Professional Documents
Culture Documents
Ibrahim Ayat 24
Dosen Pembimbing:
Oleh:
القرآن هو كتاب مقدس حيتوي على إرشادات احلياة جلميع البشر .أصبح حضور القرآن أحد عوامل ظهور علم البالغة .مجال لغة القرآن
أذهل اللغويني يف ذلك الوقت .و القرآن يعرف به دقة ومجال ال مثيل له يف اللغة العربية .بدأ علماء اللغة العربية الذين كانوا يفتخرون جبمال اآليات
يندهشون من مجال لغة القرآن .من هنا بدأت تطوير علم البالغة .يف التطور التايل ،كلما اتسع انتشار االختالط بني العرب وغري العرب ،اتضح أنه
يتطلب معرفة لغوية تعمل على قياس دقة اللغة العربية ومجاهلا .ال يستطيع غري العرب معرفة مجال اللغة العربية دون تعلم قواعد اللغة الصحيحة املطبقة
يف األمة العربية.
للفة القرآن طبيعة خاصة مميزة بلغات أخرى .ألن لغة القرآن ليس فقط يشري إىل العامل التجرييب وحده ،ة لكنه أيضا يتجاوز الفضاء و
الوقت .و هكذا لفهم آيات القرآن ال ميكن أن يستند على املبادئ اللعوية وحدها .لذلك ،من الواقعي تطوير لغة االستعارات و التشبيهات.لذلك،
ميكن أن توفر لغة االستعارات و التشبيهات مالئمة لقدرات بشرية .اللغة اجملازية منتشر بني النقاد األدبية و املفكرين باملصطلحات جماز أو تشبيه أو
كناية .أسلوب اللغة املعروفة بالفعل بني ال ُكتاب العرب و غالبا ما يتم استغالهلا يف األعمال األدبية اليت متا انشاؤها لتبديد القلق و تعب احلياة حبثا عن
السعادة و السرور على الرغم من أنه حيدث يف عامل اخليال.
ويف ه ذه الورق ة س نناقش ش رح التس يبية يف علم البالغ ة وعالقته ا جبم ال لغ ة التس يبية يف الق رآن س ورة إب راهيم اآلي ة الرابع ة والعش رين
باستخدام الطريقة اليحث اللغوي و االستقرائي .و هلذا حبثت الباحثة عن:
.1بيان التشبيه و أركانه
.2أقسام التشبيه و أمثلتها
.3فوائد التشبيه
.4مجال التشبيه يف سورة إبراهيم اآلية الرابعة و العشرين
BAB II
Isi
1. Pembahasan Tentang Tasybih
A. Pengertian tasybih
َ َ أ َْمَريْ ِن يِف ْ َم ْعىَن بِاٰلٍَة أَت# تَ ْشبِْي ُهنَا َداَل لَةٌ َعلَى ا ْشرِت َك
اك
2
Artinya : “Tasybih adalah lafazh yang menunjukan kepada berserikatnya dua perkara (yaitu musyabbah dan musyabbah-
bih) pada suatu makna (wajah syabah) dengan alat yang datang kepadamu.”
Dan menurut para ulama bayan tasybih adalah keterkaitan makna antara satu perkara dengan perkara yang lain
dengan menggunakan adat tasybih (kata sambung antara kedua perkara). Atau dapat di simpulkan bahwa tasybih adalah
dalil bahwa suatu perkara berkaitan dengan yang perkara yang lainnya pada satu sifat atau lebih oleh adat tasybih.3
B. Rukun tasybih
Tasybih mempunyai empat rukun, yaitu :
1. Musyabbah adalah Sesuatu yang diserupakan.
2. Musyabbah bih adalah sesuatu yang diserupakan dengannya.
3. Wajh syabah adalah sifat kesamaan yang ada pada kedua unsur tersebut (musyabbah dam musyabbah bih).
Dan dibagi menjadi tiga macam :
mufrad (yang satu),
murakkab (yang tersusun), dan
muta’adi (yang banyak).
