You are on page 1of 13

Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral

Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

PENDIDIKAN KARAKTER
BERDASARKAN PENGAMALAN NILAI - NILAI
MORAL PANCASILA SEBAGAI JATI DIRI
BANGSA INDONESIA
Oleh :

Drs. Luh Suryatni, MSi


Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma Jakarta.
Email : (luhsuryatni@gmail.com)
--------------------------------------------------------------------------------------------------
Abstract :

Character is a trait which a combination of internalized moral values from outside ourselves and
potentials existing in us. These potentials are gifts from God as our identity then become our nature.
Later, on our journey in life, we will choose which nature will became the essential value in life. For
example, honesty, it cannot be taken for granted. Honesty need to be strived for in each of our actions.
You can be known about having a character when you able to perform honestly. Whereas identity crisis of
a nation should not be allowed to drag on. There should be an efforts to deal with it, in order for the
nation to find its true identity while rekindling its spirit and soul, rooted by the nation character itself
there will be no doubt when facing various challenges and problems. Therefore, the development of
national character is aimed to construct personal and family sustainability which become the foundation
of the national sustainability. The fragility of national sustainability can be caused by the weakness in
personal and family sustainability. So far, this weakness is due to personal sustainability just focusing in
the competency and knowledge rather than studying the character development also. Personal character is
a key which is not touched of all fronts. The main problem is the absence of handbook in how to develop a
character. Thus, effective effort is required to develop the character of a nation through education and
training for everyone, at every occasion in form of implementation of the existing and ongoing education
also training revitalization.
Keyword : Character Education, The Moral Values Of Pancasila, and Identity Of The Nation Of
Indonesia.

Pendahuluan Indonesia. Tekad bersatu ini kemudian


dinyatakan secara politik sebagai bangsa
Kesadaran kebangsaan yang mengkristal
yang merdeka dan berdaulat baik secara de
yang lahir dari rasa senasib dan
facto tanggal 17 Agustus 1945 dan secara de
sepenanggungan, akibat penjajahan telah
jure tanggal 18 Agustus 1945.
berhasil membentuk wawasan kebangsaan
Indonesia seperti yang tertuang dalam Sekarang bangsa ini mulai menyadari
sumpah pemuda pada tahun 1928, yaitu kembali, bahwa karakter bangsa sebagai
tekad bertanah air satu, berbangsa satu, dan pemersatu seluruh rakyat ini, kurang
menjungjung bahasa persatuan, yaitu dirawat dan kurang diperhatikan, yang

17
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

secara langsung maupun tidak langsung akibat individualistik yang dominan,


telah menurunkan wibawa bangsa ini, di nasionalisme sempit, primordialisme,
samping tuntutan jaman agar menjadi fanatisme kelompoknya.
bangsa yang tangguh dalam menghadapi
persaingan global di dunia internasional, 3. Berkurangnya partisipasi dan peran
maka dirasakan perlunya kebijakan aktif seluruh rakyat dalam
nasional pembangunan kembali ke kepentingan bangsa dan negara,
Karakter Bangsa. sebagaimana tercantum dengan lebih memilih untuk bersikap
dalam Undang-Undang No. 17 tahun 2007 masa bodoh dan tidak mau tahu
tentang Rencana Pembangunan Jangka dengan segala upaya pemerintah.
Panjang Nasional 2005-2025. Kiranya tidak Krisis identitas bangsa tidak boleh
etis, jika kita semua membiarkan rakyat dibiarkan berlarut-larut, harus ada upaya
yang menjadi korban dari berbagai tekanan untuk mengatasinya agar bangsa ini
permasalahan, dan mereka akan semakin menemukan jati dirinya kembali, sekaligus
menderita dari generasi ke generasi mengobarkan kembali semangat dan jiwa
berikutnya, karena kehilangan arah dan kebangsaan yang berakar pada jati diri
pedoman, kehilangan tokoh panutan yang bangsa, agar mereka tidak ragu, untuk
bisa dijadikan andalan, 'berjalan sendirian' menjawab berbagai tantangan
dengan kebingungan bagaimana mengatasi permasalahan bangsa.
masalah besar tanpa ada yang membela
kepentingan mereka. Kepentingan yang Pendidikan ka rak te r individu di
paling mendasar bagi rakyat jelata cukup dalam pelajaran secara berkelanjutan
sederhana, yakni hanyalah cukup makan (never ending process) inilah yang harus
dan ada jaminan keamanan dan keadilan. diperkenalkan dan ditularkan kepada
Perlu kita sadari, bahwa masalah paling para anak didik sehhingga orientasi
berat yang diakibatkan oleh tantangan yang pembangunan karakter selain diberi
tidak terjawab secara tuntas, adalah krisis muatan ilmu pengetahuan juga
identitas bangsa akibat dari rapuhnya penting unt uk dita nam kan da n
Karakter Bangsa, keadaan ini akan disosialisasikan nilai-nilai sosial-budaya,
membawa bangsa ini berada dalam wawasan kebangsaan dan nilai-nilai
'keadaan darurat' yang ditandai oleh: (karakter) Pancasila. Sehingga, anak
di di k akan tumbuh d a n berkembang
1. Sebagian warga merasa kurang
sebagai seorang anak remaja dan
bangga menjadi warga negara
kemudian menjadi anak dewasa yang
Indonesia, kalau sedang di luar negeri berkarakte r, b e rb u d a y a
dan bertemu orang asing, tidak mau
Indonesia, b e r w a w a s a n kebangsaan
mengaku sebagai warga negara
dan menampilkan karakter yang
Indonesia atau bahkan ingin memancarkan nilai-nilai pancasila. C a r a
berpindah kewarganegaraannya
menyalurkan pembangunan
menjadi warga negara asing.
karakter yang paling efektif memang
2. Terdapat oknum aparatur pemerintah melalui jalur pendidikan, baik
yang lebih mementingkan pendidikan informal, formal maupun
kepentingan pribadinya di atas nonformal dalam upa ya
kepentingan yang lain termasuk di pe na nam a n dan pembangunan
atas kepentingan bangsa dan negara, karakter dengan sadar dan sengaja
serta dilakukan secara berkelanjutan.

