informasi atau pesan yang disampaikan da’i. Semakin tinggi
kredibilitas da’I maka semakin mudah mad’u menerima pesan-pesan yang disampaikannya,
begitu juga sebaliknya.[5]
Kredibilitas seseorang tidak tumbuh dengan sendirinya, tidak secara instan, tetapi
harus dicapai melalui usaha yang terus menerus, harus dibina dan dipupuk, serta konsisten
sepanjang hidup.[6]
Dakwah dalam salah satu bentuknya melalui lisan, ada empat cara seorang da’I dinilai
oleh mad’unya :
Seorang da’I dinilai dari reputasi yang mendahuluinya, apa yang sudah seorang da’I lakukan
dan memberikan karya-karya, jasa dan sikap akan memperbaiki atau menghancurkan reputasi
seorang da’i.
Mad’u menilai da’I melalui informasi atau pesan-pesan yang disampakan seorang
da’i. Cara memperkenalkan diri seorang da’I juga berpengaruh dengan pandangan
kredibilitas seorang da’I oleh mad’u.
Ungkapan kata-kata yang kotor, tidak berarti atau rendah menunjukan kualifikasi
seseorang. Cara penyampain pesan dari da’I kepada mad’u sangat penting untuk pemahaman
pesan yang ditangkap mad’u, sebab apabila cara penyampaiannya tidak sistematis maka akan
kurang efektif di mata mad’u. Penguasaan materi dan metodologi juga kemestian yang harus
dimiliki seorang da’i.[7]
Dari cara-cara diatas menyimpulkan bahwa seorang da’I harus sikap yang baik agar
menjadi suri tauladan bagi ma’unya, bahkan dari cara memperkenalkan dirinyapun dinilai,
bertutur kata yang baik, menyampaikan pesan dengan sistematis, efektif dan memiliki
penguasaan materi, seperti dalam firman Allah surat Al-Taubah : 122 :
‫ين َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم ِإذ َا َر َجعُوا ِإلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّ ُه ْم‬ َ ‫َو َما َكانَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِليَ ْن ِف ُروا كَافَّة فَلَ ْوال نَفَ َر ِم ْن ُك ِل فِ ْرقَة ِم ْن ُه ْم‬
ِ ‫طائِفَة ِليَتَفَقَّ ُهوا فِي ال ِد‬
َ‫يَحْ ذَ ُرون‬
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
( Q.S. Al-Taubah : 122)
Kredibilitas juga erat kaitannya dengan kharisma, walau demikian kredibilitas dapat
ditingkatkan sampai batas optimal. Seorang da’I yang berkredibilitas tinggi adalah seseorang
yang mmepunyai kopetensi di bidangnya, integritas kepribadian, ketulusan jiwa, serta
mempunyai status yang cukup walau tidak harus tinggi. Apa kredibilitas ini dimiliki seorang
da’I, maka da’I tersebut akan memiliki citra positif dihadapan mad’unya.
Seorang da’I yang kreatif harus memiliki wawasan manajemen Muhammad.
Manajemen Muhammad adalah perkawinan subtansi metode Nabi Musa yang kukuh dalam
menggenggam aspirasi kebenaran dengan Nabi Isa yang lemah lembut dan indah. Dalam
rangka mengoptimalkan kredibilitas dan membangun citra positif seorang da’I perlu
melingkupi tiga dimensi diantaranya yaitu :
a) Kebersihan batin
b) Kecerdasan mental
c) Keberanian mental
Rasulullah Muhammad SAW sosok figur da’I yang paling ideal, Beliau memiliki
ketiga kriterian di atas. Sehingga beliau memiliki citra positif di masyarakat. Beliau selalu
memberikan solusi yang adil ketika terjadi perselisihan. Ketika diangkat menjadi Rasul beliau
menjadi suri tauladan dalam berbagai aspek seperti aqidah, ibadah, muamalah dan akhlaq,
terpancar kesejatian, menjadi figur nyata bagi masyarakatnya, dan segala kesempuranaan
yang dimilikinya, beliau mampu menjadi pemimpin agama sekaligus negara. Kurang dari 23
tahun beliau mampu melakukan perubahan dari kejahiliahan kepada peradaban dunia yang
timggi.
Teori medan dakwah adalah teori yang menjelaskan situasi teologis, kultural
dan struktural mad’u saat pelaksanaan dakwah islam. Dakwah islam adalah sebuah
