You are on page 1of 5

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 8, Nomor 5, September 2020


ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS PELAKSANAAN DETEKSI DINI GANGGUAN JIWA


DI PUSKESMAS BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO

Syafira Risdanti1*, Septo Pawelas Arso2, Eka Yunila Fatmasari2


1
Mahasiswa Peminatan Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Diponegoro
2
Bagian Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro
*Corresponding author : syafirarisdanti@gmail.com

ABSTRACT
Physical health problems that are often left unattended are often cases of mental illness and suicide.
Early detection includes targeted prevention. Early detection of mental disorders is for the productive
age and old age. Puskesmas Banyuurip carries out early detection of mental disorders in community-
based mental health services. Implementation involves elements of the community. While planning by
the Puskesmas. This research is a qualitative research with a descriptive approach with in-depth
interview method. This research was conducted in February-April 2020. Informants were key
informants and triangulation informants. The aspects analyzed include input, process, and product.
The input aspect shows that there are limited staff and funds but this is an opportunity in planning,
namely the development of cadres and the use of non-government funds. This aspect of the process
shows a lack of implementation in education and referrals so there is a need for supporting facilities.
The product aspect is responded to by a 100% target as a must. Achievements in 2019 will be an
improvement in the implementation of the next period. Kader can be trained with early detection
training on classification methods. Comprehensive education for all targets requires a cross-sectoral
role. The Health Department can improve coordination with other sectors as well as the private sector.

Keywords: analysis, early detection, mental disorders


di lapangan. Terlebih pada waktu dan tenaga
PENDAHULUAN yang terbatas untuk mencapai target sebesar
Latar Belakang 100%. Dengan target tersebut capaian deteksi
Orang dengan gangguan jiwa mengalami dini gangguan jiwa sampai bulan Desember
tingkat kecacatan dan kematian yang lebih 2019 di Posbindu PTM pada usia produktif
tinggi. Misalnya, orang dengan depresi dan masih berada di angka 33,02% dan di
skizofrenia memiliki peluang 40% hingga 60% Posyandu Lansia pada usia lanjut di angka
lebih besar untuk meninggal sebelum 80,6%. Data laporan bulan November tahun
waktunya dibandingkan populasi umum. Hal ini 2019 jumlah kunjungan ke Posyandu Lansia
karena masalah kesehatan fisik yang sering sebanyak 1.501, namun jumlah pelayanan
dibiarkan tanpa pengawasan seringkali deteksi dini kesehatan hanya sebanyak 208.
menjadi kasus bunuh diri. Bunuh diri adalah Hal ini kemudian perlu adanya analisis
penyebab kematian paling umum kedua di mengenai pelaksanaan deteksi dini gangguan
antara kaum muda di seluruh dunia.1 jiwa.
Kabupaten Purworejo menjadi kabupaten
dengan penderita ODGJ (Orang Dengan METODE PENELITIAN
Gangguan Jiwa) terbanyak berdasarkan Penelitian ini merupakan penelitian
Riskesdas 2018 dengan prevalensi 2,262% kualitatif pendekatan deskriptif. Subjek
atau 12.535 jiwa. Pelaksanaan deteksi dini penelitian dipilih dengan teknik purposive
gangguan jiwa di Kabupaten Purworejo sampling. Penelitian mulai dari bulan Februari
menjadi upaya dalam menemukan kasus sampai April 2020 di Puskesmas Banyuurip,
gangguan jiwa pada usia produktif 15-59 tahun Kabupaten Purworejo.
menggunakan SRQ (Self Reporting Sumber data didapatkan dari wawancara
Quesionere) dan usia lanjut >59 tahun mendalam kepada 8 informan dan observasi
menggunakan GDS (Geriatric Depression lapangan. Informan terdiri dari informan utama
Scale).2 dan triagulasi. Informan utama yaitu Kepala
Deteksi dini dalam upaya kesehatan jiwa Puskesmas, Koordinator Skrining Usia
di Puskesmas Banyuurip mulai digalakkan Produktif, Koordinator Skrining Usia Lanjut,
tahun 2019 karena adanya arahan dari Dinas dan Kader. Informan triangulasi yaitu Informan
Kesehatan Kabupaten Purworejo. Hasil studi terdiri dari Penanggung Jawab Program
pendahuluan bahwa masih adaya persiapan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten
yang kurang untuk melaksanakan deteksi dini