4. Adat tasybih adalah kata sambung yang menunjukan tasybih.
Macam-macam adat tasybih :
Isim, contoh : مماثل، مثل، شبهDan lafadz semakna lainnya.
Fi’il, contoh : يضارع ، حياكيم، مياثل،يشبه
Huruf, contoh : كأن ،الكاف
Contoh : زي د كاألس د يف ش جاعة. Dalam kalimat tersebut dapat kita ketahui bahwa kata زيدmerupakan
musyabbah atau sesuatu yang di serupakan. Dan huruf ‘Kaf’ merupakan adat tasybih. Sedangkan kata األسدmerupakan
mudyabbah bih. Wajh syabah dalam kalimat tersebut yaitu شجاعة يف.
C. Macam-macam tasybih
A. Ditinjau dari kedua ujungnya tasybih dibagi menjadi ;
Hissi dan aqli
1. Hissi yaitu apabila musyabbah dan musyabbah bih dapat diketahui oleh salah satu dari panca indra, 4
contoh : اجلمال فاطمة كالوردة يف
2. Aqli yaitu apabila musyabbah dan musyabbah bih dpat diketahui oleh akal, contoh : اجلهل كاملوت
3. Musyabbah hissi dan musyabbah bih aqli, contoh : كاملوت طببيب السوء
4. Musyabbah aqli dan musyabbah bih hissi, contoh : العلم كانور
Mufrad dan murakkab
1
Lihat di Munjid, (Beirut : Dar el-Machreq s.a.r.l, 2014) Hal. 372.
Dalam kitab Tashil Al-Balaghah disebutkan bahwa Tasybih atau At-tamtsil yang berarti perumpamaan ataupenyerupaan.
2
H. Moch. Anwar, Ilmu Balaghah : Terjemahan kitab Jauharul Maknun, (Bandung : PT. AlMa’arif, 1982) Hal. 150.
3
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir Al Balaghah, (Beirut : Maktabah Al Ashriyah, 1999) Hal. 219.
4
Hissi yang tidak dapat dirasakan oleh panca indra yang lima: mata, telinga, lidah, hidung, kulit tapi dapat di ketahui
keberadaanya disebit tasybih khoyali
1. Mufrad mutlak5, contoh : خده كالورد
2. Muqoyad6, contoh : الساعي بغري طائل كالراقم على املاء
3. Musyabbah mutlak dan musyabbah bih muqoyad, contoh : املنظرم تغره كالؤلؤ
4. Musyabbah muqoyad dan musyabbah bih mutlak, contoh : الؤلؤ املنظوم كالعر
Keduanya murokkab, contoh : صفوف صالة قام فيها أملمها# كأن سهيال النجوم وراءه
7
5.
6. Musyabbah mufrod dan musyabbah bih murokkab, contoh :
أعالم يقوت نشرن على رماح من زبرجد# كأن حممر الشقيق إذا تصوب أو تصعد8
7. Musyabbah murokkab dan musyabbah bih mufrod, contoh :
تريا وجوخ األرض كيف تصور# يا صاحيب تفصيا نظريكما
زهر الربا فكأمنا هو مقمر# تريا هنارا مشمسا قد مثابه9
Ta’addud10
1. Malfuf yaitu kedua ujungnya ta’addud dengan menyebutkan musyabbah dulu kemudian
musyabbah bih, contoh:
كقول امرئ القيس يسف عقابا بكثرة اصتياد.
الطيور كأن قلوب الطري رطبا يابسا لدى و كرها العناب و احلشف البايل11
2. Mafruq yaitu kedua ujungnya terbilang dengan menyebut musyabbah dan musyabbah bih secara
bersamaan, contoh :