18
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

Pendidikan informal berarti setiap lembarnya. Keluarga


pendidikan yang dilakukan di rumah merupakan lingkungan pertama dan
dalam jalur keluarga. Karena itu, melalui utama, bagi seorang anak menerima
pelajaran pertamanya. Segala bentuk
bim bi nga n a j a r a n da n keteladanan
pondasi sebagai seorang manusia
hal ini pendidikan karakter dapat berasal dari rumah, demikian pula
dilakukan secara terus menerus sejak bayi halnya dengan pendidikan
berada dalam kandungan sampai moralnya.
dengan kita meninggal dunia. Karena
anak-anak memiliki kecenderungan Menurut Ahmad (2005:25), terdapat tiga
mengucapkan apa yang ia dengar, dan faktor yang menjadi alasan mengapa
melakukan apa yang ia lihat. Apa yang ia keluarga menjadi tempat terbaik bagi
dengar dan lihat, adalah perilaku konkrit pendidikan moral anak, yaitu: Pertama:
dari orang-orang yang berada di ikatan darah; Secara umum, keterikatan
sekelilingnya. Satu-satunya aturan dan darah membawa perasaan bahwa tidak ada
batasan bagi anak adalah contoh yang dia yang lebih dipedulikan oleh seorang ayah
lihat. Sehingga sangat sulit bagi anak atau ibu, selain anaknya, atau tidak ada
untuk memahami aturan atau hukum yang yang lebih peduli kepada seorang anak,
bersifat tertulis atau hanya kata-kata yang kecuali orang tuanya. Dalam hal ini, anak
tidak disertai dengan perilaku konkrit mendapatkan kebutuhan utamanya, yaitu
karena hal tersebut sangat abstrak baginya. cinta kasih, yang akan membentuk
Hal tersulit dalam pendidikan moral kepercayaan dalam dirinya bahwa
melalui wadah keluarga adalah bahwa kebaikan itu ada, mewujud, dan di alami.
pendidikan tersebut harus dimulai dari Sangat jelas di sini, bahwa kebaikan
keluarga, yang benar-benar menjunjung pertama kali diterima oleh anak-anak,
tinggi dan mempraktekan nilai-nilai moral bukan dalam bentuk konsep atau
dalam kehidupan sehari-hari. Bila pengetahuan, tapi tindakan praktis atau
disepakati bahwa dari keluarga dapat dialami, Kedua, kekuasaan; Orang tua
membentuk pribadi yang bermoral, maka berkuasa penuh atas anaknya, baik secara
pertanyaan pertama yang muncul adalah, fisik maupun psikologis, bahkan hidup dan
apa yang harus dimiliki oleh sebuah mati seorang anak dapat dikatakan
keluarga, bila benar-benar ingin tergantung dari orang tuanya. Kekuasaan
membentuk pribadi yang bermoral? biasanya terwujud dalam bentuk pola
Pertanyaan ini diajukan, karena disadari pengasuhan (parenting style) yang
betul bahwa kita tidak dapat menabur diterapkan orang tua terhadap anaknya.
benih di atas batu. Hal pokok yang harus Ketergantungan inilah, yang membuat
dimiliki oleh keluarga dalam membentuk orang tua berkuasa untuk mengucapkan
moral adalah tauladan. kata-kata agar didengar, menunjukkan
perilaku agar dicontoh (Hofflman, paris &
John Loke (Brennan 1999:30) mengatakan
Hall 1994:55), Ketiga, harapan; Ada
bahwa
harapan pada diri setiap orang tua, bahwa
Pada hakekatnya manusia ketika
anaknya dapat menjadi manusia yang baik
dilahirkan ke dunia, ia tidak
ubahnya seperti sebuah kertas putih bahkan jauh lebih baik dan lebih sempurna
(tabula rasa) di mana tidak ada daripada orang tuanya tersebut. Hampir
sedikitpun coretan atau tulisan di dapat dipastikan bahwa tidak ada orang
atasnya. Lingkunganlah yang akan tua yang ingin anaknya menjadi seorang
menggoreskan ribuan tulisan dalam koruptor sekalipun orang tuanya adalah