584
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 5, September 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Purworejo, masyarakat usia produktif dan dana untuk memperbanyak formulir


masyarakat usia lanjut. skrining, rujukan, maupun registrasi.
Observasi dilakukan dengan telaah “Biasa to dengan dana BOK untuk
dokumen maupun pengamatan langsung transport petugas puskesmas untuk
pelaksanaan. Objek dalam penelitian ini yaitu melatih kader. Itu untuk pembelian alat
input yang meliputi tenaga, dana, dan sarana Puskesmas menganggarkan.”
prasarana, sedangkan aspek proses meliputi (IU 3)
deteksi dini, edukasi, rujukan, dan pencatatan Dinkes dan Puskesmas cenderung
pelaporan. untuk mengalokasikan dana untuk
pengadaan. Dana untuk menunjang
HASIL DAN PEMBAHASAN promotif preventif kesehatan jiwa belum
Variabel Input diprioritaskan. Hal ini juga disebutkan
Pada variabel input menguraikan perencanaan dalam penelitian Primiyani, Masrul, dan
sumber daya dalam rangka persiapan Hardisman (2019) bahwa pembiayaan
pelaksanaan. Sumber daya dalam Posbindu didapatkan dari berbagai macam
perencanaan meliputi tenaga, dana, dan sumber. Anggaran biaya untuk program
sarana prasarana. PTM termasuk didalamnya Posbindu PTM
1. Tenaga baik yang didanai dengan APBD maupun
Unsur tenaga yang terlibat dalam BOK Puskesmas. 4
deteksi dini gangguan jiwa yaitu 3. Sarana Prasarana
koordinator, bidan, perawat, dan kader. Sarana prasarana untuk pelaksanaan
Jumlah bidan sebanyak 13 dan perawat deteksi dini gangguan jiwa meliputi
sebanyak 5 untuk membina 14 desa. Kader pedoman, formulir SRQ dan GDS, formulir
kesehatan jiwa satu orang per desa, dan rujukan, formulir rekapitulasi, buku PPDGJ
rata-rata satu kader kesehatan per RW. III, dan media KIE. Sarana prasarana
Masih adanya keterbatasan jumlah pada tersebut sudah tersedia.
perawat pembina. Sedangkan kader Pedoman yaitu Peraturan Menteri
terbatas pada keterampilannya bahwa Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 dan
keterampilan deteksi dini, edukasi, maupun Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) Program
rujukan tidak dimiliki semua kader. Skrining. Pedoman tersebut sudah
“Kalau dari Puskesmas yang jelas dibagikan ke bidan dan perawat namun
Bidan terlibat, kemudian Perawat belum dibagikan kepada kader. Sejalan
Pembina Wilayah. Dari unsur dengan penelitian Suhbah, Suryawati, dan
masyarakat ada kader dan pamong, Kusumawati (2019) bahwa sudah tersedia
perangkatlah.” (IU pedoman Posbindu PTM bagi Kader di
1) Puskesmas Sukolilo I. Namun, buku
Bagi bidan dan perawat sudah dilatih Panduan ini belum menjangkau ke semua
internal dalam penggunaan instrumen SRQ Kader.5
dab GDS. Sedangkan kader hanya Pada sarana formulir dicetak saat
perwakilan desa dilatih penggunaan dibutuhkan yaitu sebelum kegiatan di
instrumen. Perlu adanya pelatihan di tiap- Posbindu maupun Posyandu dimulai.
tiap pos agar semua kader dapat Formulir SRQ dan GDS dicetak sejumlah
melakukan deteksi dini. Seperti disebutkan sasaran. Namun karena keterbatasan dana
dalam penelitian Saputra dkk (2017) bahwa sarana berupa media KIE khusus
berdasarkan kuantitasnya, jumlah SDM kesehatan jiwa jumlahnya terbatas dan
yang dibutuhkan untuk memaksimalkan belum terpasang serta formulir laporan
pelaksanaan SPM dibutuhkan 4-6 orang tidak tersedia.
kader, dan kader tersebut sebaiknya “Kita perbanyak sendiri sesuai
berasal dari masyarakat daerah itu sendiri, jumlahnya. Terus ada buku pedoman
dan secara kualitas keberhasilan dan monitoring untuk saya dan PJ
pelaksanaan posbindu didukung oleh kader yang lansia. Tapi ya hanya satu-satu.
yang telah mendapat pelatihan. 3 Tidak ke kadernya karena ga cukup.”
2. Dana (IU 2)
Dalam pendanaan 2019, APBD Dinas Sarana prasarana tersedia, namun
Kesehatan dialokasikan untuk pelatihan masih cenderung terbatas karena ada
pemahaman instrumen bagi kader. beberapa yang belum tersedia dan
Sedangkan BOK Puskesmas menyiapkan jumlahnya terbatas. Hal ini sejalan dengan
penelitian Sicilia, Dewi, Padmawati (2018)