اخلد ورد و الصدغ غالية و الريق مخر و الثغر كالدرر12
3. Taswiyah yaitu musyabbah saja yang terbilang, contoh :
و تغره يف صفاء و ادمعي كالأليل# صدع احلبيب و حايل كالمها كالليايل
Musyabbah terbilang yaitu : صدع احلبيب- حال الشاعر
Musyabbah bih : تغرحبيبه – ادمعي – الليايل و الأليل
4. Jama’ ialah apabila musyabbah bih terbilang.
Dalam bait Al-Buhturi menyifati orang yang dipujinya, bahwa ia sangat dekat dengan orang-orang
yang dibutuhkannya, namun ia sangat tinggi kedudukannya, jauh dengan orang-orang yang setaraf
dengannya. Akan tetapi, ketika Al-Buhturi merasa bahwa harus menyifati orang yang dipujinya itu dengan
dua sifat yang berlawanan, yakni dekat dan jauh, maka ia hendak menunjukan bahwa hal itu dapat terjadi
dan tiada kesulitan dalam masalah itu. Untuk itu, ia menyerupakan orang yang dipujinya itu dengan bulan
yang letaknya jauh di langit, tatapi cahayanya sangat dekat kepada orang-orang yang menempuh perjalanan
di waktu malam. Hal ini adalah salah satu tujuan tasybih, yakni menunjukkan kemungkinan suatu hal dapat
terjadi pada musyabah.
2. Menjelaskan keadaan musyabah, yakni jika musyabah tidak dikenal sifatnya sebelum dijelaskan sebelum
tasybih yang menjelaskannya. Dengan demikian, tasybih itu memberikan pengertian yang sama dengan kata
sifat.
اذا طلعت مل يبد منهن كوكب# كأنك مشس وامللوك كواكب
15
Maksudnya menyamakan pedang yang putih dengan kilat, dan kepulan pasir yang ditimbulkan oleh kuda-kuda yang berlari
cepat dengan mega mendung.Wajah syabah pada tasybih pertama adalah berkilau-kilauan.Sedang wajah syabah pada tasybih kedua
adalah gelap.
16
Pada contoh pertama terdapat dua kata yang menjadi wajah syabahnya (ً )قَسْوةdan ( ً)صاَل بَة.
َ Dan pada contih yang ke dua
terdapat tiga uslub tasybih. Pada ketiga ungkapan tasybih tersebut wajah syabahnya disebut.
17
Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, Jawahir Al Balaghah, (Beirut : Maktabah Al Ashriyah, 1999) Hal. 237.
18
Tasybih ini didatangkan untuk menunjukan bahwa hukum (makna) yang di sandarkan mussyabbah mungkin adanya.
Seakan-akan engkau adalah matahari, sedangkan raja-raja lain adalah bintang-bintangnya. Bila
matahari telah terbit, maka tiada satu bintang pun tampak
An-Nabighah berkata merupakan orang yang dipujinya dengan matahari dan menyerupakan Raja-
raja lainnya dengan bintang-bintang karena pengaruh raja yang dipujinya itu mengalahkan semua raja
lainnya, seperti matahari menyembunyikan bintang-bintang. Jadi, ia ingin menjelaskan kondisi raja yang
dipuji dan raja-raja lainnya. Dengan demikian, penjelasan suatu keadaan juga merupakan salah satu maksud
dan tujuan tasybih.
3. Menjelaskan kadar keadaan musyabah, yakni bila musyabah sudah diketahui keadaan secara global, lalu
tasybih didatangkan untuk menjelaskan rincian keadan itu.
حتت الدجى نارالفريق حلوال# ما قوبلت عيناه إال ظنتا
Kedua mata singa itu bila dalam kegelapan tidak dapat ditangkap mata kita kecuali disangka
sebagai api sekelompok orang yang mendiami daerah itu.
Syair al-Mutanabi menjelaskan sifat mata singa dalam kegelapan, ia tampak merah menyala
sehingga orang yang melihatnya dari kejauhan akan menyangkanya sebagai api yang dinyalakan oleh
sekelompok orang yang tengah bermukim. Seandainya Al-Mutanabbi tidak membuat tasybih, maka ia
cukup berkata, “Sesungguhnya kedua mata singa itu merah.” Namun, karena ia merasa perlu untuk
menghadirkan isi hatinya itu dalam bentuk tasybih, maka ia menjelaskan kadar kebesaran warna merah
mata singa tersebut. Jadi menjelaskan gambar sesuatu adalah salah satu maksud dan tujuan tasybih.