19
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

seorang koruptor yang ulung. Harapan PEMBAHASAN


setiap orang tua kepada anaknya selalu
menuju kearah yang baik dan positif. Hal PENDIDIKAN KARAKTER
ini mendorong orang tua mengarahkan BERDASARKAN NILAI – NILAI
anaknya menuju apa yang dia inginkan MORAL PANCASILA SEBAGAI JATI
(Collins 2006:20). DIRI BANGSA INDONESIA

Jalur pendidikan yang kedua adalah Tidak ragu lagi pendidikan karakter
pendidikan melalui sekolah yang merupakan upaya yang harus melibatkan
disebut jalur pendidikan formal, jalur semua pihak baik rumah tangga dan
pendidikan formal merupakan jalur utama keluarga sekolah dan lingkungan sekolah
pendidikan, karena pendidikan formal di lebih luas masyarakat. Karena itu, langkah
sekolah ini yang benar – benar terstruktur, pertama yang harus dilakukan adalah
bertahap, bertingkat, dan berkelanjutan, menyambung kembali hubungan dan
yang tercantum dalam UU No. 20 tahun educational networks yang hampir terputus
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional antara ketiga lingkungan pendidikan ini.
(SISDIKNAS). Sedangkan jalur Pembentukan dan pendidikan karakter
pendidikan yang ketiga kita sebut jalur tidak akan berhasil selama antara ketiga
pendidikan nonformal, ya i t u j a l u r lingkungan pendidikan tidak ada
masyarakat. Ini meliputi segenap kesinambungan dan harmonisasi. Dengan
lapisan lingkungan kita (lingkungan demikian, rumah tangga dan keluarga
tempat tinggal, tempat bekeria, tempat sebagai lingkungan pembentukan dan
usaha maupun lingkungan pendidikan karakter pertama, utama
penyampaian informasi melalui media), mestilah diberdayakan kembali.
termasuk melalui lingkungan Sebagaimana disarankan Phillips, keluarga
aparatur pemerintah (negara). Sementara hendaklah kembali menjadi school of love,
itu, untuk pendidikan agama yang sekolah untuk kasih sayang (Phillips
merupakan hal penting da la m 2000:50).
penanaman dan pembangunan
karakter, kita bisa gunakan ketiga jalur Dan, sekali lagi, sekolah seperti sudah
yang ada tadi, yakni informal, formal dan sering dikemukakan banyak orang
nonformal. sebaiknya tidak hanya menjadi tempat
belajar, namun sekaligus juga tempat
memperoleh pendidikan, termasuk
PERMASALAHAN pendidikan karakter. Sekolah, pada
hakikatnya bukanlah sekadar tempat trans-
Berdasarkan uraian tersebut di atas, fer of knowledge belaka. Seperti
yang menjadi perumusan masalah dikemukakan Fraenkel (1977: 1-2), sekolah
dalam tulisan ini adalah apakah tidaklah semata-mata tempat di mana guru
pendidikan karakter berdasarkan menyampaikan pengetahuan melalui
pengamalan nilai – nilai moral berbagai mata pelajaran. Sekolah juga
Pancasila dapat dijadikan dasar sebagai adalah lembaga yang mengusahakan usaha
jati diri bangsa Indonesia? dan proses pembelajaran yang berorientasi
pada nilai (value-oriented enterpris). Lebih
lanjut, Fraenkel mengutip John Childs