585
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 5, September 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

bahwa pelaksanaan kegiatan “Konseling harus yang terlatih. Bisa


menyesuaikan dengan sarana dan aja si, mbak. Dijelaskan dari kadernya,
prasarana seadanya serta belum sesuai tapi masyarakat lebih mantep kalau
standar.6 yang bilang dari petugas
Puskesmasnya gitu.” (IU 2)
Variabel Proses Edukasi belum dilaksanakan dengan
Variabel input kemudian digunakan dalam baik karena kurangnya keterampilan kader
pelaksanaan deteksi dini gangguan jiwa. dan terbatasnya materi penyuluhan.
Proses pelaksanaan terdiri dari tahap deteksi Sejalan dengan penelitian Uzhma dkk
dini, edukasi, rujukan kasus bila berisiko tinggi, (2019) bahwa penyuluhan kesehatan
dan pencatatan pelaporan. dilaksanakan melalui kunjungan rumah,
1. Deteksi Dini instrumen yang digunakan berupa pinkesga
Deteksi dini dilakukan di Posbindu dan dan materi penyuluhan.8
Posyandu Lansia. Selain itu juga terdapat 3. Rujukan Kasus
sweeping untuk mendatangi sasaran yang Pada 2019, jarang ditemukan adanya
tidak hadir. Deteksi dengan metode kasus gangguan jiwa dari hasil deteksi dini.
wawancara menggunakan pertanyaan pada Sedangkan pada observasi bulan Februari
instrumen SRQ dan GDS. Masih ada 2020 di 3 Posbindu dan 1 Posyandu Lansia
beberapa hal yang tidak sesuai dengan terdapat 2 kasus jiwa hasil dari deteksi dini.
pedoman deteksi dini seperti metode Pada penelitian Widianti dan Rafiyah
penyampaian dan validitas jawaban. (2017) bahwa selama kurang lebih 1 bulan
Beberapa pertanyaan hanya ditanyakan pada 148 KK ditemukan jumlah penderita
dengan satu pertanyaan dan tidak disertai gangguan jiwa di wilayah desa Jaya Raga
dengan sebab gangguan yang muncul. kecamatan Tarogong Kidul sejumlah 8
“Itu di Posbindu, Posyandu Lansia, orang, 68 orang dengan resiko gangguan
misal gadateng, kita sweeping, baru jiwa.9
mau mulai kita. Pertanyaannya bisa Hasil deteksi dini SRQ dengan skor
jadi sok dibalik.” >6 dan GDS dengan skor ≤5 diberikan
(IU 5) edukasi dan sekaligus formulir rujukan.
Deteksi dilakukan oleh petugas yang Rujukan untuk melakukan pemeriksaan dan
telah terlatih. Wawancara yang dilakukan diagnosa lebih lanjut di Poli Jiwa
sesuai dengan petunjuk pada instrumen. Puskesmas Banyuurip. Rujukan dilakukan
Pada penelitian Hothasian, Suryawati, dan oleh petugas terlatih, sehingga banyak
Fatmasari (2019) menyatakan deteksi dini kader yang belum mampu melakukannya.
dilakukan sebagai kegiatan menggolongkan “Nanti dari Puskesmas, rujukan dari
pasien dengan gangguan jiwa berdasarkan bidan. Buat laporan ada kasus aja. Ada
keluhan psikis yang frekuensinya formulir rujukannya dari Bu Bidan.”
berkelanjutan (pusing, sakit perut, tidak (IU 5)
bisa tidur) walaupun pada saat dilakukan Kader masih belum dapat melakukan
pemeriksaan fisik pasien dinyatakan sehat. rujukan. Hal ini karena kader belum siap
Penggolongan (deteksi dini) juga bisa dan terampil dalam melakukan rujukan.
didapatkan berdasarkan hasil pertanyaan Lain halnya dengan penelitian Isnawati,
7
yang dilakukan oleh petugas kesehatan. Lestari, dan Hapsari (2018) yang
2. Edukasi menyebutkan bahwa peran kader
Hasil deteksi dini kemudian ditindak kesehatan jiwa dalam rujukan para
lanjut dengan edukasi atau rujukan. Apabila partisipan umumnya adalah mendata
sasaran dinyatakan sehat jiwa maupun pasien yang mengalami gangguan jiwa,
berisiko rendah maka diberikan edukasi. kemudian kader lapor ke Puskesmas.10
Edukasi biasa dilakukan dengan model Pada saat merujuk, petugas akan
ceramah maupun personal. Edukasi menanyakan kartu identitas kepemilikan
ceramah biasanya dilakukan sebelum asuransi kesehatan. Namun banyaknya
kegiatan Posbindu maupun Posyandu sasaran yang belum memiliki asuransi
Lansia dimulai. Saat arisan maupun keliling membuat form rujukan tidak kembali ke
menggunakan mobil puskesmas juga Puskesmas. Hal ini sering terjadi pada
pernah dilakukan. rujukan kasus PTM (Penyakit Tidak
Menular) pada lansia yang juga memiliki
keterbatasan akses.