4. Menegaskan kedaan musyabah, yakni bila sesuatu yang disandarkan kepada musyabah itu membutuhkan
penegasan dan penjelasan dengan contoh.
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: ًَمثَاًل َكلِ َمةً طَيِّبَة (“Perumpamaan kalimat
yang baik”) ia mengatakan: “Yaitu kalimat laa ilaaHa illallaaH.” “( َك َش َجَر ٍة طَيِّبَ ٍةseperti pohon yang baik”) yaitu orang
mukmin; تٌ َِصلُ َها ثَاب
ْ “(أakarnya teguh”) ia mengatakan: “Tidak ada ilah yang haq selain Allah.”dalam hati orang mukmin:
ِ ٱلسم
ٓاء “( و َفرعُ َها ىِفDan cabangnya [menjulang] ke langit.”) ia mengatakan: “Dengan kalimat thayyibah itu, amal perbuatan
َ َّ ْ َ
orang mukmin diangkat ke langit.”
Adh-Dhahhak, Sa’id bin Jubair, `Ikrimah, Mujahid dan mufassir lainnya juga mengatakan, bahwa hal itu adalah
perumpamaan amal perbuatan, perkataan yang baik dan amal shalih orang mukmin dan bahwa orang mukmin itu
bagaikan pohon kurma; Amal baik orang mukmin itu senantiasa diangkat baginya pada setiap saat, pada setiap
kesempatan, pada waktu pagi maupun petang.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu `Umar, ia berkata:
کالرجل املسلم ال يتحات ورقها صيفا وال شتاء ووتی أكلها كل حني بإذن رهبا-أو- أخربوين عن شجرة تشبه
“Kami sedang berada di samping Rasulullah saw, lalu beliau bersabda: “Sebutkanlah sebuah pohon yang serupa atau
seperti orang muslim yang daunnya tidak berjatuhan pada musim panas dan musim dingin dan menghasilkan buah setiap
saat dengan izin Rabbnya.”
Maksud dan tujuan dalam syair ini adalah untuk memperindah sesuatu. Tujuan tasybih yang demikian sering ditampakkan
19
dalam bentuk pujian, ratapan, keagungan, dan untuk mengundang rasa belas kasihan.
20
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh , Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir (Kairo: Muassah Daar Al-Hilaal, 1994), hal.
538
Ibnu `Umar berkata: “Terdetik dalam hatiku bahwa pohon itu adalah pohon kurma, tetapi aku lihat Abu Bakar
dan `Umar tidak berbicara, maka aku pun enggan berbicara. Karena tidak ada seorang pun yang menjawab, maka
Rasulullah saw. Bersabda : (“)هي النخلةPohon itu adalah pohon kurma.”
Setelah kami semua berdiri, aku berkata kepada `Umar: “Wahai ayah, demi Allah, sesungguhnya telah terdetik
dalam hatiku pohon yang dimaksud adalah pohon kurma.” `Umar bertanya: “Mengapa kamu tidak mengatakannya?” Aku
menjawab: “Aku lihat kalian tidak ada yang berbicara, maka aku pun enggan berbicara atau mengatakan sesuatu.” `Umar
berkata: “Sungguh, bila engkau mengatakannya, pasti aku lebih senang daripada begini dan begitu.”
B. Tafsir Jalalain : 21
(اللَّهُ مثال
بَ ضَر َ )أَمَلْ َتَر َكْيApakah kamu tidak mengetahui. واملَثَ ُل: pepatah atau ungkapan untuk membandingkan
َ ف
sesuatu dengan sesuatu (Tasybih). { ً} َكلِ َمةً طَيِّبَةperkataan Lâ Ilâh Illâ Allâh. { جَر ٍة طَيِّبَ ٍة
َ } َك َشadalah pohon kurma maksud
seperti pohon yang baik buahnya22
D. Awdhohu At-Tafasir : 23
E. Tafsir as-Sa'di : 24
Makna kata : ( ًطَيِّبَ ة ً)ٗ َكلِ َم ة kalimatan thayyibah : “perkataan yang baik” yaitu kalimat laa ilaaha illallaah
muhammadur rasulullaah shallahu ‘alaihi wa sallam. {طَيِّبَ ٍة } َك َش َجر ٍةkasyajaratin thayyibah : “bagaikan pohon yang baik”
yaitu kurma.