20
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

yang menyatakan, bahwa organisasi memberi penghargaan (prizing) dan


sebuah sistem sekolah dalam dirinya menumbuh suburkan (cherising) nilai-nilai
sendiri merupakan sebuah usaha moral yang baik, dan sebaliknya mengecam dan
(moral entreprise), karena ia merupakan mencegah (discouraging) berlakunya nilai-
usaha sengaja masyarakat manusia untuk nilai yang buruk; menegaskan nilai-nilai
mengontrol pola perkembangannya. yang baik dan buruk secara terbuka dan
kontinu; memberikan kesempatan kepada
Pembentukan dan pendidikan karakter peserta didik untuk memilih berbagai
melalui sekolah merupakan usaha mulia alternatif sikap dan tindakan berdasarkan
yang mendesak untuk dilakukan. Bahkan, nilai; melakukan pilihan secara bebas
kalau kita berbicara tentang masa depan, setelah menimbang dalam-dalam berbagai
sekolah bertanggung jawab bukan hanya konsekuensi dari setiap pilihan dan
dalam mencetak peserta didik yang unggul tindakan; membiasakan bersikap dan
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, bertindak atas niat dan prasangka baik dan
tetapi juga dalam karakter dan tujuan-tujuan ideal; membiasakan bersikap
kepribadian. Dan hal ini relevan secara dan bertindak dengan pola-pola yang baik
kontekstual bukan hanya di negara-negara yang diulangi secara terus-menerus dan
yang tengah mengalami krisis karakter konsisten.
seperti Indonesia, tetapi juga bagi negara-
negara maju (cf. Fraenkel, 1977: Ketiga, menerapkan pendidikan
Kirschenbaum & Simon, 1974:65). berdasarkan karakter (character based
education). Hal ini bisa dilakukan dengan
Usaha pembentukan dan pendidikan menerapkan character based approach ke
karakter melalui sekolah dapat dilakukan dalam setiap mata pelajaran yang ada di
setidaknya melalui perdekatan, sebagai samping mata pelajaran khusus untuk
berikut: pendidikan karakter, seperti pelajaran
agama, sejarah, Pancasila, dan sebagainya,
Pertama, menerapkan pendekatan modelling berinteraksi pada pembentukan karakter
atau dengan mensosialisasikan dan
membiasakan lingkungan sekolah untuk Dalam konteks ini (UNESCO, 1998),
menghidupkan dan menegakkan nilai-nilai deklarasi yang dirumuskan pada "World
akhlak dan moral yang benar melalui Conference on Higher Education" (Paris,
model atau teladan. Setiap guru dan 5-9 Oktober 1998) menyangkut misi dan
tenaga kependidikan di lingkungan sekolah fungsi pendidikan, dalam hal ini perguruan
hendaklah mampu menjadi role mode yang tinggi, antara lain, dinyatakan: bahwa
hidup (living exemplary) bagi setiap perguruan tinggi juga memiliki misi dan
pendidik. Mereka juga harus terbuka dan fungsi untuk membantu melindungi dan
siap untuk mendiskusikan dengan peserta memperkuat nilai-nilai sosial dengan
didik tentang berbagai nilai yang baik melatih anak-anak muda dalam nilai-nilai
tersebut. yang mernbentuk dasar kewarganegaraan
demokratis; dan dengan memberikan
Kedua, menjelaskan atau perspektif kritis dan tidak bias guna
mengklarifikasikan kepada serta didik membantu dalam pembahasan tentang
secara terus-menerus tentang berbagai nilai pilihan-pilihan strategis, dan penguatan
yang baik dan yang buruk. Usaha ini bisa perspektif humanistik.
dibarengi pula dengan langkah-langkah;

