Professional Documents
Culture Documents
3383 11828 1 PB
3383 11828 1 PB
Article history: This study was to reveal the theological response and application of
Received : 2021-11-01
health protocols in Islamic boarding schools during the COVID19
Revised : 2021-11-28
Accepted : 2021-12-24 pandemic. The data were obtained through observations,
observations and interviews in three Islamic boarding schools:
Ittifaqiyah, Aulia Cendikia and Al Burhan, a Salaf Islamic Boarding
Keywords: School. Aulia Cendikia is affiliated with NU and Al Burhan with
Islamic Boarding School Jamaah Tabligh, while Ittifaqiyah is the largest pesantren in the
Pandemic
Health Protocol province but is not affiliated with any religious movement. This
study revealed that in the application of health protocols in Islamic
boarding schools during the pandemic, there were two things. First,
Islamic boarding schools applied rules in the form of SOPs for virus
prevention strictly. This was performed by Pesantren Aulia Cendikia
and Ittifaqiyah. Meanwhile, Al Burhan tent to apply loosely. It was
concluded that the level of an Islamic boarding school and the school
it adhered could determine the response to health protocols in the
midst of the Covid-19 pandemic.
ABSTRAK
10.23971/jsam.v%vi%i.3383 W : http://e-journal.iain-palangkaraya.ac.id/index.php/jsam
E : Jsam.iainpky@gmail.com
136 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi) ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 137
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
pertanyaan di atas, maka penelitian ini akan COVID-19 adalah tentara Allah SWT sebagai
memilih 3 Pondok Pesantren di wilayah hukuman bagi China atas penderitaan Muslim
Sumatera Selatan. Pondok pertama, Al- Uighur. Meski akhirnya terjadi perubahan
Ittifaqiah yang berada di desa Indralaya sikap.
Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan. Sementara riset lainnya seperti riset
Pesantren ini dapat dikatakan pesantren (Darmawan, Miharja, Waluyajati, &
terbesar di Sumatera Selatan. Pesantren Isnaeniah, 2020; Kemenag, 2020) meneliti
ternama ini termasuk pesantren yang cukup tentang respon umat muslim di Indonesia
ketat mengikuti arahan pemerintah dalam terkait dengan perilaku beribadah di era
menghambat penyebaran COVID-19 tapi Pandemi. Hasilnya, terdapat sekitar 20%
bagaimana dengan penyelenggaraan masyarakat muslim tetap melaksanakan
pendidikan yang harus mengalami perubahan ibadah dengan mengabaikan anjuran social
drastis inilah yang menarik peneliti untuk distancing sementara 80% mayoritas muslim
mengkajinya dalam sebuah format penelitian. di Indonesia mematuhi anjuran pemerintah
Selain itu, pesantren lain yang menjadi subjek dalam pembatasan sosial termasuk dalam
kajian adalah Pesantren Al Burhan di Kota beribadah. Masih mengenai dikotomi sikap
Palembang. Pesantren ini dipilih karena agama terhadap Pandemi, penelitian (Hadi,
memiliki afiliasi dengan paham keagamaan 2020) mengungkapkan dikotomi sikap itu
Jamaah Tabligh. Sebagaimana banyak juga ditemukan di masyarakat Desa Ploso
diketahui, Jama`ah Tabligh sempat menjadi Ngawi. Penelitian-penelitian di atas lebih
klaster penyebaran COVID-19 awal di menekankan pada bagaimana institusi agama
Indonesia ketika gerakan ini mengadakan seharusnya bersikap dalam menghadapi
Ijma’ Tabligh di Gowa Sulawesi Selatan pada pandemi, atau dengan kata lain institusi agama
pertengahan Maret 2020. Pesantren harusnya juga tunduk terhadap pencegahan
selanjutnya adalah Pesantren Aulia Cendekia penyakit dari perspektif medis.
berbasis NU. Ketiga pesantren di atas berada Sebaliknya, institusi agama yang berperan
di Palembang disebabkan Palembang pada pencegahan COVID-19 adalah mereka
merupakan daerah dengan penyebaran yang turut andil bagian untuk
COVID-19 yang banyak di Sumatera Selatan. mempromosikan anjuran pemerintah terkait
pencegahan penularan penyakit dalam
perspektif kesehatan tentunya. (Aula, 2020;
II. Tinjauan Pustaka
Mushodiq & Imron, 2020). Penelitian di atas
Penelitian ini berupaya untuk menyajikan tidak melihat bagaimana peran pesantren
alternatif diskursus yang berkembang dalam mengatasi persoalan-persoalan
mengenai tema agama dan sains dalam ekonomi dan sosial keagamaan khususnya di
konteks pandemi COVID-19. Kebanyakan kalangan masyarakat.
penelitian yang mengkaji respon agama Mengenai kesulitan-kesulitan yang
terhadap pandemi ini menyimpulkan terdapat dihadapi oleh pesantren di tengah pandemi
dua garis besar sikap umat beragama terhadap terdapat penelitian (Kahfi & Kasanova, 2020)
pandemi. yang melihat persoalan yang dihadapi
Pertama, adalah kelompok yang bersikap pesantren selama masa pandemi dari sudut
tidak peduli (ignorance) terhadap pandang manajemen pendidikan.