Makna ayat : Ayat-ayat ini menjelaskan tentang penetapan tauhid, kebangkitan di hari akhir nanti, dan
pembalasan. Firman-Nya : (“ ) أَمَل مۡ َت َرApakah engkau tidak melihat” wahai Rasul, apakah engkau tidak mengetahui (ف
َ يfَۡك
ب ٱللَّهُ َمثَال َكلِ َم ة طَيِّبَة
َ )ض َر
َ “bagaimana Allah membuat perumpamaan perkataan yang baik” yaitu perkataan iman yang
Jalaluddin As – Suyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al- Mahally , Tafsir jalalain (Damaskus: Daar Ibn
21
{ ً} َكلِ َم ة طَيِّبَ ة "Kalimat yang baik," seperti buah. Kata buah di sini dihilangkan karena kalimat itu telah
menunjukkan makna tersebut.
Ibnu Abbas berkata, "Kalimat yang baik adalah laa ilaaha illallaah, dan pohon yang baik adalah orang yang
beriman." Mujahid dan Ibnu Juraij berkata, "Kalimat yang baik adalah keimanan." 26
Athiyyah Al Aufa dan Ar-Rabi' bin Anas berkata, "Kalimat yang baik adaláh orang beriman itu sendiri." 27
Demikian juga pendapat yang dikatakan oleh Mujahid.
Ikrimah berkata, "Pohon itu adalah kurma." 28Bisa jadi makna asal kalimat itu adalah sesuatu yang terdapat di dalam hati
orang mukmin, yaitu keimanan. Diumpamakan dengan tumbuhnya pohon kurma dan diumpakan tingginya amalnya di
langit dengan tingginya pelepah pohon kurma, sedangkan pahala dari Allah diumpamakan seperti buah.
Diriwayatkan dari Anas RA, dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda,
اإلميان عروقها والصالة أصلها والزكاة فروعها والصيام أغصاهنا والتاذي يف اهلل نباهتا وحسن اخللق ورقها والكف، إن مثل اإلميان كمثل شجرة ثابتة
. عن حمارم اهلل مثرثها
"Sesungguhnya perumpamaan iman itu seperti pohon yang kuat, imannya adalah akarnya, shalat adalah pangkalnya,
zakat adalah cabangnya, dan puasa adalah rantingnya, menaati Allah adalah tumbuhnya, akhlak yang baik ada
daunnya, menahan diri dari larangan Allah adalah buahnya."
Bisa juga maknanya adalah akar pohon kurma menancap kuat di dalam tanah atau akarnya menyerap air dari tanah dan
dari atasnya langit menyiraminya dengan air, maka itulah zakat yang berkembang.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas bin Malik, dia berkata: Suatu ketika Rasulullah SAW datang membawa
piring yang berisi kurma, lalu beliau bersabda,
) تؤيت أكلها كل حني بإذن رهبا24 ( مثال كلمة طيبة كشجرة طيبة أصلها ثابت وفرعها يف السماء
“Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon
itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya." Setelah itu beliau bersabda, "Itulah pohon
kurma."
ومثل كلمة خبيثة كشجرة خبيثة آجتثت من فوق األرض ما هلا من قرار
"Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari
permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun. " Setelah itu beliau bersabda, "Itulah al hanzhal (sejenis labu
yang pahit rasanya)."29
Sabda Nabi SAW ini diriwayatkan dari Anas dan dia berkata, "Ini adalah hadits yang paling shahih. "
Ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah membaca,
25
Atsar ini disebutkan dalam Jami’ Al Bayan (13/135-136) dan Ad-Durru Al Mantsur
26
Ibid
27
Ibid
28
Ibid
29
HR. At-Tirmidzi dalam pembahasan tentang tafsir (5/295, No. 3119).
