You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/328742948

ANAlISIS TINGKAT KELELAHAN KERJA BERDASARKAN BEBAN KERJA FISIK


PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP RSU HAJI SURABAYA

Article  in  The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health · January 2015


DOI: 10.20473/ijosh.v4i1.2015.93-102

CITATIONS READS

10 1,037

1 author:

Rizky Maharja
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar
10 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Work Incident and Accident Analysis Among Korean Pop (K-Pop) Idols View project

Safety View project

All content following this page was uploaded by Rizky Maharja on 06 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS TINGKAT KELELAHAN KERJA BERDASARKAN
BEBAN KERJA FISIK PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP
RSU HAJI SURABAYA

Rizky Maharja
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Watudakon, Jombang
E-mail: rizkymaharja@gmail.com

ABSTRACT
Nurses are working with high expectation, especially nurses at inpatient care unit are. They are to always be ready to
provide health treatment to the patients for 24 hours for 7 days. This high expectation may affect and inflicting fatigue
on them. Work fatigue is a condition of activity, motivation and physical exhaustion. If nurses don’t take a rest, it can
accumulated work fatigue eventually drops the health condition of the nurse off. This research aims to analyze level of
work fatigue based on physical workload of the nurses in Inpatient Care Unit of RSU Haji Surabaya. This observational
descriptive study applied cross-sectional study design. The research was conducted nurses at ward IIIC and IVC. The
respondents are 27 nurses with following the criteria of this. The research applied Kruskal Wallis test to find out the variety
of the work fatigue level based on physical workload and Spearman correlation test to find out the relationship between
physical workload and work fatigue. The result showed that several characteristics of most of the respondents were aged
between 30 and 49 years old, female, had been working for more than 5 years, married, normal nutritional status, and
low calorie intake. The result also showed the average workload and the nurses might experience moderate work fatigue.
The result of inter-variables correlations indicated there were correlation between physical workloads and work fatigue
and there are varieties of the work fatigue based on the physical workload.

Keywords: nurse, physical workload, work fatigue

ABSTRAK
Pekerjaan sebagai perawat memiliki tuntutan kerja yang tinggi, khususnya perawat yang bertugas di Instalasi Rawat Inap.
Hal ini disebabkan di Instalasi Rawat Inap dilakukan asuhan keperawatan 24 jam selama 7 hari. Tuntutan kerja yang tinggi
dapat menyebabkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja merupakan suatu keadaan pelemahan kegiatan, motivasi, dan aktivitas
fisik. Apabila tidak dilakukan istirahat, kelelahan kerja akan terakumulasi dan mempengaruhi derajat kesehatan perawat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik perawat Instalasi Rawat
Inap di RSU Haji Surabaya. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan rancang penelitian cross
sectional. Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Ruang IIIC dan IVC. Responden penelitian adalah seluruh perawat
yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dengan jumlah 27 orang. Penelitian ini menggunakan uji Kruskal Wallis untuk
mengetahui perbedaan tingkat kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik dan uji Korelasi Spearman untuk mengetahui
hubungan beban kerja fisik dengan kelelahan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
berumur 30 s.d 49 tahun, berjenis kelamin perempuan, memiliki masa kerja selama lebih dari 5 tahun, sudah menikah,
dan memiliki status gizi kategori normal, dan memiliki asupan kalori kategori kurang. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki beban kerja fisik sedang dan mengalami kelelahan kerja tingkat sedang. Selain
itu hasil menunjukkan bahwa beban kerja fisik dan kelelahan kerja memiliki hubungan searah dan kuat serta terdapat
perbedaan tingkat kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik.

Kata kunci: perawat, beban kerja fisik, kelelahan kerja

PENDAHULUAN Keperawatan merupakan kesenian dan keilmuan


Tenaga kerja merupakan sumber daya yang yang menjawab kebutuhan pelayanan kesehatan
berperan dalam melakukan pekerjaan, sehingga masyarakat. (Potter dan Perry, 2009). Perawat
tenaga kerja seharusnya lebih diperhatikan dan merupakan salah satu sumber daya yang berperan
dilindungi. Tenaga kerja bukan hanya yang bekerja penting dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit.
di bidang perindustrian, namun juga dipelayanan Pekerjaan sebagai perawat memiliki tuntutan kerja
jasa kesehatan, salah satunya adalah bidang yang tinggi, khususnya perawat yang bertugas
keperawatan. di Instalasi Rawat Inap. Hal tersebut disebabkan
perawat memiliki peran dan tanggung jawab yang

93
94 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 1 Jan-Jun 2015: 93–102