perkembangan sains dalam pencegahan Kesulitannya adalah pelaksanaan aktivitas
COVID-19, dan mereka yang pengajaran, dan solusi yang dilakukan
mengakomodasi perkembangan sains dan pesantren dalam mengatasinya (Dhofier,
melakukan langkah-langkah strategis dalam 1980; Sastry & Basu, 2020). Berbeda dari
pencegahan. Seperti penelitian (Kuswana, penelitian-penelitian di atas, penelitian ini
Qomaruzzaman, & Mahatma, 2020) mencoba untuk melihat perspektif lain
mengungkapkan sikap ulama Jawa barat mengenai kesulitan-kesulitan dan peran
terhadap COVID-19. Masih terkait dengan institusi agama di tengah pandemi terkait
sikap para ulama, (Arrobi & Nadzifah, 2020) persoalan-persoalan sosial dan ekonomi.
juga mengungkapkan sebagian kecil ulama
“selebritis” awalnya bersikap menolak
temuan sains bahwa virus ini dapat menyebar
pada siapa saja dengan mengatakan bahwa
ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232 Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi)
138 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi) ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 139
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Allah SWT atas kedhaliman orang China diuntungkan dengan kebijakan tersebut
terhadap warga Muslim disana, dan pendapat namun nyatanya tidak” (NF, 2021).
bahwa corona hanya akan menimpa orang- Pengelola pesantren Al-Ittifaqiah
orang durhaka atau kalau menimpa kaum menyadari kondisi yang sedang menimpa
muslimin pasti mereka adalah muslim yang masyarakat khususnya yang berhubungan
berdosa sementara pernyataan para pengelola langsung dengan PPI seperti para guru,
pesantren Al-Ittifaqiah lebih kepada karyawan santri, dan wali santri yang
pandangan bahwa ini adalah musibah atau mengalami kondisi yang tidak diinginkan oleh
ujian bagi dunia yang memerlukan intropeksi seluruh warga dan keluarga besar PPI berupa
diri sehingga Tindakan hati-hati dan waspada ketidak mampuan untuk mencukupi
namun tetap bersikap wajar adalah jalan yang kebutuhan hidup layak di pesantren karena
dipilih untuk diambil oleh para pengelola harga bahan pokok dan lauk pauk juga
guru, santri dan wali santri. sayuran yang naik selam apandemi COVID-
Terkait respon pengelola pesantren Al- 19 juga hambatan dalam pengaturan,
Ittifaqiah dalam menghadapi masalah- distribusi logistik karena kurangnya
masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi pemasukan dari pembayaran uang asrama dan
selama pandemi seperti beragamnya uang makan, akibat dari pemutusan hubungan
tanggapan terhadap keberadaan COVID-19 kerja yang dialami sebagian wali santri atau
perbedaan juga terlihat dalam merespon tidak sampai di PHK namun dikurangi jam
masalah sosial dan ekonomi yang kerjanya dan gajinya, atau gaji yang terhambat
memunculkan beragam tanggapan pengelola maka dengan tetap membuka proses belajar
pesantren Al-Ittifaqiah salah satunya tatap muka dengan protokol kesehatan yang
beranggapan bahwa “Pandemi ini memang ketat masalah sosial yang kerap muncul
ada orang kesehatan mungkin lebih bisa seperti kehilangan pekerjaan, menganggur,
membuktikan itu secara sains namun dalam pemotongan gajih karyawan anak berhenti
aksiologinya banyak pihak yang bisa diajak sekolah karena tidak ada biaya tidak terjadi
berbicara untuk mencari solusi bukan hanya sama sekali di Pesantren Al-Ittifaqiah, para
pemerintah, menurutnya pemerintah dalam buruh cuci tetap bekerja, bagian logistik,
masalah COVID-19 ini berlebihan terutama tukang sapu, tukang buang sampah, juga bisa
dalam memberikan kampanye terhadap tetap bekerja dan guru serta karyawan tidak
dampak COVID-19 dan digiring pada terbebani dengan bayaran yang besar bila
kepentingan tertentu seperti kepentingan anaknya disekolahkan di Pesantran Al-
bisnis contohnya ketika COVID-19 ini Ittifaqiah karena mereka mendapatkan
dianggap sebagai pandemi tetapi perlakuan dispensasi pembayaran 100 %Tidak kalah
negara tidak seperti sedang berhadapan pentingnya kemunculan rasa khawatir yang
dengan pandemi ketika di luar negeri sudah berlebihan yang dapat menurunkan daya tahan
mencabut status ini bahkan kini dianggap tubuh yang juga masalah sosial tidak terlepas
sebagai penyakit biasa dimana yang sakit dari pandangan pengelola pesantren itu
ditangani yang tidak sakit dipersilahkan untuk sebabnya ungkapan jangan berlebihan
hidup normal sementara saya melihat ada menghadapi COVID-19 juga selalu
sekolompok orang yang bertaruh dengan didengungkan seiring dengan ungkapan agar
modal yang sudah dikeluarkan yang jelas tetap berhati-hati dengan ungkapan “jangan
rakyat dirugikan bila seandainya pemerintah abai”. Semula menurut satgas COVID-19,
konsisten dengan pernyataan bahwa ini warga pondok (guru, pengelola, santri dan
pandemi maka yang akan menanggung semua yang terlibat didalamnya) tampak
bebannya yang berat justru pemerintah dan khawatir berlebihan namun setelah
pengusaha dan rakyat akan enak, tapi mendapatkan pencerahan dari pimpinan
realitanyakan seperti yang meraup tertinggi keresahan dan kekhawatiran itu
keuntungan dari korban COVID-19 adalah dapat diatasi dengan baik sehingga kehidupan
rumah sakit bukan masyarakat. Perlakuan tanpak normal seperti biasanya.