21
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

Di lihat dari segi ini, maka pendidikan bangsa Indonesia, yang perlu diperhatikan
termasuk di perguruan tinggi bertugas ialah nilai-nilai yang telah disepakati oleh
mengembangkan setidak-tidaknya lima bangsa Indonesia sehingga mempunyai
bentuk kecerdasan. Pertama, kecerdasan kekuatan yang mengikat , lebih tinggi dan
intelektual; kedua, kecerdasan emosional; nilai-nilai yang sedang hidup berkembang
ketiga, kecerdasan praktikal; keempat, dalam masyarakat yang masih
kecerdasan sosial; dan kelima, kecerdasan memerlukan kristalisasi. Meskipun di lihat
spiritual dan moral. Kelima bentuk dari segi hukum norma-norma hukum
kecerdasan ini harus dikembangkan secara mempunyai kekuatan mengikat yang lebih
simultan; dan jika berhasil dilaksanakan tinggi dan sanksi yang lebih kuat (dapat
dengan baik, maka akan mampu memaksakan pelaksanaannya), dilihat dari
menghasilkan mahasiswa dan lulusan yang segi kemanfaatan, norma hukum dan
bukan hanya cerdas secara intelektual, bukan norma hukum mempunyai
tetapi juga cerdas secara emosional, pengaruh timbal-balik, saling mengisi.
praktikal, sosial, dan spiritual-moral.
Oleh sebab itu pengamalan Pancasila
Dalam kerangka paradigma baru sebagai pandangan hidup bangsa berarti
pendidikan nasional itu, kiranya baik pula melaksanakan Pancasila dalam hidup
di kutip rumusan tentang "nilai-nilai dasar sehari-hari. Pengamalan dalam hidup
pendidikan nasional" yang terdiri dari sehari-hari tidak boleh bertentangan
delapan butir. Pertama, keimanan dan dengan pengamalan dalam kehidupan
ketakwaan, yakni bahwa pendidikan harus kenegaraan dan hidup kemasyarakatan
memberikan atmosfer religiusitas kepada dalam negara. Jadi harus serasi dan
peserta didik. Kedua, kemerdekaan, yakni harmonis. Karena corak dan ragam dalam
kebebasan dalam pengembangan gagasan, kehidupan sehari-hari yang bersifat jamak
pemikiran, dan kreativitas. Ketiga, (pluralistis), bermacam ragam maka sukar
kebangsaan, yakni komitmen kepada dibuat peraturan-peraturan secara
kesatuan kebangsaan dengan sekaligus terperinci dan menyeluruh, sebagaimana
menghormati pluralitas. Keempat, peraturan perundangan negara. Oleh sebab
keseimbangan dalam perkembangan itu pengamalannya diserahkan kepada
kepribadian dan kecerdasan anak. Kelima, kesadaran dari masyarakat itu sendiri
pembudayaan, yakni memiliki ketahanan terhadap Pancasila asal tidak bertentangan
budaya dalam ekspansi budaya global. dengan norma-norma yang berlaku (norma
Keenam, kemandirian dalam pikiran dan hukum, norma agama, norma kesusilaan,
tindakan, tidak bergantung pada orang norma kesopanan dan adat kebiasaan yang
lain. Ketujuh, kemanusiaan, yakni ada).
menghormati nilai-nilai kemanusiaan,
akhlak, budi pekerti dan keadaban. Pengamalan Pancasila sebagai dasar
Kedelapan, kekeluargaan, yakni ikatan negara disebut pengamalan Pancasila
yang erat antara komponen sekolah, secara obyektif, sedangkan pengamalan
keluarga, dan masyarakat. (Azyumardi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
Azra, 2006:184) disebut pengamalan secara subyektif.
Pengamalan Pancasila secara subyektif
Dalam hubungannya dengan nilai-nilai meliputi bidang yang luas antara lain
yang terkandung di dalam Pancasila, ekonomi, politik, sosial budaya, hankam,
pembukaan UUD 1945 dan dalam pribadi agama dan kepercayaan terhadap Tuhan

22
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

Yang Maha Esa. Meliputi juga lingkungan kita masing-masing, memandang sesama
hidup pribadi, hidup keluarga, hidup ma-nusia sebagai makhluk yang sama
kemasyarakatan dan lain - lain. harkat dan derajatnya, mendahulukan
Kesemuanya harus dipertanggung- persatuan dan kesatuan masyarakat/
jawabkan secara obyektif, secara filosofis, bangsa, segala sesuatu dimusyawarahkan
secara sosiologis dan secara moral dan etis demi tercapainya keadilan di mana
sesuai dengan keadaan dan kapan masing-masing dapat memiliki apa yang
dilaksanakan, ditentukan waktu dan memang menjadi haknya.
tempat, baik sendiri maupun bersama-
sama. Oleh karena itu diperlukan teknik
membangun karakter melalui pelatihan
Pengamalan secara subyektif inilah yang secara terus menerus sejak lahir sampai
utama (primer). Bahkan yang menentukan: akhir hayat atau never ending process.
artinya pengamalan obyektif hanya dapat Mengedepankan akhlak sebelum ilmu.
berlangsung dengan baik apabila terlebih Sistem pendidikan di Indonesia selama ini
dahulu pengamalan subyektif dapat baik. lebih mengedepankan pendidikan ilmu
Untuk menuju terwujudnya pengamalan daripada akhlak karimah sehingga
subyektif yang baik, maka secara bertahap terciptalah manusia yang pandai tetapi
sebaiknya di tempuh melalui pendidikan. tidak berkarakter. Orang yang baik belum
Sebab melalui pendidikan inilah, kepada dapat dikatakan berkarakter, sebelum
para subyek (manusia-manusianya) akan kebaikannya dapat diaplikasikan dan dapat
dapat diberikan pengertian dan memberikan manfaat kepada orang lain
pengetahuan yang tepat mengenal arti dan dan dalam sekala lebih besar kepada
makna dari pada Pancasila. Dan hanya Bangsa dan Negara. Karakter adalah suatu
dengan pengetahuannya yang tepat atau sifat yang dipadukan antara sifat nilai-nilai
yang baik, barulah dapat diharapkan moral dari luar yang kita internalisasikan
tumbuhnya kesadaran, dan kemudian dari ke dalam diri kita dan potensi yang ada di
rasa kesadaran diharapkan adanya rasa dalam diri kita yang merupakan potensi
ketaatan dan kemampuan untuk pemberian Tuhan sebagai jati diri kita
mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam yang menjadi sifat dasar, dipadukan lalu
kenyataan hidup sehari-hari. dalam perjalanan hidup kita memilih sifat-
sifat yang akan dijadikan menjadi nilai
Situasi ideal dalam pengamalan Pancasila hakiki. Contoh; kejujuran, tidak bisa kita
yang seharusnya dapat kita capai adalah, terima langsung jadi begitu saja, harus
bagaimana kita semua di dalam diperjuangkan di dalam setiap tindakan
mengamalkan Pancasila itu tidak hanya kita, mampu tampil jujur, baru dapat
sekedar didasarkan pada kewajiban hukum dikatakan sebuah karakter.
saja melainkan juga didasarkan pada
kewajiban moral atau etis. Kewajiban Pembangunan karakter bangsa bertujuan
moral atau etis di dalam mengamalkan membangun ketahanan pribadi dan
Pancasila mengandung makna bahwa hati ketahanan keluarga yang menjadi
nurani kita sendirilah yang mewajibkan tumpuan bagai Ketahanan Nasional.
diri kita masing-masing untuk selalu Rapuhnya ketahanan Nasional
berorientasi kepada nilai-nilai Pancasila dikarenakan oleh lemahnya ketahanan
itu, yaitu bertaqwa kepada Tuhan Yang pribadi dan ketahanan keluarga.
Maha Esa menurut agama/kepercayaan Kelemahannya selama ini dikarenakan