besar. Menurut Doheny dkk (1997), bahwa perawat sebagian besar perawat di Ruang Mawar Kuning
memiliki peran pemberi layanan, pembela, edukator, IRNA RSUD Kabupaten Sidoarjo mengalami
komunikator, manajer, dan perkembangan karier. kelelahan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Selain itu, menurut Potter dan Perry (2009), bahwa Nurhayati (2006), menunjukkan bahwa perawat di
perawat tidak hanya memegang tanggung jawab Instalasi Rawat Inap RSU Unit Swadana Daerah
yang melibatkan individu saja, namun juga terhadap Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Kabupaten
pengasuh dari pihak keluarga, keluarga pasien, dan Bojonegoro mengalami kelelahan kerja pada tingkat
komunitas. cukup lelah dan sangat lelah. Penelitian serupa juga
Perawat memiliki tuntutan kerja yang tinggi, dilakukan oleh Zuliana (2013), bahwa dari sebagian
khususnya perawat yang bertugas di Instalasi Rawat besar responden perawat di Instalasi Rawat Inap
Inap. Hal ini disebabkan karena di Instalasi Rawat RSUD Dr. Iskak Tulungagung mengalami tingkat
Inap seluruh asuhan keperawatan dilakukan 24 jam kelelahan ringan, sedang, dan berat.
selama 7 hari, sehingga menambah tanggung jawab Berbagai penelitian tersebut menunjukkan
perawat untuk melakukan asuhan keperawatan bahwa kelelahan kerja dapat dengan mudah
dibandingkan dengan perawat yang bertugas menyerang perawat, mengingat bahwa perawat yang
di instalasi lainnya. Tuntutan kerja yang tinggi bertugas di Instalasi Rawat Inap memiliki tanggung
tersebut menyebabkan aktivitas kerja perawat juga jawab yang lebih besar dan lebih baik dengan
meningkat. Tingginya tuntutan kerja tersebut dapat bekerja 24 jam selama 7 hari dengan sistem shift
mengganggu kesehatan perawat. kerja. Selain itu, beban kerja perawat dapat semakin
Menurut Setyawati (2010), bahwa kelelahan bertambah jika perawat melakukan shift terusan,
kerja terjadi akibat penumpukan asam laktat. Pada yaitu dalam sehari mengambil dua kali shift. Selain
saat bekerja tubuh membutuhkan energi. Energi menambah beban kerja fisik, hal tersebut juga dapat
tersebut diperoleh dari hasil pemecahan glikogen. menyebabkan terjadinya peningkatan kelelahan kerja
Selain energi, asam laktat merupakan salah karena berkurangnya waktu tidur dan mengganggu
satu hasil dari pemecahan glikogen. Saat otot irama biologis tubuh.
berkontraksi, maka akan terjadi penumpukan asam Apabila kelelahan kerja tidak segera ditangani
laktat. Asam laktat ini menghambat kerja otot dan dan segera beristirahat, maka akan terjadi akumulasi
menyebabkan rasa lelah. kelelahan dalam sehari, sehingga dapat berdampak
Kelelahan kerja adalah suatu kondisi lebih parah terhadap kesehatan. Menurut Tarwaka
melemahnya kegiatan, movivasi, dan kelelahan (2010), bahwa risiko dari kelelahan kerja yaitu:
fisik untuk melakukan kerja. Menurut Cameron motivasi kerja menurun, performansi rendah,
(1973) dalam Setyawati (2010), bahwa kelelahan kualitas kerja rendah, banyak terjadi kesalahan,
kerja menyangkut penurunan kinerja fisik, adanya produktivitas kerja rendah, stress akibat kerja,
perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan penyakit akibat kerja, cedera, dan terjadi kecelakaan
produktivitas kerja. Menurut Suma’mur (2009), kerja. Sedangkan menurut Setyawati (2010), bahwa
bahwa kelelahan merupakan penurunan ketahanan dampak dari kelelahan kerja adalah prestasi kerja
dan daya tubuh untuk melakukan pekerjaan. Menurut menurun, badan terasa tidak enak, semangat kerja
Setyawati (2010), bahwa kelelahan kerja tidak menurun, dan menurunkan produktivitas kerja.
dapat didefinisikan tetapi dapat dirasakan sehingga Menurut Setyawati (2010), bahwa kelelahan
penentuan kelelahan kerja dapat diketahui secara kerja menyebabkan terjadi kecelakaan kerja.
subjektif berdasarkan perasaan yang dialami tenaga Menurut Suma’mur (2009) bahwa kecelakaan kerja
kerja. Menurut Suma’mur (2009), bahwa kelelahan membawa kerugian bagi tempat kerja, baik dari
kerja tidak hanya terjadi pada akhir waktu kerja, segi biaya, waktu, produktivitas maupun tenaga.
namun juga dapat terjadi sebelum bekerja. Kelelahan kerja yang dialami perawat harus menjadi
Kelelahan kerja tidak hanya dialami oleh tenaga perhatian bagi pihak rumah sakit. Hal itu disebabkan
kerja yang bekerja di bidang industri, namun juga perawat memiliki peran penting bagi pasien rumah
di bidang pelayanan kesehatan, contohnya perawat. sakit.
Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian Perwitasari Menurut Tarwaka (2010), bahwa salah satu
(2014), bahwa sebagian besar perawat diRSUD penyebab kelelahan kerja adalah beban kerja
dr. Mohamad Soewandhie Surabaya mengalami fisik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kelelahan kerja sedang. Penelitian serupa yang gangguan kelelahan kerja terkait dengan beban
dilakukan oleh Widayanti (2010), menunjukkan kerja sering dialami oleh perawat. Hal ini didukung
Rizky, Analisis Tingkat Kelelahan Kerja… 95

oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati beban kerja fisik melibatkan otot dalam bekerja,
(2006), bahwa ada hubungan beban kerja dengan sehingga dapat meningkatkan denyut nadi.
kelelahan kerja sebesar 0,001 di RSUD Dr. Harjono Menurut Tarwaka (2010), beban kerja harus
Kabupaten Ponorogo. Penelitian tersebut didukung seimbang dengan kemampuan dan keterbatasan
oleh berbagai penelitian yang meneliti tentang beban manusia. Selain itu menurut Suma’mur (2009),
kerja fisik perawat. Berdasarkan penelitian yang bahwa kemampuan kerja setiap orang berbeda-
dilakukan oleh Dewi (2008), menunjukkan bahwa beda yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
perawat di RS Adi Husada Undaan Wetan Kota Beban kerja fisik yang tidak sesuai, maka dapat
Surabaya memiliki beban kerja fisik kategori sedang. berdampak buruk pada kesehatan perawat. Menurut
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dianasari Suma’mur (2009), bahwa beban kerja fisik
(2014), bahwa beban kerja fisik yang dialami merupakan indikator yang menentukan lama waktu
perawat di Instalasi Rawat Inap termasuk ke dalam seseorang dapat bertahan dan bekerja sesuai dengan
kategori ringan dan sedang. kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, beban
Menurut Suma’mur (2009), bahwa aktivitas kerja fisik merupakan salah satu aspek yang perlu
kerja yang dilakukan melibatkan semua organ tubuh, dipertimbangkan untuk menjaga kesehatan perawat.
otot, dan otak, sehingga peningkatan aktivitas kerja Apabila beban kerja fisik tidak sesuai dengan
mengindikasikan terjadi peningkatan beban kerja. kemampuan kerja perawat, maka dapat mengganggu
Beban kerja terdiri dari dua, yaitu beban kerja fisik kesehatan perawat. Terganggunya kesehatan tenaga
dan beban kerja mental. Menurut Suma’mur (2009), kerja dapat menurunkan kemampuan kerja sehingga
bahwa beban dari setiap pekerjaan dapat berupa menurunkan produktivitas (Suma’mur, 2009).
beban kerja fisik, mental dan atau social. Menurut Rumah sakit sebaiknya segera melakukan
Rodahl (1989), Adiputra (1998), dan Manuaba manajemen kelelahan kerja yang terintegrasi dengan
(2000) dalam Tarwaka (2010), bahwa beban kerja manajemen K3 di rumah sakit (K3RS). Menurut
dan tuntutan kerja dipengaruhi oleh berbagai Setyawati (2010), bahwa manajemen kelelahan kerja
faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dan
mempengaruhi beban kerja adalah tugas-tugas, dilaksanakan untuk mencegah dan menghambat
organisasi kerja, lingkungan kerja baik lingkungan dampak negatif dari kelelahan kerja. Manajemen
kerja fisik, kimiawi, biologis, dan psilologis, kelelahan kerja dapat bersifat jangka pendek maupun
sedangkan faktor internal yang mempengaruhi beban jangka panjang. Jangka pendek dapat berupa
kerja adalah faktor somatis dan faktor psikis. pendidikan dan pelatihan mengenai K3 kepada pihak
Pada beban kerja fisik diperlukan kerja otot, direksi hingga struktur paling bawa, sedangkan
jantung, dan paru, sehingga jika beban kerja fisik jangka panjang dapat berupa promosi kesehatan.
tinggi maka kerja otot, jantung, dan paru akan Manajemen kelelahan kerja yang berkaitan dengan
semakin tinggi juga, begitu pula sebaliknya. Menurut manajemen K3 harus dilaksanakan dan terintegrasi
Tarwaka (2010), bahwa beban kerja fisik melibatkan oleh seluruh pihak yang terkait. Hal ini dilakukan
penggunaan otot atau memerlukan usaha fisik untuk agar dampak dari manajemen kelelahan kerja dapat
melakukan pekerjaan tersebut. Setiap melakukan dirasakan secara menyeluruh.
aktivitas kerja, maka mengakibatkan perubahan RSU Haji Surabaya merupakan rumah sakit
fungsi faal pada organ tubuh, diantaranya adalah rujukan provinsi dan termasuk rumah sakit tipe B
konsumsi oksigen atau kebutuhan oksigen, laju pendidikan. Salah satu pelayanan yang dilakukan
detak jantung, peredaran udara atau ventilasi paru- di RSU Haji Surabaya adalah pelayanan Instalasi
paru, temperature tubuh, konsentrasi asam laktat Rawat Inap. Ruang Marwah merupakan salah
dalam darah, komposisi kimia dalam darah dan satu Instalasi Rawat Inap yang ada di RSU Haji
jumlah air seni, tingkat penguapan melalui keringat, Surabaya. Ruang Marwah terbagi atas ruang IC, IIC,
dan lain-lain (Tarwaka, 2010). IIIC, dan IVC. Pasien di Ruang Marwah IC, IIC,
Berdasarkan hal tersebut maka salah satu cara IIIC, dan IVC mengalami peningkatan dari tahun
untuk mengetahui beban kerja fisik tenaga kerja ke tahun yang dibuktikan dengan Bed Occupancy
yaitu dengan menghitung denyut nadi. Menurut Rate (BOR) atau angka penggunaan tempat tidur.
Kurniawan (1995) dalam Tarwaka (2010), bahwa Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
denyut nadi memiliki kepekaan yang cukup tinggi capaian BOR pada tahun 2007 s.d. 2014 di Ruang
terhadap perubahan beban kerja yang diterima oleh IIIC dan IVC cenderung mengalami peningkatan
tubuh. Selain itu menurut Tarwaka (2010), bahwa dan mencapai 78,20% dan 74,32%. Capaian BOR
96 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 1 Jan-Jun 2015: 93–102

tersebut merupakan yang tertinggi di antara ruangan bertugas di Instalasi Rawat Inap Ruang IIIC dan IV
yang ada di Ruang Marwah RSU Haji Surabaya. di RSU Haji Surabaya dengan jumlah 27 orang.
Ruang IIIC adalah ruang Instalasi Rawat Inap yang Pengambilan perawat sebagai responden
memiliki tempat tidur adalah 28 ruang perawatan disesuaikan dengan kriteria inklusi sebagai berikut:
khusus pasien JPS, JKN, dan Jamsostek berjenis tidak memiliki riwayat penyakit, tidak menderita
kelamin laki-laki kelas III dan umum kelas II dan dan memiliki risiko anemia, tidak merokok,
III, sedangkan ruang IVC merupakan ruang Instalasi responden wanita tidak haid, tidak hamil, dan
Rawat Inap yang memiliki tempat tidur adalah 28 tidak menyusui, sehat, dan bersedia mengikuti
ruang perawatan khusus pasien JPS, JKN, dan penelitian. Cara pengambilan responden adalah
Jamsostek berjenis kelamin perempuan kelas III total populasi. Responden akan diberikan kuesioner
dan umum kelas II dan III. untuk mengetahui kesesuaian dengan kriteria
Peningkatan capaian BOR tersebut menunjukkan inklusi. Jika responden yang terpilih tidak memenuhi
bahwa terjadi peningkatan penggunaan layanan kriteria inklusi, maka tidak dapat dijadikan sebagai
Instalasi Rawat Inap di RSU Haji Surabaya. Hal responden dalam penelitian ini.
ini menunjukkan bahwa aktivitas kerja perawat di Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
ruang tersebut juga mengalami peningkatan. Selain asupan kalori, sedangkan variabel terikat adalah
itu berdasarkan Laporan Akuntabilitas Manajemen kelelahan kerja. Adapun definisi operasional dari
Keperawatan Instalasi Rawat Inap Tahun 2011 beban kerja fisik adalah beban dari aktivitas fisik
menunjukkan bahwa sebesar 78,57% responden dari yang diterima tenaga kerja dari pekerjaan yang
perawat terbebani secara fisik dan sebanyak 81% dilakukan, sedangkan kelelahan kerja adalah suatu
responden mengalami beban kerja subjektif kategori keadaan akibat kerja yang dilakukan oleh tenaga
tinggi. Beban kerja subjektif adalah beban kerja kerja berupa penurunan kemampuan maupun
tambahan yang diperoleh perawat dari pekerjaan perasaan lelah untuk melakukan suatu kegiatan
yang berhubungan maupun tidak berhubungan berdasarkan metode subjektif yang dirasakan
dengan profesi sebagai perawat. responden.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Cara pengumpulan data primer melalui
tingkat kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik pengisian kuesioner karakteristik individu untuk
perawat Instalasi Rawat Inap di RSU Haji Surabaya. mempelajari karakteristik individu dan sebagai syarat
Beban kerja fisik yang dimaksud adalah beban kerja untuk melihat kesesuaian dengan kriteria inklusi,
yang berasal dari aktivitas kerja yang dilakukan menghitung denyut nadi kerja sebanyak 6 kali yaitu
perawat. Kelelahan kerja yang dimaksud adalah sebelum bekerja, pada saat bekerja yaitu pada menit
kelelahan kerja yang dialami perawat akibat dari ke-5, ke-10, ke-60, ke-120, dan pada akhir jam kerja,
pekerjaan yang dilakukan. dan mengisi kuesioner Industrial Fatigue Research
Manfaat penelitian ini bagi rumah sakit yaitu Committee (IFRC) untuk mempelajari kelelahan
dapat membantu memberikan gambaran tentang kerja, sedangkan pengumpulan data sekunder
beban kerja fisik, asupan kalori, dan kelelahan dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum RSU
kerja perawat, sehingga dapat menjadi bahan Haji dan daftar dinas perawat di Instalasi Rawat Inap
pertimbangan dalam membuat kebijakan rumah Ruang IIIC dan IVC RSU Haji Surabaya.
sakit, sedangkan manfaat bagi bidang keperawatan Data hasil perhitungan beban kerja fisik
yaitu membantu memberikan gambaran mengenai dikategorikan menjadi ringan, sedang, berat, sangat
beban kerja fisik dan kelelahan kerja perawat, berat, dan sangat berat sekali yang selanjutnya dibuat
sehingga asuhan keperawat dapat dilakukan dengan tabel frekuensi. Data hasil perhitungan kelelahan
baik tanpa mengalami kelelahan kerja dan gangguan kerja dikategorikan menjadi rendah, sedang, tinggi,
kesehatan lainnya. dan sangat tinggi yang selanjutnya dibuat tabel
frekuensi. Penelitian ini menggunakan uji Kruskal
Wallis untuk mengetahui ada-tidaknya perbedaan
METODE
tingkat kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik.
Penelitian ini merupakan penelitian Selain itu, digunakan pula uji Korelasi Spearman
observasional deskriptif dengan rancang penelitian untuk mengetahui ada-tidaknya hubungan antara
cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Instalasi beban kerja fisik dengan kelelahan kerja. Hasil data
Rawat Inap Ruang IIIC dan IVC di RSU Haji disajikan dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi
Surabaya. Populasi adalah seluruh perawat yang silang.
Rizky, Analisis Tingkat Kelelahan Kerja… 97