586
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 5, September 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

4. Pencatatan Pelaporan hanya terkait jumlah kunjungan setiap


Pencatatan dilakukan untuk jumlah bulannya. Sedangkan dalam penelitian
kunjungan dan skrining. Pencatatan faktor Primiyani, Masrul, dan Hardisman (2019)
risiko belum dilakukan dengan baik. menyatakan bahwa dalam hasil pelaksanaan
Pencatatan dilakukan manual oleh kader posbindu PTM belum tercapai sesuai target
maupun petugas kesehatan. Sejalan karena dinilai cakupan kunjungan masyarakat
dengan penelitian Suhbah, Suryawati, dan yang rendah, misalnya pada pemeriksaan
Kusumawati (2019) bahwa belum ada tekanan darah hanya 15,59% dari target 100%
penetapan target cakupan kegiatan dan yang telah ditetapkan Pemerintah dan 50%
proporsi faktor risiko PTM yang dapat dari juknis Kementrian Kesehatan. Cakupan
digunakan untuk mengukur keberhasilan kunjungan tersebut karena masih adanya
program.5 keterbatasan dalam sarana dan prasarana
Pelaporan dilakukan sebulan sekali serta kurangnya sosialisasi baik itu lintas
oleh kader ke Koordinator Skrining, program.4,5
sedangkan tiga bulan sekali oleh Dinas Kesehatan menilai bahwa capaian
Koordinator ke Dinkes. Di Puskesmas deteksi dini gangguan jiwa Puskesmas
terdapat tindak lanjut dalam laporan jika Banyuurip dalam kriteria cukup bagus dengan
capaian cenderung rendah. Pelaporan hasil tetap pada target 100%. Kerja sama antar
deteksi dini menjadi sumber data yang pihak di wilayah kerja Puskesmas juga
penting untuk dilaporkan secara rutin. diperlukan karena menurut Dinas Kesehatan
“Pencatatan dilakukan untuk jumlah capaian ini menjadi tanggung jawab
kunjungan dan skrining. Pencatatan Puskesmas.
faktor risiko belum dilakukan dengan
baik.” (IU 2) KESIMPULAN
Pelaporan dilakukan secara offline Deteksi dini gangguan jiwa di Puskesmas
oleh kader hal ini karena pelaporan online Banyuurip sebagai upaya penemuan kasus
dilakukan oleh Koordinator Skrining jiwa. Pada variabel input, sumber daya
Puskesmas meskipun sudah terdapat kader disediakan meskipun masih terbatas pada
terlatih untuk itu. Pelaporan juga sebagai tenaga dan sarana prasarana. Pemanfaatan
monitoring pelaksanaan. Seperti dalam sumber daya lain seperti kader dan waktu
penelitian Rokib dan Junadi (2019) bahwa kerja di luar gedung.
proses pencatatan dan pelaporan berbasis Pada variabel proses, pelaksanaan
web masih tidak memadai meskipun staf di sesuai dengan pedoman meskipun tidak
Puskesmas telah menerima pelatihan. 11 semuanya dapat dilaksanakan oleh kader.
Pada proses edukasi dan rujukan masih belum
Variabel Produk berjalan optimal. Sedangkan varibel produk
Produk deteksi dini berupa capaian. berupa capaian deteksi dini gangguan jiwa
Secara umum pihak Puskesmas dan kader pada tahun 2019 di Puskesmas Banyuurip
setuju bahwa target capaian 100% tetap terintegrasi dengan capaian Posbindu dan
menjadi standar bagi pelaksanaan deteksi dini Posyandu Lansia. Dengan angka capaian
gangguan jiwa. tersebut masih bertambah dengan
“Ya sudah bagus, 50% aja udah bagus, penggunaan metode sosialisasi maupun
mbak, itu kalau kita ngundang. Karena pelaksanaan yang dapat menjaring lebih
kan bener-bener 100% padahal usia banyak sasaran.
produktif itu orang sibuk ya, mbak.”
(IU 2) SARAN
Capaian pada angka 50% sudah Puskesmas sebaiknya mengadakan
termasuk katogori bagus namun capaian lebih edukasi menyeluruh untuk membangun
dari 80% masih dapat dikejar. Hal ini tentunya paradigma sehat masyarakat dengan
dengan perbaikan data sasaran dan metode memanfaatkan mobil keliling. Peningkatan
pelaksanaan. Capaian lainnya mengenai keterampilan kader dapat dilakukan oleh
proporsi faktor risiko belum ada. bidan/perawat sehingga kader dapat bertugas
Dalam penelitian Suhbah, Suryawati, dan secara optimal. Pemberdayaan masyarakat
Kusumawati (2019) bahwa belum ada yang relatif baik dapat juga dimanfaatkan
penetapan target cakupan kegiatan dan untuk mengadakan sarana edukasi yang baik
proporsi faktor risiko PTM yang dapat di tiap pos Posbindu dan Posyandu Lansia.
digunakan untuk mengukur keberhasilan Dinas Kesehatan dapat meningkatkan
program Posbindu PTM. Data hasil kegiatan koordinasi baik dalam pendataan sasaran real