PPKM bila konsisten akan menguntungkan b. Pemahaman Keagamaan Pesantren
karyawan dan merugikan pengusaha karena Aulia Cendikia Terkait Pandemic
mereka harus berhenti bekerja sementara gajih COVID-19
harus dibayarkan maka rakyat akan santai dan
ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232 Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi)
140 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Di awal pandemi, sangat santer mengenai terhadap perbedaan. Di dalam Ahlus Sunnah
pandangan atas merebaknya Virus COVID-19 wal Jamaah, terdapat dua kutub ekstrim dalam
sebagai bentuk hukuman Allah SWT atas memahami takdir, yakni jahmiah dan
kedhaliman orang China terhadap warga qadariyah. Jahmiyah berpandangan bahwa
Muslim Rohingnya. Selanjutnya bahwa apapun yang dilakukan dan terjadi pada
corona hanya akan menimpa orang-orang manusia sepenuhnya merupakan kehendak
durhaka atau kalau menimpa kaum muslimin Allah SWT. Sedangkan qadariyah
pasti mereka adalah muslim yang berdosa, berpandangan bahwa apapun yang terjadi
Namun begitu pandangan ini segera hilang adalah akibat dari perbuatan manusia di dunia,
karena ternyata pandemi ini juga melanda atau perbuatan manusia bukanlah kehendak
umat muslim di Indonesia. Dari beberapa atau ciptaan Allah SWT.
pernyataan para pengelola pesantren Aulia Sementara NU, sebagai organisasi yang
Cendikia, mereka lebih kepada pandangan beraliran moderat atau wasathiyah memang
bahwa ini adalah musibah atau ujian bagi mendasari pemahaman teologinya
dunia yang memerlukan intropeksi diri . berdasarkan pemahaman Asyariyah dan
Bagi KH Hendra Zainuddin, COVID-19 Maturidiyah. Dalam teologi Asyariyah,
merupakan takdir Allah SWT. Baginya, apa seluruh yang baik atau buruk datangnya dari
yang ada di dunia adalah ciptaan Allah SWT Allah SWT. Seluruh yang ada di dunia ini
atau punya Allah SWT. Allah SWT akan merupakan ciptaan Allah SWT. Meskipun
mendatangkan nikmat atau bala’, baik atau begitu, manusia masih memiliki kehendak
buruk kepada suatu makhluk adalah dalam perbuatannya untuk menghindari
kehendaknya. Baginya, Corona adalah keburukan dan melakukan kebaikan, atau
makhluk Allah SWT, sebahaya apapun sebaliknya menjerumuskan diri pada
penyakit ini pasti Allah SWT memiliki keburukan dan menghindari kebaikan.
hikmah tersendiri. Allah SWT menciptakan Di sini nampak jelas, teologi ini
COVID-19 di muka bumi ini atas kehendak mengambil jalan tengah antara teologi
dan takdir-Nya. Jahmiyah dan Qadariyah. Teologi Asyariyah
Allah SWT mempunyai maksud serta berasal dari ulama bernama Abul Hasan al
hikmah di atas segala kejadian yang menimpa Asyari atau Imam Asyari. Menurut Imam
dunia, dan sebagai hamba-Nya yang beriman, Asyari, manusia masih memiliki kehendak
sebaiknya menyikapi COVID-19 dengan bebas (free will) untuk berbuat baik ataupun
tenang bukan meratapinya, melainkan buruk, namun semua yang dilakukan manusia
berikhtiar dalam mencegahnya dengan segala itu masih dalam ketetapan Allah SWT. Seperti
kemampuan dan usaha yang dapat dilakukan Allah SWT mengatur adanya baik dan buruk,
Hikmah yang langsung dirasakan menurut dan Allah SWT juga menetapkan konsekuensi
mudir Aulia Cendikia itu adalah atas perilaku manusia. Manusia masih bisa
bertambahnya wawasan dan pengetahuan berkehendak bebas, namun tetap harus
tentang COVID-19. mudir mengaku bahwa menanggung konsekuensi yang ditetapkan
sebelum pandemi, dirinya tidak mengerti apa- Allah SWT.
apa tentang COVID-19, hanya mendengar apa Apa yang dikatakan oleh KH Hendra
yang ada di berita dan masih simpang siur. Hal Zainuddin, memang tampak merefleksikan
ini wajar, pada awal pandemi banyak yang teologi yang dipegang oleh NU bahwa apapun
tidak tahu menahu mengenai virus ini. Bahkan yang ada adalah ciptaan Allah SWT, termasuk
pejabat negara setingkat menteri COVID-19. Jika virus ini merupakan hal yang
kesehatanpun, melontarkan pandangannya buruk, maka manusia masih memiliki
terkait tentang COVID-19 yang justru kehendak untuk menghindarinya dengan
bertentangan dengan perkembangan sains ikhtiar. Beliau juga menolak pandangan
yang ada. Pengetahuannya tentang virus ini bahwa virus ini adalah azab. Menurutnya azab
banyak didapatkannya melalui sudah berhenti pada masa Rasulullah
keterlibatannya dalam organisasi NU. Artnya, Muhammad Saw.
memang NU merupakan organasisasi yang Pandangan para pengelola terhadap
secara aktif mengkampanyekan pencegahan COVID-19 tidak banyak perbedaan dalam
penularan virus ini. merespon COVID-19 secara teologis.