23
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

Ketahanan Pribadi hanya mengejar keadaan moral yang harus diusahakan.


kompetensi atau pengetahuan saja. Diperlukan suatu perantara yang kondusif
Ketahanan pribadi tidak mempelajari bagi perkembangan moral anak. Sekolah
pembangunan karakter. Karakter pribadi sebagai perantara yang merupakan suatu
yang merupakan kunci, tidak disentuh dari komunitas baru bagi anak yang diharapkan
semua lini. Yang menjadi permasalahan dapat membantu mengasah dan memupuk
adalah tidak adanya pedoman yang jelas perkembangan moral anak dengan metode
untuk membangun karakter. Karena tidak dan sistem pendidikan yang baik.
memahami karakter akhirnya yang
dipelajari dalam kurikulum Diknas hanya Beberapa hal penting diketahui antara lain:
pengetahuan dan keterampilan umum saja. 1) seperti apakah pendidikan yang baik, 2)
Pembangunan karakter hanya diharapkan bagaimana fungsi dan metode yang terbaik
dari rumah saja. Tugas pokok ibu agar perkembangan moral anak. dapat
membangun karakter anak yang tidak berkembang secara optimal? Menurut
sebagaimana mestinya menjadi awal Ismail (2006:50) secara umum sekolah
kemerosotan bangsa. sebagai saranan pendidikan sekurang-
kurangnya memiliki 4 fungsi utama;
Durkheim (dalam Kohlberg, 1995:75) pertama sebagai sarana transfer ilmu
menyatakan bahwa pendidikan dalam pengetahuan, kedua. konservasias dan
lingkungan keluarga merupakan suatu pengembangan ilmu pengetahuan, ketiga,
persiapan yang sangat menentukan bagi penguasaan life skill dan teknologi, keempat,
perkembangan moral anak, namun sarana pembangunan karakter (character
kegunaannya cukup terbatas terutama building). Keempat fungsi pendidikan di
dalam hal semangat disiplin. Hal yang atas seharusnya berjalan sesuai dengan
esensial bagi semangat disiplin yaitu rasa proporsi yang seimbang, sehingga
hormat terhadap peraturan, hampir tidak menghasilkan suatu output yang benar-
dapat berkembang dalam lingkungan benar kompeten dalam bidang ilmu
keluarga. Salah satu hal yang pengetahuan. Bukan saja mampu
mempengaruhinya adalah hubungan di mengandalkan kemampuan pikir dan
antara anggota keluarga tidak dikendalikan kognitif yang baik tetapi juga memiliki
oleh aturan umum yang tidak dapat jiwa dan karakter yang luhur.
diubah. Relasi antar anggota keluarga
umumnya berada dalam suasana Pada kenyataannya, dari keempat fungsi
kebebasan. Suasana kebebasan tersebut pendidikan yang dikemukakan oleh Ismail
menyebabkan minimnya rasa hormat (2006) umumnya hanya tiga fungsi yang
terhadap peraturan. Di sisi lain, anak harus dijalankan, yaitu sebagai transfer ilmu,
belajar menghormati peraturan, ia harus konservasi dan pengembangan ilmu serta
bertanggung jawab atas tugas-tugasnya. penguasaan life skill dan teknologi.
Sedangkan fungsi yang keempat yaitu
Hal inilah yang kemudian menjadi sarana pembangunan karakter, masih jauh
tanggung jawab sekolah dalam dari aplikasi. Ketimpangan ini
mengembangkan tanggungjawab dan menyebabkan ketidakseimbangan output
menghormati peraturan secara lebih antara kemampuan kognitif dengan
dewasa. Terdapat suatu jarak yang besar pembentukan karakter yang positif yang
antara keadaan moral yang dialami anak
ketika ia meninggalkan keluarganya dan