HASIL yaitu sebanyak 21 (77,78%) responden. Status


Karakteristik Responden sudah menikah ini menjadikan perawat memiliki
beban tambahan selain beban utama dari pekerjaan
Karakteristik responden meliputi: umur, jenis keperawatan. Selain itu, sebagian besar responden
kelamin, masa kerja, status pernikahan, status gizi yaitu sebanyak 17 (62,96%) memiliki status
dan asupan kalori. gizi kategori normal yang membuktikan bahwa
komposisi zat gizi dan kalori di dalam tubuh perawat
Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di dalam kondisi baik dan sesuai kadarnya. Asupan
Instalasi Rawat Inap Ruang IIIC dan IVC kalori yang dimiliki perawat berada pada kategori
RSU Haji Surabaya Tahun 2015 kurang yaitu sebesar 12 (44,4%) responden yang
Karakteristik Jumlah Persentase berarti bahwa konsumsi makanan perawat masih
Responden (orang) (%) tergolong kurang.
Umur
19 s.d. 29 tahun 13 48,15 Beban Kerja Responden
30 s.d 49 tahun 14 51,85
50 s.d 64 tahun  0  0 Distribusi responden berdasarkan beban kerja
Jenis Kelamin fisik adalah sebagai berikut:
Laki-laki  5 18,52
Perempuan 22 81,48 Tabel 2. Beban Kerja Fisik Responden di Instalasi
Masa Kerja Rawat Inap Ruang IIIC dan IVC RSU Haji
≤ 5 tahun 12 44,44 Surabaya Tahun 2015
> 5 tahun 15 55,56 Jumlah Persentase
Beban Kerja Fisik
Status Pernikahan (orang) (%)
Belum menikah  6 22,22 Ringan 7   25,9
Sudah menikah 21 77,78 Sedang 20   74,1
Status Gizi Jumlah 27 100
Kurus tingkat berat  0  0
Kurus tingkat ringan  3 11,11 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa
Normal 17 62,96 sebagian besar responden memiliki beban kerja fisik
Gemuk tingkat ringan  3 11,11 kategori sedang yaitu sebanyak yaitu sebanyak 20
Gemuk tingkat berat  4 14,81 (74,1%) memiliki beban kerja fisik kategori ringan.
Asupan Kalori Beban kerja fisik kategori sedang menunjukkan
Kurang 12 44,4 bahwa aktivitas kerja yang dimiliki perawat di
Cukup 10 37,0
Instalasi Rawat Inap banyak dan beragam.
Lebih  5 18,5
Kelelahan Kerja Responden
Berdasarkan Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa
sebanyak 14 (51,85%) responden memiliki rentang Distribusi responden berdasarkan kelelahan
umur 30 s.d. 49 tahun. Umur tersebut menandakan kerja adalah sebagai berikut:
bahwa sebagian besar responden termasuk pada usia
produktif dan siap menjalani pekerjaan baik secara Tabel 3. Kelelahan Kerja Responden di Instalasi
psikologis maupun fisik. Selain itu dapat diketahui Rawat Inap Ruang IIIC dan IVC RSU Haji
pula bahwa sebagian besar responden berjenis Surabaya Tahun 2015
kelamin perempuan yaitu 22 (81,48%) responden. Kelelahan Kerja
Jumlah Persentase
Masa kerja terbanyak yang dimiliki responden (orang) (%)
adalah lebih dari 5 tahun yaitu sebanyak 15 (55,56%) Ringan 10   37,0
responden. Masa kerja tersebut membuktikan bahwa Sedang 14   51,9
sebagian besar responden telah memiliki banyak Tinggi  3   11,1
Jumlah 27 100
pengalaman di bidang asuhan keperawatan, sehingga
mampu dan memiliki mekanisme coping tersendiri
Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa
dalam mengatasi masalah yang muncul dalam
sebagian besar responden mengalami kelelahan kerja
pekerjaan keperawatan. Hasil juga menunjukkan
tingkat sedang yaitu sebanyak 14 (51,9%) responden.
bahwa sebagian besar responden sudah menikah
98 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 1 Jan-Jun 2015: 93–102