Organisasi ini mengedepankan sikap Pandangan yang hampir sama juga datang dari
wasathiyah (moderat) dalam bersikap seorang ustadzah yang beranggapan bahwa
Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi) ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 141
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
COVID-19 merupakan musibah bagi dunia Selain itu, apapun yang terjadi di dunia ini
yang menuntut kita banyak berintrospeksi hanya sementara, sama seperti halnya
diri. Dengan adanya penyakit ini, justru kehidupan, dari dahulu silih berganti datang
menjadi kesempatan bagi manusia untuk pandemi yang mengguncang dunia, seperti
selalu bertafakkur, merenungi diri atas halnya penyakit lepra, TBC, demam berdarah,
kesalahan atau dosa-dosa yang telah cikungunya dan sebagainya. Seluruh penyakit
dilakukannya selama ini. Dengan adanya selalu dapat ditangani. Segala macam
pandemi ini, menurutnya banyak orang yang penyakit ada obatnya. Pandemi COVID-19
meninggal, dan manusia tidak akan pernah hanya bersifat sementara dan sebagai orang
tahu kapan gilirannya. Sehingga dengan beriman harus yakin untuk dapat melaluinya.
adanya pandemi ini, manusia dituntut untuk Selain respon mereka mengenai pandemi
terus berdoa dan mendekatkan diri kepada dalam persepsi teologis, Beberapa
Allah SWT (UN, 2021). meresponnya dengan perspektif sosial
Sementara pendapat lainnya menganggap ekonomi dan politik. Perspektif sosial
COVID-19 adalah takdir, dan apapun yang ekonomi yang dibicarakan berkisar mengenai
dilakukan manusia tidak dapat dampak yang terjadi di masyarakat.
menghindarkan diri mereka dari takdir Allah Sementara responnya soal politik, berkisar
SWT yang telah ditetapkannya. Kepercayaaan mengenai kritik mereka terhadap pemerintah.
bahwa segala macam kejadian, termasuk sehat Terkait respon itu, setiap pengelola pesntren
sakit, hidup dan mati adalah kehendak-Nya, memilih tanggapan yang berbeda beda. Jika
tidak ada yang mampu untuk melawan apa pimpinan Pondok, KH Hendra Zainuddin
yang sudah ditetapkan (FT, 2021). lebih merespon pada perspektif sosial
Pendapat tersebut nampak sedikit berbeda ekonomi dengan lebih positif. Sementara yang
dengan apa yang disampaikan oleh KH lain membicarakannya dengan perspektif
Hendra Zainuddin. Menurut beliau manusia politik yang lebih bersifat kritis.
sebaiknya berikhtiar dengan cara menuruti KH Hendra Zainuddin menganggap
saran-saran dari ahlinya dalam menghindari bahwa Pandemi memang membuat
COVID-19. Menurutnya, mempercayai saran perekonomian sebagian masyarakat terpuruk
atau ahli dalam hal ini adalah dokter, tenaga banyak masyarakat yang terkena PHK,
medis dan Kementerian Kesehatan. dikuranginya jam kerja yang berakibat
Dari beberapa informasi yang didapat berkurangnya pendapatan. Selain itu,
peneliti menarik kesimpulan ada perbedaan kebijakan karantina mandiri atau karantina
sudut pandang secara teologis terhadap wilayah membuat banyak orang kehilangan
COVID-19. Di antara mereka ada yang penghasilannya. Meski demikian menurut
menganggap penyakit ini sebagai musibah, beliau, pandemi ini tidak pernah membuat
ada juga yang memandangnya sebagai orang atau masyarakat Indonesia meninggal
cobaan. Kedua pandangangan ini masih karena kelaparan. Di awal pandemi banyak
menaruh perhatian pada ikhtiar manusia untuk orang yang takut mati kelaparan terjadi.
dapat menghindarinya, selain itu kedua Namun ketakutan itu hanyalah reaksi
pandangan ini masih percaya bahwa Allah emosional. Masyarakat Indonesia terbiasa
SWT memberikan hikmah atas peristiwa yang untuk bergotong-royong, bantu-membantu
terjadi. Selanjutnya, sebagian besar para terhadap sesama ketika yang lain mengalami
pengelola pesantren meyakini bahwa COVID- kesulitan ekonomi. Menurutnya, solidaritas
19 merupakan takdir Allah SWT. Hal ini yang tinggi pada masyarakat Indonesia, selalu
berdasarkan teologi dalam Ahlussunnah wal membuat bangsa ini bisa selamat dari
Jama`ah. Meskipun begitu, terdapat persoalan ekonomi. Dalam tanggapannya,
perbedaan dalam menyikapi takdir. beliau tidak menyinggung pemerintah, tidak
Pandangan Pertama, masih menisbatkan memuji ataupun mengkritik pemerintah
usaha atau ikhtiar manusia dan menyerahkan terkait penanganan COVID-19 (HZ, 2021).