587
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 5, September 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

maupun promotif preventif kesehatan jiwa. 10. Iswanti DI, Lestari SP. Peran Kader
Pelaksanaan deteksi dini gangguan jiwa juga Kesehatan Jiwa dalam Melakukan
perlu secara khusus untuk dilakukan monev. Penanganan Gangguan Jiwa. J Ilmu
Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk Keperawatan Jiwa 2018; 1: 33–37.
melakukan studi kasus pengaruh sosialisasi 11. Rokib ZM, Junadi P. An Analysis on The
dan metode pelaksanaan terhadap capaian Preparedness for Implementing The
program skrining kesehatan maupun penelitian Minimal Standards for Service in The
mengenai beban kerja perawat di Puskesmas. Health Field at Depok City in 2017. J
Indones Heal Policy Adm 2019; 4: 16–21.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Mental Health Action Plan 2013-
2020. WHO Library Cataloguing-in-
Publication Data 2013; 1–50.
2. Kementerian Kesehatan. Laporan
Riskesdas 2018. Jakarta, 2019.
3. Himawan Saputra M, Muhith A,
Fardiansyah A, et al. Analisis Sistem
Infromasi Faktor Resiko Hipertensi
Berbasis Posbindu di Dinas Kesehatan
Kabupaten Sidoarjo. In: Prosiding
Seminar Nasional Hasil Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Seri Ke-1 Tahun.
2017, pp. 7–17.
4. Primiyani Y, Masrul M, Hardisman.
Analisis Pelaksanaan Program Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak
Menular di Kota Solok. J Kesehat Andalas
2019; 8: 399–406.
5. Suhbah WDA, Suryawati C, Kusumastuti
W. Evaluasi Pelaksanaan Program Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak
Menular (Posbindu PTM) Puskesmas
Sukolilo I Kabupaten Pati. J Kesehat
Masy 2019; 7: 647–657.
6. Sicilia G, Dewi FST, Padmawati RS.
Evaluasi Kualitatif Program Penyakit
Tidak Menular berbasis Posbindu di
Wilayah Kerja Puskesmas Muara Bungo I.
J Kebijak Kesehat Indones 2018; 7: 88–
92.
7. Masta Hothasian J, Suryawati C, Eka YF.
Evaluasi Pelaksanaan Program Upaya
Kesehatan Jiwa di Puskesmas
Bandarharjo Kota Semarang tahun 2018.
J Kesehat Masy 2019; 7: 2356–3346.
8. Uzhma LS, Sriatmi A, Jati SP, et al.
Analisis Pelaksanaan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga Bagi
Orang dengan Gangguan Jiwa Berat di
Puskesmas (Studi Kasus Skizofrenia di
Puskesmas Kedungmundu Kota
Semarang). J Kesehat Masy 2019; 7: 1–9.
9. Widianti E, Imas R. Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pelaksanaan Deteksi
Dini Permasalahan Kesehatan Jiwa di
Desa Jayaraga Kecamatan Tarogong
Kidul Kabupaten Garut. J Pengabdi Kpd
Masy 2017; 1: 191–195.

588

You might also like