Kelelahan kerja tingkat sedang ini menunjukkan Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja
bahwa perawat mudah mengalami kelelahan kerja Berdasarkan Beban Kerja Fisik di Ruang
dengan tingkat yang cukup tinggi. IIIC dan IVC RSU Haji Surabaya Tahun
2015
Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan Beban Jumlah
Kerja Fisik Kelelahan Kerja Mean Rank
(orang)
Ringan 10 10,75
Berdasarkan uji yang dilakukan, diperoleh
Sedang 14 15,57
koefisien korelasi sebesar 0,428 yang menunjukkan
Tinggi  3 17,50
bahwa beban kerja fisik dan kelelahan kerja Total 27
memiliki hubungan yang kuat dan searah. Hal ini
dibuktikan dengan Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4
dapat diketahui bahwa responden dengan beban PEMBAHASAN
kerja ringan mengalami tingkat kelelahan kerja
tingkat ringan sebanyak 5 (71,4%) responden dan Menurut Tarwaka (2010), bahwa salah satu
kelelahan kerja tingkat sedang sebanyak 2 (28,6%) penyebab kelelahan kerja adalah aktivitas kerja.
responden, sedangkan responden dengan beban Adanya aktivitas kerja menyebabkan timbulnya
kerja fisik kategori sedang mengalami kelelahan beban kerja dari aktivitas yang dilakukan tersebut.
kerja ringan sebanyak 5 (25,0%) responden dan Beban kerja merupakan suatu beban atau tanggungan
kelelahan kerja tingkat sedang sebanyak 12 (60,0%) yang diperoleh dari aktivitas kerja yang dilakukan.
responden. Persentase tertinggi diperoleh oleh Beban kerja dapat berupa beban kerja fisik dan beban
responden dengan beban kerja fisik sedang yang kerja mental. Pada beban kerja fisik melibatkan kerja
mengalami kelelahan kerja tingkat sedang. Hal ini otot atau mempengaruhi fungsi faal tubuh manusia
berarti bahwa beban kerja fisik berbanding lurus (Tarwaka, 2010).
dengan peningkatan kelelahan kerja bahwa semakin Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban
meningkatnya beban kerja fisik, maka kelelahan kerja fisik perawat berada pada kategori sedang.
kerja juga akan mengalami peningkatan. Beban kerja fisik perawat yang termasuk kategori
Adapun distribusi responden berdasarkan sedang disebabkan karena perawat memiliki aktivitas
kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik dapat kerja yang banyak dan beragam. Secara umum, tugas
diketahui dari tabel berikut ini: khusus perawat di Instalasi Rawat Inap RSU Haji
Surabaya adalah memberikan pelayanan perawatan
Tabel 4. Distribusi Tingkat Kelelahan Kerja secara langsung berdasarkan proses perawatan,
Berdasarkan Beban Kerja Fisik di Ruang melaksanakan tindakan perawatan dan mengevaluasi
IIIC dan IVC RSU Haji Surabaya Tahun sesuai masalah pasien, melaksanakan program-
2015 program medik dengan penuh tanggung jawab
Kelelahan antara lain pemberian obat, pemeriksaan labarot,
Kerja radiologi, dan persiapan pasien yang akan operasi,
Ringan Sedang Tinggi memperhatikan keseimbangan kebutuhan fisik,
Beban mental, dan spiritual pasien antara lain mengurangi
Kerja Fisik penderitaan pasien, memberikan rasa aman, dan
Ringan 5 (71,4%)   2 (28,6%) 0 (0,0%) nyaman, serta melakukan komunikasi terapeutik,
Sedang 5 (25,0%) 12 (60,0%) 3 (100%) melatih pasien untuk menolong dirinya sesuai
kemampuannya yang tidak bertentangan dengan
Perbedaan Tingkat Kelelahan Kerja Berdasarkan pengobatannya, memberikan pertolongan segera
Beban Kerja Fisik kepada pasien gawat atau sakratul maut, memelihara
Berdasarkan nilai mean rank pada Tabel 5 dapat kebersihan, keamanan, kenyamanan dan keindahan
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat ruangan, mendampingi dokter visite dan mencatat
kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik. program yang akan dilaksanakan, melaporkan segala
Perbedaan tingkat kelelahan kerja berdasarkan beban sesuatu mengenai keadaan pasien baik secara lisan
kerja fisik membuktikan bahwa beban kerja fisik maupun tulisan kepada dokter, membuat laporan
berpengaruh terhadap tingkat kelelahan kerja. harian, menciptakan dan memelihara hubungan baik
dengan pasien, keluarga pasien, dokter, dan anggota
tim yang lain, melakukan serah-terima tanggung
Rizky, Analisis Tingkat Kelelahan Kerja… 99