ب اللَّهُ َمثَالً َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َجَرة ٍطَيِّبَة أَ ۡل
صُ َها ثَابِت َ ضَر
َ 'Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh',
lalu beliau bersabda, Tahukan kalian apakah itu?’ Kemudian terlintas dalam hatiku bahwa pohon itu adalah pohon
kurma."
As-Suhaili berkata, "Tidak shahih apa yang diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, bahwa pohon itu adalah
kelapa, karena dinyatakan dalam hadits shahih dari Nabi SAW yang diriwyatkan dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya ada di
antara pohon, satu pohon yang tidak jatuh daunnya, dan itulah perumpamaan seorang mukmin. Beritahukan kepadaku
pohon apakah itu?" Beliau kemudian bersabda, "Itulah pohon kurma." 30
Diriwayatkan oleh Malik dalam Al Muwaththaʻdari Ibnu Al Qasim dan lainnya kecuali Yahya, maka dia
menggugurkannya sebagai perawinya.
Dan juga diriwayatkan oleh perawi hadits shahih dan dia menambahkan di dalamnya Al Harits bin Usamah
dengan suatu tambahan yang bisa menyebabkannya keluar dari periwayatannya, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Itulah
pohon kurma, yang mana jari-jari daunnya tidak gugur darinya. Demikian juga dengan orang mukmin, tidak gugur
doanya. "Lalu perawi menjelaskan makna hadits dan perumpamaan itu.
Menurut saya (Al Qurthubi), Al Ghaznawi menyebutkan dari Nabi SAW, "Perumpamaan seorang mukmin itu
seperti pohon kurma, jika kamu menemaninya dia bermanfaat bagimu, jika kamu duduk dengannya dia bermanfaat
bagimu, dan jika kamu bermusyawarah dengannya dia bermanfaat bagimu seperti pohon kurma, dan segala sesuatu
darinya dapat dimanfaatkan. 31
Beliau juga bersabda, "Makanlah buah dari pohon kurma!" maksudnya adalah, pohon kurma yang diciptakan
dari sisa tanah yang digunakan untuk menciptakan Adam AS. Demikian juga pohon kurma tetap bertahan dengan bagian
atasnya dan hidup dengan bagian dalamnya sedangkan buahnya terbentuk dari perpaduan sel betina dan jantan.
Ada yang berpendapat, pohon diumpamakan seperti manusia, karena setiap pohon apabila dipotong bagian
atasnya, maka dahan-dahan akan bermunculan dari segala sisinya. Sedangkan pohon kurma apabila dipotong bagian
atasnya, maka ia akan mengering dan hilang sama sekali, karena ia menyerupai manusia dan semua jenis hewan dalam
proses pembuahan. Selain itu, ia tidak berbuah hingga terjadi perkawinan silang. Nabi SAW bersabda, "Sebaik-baiknya
harta adalah putik yang dibuahi dan yang banyak keturunannya." Tentang perkawinan silang, penjelasannya akan
diuraikan dalam tafsir surah Al Hijr.
Selain itu, pohon kurma juga dibuat dari sisa tanah untuk membuat Adam AS. Ada yang mengatakan, bahwa
Allah SWT ketika membentuk Adam AS dari tanah liat, masih tersisa satu potong dari tanah itu, lalu Allah
membentuknya dengan tangan-Nya menjadi pohon kurma dan menanamnya di surga Adn. Karena itu, Nabi SAW
bersabda, "Hormatilah bibi kalian!" Para sahabat bertanya, "Siapa bibi kami, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Pohon kurma."
“ت ؤيت أكله ا ك ل حنيPohon itu memberikan buahnya pada setiap musim." Menurut Ar-Rabi', makna ك ل حني
adalah, di waktu pagi dan petang. Demikian juga amal orang mukmin naik di waktu pagi dan di waktu petang. Ibnu
Abbas berkata, "Maksud pohon itu adalah pohon kelapa, yang tidak pernah berhenti berbuah dan selalu menghasilkan
buah setiap bulan. "Allah telah mengumpamakan amal orang mukmin setiap waktu dengan pohon kurma yang selalu
memberikan buahnya di berbagai waktu.