24
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

mengakibatkan munculnya pribadi-pribadi psikomotorik. Jika fungsi internalisasi


yang cacat secara nilai. nilai-nilai moral ini tidak terasah, maka
dapat dipastikan peserta didik pendidikan
Hal ini terbukti dengan pelaku-pelaku anti-korupsi hanya mampu memahami
korupsi yang berasal dari golongan konsep anti-korupsi, bahaya korupsi,
cendekiawan dan terpelajar. Pada banyak bahkan hukum yang berkaitan dengan
kasus terutama kasus korupsi kelas kakap korupsi sebatas pada tataran pengetahuan
pelakunya adalah orang-orang yang semata dan pendidikan anti-korupsi tidak
terpelajar dan sangat ahli dalam akan menghasilkan output yang
bidangnya. Fenomena ini jelas diharapkan yaitu mampu membentuk dan
menggambarkan bahwa fungsi pendidikan merubah perilaku peserta didik untuk
di Indonesia tidak sesuai dengan sistem mampu menampilkan diri sebagai individu
yang diberlakukan. Hal ini didukung oleh pembawa perubahan (agent of change) yang
pernyataan Ismail (2006), bahwa dari segi anti-korupsi baik dalam segi perkataan
sistem, lembaga pendidikan di Indonesia maupun perilaku konkrit.
telah gagal dalam menjalankan fungsinya
sebagai kawah candradimuka bagi PENDIDIKAN NILAI – NILAI
pembentukan karakter bangsa. Oleh sebab MORAL BERKERJA MEMBENTUK
itu, salah satu "pekerjaan rumah" sistem PRIBADI ANTI-KORUPSI
dan lembaga pendidikan di Indonesia saat
Sebuah pertanyaan penting, bagaimana
ini adalah mengembalikan pendidikan
pendidikan nilai-nilai moral bekerja
pada fungsinya sebagai pembentuk
membentuk pribadi anti-korupsi? inti dari
karakter bangsa yang tidak hanya bertugas
pendidikan moral adalah pembentukan
sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan,
prinsip-prinsip keadilan. Pendidikan moral
pengembangan keilmuan, penguasaan life
yang tepat, bersifat individual/personal.
skill dan teknologi, tetapi juga sebagai
Semakin bersifat individual/personal
intemalisasi nilai-nilai luhur dan ideal bagi
pendidikan moral yang diberikan maka
masyarakat. Nilai-nilai moral merupakan
semakin besar kemungkinan terbentuknya
salah satu unsur dalam nilai-nilai luhur
prinsip-prinsip keadilan tersebut.
yang dimaksud.
Kohlberg (1995:20) menyatakan bahwa
Pendidikan anti-korupsi mulai memasuki prinsip yang paling inti bagi perkembangan
ranah pendidikan formal, mulai pertimbangan moral individu adalah
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi prinsip-prinsip keadilan. Keadilan sebagai
seharusnya berkaca pada ketimpangan penghargaan utama terhadap nilai dan
fungsi dan sistem pendidikan umum yang persamaan derajat semua manusia serta
telah berjalan di Indonesia. Harapannya terhadap timbal-balik dalam hubungan
adalah agar output dari pendidikan anti- antar manusia, merupakan tolok ukur yang
korupsi tidak terjerumus pada lubang yang mendasardan universal. Menggunakan
sama. Fungsi pembangun karakter harus prinsip keadilan sebagai prinsip penata
mendapatkan porsi yang sesuai bahkan dalam pendidikan moral, memenuhi
sedikit lebih diutamakan karena dalam semua kriteria yang harus dipenuhi karena
fungsi ini, terdapat fungsi internalisasi mampu menjamin kebebasan dalam
nilai-nilai luhur dan nilai-nilai moral yang berkeyakinan, menggunakan konsep
berperan sebagai penyeimbang antara moralitas yang dapat dibenarkan secara
kemampuan analisis dan kognitif serta filosofis dan didasarkan atas fakta-fakta