urusan penyakit ini kepada ahlinya. Menurutnya banyak hikmah yang dapat
Sementara pandangan Kedua, lebih cenderung diambil dari COVID-19. Di antaranya banyak
bersikap fatalisme, bahwa apapun yang terjadi orang mulai dapat beradaptasi dengan pola-
adalah kehendak Allah SWT dan tidak ada pola baru utamanya di dunia digital. Dari
yang sanggup untuk menentang atau COVID-19 ini banyak orang yang mulai
mengubah apa yang sudah digariskannya. terpacu untuk menyesuaikan dirinya melalui
ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232 Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi)
142 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
perkembangan teknologi digital yang ada Fraksi lain dari Jamaah Tabligh, dalam
seperti webinar, zoom meeting dan waktu yang hampir bersamaan juga
sebagainya. Baginya ini kondisi positif bagi menyelenggarakan ijtima’ yang bertempat di
perkembangan masyarakat baik secara Darul Ulum Pesantren Pakatto di Kabupaten
kapasitas kemampuan digitalnya, maupun Gowa Sulawesi Selatan. Jumlah peserta yang
perekonomian, seperti hidupnya hadir pada acara itu lebih besar lagi sekitar
perekonomian masyarakat yang menyediakan 19.963 orang. Pertemuan itu kemudian
layanan jasa pulsa internet, data, dan menjadi kluster penyebaran yang cukup masif
sebagainya. Sehingga menurutnya, persoalan di Indonesia.
ekonomi ada dampak positif dan negatifnya, Kejadian itu sedikitnya menunjukkan
dan itu semua merupakan ujian dari Allah bahwa Jema`ah Tabligh tidak mengikuti
SWT. arahan pemerintah dalam penanganan
Pandangan berbeda disampaikan oleh COVID-19. Jamaah Tabligh hanya menyeru
salah satu tenaga pendidik. Responnya lebih kepada dakwah amar ma’ruf, dan tidak ada
berupa kritik terhadap pemerintah. ketika tendensi politik sama sekali. Namun yang
COVID-19 ini dianggap sebagai pandemi di jelas, di sini akan dilihat lagi sebenarnya
awal pemerintah tidak segera melakukan bagaimana konstruksi Jamaah Tabligh
karantina wilayah, dan terkesan cuek, berbeda terhadap pandemi dan bagaimana juga
dengan negara lain yang sudah memproteksi perilaku mereka terhadapnya, apakah masih
merebaknya wabah ke negara mereka. sama antara awal COVID-19 dan saat
Sebaliknya ketika negara lain sudah mulai penelitian ini ditulis. Jika masih sama lantas
berani melonggarkan aturan pandemi atau di apa yang mendasari sikap dan perilakunya ini.
luar negeri sudah mencabut status darurat dan Sekian banyak tulisan dan ceramah yang
bahkan kini dianggap sebagai penyakit menarasikan bahwa penyakit ini adalah
Indonesia justru mengetatkan aturannya (BK, siksaan Tuhan, lebih-lebih pada awal
2021). penyebarannya di China. Memang pada
Mengenai bagaimana bersikap dalam mulanya banyak yang menerima pandangan
menghadapi pandemi, seluruh pengelola tersebut, apalagi hal tersebut dikaitkan dengan
pesantren Aulia Cendikia berpendapat untuk kepercayaan, makanan, gaya hidup bahkan
selalu tenang menghadapinya. Mereka politik penduduk dan pemerintahan China.
memberi saran kepada seluruh lapisan Tetapi setelah menyebar ke beberapa negara
masyarakat untuk tidak takut dan panik. termasuk negara-negara bermasyarakat
Waspada terhadap penularan adalah penting. muslim dan menyerang pula kaum muslimin
Tidak menyepelekan anjuran mengenai yang taat, maka pandangan tersebut mulai
protokol kesehatan. Protokol kesehatan harus sirna walau masih ada saja yang
tetap dijalankan bagaimanapun kondisinya. menganutnya.
Meski begitu, dalam bersikap harus tenang Hal ini tidak dapat dinamai siksa Ilahi
dan tidak panik, tetap melakukan aktifitas karena menimpa muslim dan non muslim
seperti biasa sambil terus mematuhi protokol yang durhaka maupun taat. Dari Al-Qur’an
kesehatan. diperoleh kesan yang cukup kuat bahwa jika
c. Pemahaman Keagamaan Pesantren Al Allah SWT hendak menjatuhkan siksa atas
Burhan Terkait Pandemic COVID-19 satu kaum, maka terlebih dahulu diselamatkan
hamba-hamba yang taat agar mereka tidak
Perilaku Jamaah Tabligh yang ditimpa siksa. Itu terbaca dengan jelas ketika
menyelenggarakan konferensi “ijtima” di Allah SWT hendak menjatuhkan siksa-Nya
awal penyebaran pandemi pada tahunn 2020 kepada umat Nabi Nuh a.s Allah SWT
lalu memang bertentangan dengan Fatwa MUI memerintahkan nabi mulia untuk membuat
No 14 ahun 2020 tentang Implementasi perahu guna mengangkut kaum beriman
Peribadatan selama Masa Pandemi. Jamaah sebelum datangnya banjir besar, seperti yang
Tabligh menyelenggarakan ijtima’ pada diterangkan dalam QS. Hud ayat 26-27.
tanggal 13 Maret 2020 di Petailing Jaya Demikian itulah halnya jika bencana berupa
Selangor Malaysia. Acara itu dihadiri sekitar siksa, tetapi jika bencana yang menimpa
16.000 orang dari seluruh dunia. Dari jumlah menyentuh yang durhaka dan taat maka
tersebut diketahui bahwa 700 di antaranya bencana tersebut dinamai fitnah atau bala.
merupakan kluster penyebaran dari Indonesia.
Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi) ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 143
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Kedua kata ini digunakan oleh Al-Qur’an menghadapi kondisi ini. kesabaran ini juga
dalam arti ujian atau cobaan. menjadikan tolak ukur keimanan seseorang
Pandangan para pengelola pesantren karena telah diuji” (UT, 2021).
terhadap COVID-19 tidak sama antara satu Di awal-awal pandemi, terdapat video
dengan lainnya. COVID-19 merupakan ujian viral yang beredar diucapkan oleh seorang
bagi orang yang beriman, dan menganggap Amir dari Jamaah Tabligh yang mengatakan
apakah orang beriman itu mampu bahwa seharusnya tidak boleh takut terhadap
mempertahankan imannya atau tidak, ujian Corona, karena yang ditakuti seharusnya
kepada orang yang beriman untuk terus atau Allah SWT . Jangan sampai virus ini membuat
justru lalai dalam kewajiban agamanya. Orang manusia menjadi syirik. Dalam video itu juga
bisa saja dibuat lalai dalam mengerjakan amal yang memancing kontroversi adalah
ibadah, seperti meninggalkan shalat Jum`at pernyataannya “Corona itu takut kepada para
karena alasan pandemi. Dari sini dapat dilihat Jamaah, bukan jamaah yang takut pada virus,
bahwa Jamaah Tabligh sangat resisten jamaah hanya takut kepada Allah SWT, itu
terhadap isu COVID-19 sebagai penyakit dakwah namanya”.
menular berbahaya. Dari pernyataan-pernyataan diatas dapat
Beberapa ustadz lain, menganggap bahwa dikategorikan kedalam dua kategori yaitu
sebenarnya virus ini merupakan bentuk pandangan yang mempercayai bahwa virus
konspirasi yang dilakukan oleh Barat agar COVID-19 itu memang ada dan pandangan
terjadi perpecahan pada diri umat Islam selain yang menganggap bahwa COVID-19
itu, ada potensi juga virus itu akan membuat diciptakan oleh manusia dan membuat umat
umat Islam lalai terhadap agama. Islam khususnya lalai terhadap Allah SWT
Sebagaimana sebuah video ceramah dari dan agama.
Ustad Rahmat Baequni yang berjudul Pendapat yang tidak percaya bahwa virus
“Adakah Konspirasi dibalik Corona?”, di itu ada dengan argumen bahwa penyakit orang
dalam video tersebut Ustad Rahmat Baequni yang terdeteksi Corona itu sama saja dengan
mengatakan manusia memiliki kemampuan penyakit-penyakit yang sudah ada
untuk menciptakan ini (COVID-19) sebelumnya dan banyaknya kasus-kasus yang
konspirasi dan berakibat pada perpecahan membuat pasien seolah-olah COVID-19,
ditengah-tengah umat Islam, Virus ini dapat padahal riwayat penyakit yang dideritanya
mengakibatkan fitnah yang dasyat (US, 2021). jelas dengan tujuan agar dapat segera
Informan lain, dari seorang pengurus menyerap anggaran pemerintah yang
pesantren mengungkapkan tentang COVID- dikhususkan untuk menangani penyakit itu
19 sebagai ujian namun dengan narasi yang yang asalnya justru dari hutang luar negeri dan
lain, bahwa ujian ini adalah cara Allah SWT pajak rakyat turut mengukuhkan pendapat ini.
memberikan tantangan kepada umat Islam Sebagian anggota juga berpendapat
agar berlatih sabar, ikhlas, dan menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 adalah upaya
kekuasaan-Nya. Menurutnya, masa pandemi konspirasi dari umat lain (Yahudi dan Kristen)
ini ada banyak yang mengalami kesulitan untuk melemahkan Islam. Menurutnya
ekonomi, juga ujian karena diberikan sakit. penyakit ini tidak kasat mata, namun musuh
Maka dari itu orang akan berlatih untuk sabar yang nyata jelas ada di depan mata. Banyak di
dan ikhlas. Tidak ada yang bisa melawan antara mereka yang memiliki sikap acuh tak
kehendak Allah SWT, yang bisa dilakukan acuh terhadap keberadan COVID-19 karena
adalah berusaha dan berikhtiar untuk tidak ada pengetahuan terhadap hal itu. Hal ini
menghindarinya. Menurutnya di masa-masa diakibatkan kurangnya edukasi mengenai apa
sulit seperti ini justru menjadi kesempatan bahayanya virus tersebut.
bagi seorang muslim untuk memperbanyak Edukasi yang ada sebenarnya masih
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan terbatas di media media. Ada di antara mereka
cara berdzikir dan bertafakkur terhadap-Nya. yang memang sepenuhnya menghindari
“pandemi ini seharusnya menjadi moment kemajuan teknologi, tidak mengakses internet
yang tepat untuk memperbaiki amalan. Hal ini dan ataupun sosial media. Perilaku seperti ini
dapat dilakukan dengan senantiasa masih ada di antara anggota Jamaah Tabligh
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Maka di Palembang. Sehingga tidak heran ada juga
sebagai umat manusia yang beriman, kita yang berpikiran bahwa penularan COVID-19
dianjurkan untuk ikhlas dan sabar dalam
ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232 Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi)
144 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi) ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 145
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
minum obat. Di tambahkannya, bahwa jika kepada jamaah lainnya. Selain itu juga
Allah SWT memberikan penyakit pada diri menekankan kepada semua orang bahwa “la
seseorang, maka yang bisa diupayakan adalah Ilaha Illallah” kurang kuat tanpa melibatkan
dengan ikhtiar-ikhtiar di atas, dan atas kepercayaan pada “Muhammad Rasulullah”.