Adh-Dhahhak berkata, "Setiap waktu malam dan siang, musim hujan dan musim panas dan bisa dimakan setiap
waktu. Demikian juga dengan orang mukmin tidak lepas dari kebaikan di semua waktunya." An-Nuhas berkata, "Semua
pendapat ini hampir berdekatan dan tidak bertentangan, karena waktu menurut ahli bahasa kecuali yang menyimpang
adalah waktu, baik sedikit maupun banyak.
Semua ini menjelaskan bahwa al hiin dalam ayat di atas artinya waktu. Selain itu, iman tetap kokoh dalam hati
orang mukmin, dan perkataan serta amal dan tasbihnya naik tinggi ke langit setinggi pelepah kurma. Demikian juga
dengan segala amal perbuatan yang akan mendapat keberkahan iman dan ganjaran pahalanya sebagaimana halnya pohon
HR. Al- Bukhori dalam pembahasan tentang ilmu (1/21) dan dalam pembahasan tentang tafsir dan adab, Muslim dalam
30
pembahasan tentang sifat orang – orang munafik (4/2164, 2165), At- Tirmidzi dalam pembahasan tentang adab, Ahmad dalam Al
Musnad (2/61), dan aku tidak menemulannya dalam Al Muwatha Hadits itu juga disebutkan dalam Kanz Al Ummal (12/338, No..
35299).
31
HR. Al Baihaqi dalam Syu’ab Al Imam dengan redaksi yang hampir sama dengan redaksi yang disebutkan dalam Kanz Al
Ummal (1/366, No.. 10610), dan redaksinya adalah “perumpamaan seorang mukmin seperti pohon kurma, jika kamu bermusyawarah
bagimu, dan jika kamu mengikutinya dia bermanfaat bagimu”
Hadits ini juga disebutkan oleh Asy-Suyuthi dalam Al jami Al Kabir dari Ar-Ramharmuzi dalam Al Amtsal dari Ibnu Umar,
di dalamnya terdapat Laits bin Abu Sulaim, yang divonis mudallas. Lih, Al Jami’ Al Kabir wa Hamisyihi (3/3140).
kurma yang mengeluarkan buahnya pada setiap waktu, tahun dan kapan saja, seperti buah kurma yang dihasilkan dan
memiliki berbagai macam dan bentuk juga rasa, yang dikenal dengan sebutan Ruthab, Bisir, Balah, Zahwu, Tamar dan
Thala'.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Di antara pohon ada satu pohon yang terdapat di surga yang senantiasa berbuah
sepanjang waktu."32
مثالadalah maf 'ul karena ض ربsedangkan كلمةbadal. Huruf kaf dalam firman-Nya, كش جرةberada dalam posisi nashab
karena hal dari كلمة. Perkiraan maknanya adalah, kalimat yang baik menyerupai pohon yang baik.
Disebut Tasybih Gharib karena wajhu syabh pada lafadz : َّ صُ َها ثَابِت َو َف ْرعُ َها ىِف
ٱلس َمٓاء أَ ۡل
“Akarnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit”
Membutuhkan pemikiran karena wajh syabh-nya memang samar ( tidak tampak jelas ). Maka menurut kami dibutuhkan
penafsiran terhadap lafadz ini.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir :
Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas makna dari صُ َها ثَ ابِت
أَ ۡل ia mengatakan: “Tidak ada ilah
yang haq selain Allah.”dalam hati orang mukmin. َّ َو َفْرعُ َه ا ىِفia mengatakan: “Dengan kalimat thayyibah itu, amal
ٱلس َمٓاء
perbuatan orang mukmin diangkat ke langit.”
32
Disebutkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al Bayan (13/137) dan ibnu Athiyyah dalam Al Muharrar Al Wajiz (8/235).