jawab secara lisan dan tulisan, dan membantu kepala Wati dan Haryono (2011), bahwa beban kerja
ruangan dalam ketatalaksanaan ruangan secara memiliki hubungan bermakna dengan kelelahan
administrasi. kerja pada tenaga kerja. Selain itu, penelitian yang
Berbagai tugas tersebut menggambarkan dilakukan oleh Utami (2012), bahwa beban kerja
banyaknya aktivitas kerja perawat di Instalasi Rawat memiliki hubungan dengan kelelahan kerja sebesar
Inap yang menunjukkan bahwa perawat juga rentan 0,032. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian
terhadap beban kerja fisik yang tinggi. Penelitian Ramayanti (2015), bahwa beban kerja fisik dan
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh kelelahan kerja memiliki hubungan berkategori
Perwitasari (2014), bahwa beban kerja fisik perawat sedang dan memiliki hubungan bermakna. Studi
di RSUD dr. Mohamad Soewandhie termasuk beban serupa juga dilakukan oleh Maharja (2015), bahwa
kerja fisik kategori sedang. beban kerja fisik memiliki hubungan searah dan kuat
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dengan kejadian kelelahan kerja.
kelelahan kerja perawat berada pada kategori sedang. Menurut Nurmianto (1998), bahwa peningkatan
Kelelahan kerja kategori sedang ini berhubungan beban kerja fisik selaras dengan peningkatan
dengan beban kerja fisik perawat yang dilihat konsumsi oksigen. Saat mencapai titik maksimum
dari aktivitas kerja yang dimiliki perawat. Selain maka konsumsi oksigen mengalami penurunan
itu, perawat yang bekerja di Instalasi Rawat Inap dan bermanifestasi menyebabkan rasa lelah akibat
memiliki sistem kerja gilir (shift kerja). Instalasi peningkatan asam laktat. Hal ini didukung oleh
Rawat Inap Ruang IIIC dan IVC RSU Haji Surabaya Nawawinetu (2012), bahwa salah satu penyumbang
memiliki shift pagi (pukul 07.00 s.d. 14.00 WIB) terjadinya kelelahan kerja adalah peningkatan
dan shift sore (14.00 s.d. 21.00 WIB) dengan lama beban kerja fisik. Hal tersebut berkaitan dengan
kerja 7 jam serta shift malam (21.00 s.d. 07.00 peningkatan konsumsi oksigen atau kebutuhan
WIB) dengan lama kerja 10 jam. Perbedaan lama oksigen. Jika beban kerja fisik melebihi asupan
kerja ini juga menentukan tingkat kelelahan kerja. oksigen maksimum, maka menyebabkan penurunan
Menurut Setyawati (2010), bahwa shift kerja dapat suplai oksigen ke otot sehingga akan terjadi proses
menimbulkan kelelahan kerja karena kurangnya anaerob dalam memecah glikogen otot menjadi
waktu tidur, khususnya pada shift malam. Hal energi dan asam laktat. Asam laktat bersama air
ini didukung oleh Suma’mur (2009), bahwa kemudian menumpuk di otot sehingga menjadikan
kelelahan kerja pada shift malam relatif lebih besar otot bengkak dan akan sulit berkontraksi. Hal
dibandingkan dengan shift lainnya. Penelitian yang tersebut akan menimbulkan gejala rasa lelah.
dilakukan oleh Maharja (2015), bahwa shift kerja Selain itu, berdasarkan penelitian diperoleh bahwa
dan kelelahan kerja memiliki hubungan searah dan sebagian besar responden memiliki asupan kalori
kuat serta terdapat perbedaan tingkat kelelahan kerja kurang. Kurangnya asupan kalori menyebabkan
berdasarkan shift kerja. tubuh kekurangan glukosa. Hal ini menyebabkan
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tubuh memecah glikogen. Pemecahan glikogen
beban kerja fisik dan kelelahan kerja memiliki menghasilkan asam laktat, sehingga jika asupan
hubungan searah dan kuat. Hal tersebut disebabkan kalori berkurang makan asam laktat di tubuh akan
semakin tinggi beban kerja fisik yang diberikan, menumpuk. Menurut Santoso (2004), bahwa
maka semakin tinggi kelelahan kerja yang dialami penumpukan asam laktat tersebut menimbulkan rasa
(Suma’mur, 2009). Pada beban kerja fisik melibatkan lelah akibat otot sulit berkontraksi. Hal ini sejalan
kerja otot atau mempengaruhi fungsi faal tubuh dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha
manusia. Beban kerja fisik yang semakin tinggi (2009), bahwa dari semua tenaga kerja di Instalasi
dapat menurunkan kekuatan dan kecepatan kontraksi Gizi Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Gasum
otot yang menunjukkan kerja otot semakin melemah. Porong, sebagian besar belum terpenuhi kebutuhan
Penurunan kerja otot ini dapat menyebabkan kalorinya sehingga mengalami kelelahan subyektif
kelelahan kerja. Hal ini sesuai dengan penelitian ringan. Selain itu, penelitian ini juga sejalan dengan
yang dilakukan oleh Rahayu (2013), bahwa terdapat penelitian yang dilakukan Sari (2014), bahwa asupan
hubungan yang cukup berarti antara beban kerja fisik kalori memiliki hubungan dengan kelelahan kerja.
dengan kelelahan kerja. Selain itu, penelitian yang Penelitian tersebut didukung oleh Maharja (2015),
dilakukan Hariyati (2011), bahwa terdapat pengaruh bahwa asupan kalori memiliki hubungan searah
beban kerja fisik terhadap terjadinya kelelahan kerja. dan kuat dengan kejadian kelelahan kerja, hasil
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa perawat
100 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 1 Jan-Jun 2015: 93–102