ikhtiar Muslim dalam mewujudkan islam dalam kehidupan pribadi , keluarga,
komunitas, dan masyarakat dalam semua segi kehidupan sampai terwujudnya
masyarakat yang terbaik ataudapat disebut sebagai khairul ummah yaitu tata sosial
yang mayoritas masyarakatnya beriman, sepakat menjalan dan menegakkan yang
ma’ruf dan secara berjamaa’ah mencegah yang munkar.
Setiap Nabiullah daalam melaksanakan dakwah selalu menjumpai system
dan struktur masyarakat yang di dalamnya sudah ada al-mala yaitu penguasa
masyarakat, al-mutrafin yaitu penguasa ekonomi masyarakat konglomerat dan kaum
al-mustad’afin yaitu masyarakat yang umumnya tertindas atau di lemahkan hak-
haknya.
Keinginan subjektif manusia atau disebut dengan nafsu yang menentukan
semua orientasi hidup biasanya dominan oleh keinginan subjektif al-malanya.
Secara Sunnatullah kekuasaan dalam masyarakat akan didominasi oleh seseorang
atau sekelompok orang yang dipandang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu
menurut masyarakat yang bersangkutan sampai membentuk kepemimpinan
masyarakat yang syah. Kekuatan dan kepemimpinan masyarakat akan mudah
goyah jika tidak memperoleh dukungan kaum aghniya yang mengendalikan roda
perekonomian masyarakat. Pola kerja sama antara kaum al-mala dan al-mutrafin
melahirkan kaum al-mustad’afin yang mereka adalah kaum yang serba kekurangan
yang direkayasa untuk tetap lemah. Dari struktur sosial di atas ketika merespon
dakwah para Nabiullah memiliki kecenderungan bahwa kaum al-mala dan al-
mutrafin selalu menolak dakwah islam.
Respon positif dalam dakwah islam biasanya diperoleh dari kaum al-
musthad’afin. Hal tersebut disebabkan oleh posisi mereka yang dilemahkan hak-
haknya dan kejernihan hatinya yang sedikit berpeluang melakukan kejahatan secara
sengaja telah menyebabkan hati mereka mudah menerima dakwah islam.[8]
Dalam menghadapi segala bentuk struktur masyarakat seperti kaum al-mala,
al-mutrafin dan al-mustad’afin dalam medan dakwah seorang da’I perlu menerapkan
etika-etika sebagia berikut:
1) Ilmu
Hendaknya memiliki pengetahuan amar ma’ruf nahi munkar dan perbedaan
diantara keduanya. Yaitu memiliki pengeetahuan tentang orang-orang yang menjadi
sasaran perintah (amar) meupun orang-orang yang menjadi objek cegah (nahi).
Alangkah indahnya apabila amar ma’ruf dan nahi mungkar didasari dengan ilmu
semacam ini, yang dengannya akan menunjukkan orang ke jalan yang lurus dan
dapat mengantarkan mereka kepada tujuan.
Rifq (lemah lembut)
Hendaklah memiliki jiwa rifq, sebagaimana sabda Rasulullah Saw
“ Tidaklah ada kelemah lembutan dalam sesuatu kecuali menghiyasinya dan
tidaklah ada kekerasan dalam sesuatu kecuali memburukannya” (HR. Muslim)
2) Sabar
Hendaklah bersabar dan menahan diri dari segala perlakuan buruk. Karena
tabiat jalan dakwah memang demikian. Apabial seorang da’I tidak memiliki
kesabaran dan menahan diri, ia akan lebih banyak merusak dari pada
memperbaiki.[9] Sebagaimana firman Allah SWT :
َ َ ‫علَى َما أ‬
‫صا َبكَ ِإ َّن ذَلِكَ ِم ْن َع ْز ِم األ ُمو ِر‬ ْ ‫ع ِن ْال ُم ْنك َِر َوا‬
َ ‫ص ِب ْر‬ ِ ‫صالة َ َوأْ ُم ْر ِب ْال َم ْع ُر‬
َ ‫وف َوا ْنه‬ َّ ‫ي أ َ ِق ِم ال‬
َّ َ‫َيا بُن‬
Artinya: “Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-
hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (Q.S.Luqman:17)

Dari itu Allah swt. memribtahkan kepada Rasul-Nya, yang mereka adalah
penghulu para da’I dan pelopor amar ma’ruf nahi mungkar, untuk senantiasa
bersabar.

7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan istilah: Internalisasi, Transmisi, Difusi, dan
Transformasi?

You might also like