33
Mursal yaitu tasybih yang di sebutkan adat tasybihnya
34
Tidak dapat dirasakan oleh panca indra
35
Hissi adalah yang dapat dirasakan oleh panca indra yang lima: mata, telinga, lidah, hidung, kulit
BAB III
Kesimpulan
Ilmu balaghah terbagi menjadi 3 cabang ilmu yaitu ilmu bayan, ilmu badi‟, dan ilmu ma‟ani. Ilmu bayan merupakan
ilmu yang membahas stalistika atau gaya bahasa Arab. Dan kajian dalam ilmu bayan sendiri ada mencakup 3 hal, yaitu
tasybih, majas, dan kinayah.
Tasybih juga merupakan salah satu cabang dari pembahasan ilmu ini yang didalamnya terdapat penjelasan dan
perumpamaan.
Tasybih terdiri dari beberapa unsur yang membentuknya yaitu musyabbah, musyabbah bih, adat, dan wajh syabah.
Ditinjau dari kedua ujungnya tasybih, ditinjau dari wajhu syabah, ditinjau dari adat tasybih.
Berdasarkan kedua ujungnya tasybih, dibagi menjadi: Hissi dan Aqli,Mufrod dan Murokkab, Ta’ddud
Berdasarkan wajhu syabah, dibagi menjadi:Tamsili,Ghairu Thamsili,Mufassol,Mujmal,Gharib, Qorib
Berdasarkan adat tasybih menjadi: Muakkad, Mursal, Baligh .
Adapun faedah dari tasybih itu sangat banyak sekali. Dengan tasybih, kita dapat menambah ketinggian makna dan
kejelasannya serta dapat membuat makna tampak lebih indah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-hasyimi, Sayyid Ahmad. Jawahir Al-Balaghah fi Al-Ma’ani Wa Al-Bayan Wa Al-Badi’, Beirut: Maktabah Al-
Ashriyah, 1999.
Anwar, H. Moch. Ilmu Balaghah: Terjemahan kitab Jauharul Maknun Imam Al-Akhdhori, Bandung: PT. Al-Ma’arif
1982, Cetakan Ke-1.
Muhammad, Jalaluddin Bin Muhammad Bin Abdul Rahman Bin Umar Bin Ahmad Bin. Al Idhoh Fi ulumi Al-Balaghah,
Beirut: Dar Al-Kutub Al-ilmi, 2002.
Al-Hasyiri, Abi Abdullah Faishol Abduh Qoir. Tashil Al-Balaghah, Alexandria: Dar Al-Iman, 2006.
Al-Balaghah, Kuwait: Wuzaroh Al-Awqof Wa Asy-syu’un Al-Islamiyah, 1965.
Al-Balaghah Fi Ilmi Al-Bayan, Ponorogo: Kulliyatul Muallimin Al-Islamiyah Ma’had Darussalam gontor, 2006.
Al- Munjid, Beirut: Dar El-Machreq s.a.r.l, 2014, Cetakan ke-46.
Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq. Lubaabut Tafsir Min Ibni Katsiir, Bogor: Pustaka
Imam Asy-Syafi’I, 1994, Cetakan Ke-1.
As – Suyuthi, Jalaluddin dan Jalaluddin Muhammad Ibnu Ahmad Al- Mahally. Tafsir Al- Jalalain, Damaskus: Daar Ibn
katheer, 2011, Cetakan Ke-15.
Al- Baghawi, Imam Abi Muhammad Husain bin Mas'ud. Tafsir Al-Baghawi - Ma'alim At-Tanzil, Riyadh: Dar Thaibah,
1997, Cetakan Ke-4
Al-Khatib, Muhammad Bin. Awdhohu At-Tafasir, Mesir: Al-Mutbiah Al-Masriyah Wa Maktabaha, 1964, Cetakan Ke-6.
As-Sa'di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir. Taysir Al-kariem Al-Rahman, Beirut: Risalah Publisher, 2002, Cetakan Ke-1.
Al-Qurtubi , Abu 'Abdullah. Tafisr Al Qhurtuby. Terjemahan: M Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman.
Pustaka Azzam