dengan asupan kalori yang berbeda-beda memiliki Akumulasi beban kerja fisik baik dari segi tugas
kelelahan kerja yang berbeda pula. fisik, beban kerja utama, dan beban kerja tambahan
Menurut Suma’mur (2009), bahwa otot bekerja dapat memperparah tingkat kelelahan kerja. Menurut
dengan cara kontraksi (mengerut) dan melemas. Tarwaka (2010), bahwa jika otot berkontraksi
Saat otot berkontraksi, darah yang berada di antara melebih 20% dari kekuatan otot maksimun, maka
serat otot maupun luar pembuluh darah akan terjepit. peredaran darah ke otot terhambat. Terhambatnya
Darah yang terjepit tersebut akan menghambat peredaran darah ke otot mengakibatkan suplai
peredaran darah. Hal ini dapat mengganggu oksigen berkurang, sehingga metabolisme terhambat
pertukaran zat dalam tubuh dan juga menyebabkan dan menyebabkan penimbunan asam laktat yang
oksigen yang terbawa oleh darah menjadi berkurang, menimbulkan rasa nyeri pada otot
sehingga tubuh tidak memiliki cukup oksigen. Menurut Siswanto (1991), bahwa jika
Berkurangnya jumlah oksigen di dalam tubuh, tenaga kerja bekerja dengan pengerahan tenaga
akan menyebabkan produksi asam laktat bertambah maksimum maka dapat memperpendek lamanya
sehingga menimbulkan kelelahan kerja. Menurut waktu kerja. Selain itu menurut Suma’mur (2009),
Nurmianto (1998), bahwa produksi asam laktat bahwa jika bekerja terus-menerus tanpa melakukan
diperoleh ketika tubuh kekurangan oksigen sehingga istirahat dapat memperparah tingkat kelelahan
tubuh memenuhi kebutuhan energi dengan cara kerja. Kondisi ini jika dibiarkan, maka kelelahan
memecah glikogen. kerja akan terakumulasi dan dapat menurunkan
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa derajat kesehatan perawat, sehingga pihak rumah
terdapat perbedaan tingkat kelelahan kerja sakit perlu membuat kebijakan terkait manajemen
berdasarkan beban kerja fisik. Hal ini dibuktikan kelelahan kerja. Menurut Setyawati (2010), bahwa
dengan hasil mean rank. Adanya perbedaan tingkat salah satu upaya untuk mencegah, menanggulangi,
kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik dan mengobati kelelahan kerja adalah melalui
disebabkan perawat memiliki aktivitas kerja yang manajemen kelelahan kerja. Kelelahan kerja
berbeda satu sama lain. Perbedaan kelelahan kerja dapat diatasi melalui tindakan preventif, kuratif,
yang dialami oleh perawat juga disebabkan karena dan rehabilitatif. Manajemen kelelahan kerja
perbedaan beban kerja fisik. Hal ini disebabkan dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek dan
aktivitas perawat pada satu waktu terkadang berbeda, panjang.
misalnya pada satu waktu ada yang melakukan Berdasarkan hasil penelitian adapun saran
konsultasi dokter, menemani dokter visite, yang dapat diberikan terkait dengan manajemen
melakukan injeksi, menyiapkan obat, mengambil kelelahan yaitu diharapkan melakukan pendidikan
darah, memeriksa pasien, edukasi keluarga dan pelatihan mengenai K3 secara berkala kepada
pasien, dan lain-lain. Perbedaan aktivitas kerja ini seluruh pihak yang terkait di RSU Haji Surabaya,
menyebabkan beban kerja fisiknya juga berbeda khususnya perawat di Instalasi Rawat Inap. Selain
karena masing-masing pekerjaan memiliki beban itu, membentuk suatu tim yang mengontrol keadaan
kerja fisik yang berbeda pula (Tarwaka, 2010). dan lingkungan kerja di rumah sakit sehingga beban
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tambahan dari lingkungan kerja baik faktor fisik,
kelelahan kerja tingkat sedang banyak dialami oleh faktor kimiawi, faktor biologis, faktor fisiologis
perawat yang memiliki beban kerja fisik kategori atau ergonomis dapat diatur dan dikelola sehingga
sedang. Menurut Setyawati (2010), bahwa beban tidak menambah beban kerja perawat. Menurut
kerja fisik yang diberikan dapat berpengaruh pada Suma’mur (2009), bahwa beban akibat lingkungan
tingkat kelelahan. Kelelahan kerja sedang lebih kerja merupakan beban tambahan bagi pekerjaan.
banyak dialami oleh perawat dengan beban kerja Selain itu, pihak rumah sakit sebaiknya
fisik kategori sedang disebabkan karena beban kerja melakukan pemeriksaan kesehatan kepada perawat.
fisik berhubungan dengan terjadinya kelelahan kerja Pemeriksaan kesehatan bertujuan untuk mengetahui
(Maharja, 2015). Selain itu menurut Rodahl dkk kelelahan kerja yang dialami perawat melalui
(1989) dalam Tarwaka (2010), bahwa kelelahan kerja pengukuran kelelahan secara objektif. Adapun
juga dipengaruhi oleh tugas fisik yang berkaitan pengukuran kelelahan kerja secara objektif adalah
dengan tata ruang, sarana kerja, kondisi beban kerja, pengukuran konsumsi oksigen, pengukuran denyut
cara angkat-angkut, dan lain-lain mempengaruhi nadi, pengukuran kadar asam laktat, dan pengukuran
kelelahan kerja seseorang. waktu reaksi.
Rizky, Analisis Tingkat Kelelahan Kerja… 101

Terkait dengan asupan kalori, pihak rumah sakit memiliki status gizi normal, dan memiliki asupan
sebaiknya tidak hanya memberikan snacks pada kalori kategori kurang. Sebagian besar responden
hari-hari tertentu saja sebab bisa saja ada perawat memiliki beban kerja fisik kategori sedang dan
yang tidak dinas pada hari tersebut sehingga tidak kelelahan kerja tingkat sedang.
memperoleh snacks, sebaiknya juga pemberian Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
snacks dilakukan setelah perawat bekerja selama hubungan searah dan kuat antara beban kerja fisik dan
2 jam sebab pada saat tersebut persediaan kalori kelelahan kerja yang menandakan bahwa semakin
sudah habis (Suma’mur, 2009). Adapun snacks yang tinggi beban kerja fisik, maka semakin tinggi pula
dapat diberikan menurut Suma’mur (2009), adalah tingkat kelelahan kerja yang akan dialami. Hasil
teh manis, bubur kacang hijau, pisang, buah-buahan penelitian juga menunjukkan ada perbedaan tingkat
segar, minuman dingin, dan lain-lain. kelelahan kerja berdasarkan beban kerja fisik.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian Manajemen kelelahan kerja adalah salah satu
besar perawat mengalami kelelahan kerja kategori upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan
sedang sehingga perawat melakukan rekreasi menghambat peningkatan kelelahan kerja, baik
secara rutin yang di koordinasi oleh pihak Instalasi berjangka waktu pendek maupun berjangka waktu
Rawat. Menurut Suma’mur (2009), bahwa rekreasi panjang. Saran yang dapat diberikan kepada RSU
merupakan salah satu cara untuk mengurangi Haji Surabaya dan perawat di Instalasi Rawat Inap
kelelahan kerja. Selain mengadakan rekreasi, antara lain melakukan pengukuran kelelahan kerja
pihak rumah sakti sebaiknya melakukan kegiatan secara objektif, pemberian snacks, mengadakan
yang bersifat sosial yang bisa menjadi sarana rekreasi, pengaturan ulang shift kerja sesuai dengan
berkumpulnya perawat Instalasi Rawat Inap. Hal aturan dan syarat-syarat ketentuan shift kerja.
ini bisa memberikan penyegaran bagi perawat dan
lebih mempererat hubungan antar perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Terkait dengan shift kerja, sebaiknya pihak
rumah sakit lebih memperhatikan rotasi shift Dewi, H.P.A./Beberapa Faktor yang Berhubungan
kerja. Menurut Siswanto (1991), bahwa shift kerja dengan Kelelahan Kerja pada Perawat Rumah
sebaiknya dilakukan dengan waktu kerja sependek Sakit Adi Husada Undaan Wetan Kota Surabaya.
mungkin, misalnya 2–3 hari sekali. Hal ini sudah http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-
sesuai dengan sistem shift kerja di Instalasi Rawat s1-2010-dewihening-11518-fkm171-b.pdf (sitasi
Inap RSu Haji Surabaya yaitu melakukan shift 9 Maret 2013)
kerja dengan rotasi 2–3 hari, namun berdasarkan Dianasari, E./Perbedaan Keluhan Kelelehan pada
daftar dinas masih ada beberapa perawat yang tidak Perawat Berdasarkan Unit Kerja di RSU Kaliwates
mendapatkan libur akhir pekan dalam sebulan. Jember (Studi Pada Unit Rawat Jalan, Unit Rawat
Menurut Suma’mur (2009) dan Setyawati (2010), Inap, dan Unit Gawat Darurat).http://adln.lib.
bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2014-
pada saat pengaturan shift kerja, salah satunya dianasarie-37114-7.-abstr-k.pdf (sitasi 9 Maret
adalah tersedianya waktu libur akhir pekan minimal 2015)
2 kali dalam sebulan agar perawat memiliki waktu Doheny, M.O., C.B. Cook, dan M.C. Stopper. 1997.
berkumpul bersama keluarga dan kehidupan sosial. The Discipline of Nursing: An Introduciton. 4th
Hal ini berhubungan dengan kondisi psikologis edition. Stamford, Conn: Appleton & Lange.
perawat. Adanya waktu bercengkerama dengan Hariyati, M. Pengaruh Beban Kerja terhadap
keluarga diharapkan mampu mengembalikan Kelelahan Kerja pada Pekerja Linting Manual di
semangat dan kemauan serta motivasi kerja perawat. PT. Djitoe Indoensia Tobacco Surakarta.http://
Menurut Setyawati (2010), bahwa kelelahan kerja www.eprints.uns.ac.id/id/eprint/8474 (sitasi 24
dapat menurunkan prestasi dan motivasi kerja. Februari 2015)
Maharja, R. 2015. Hubungan Beban Kerja Fisik,
Shift Kerja, dan Asupan Kalori dengan Kelelahan
SIMPULAN
Kerja. Skripsi. Surabaya; Universitas Airlangga.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh Nawawinetu, E.D. 2012. Thermal Stress. Surabaya:
kesimpulan bahwa sebagian besar responden Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
berumur 30–49 tahun, berjenis kelamin perempuan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
masa kerja lebih dari 5 tahun, sudah menikah, Airlangga.
102 The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, Vol. 4, No. 1 Jan-Jun 2015: 93–102