kehendaknya pula atau takdirnya pula Ini berarti bahwa menerapkan keyakinan
seseorang dapat sembuh dari penyakitnya atau kepada Allah SWT harus didasarkan pada
meninggal. Dari sini nampak jelas bahwa nasihat dan praktek praktek yang telah
menurutnya keberadaan COVID-19 adalah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw (UU,
takdir yang harus diterima dengan ikhlas, 2021).
persoalan hidup dan mati ada di tangan Allah Menurut UB dalam menghadapi wabah,
SWT. Nabi Muhammad Saw pernah bersabda ketika
Dari pandangan ini dapat dilihat bahwa terjadi wabah kusta “Firra minal majdzum
apa yang menjadi konstruksi Jamaah Tabligh firaaraka minal asad”, yang artinya
atas penyakit, merupakan bentuk diskursus hindarilah penderita kusta seperti halnya
tandingan terhadap diskursus yang sudah kamu lari dari Singa. Hadis ini dapat dijadikan
mapan. Cara Jamaah Tabligh menafsirkan rujukan, namun juga mempertimbangkan “la
suatu hadis dilakukan secara tekstual, dengan adwa” yang berarti tidak ada penyakit yang
penafsiran ala sufisme berupa kepasrahan dan menular dengan sendirinya yang juga
ketertundukan secara penuh seorang hamba merefleksikan konsep “la Ilaha Illallah”.
kepada Tuhannya. Mereka juga yakin bahwa Menurutnya langkah atau ikhtiar untuk
selama ini, kehidupan yang mereka jalani menghindari kerumunan orang. Apa yang
adalah kehidupan yang sehat jika meniru dikatakan oleh UB ini menggambarkan sikap
bentuk atau perilaku kehidupan Nabi Jamaah Tabligh yang plural dan juga bermain
Muhammad Saw. Jika seseorang meniru artikulasi dalam menghadapi suatu persoalan
kehidupan sehat Rasulullah maka tidak ada yang kontradiktif (UB, 2021).
penyakit yang mampu membunuhnya, kecuali Mereka cukup fleksibel dalam menyikapi
memang Allah SWT sudah menakdirkannya. penyakit COVID-19, di satu sisi mereka
Hadis yang telah disebutkan di atas merujuk pada hadits tentang tidak ada
merupakan referensi mereka terhadap cara penyakit menular, di sisi lain mereka juga
menghadapi COVID-19. Penafsiran terhadap tidak menafikkan usaha ikhtiar dengan pergi
itu, didasarkan pada kitab-kitab pegangan dari ke dokter dan berobat juga menghindari orang
pesantren Al Burhan. di Pesantren tersebut terkena penyakit tertentu, seperti halnya
diajarkan beberapa kitab kitab yang mereka dalam hadits tentang menghindari orang
anggap kitab utama termasuk Kutubus Sittah berpenyakit kusta.
(6 Kitab utama hadits) yang terdiri dari 4 kitab Pemikiran bisa saja berubah atau
Sunan (sunan Abu Dawud, Sunan Tarmidzi, paradoks, namun perilaku yang ditampakkan
Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majah) dan 2 kitab terkadang bisa dijadikan rujukan tentang
Sahih (Sahih Buhari dan Muslim). Dalam pendapat mana yang dominan. Hal ini karena
ranah fiqih mereka diajarkan buku buku memang jika melihat aktifitas di Masjid Al
seperti Mabadi’, Fathul Qorib, Fathul Muin Burhan, sepertinya Jamaah Tabligh tidak
dan al Minhaj. Buku buku tersebut ditambah terlalu khawatir tertularnya penyakit di antara
penafsiran dari beberapa Amir dan ustadz mereka. Mereka tetap menyelenggarakan
membawa pemahaman untuk mencegah daurah dan taklim dalam jumlah 50 orang
COVID-19 (UB, 2021). lebih. Sebagian besar dari mereka tidak
Menurut salah satu pemimpin utama dari memakai masker.
pesantren ini, hal penting yang perlu Kemungkinan besar yang menjadi dasar
dilakukan untuk menghadapi Virus Corona dari perilaku adalah, kepercayaan bahwa
adalah percaya atau yakin kepada Allah SWT, mereka sehat karena telah melakukan
hanya Allah SWT lah yang dapat membawa semaksimal mungkin contoh-contoh yang
keberuntungan atau kemalangan dari manusia. diberikan Rasulullah dalam kehidupan sehari-
Apapun selain Allah SWT adalah makhluk. harinya. Sehingga mereka yakin bahwa
Nabi Muhammad Swt bersabda “tidak ada mereka akan kuat dalam menghadapi
penyakit yang bisa dengan sendirinya penyakit, jika memang mereka sakit atau
menular, “la adwa”. Konsep ini adalah nilai- meninggal itu semua karena kehendak Allah
nilai penting yang diajarkan di pesantren serta SWT.
ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232 Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi)
146 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Penyebaran COVID-19 telah memantik makan, waktu tidur, hingga ibadah mahdhah
perhatian dari para tokoh tokoh Islam, para jika dilakukan secara benar akan membuat
ulama, Kiai, dan para ustadz untuk dapat manusia menjadi sehat.
memberikan pernyataan-pernyataannya. Dalam konteks usaha preventif atau
COVID-19 dalam pandangan UU adalah salah pencegahan terhadap COVID-19, UU
satu makhluk-makhluk Allah SWT dan menganjurkan untuk setiap muslim agar tidak
menekankan bahwa semua muslim harus membatalkan wudhu, “sering seringlah
percaya bahwa semua penyakit, termasuk berwudhu walau tidak sedang akan shalat”
COVID-19, tidak akan menyerang seseorang dan berpuasa. Karena dengan wudhu, seperti
tanpa izin Allah SWT (UU, 2021). UB halnya mencuci tangan, kegiatan ini mampu
menambahkan, namun seseorang harus melarutkan segala macam kuman kuman,
berupaya untuk mencegah, menyembuhkan bakteri atau virus di badan dan puasa adalah
dan mengilangkan virus. Mengenai upaya untuk memperkuat imun tubuh, karena
pernyataan pernyataan tentang COVID-19 dengan berpuasa membuat orang tidak mudah
dari beberapa anggota Jama`ah yang lain, UB sakit. Selain itu selalu diiringi dengan dzikir
mengutip pernyataan tenar Arab “Kalimattu dan mengikat Allah SWT, berdoa memohon
haqqin urida bihi al bathil”, pernyataannya kesehatan dan hidup mulia di dunia. Dzikir
benar dengan maksud yang salah” terkait juga berarti ketertundukan makhluk terhadap-
dengan COVID-19. Intinya, Allah SWT Nya, dan apapun yang terjadi sejatinya
adalah satu satunya yang harus ditakuti, merupakan kehendak Allah SWT (UU, 2021).
namun kehati-hatian terhadap penyakit atau
wabah adalah kewajiban. UB mengaku tidak d. Respon Pesantren dalam Penerapan
ada jamaah dari Al Burhan yang mengikuti Protokol Kesehatan dan Kondisi
kongress akbar di Gowa, tidak juga Jamaah Selama Pandemi
yang berasal dari Gowa mengunjungi Al Selanjutnya mengenai responnya
Burhan (UB, 2021). terhadap pelaksanaan protokol kesehatan di
Terkait banyak statemen tentang dengan lingkungan pesantren, baik Aulia Cendikia
COVID-19 dari beberapa Jamaah Tabligh dan Ittifaqiyah menerapkan protokol
yang kontraproduktif terhadap upaya kesehatan yang cukup ketat. Meski begitu, di
pemerintah, UB mengatakan bahwa, Jamaah Aulia Cendikia sempat terjadi kasus
Tabligh memang bervariasi. Mereka berasal keterjangkitan yang kasusnya terjadi setelah
dari latar belakang yang berbeda-beda, tingkat aktifitas belajar mengajar di pesantren
keilmuannya juga berbeda-beda, ada yang diliburkan. Keduanya juga sempat meliburkan
berilmu tinggi ada juga yang dari kalangan santri pada masa awal pandemi di tahun 2020,
tidak terdidik dan bahkan para mantan namun menurut keterangan pengelola
kriminal. Menurutnya, mereka yang baru ittifaqiah tidak terjadi kasus terjangkit
bergabung dalam jama`ah rata rata masih baru COVID-19 di antara para santri. Sementara Al
belajar Islam, dan memiliki semangat yang Burhan tidak pernah meliburkan siswanya
tinggi dalam beragama. Artinya jika terkait dengan status pandemi. Protokol
pemahamannya baru sampai demikian maka kesehatan yang terlihat pada spanduk dan
perlu dimaklumi, karena apa yang banner nampaknya hanyalah lip service saja.
dibicarakannya merupakan ekspresi Meski begitu, di pesantren ini tidak pernah
semangatnya untuk belajar Islam dan terjadi kasus tertularnya virus COVID-19.
menganggap peraturan peraturan-terkait Dari sini dapat dilihat bahwa tingkat
COVID-19 menghambat aktivitas belajarnya. kepatuhan akan kebijakan pemerintah
Bagi anggota Jamaah Tabligh, Islam dipengaruhi oleh afiliasi gerakan
adalah agama yang sempurna. Islam mampu keagamaannya.
menurunkan keyakinan kepada Allah SWT
Kasus
dan Muhammad Rasulullah kepada praktek Nama Jumlah
Keterjangkitan
praktek yang sangat berguna untuk seluruh
umat manusia di setiap sendi kehidupan. Aulia 25 Santri
Artinya, hal-hal yang berkaitan dengan 1350
Cendikia 7 Ustadz
penyakit sudah dijelaskan dalam Islam. Islam
memiliki mekanisme pertahanan terhadap Ittifaqiyah 7765 0
segala macam penyakit, mulai dari cara
Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi) ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232
Jurnal Studi Agama dan Masyarakat 147
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232 Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi)
148 Jurnal Studi Agama dan Masyarakat
Vol. 17, No. 02, Desember 2021, p. 135-148
Nugroho et.al (Respon Pesantren di Tengah Pandemi) ISSN: 1829-8257; ISSN: 2540-8232