Nugraha, A./Kelelahan Pada Pekerja di Instalasi Gizi Sari, A.R./Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
Rumah Sakit (Studi pada Pekerja Instalasi Gizi dan Asupan Kalori dengan Kelelahan Kerja pada
RS. Pusdik Gasum Porong). http://adln.lib.unair. Tenaga Kerja Wanita di PT Meermaid Textile
ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2010-nugrahand- (Mertex) Mojokerto.http://adln.lib.unair.ac.id/
10987 (sitasi 9 Maret 2015) go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2014-sariastinr-33589
Nurhayati, V.T./Hubungan Antara Karakteristik (sitasi 9 Maret 2015)
Individu dengan Tingkat Kelelahan Kerja Setyawati, L. 2010. Selintas tentang Kelelahan Kerja.
Subjektif pada Perawat (Studi di Instalasi Rawat Yogyakarta: Amara Books.
Inap Rumah Sakit Umum Unit Swadana Daerah Siswanto, A. 1991. Ergonomi. Surabaya: Balai
Dr. R. Sosodoro Djatikoesoemo Kab. Bojonegoro. Hiperkes dan Keselamatan Kerja Jawa Timur
http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl- Departemen Tenaga.
s1-2006-nurhayativ-2457 (sitasi 9 Maret 2015) Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Nurmianto, E. 1998. Ergonomi: Konsep Dasar dan Kerja (Hiperkes).Jakarta: CV Sagung Seto.
Aplikasinya. Jakarta: Guna Widya. Tarwaka. 2010. Ergonomi Industri: Dasar-dasar
Perwitasari, D. dan A.R. Tualeka, 2014. Faktor yang Pengetahuan Ergonomi dan Aplikasi di Tempat
Berhubungan dengan Kelelahan Kerja Subjektif Kerja. Harapan Press. Solo.
Pada Perawat di RSUD DR. Mohommad Utami, A.R.D. Hubungan Antara Beban Kerja dan
Soewandhi Surabaya. The Indonesian Journal of Intensitas Kebisingan dengan Kelelahan pada
Safety, Health And Environment, 1(1): 15–23. Tenaga
Potter, P.A. dan A.G. Perry. Fundamental of Kerja Pemeliharaan Jalan Cisalak Kota Serayu
Nursing.7th Edition. (diterjemahkan oleh Adrina I n d a h C i l a c a p . h t t p : / / w w w. l i b . u n n e s .
Ferderika Nggie). Singapore. ac.id/18232/1/6450406011.pdf (sitasi 4 Maret
Rahmawati, M./Beberapa Faktor yang Berhubungan 2015)
Dengan Keluhan Subjektif Pada Perawat di Wati, M. dan W. Haryono/Hubungan Antara Beban
RSUD Dr. Harjono Kabupaten Ponorogo. http:// Kerja Dengan Kelelahan Kerja Karyawan Laundry
adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1- di Kelurahan Warungboto Kecamatan Umbulharjo
2006-rahmawatim-2607 (sitasi 9 Maret 2015). Kota Yogyakarta.http://download.portalgaruda.
Ramayanti, R. 2015. Hubungan Status Gizi dan org/article.php?article=123547&val=5543 (sitasi
Beban Kerja terhadap Kelelahan Kerja (Studi 4 Maret 2015)
Pada Tenaga Kerja PT. Hikmah Sejahtera Bagian Zuliana, N./Hubungan Karakteristik Individu dan
Catering Hikmah Food Surabaya. Skripsi. Faktor Pekerjaan terhadap Tingkat Perasaan
Surabaya; Universitas Airlangga. Kelelahan Kerja Perwat Rawat Inap RSUD
Santoso, G. 2014. Ergonomi: Manusia, Peralatan, Dr. Iskak Tulungagung.http//adln.lib.ac.id/
dan Lingkungan. Jakarta: Prestasi Pustaka go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2013-zuliananim-
Publisher. 26993 (sitasi 9 Maret 2015)

View publication stats

You might also like