25
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

psikologis dari perkembangan manusia. akan membentuk prinsip-prinsip keadilan


Tujuan akhir dari pendidikan moral adalah dalam tataran personal. Bahkan lebih jauh
terbentuknya prinsip-prinsip keadilan. lagi, dalam tataran yang lebih makro, nilai-
Pendidikan moral mengenai anti-korupsi nilai moral yang membentuk prinsip-
seharusnya memiliki tujuan akhir berupa prinsip keadilan tersebut selayaknya
terbentuknya prinsip-prinsip anti-korupsi. diterapkan pada semua bidang keilmuan
Prinsip di sini diartikan sebagai sebuah (bukan saja pada mata kuliah anti-korupsi)
idealisme individual terhadap nilai-nilai sehingga ilmu pengetahuan tidak berhenti
anti-korupsi yang akan mempengaruhi dan terbatas pada domain kognitif saja.
domain kognitif, afektif, dan psikomotor
dalam berperilaku sesuai dengan jalur yang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
sebenarnya dan seharusnya. berkarakter, karena memiliki ciri khusus
yang membedakannya dengan bangsa
Domain kognitif, afektif dan psikomotor lainnya. Keanekaragaman suku bangsa
anti-korupsi yang tidak dilandasi dengan yang mendiami seluruh pelosok nusantara,
prinsip-prinsip anti-korupsi hanya akan janganlah dilihat secara terpisah-pisah
menghasilkan pengetahuan. hukum atau tetapi saling berinteraksi, sesungguhnya
aturan dalam diri individu semata. Hal mereka semua telah bersatu padu dalam
yang perlu diperhatikan utuk dibedakan sifat, watak, dan karakter yang saling
adalah istilah prinsip dan hukum/aturan. mempengaruhi antar suku, karena telah
Prinsip tidak sama dengan hukum/aturan. terjadi keterpaduan, saling melengkapi
Prinsip jika dibuat suatu contoh kalimat: antara sekumpulan nilai dan norma pada
"saya tidak akan korupsi...", "saya....tidak semua kelompok sosial yang ada, maka
akan pernah mencuri uang rakyat", "saya terbentuklah karakter bangsa Indonesia
tidak akan berzina" dan seterusnya. (Sulaiman, 2012:65)
Sedangkan aturan jika dibuat suatu contoh
kalimat: "jangan korupsi....", "jangan Secara umum, Bangsa Indonesia memiliki
mencuri uang rakyat". "jangan berzina" Sembilan Pokok Karakter Bangsa, sebagai
dan seterusnya. Dari contoh kalimat di berikut:
atas membuktikan bahwa prinsip yang
lahir dari pendidikan moral yang tepat, 1. Bangsa Indonesia adalah bangsa
bersifat individual/personal, sedangkan berintegritas.
hukum/aturan diciptakan untuk dipatuhi Jiwa komunitas dari setiap suku
bersama secara komunal. bangsa dilengkapi oleh sifat suka
Prinsip-prinsip antikorupsi yang bergaul, suka berdagang dan suka
diinternalisasi akan melahirkan karakter berkelana dan berhubungan dengan
anti-korupsi yang akhirnya akan bangsa asing, membentuk bangsa
membentuk suatu kepribadian yang anti- Indonesia menjadi bangsa berjiwa
korupsi. Dalam tataran mikro, pendidikan integritas, menghargai persahabatan,
anti-korupsi yang ideal seharusnya tidak memegang teguh janji dan komitmen.
hanya menyajikan materi-materi anti-
2. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
korupsi, hukum-hukum yang berkenaan
berani.
dengan anti-korupsi yang menjurus kepada
pengetahuan kognitif semata, tetapi Jiwa berani bangsa Indonesia semula
sebaiknya dan seharusnya diimbangi berasal dari masyarakat nelayan atau
dengan intemalisasi nilai-nilai moral yang

26
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

pelaut, dengan mengendarai perahu tinggi kesetiaan, setia kawan


yang kecil berani menempuh samudra mendorong terwujudnya gotong
luas dan menempuh gelombang dan royong dalam penyelesaian segala
badai yang besar, tentu berbekal kesulitan dan pekerjaan
pengalaman, keahlian dan dikomunitasnya, seperti: gugur
keterampilan serta rakyat Indonesia di gunung, pindah rumah, arisan, irigasi
kenal pelaut yang ulung. Jiwa bangsa pertanian/subak dan lain-lain. Jiwa
Indonesia berani menghadapi bangsa Indonesia adalah jiwa yang
berbagai kesulitan dan tantangan. setia yang selanjutnya mewujudkan
kebersamaan, gotong royong,
3. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kepedulian dan solidaritas serta
tabah. kekeluargaan.
Jiwa yang tabah menghadapi 6. Bangsa Indonesia adalah bangsa
penderitaan dan kesulitan terutama yang bermoral.
berasal dari petani, yang setiap subuh
mereka berjalan naik gunung, turun Masyarakat Indonesia adalah
gunung, lalu mencangkul dan masyarakat religius, yang agamis,
menanam di sawahnya begitu pula maka moral bangsa Indonesia
dengan para nelayan mereka bersumber dari agama yang dianut.
mempunyai hambatan dalam Moral masyarakat Indonesia
kehidupannya. Jiwa bangsa Indonesia bersumber dari cinta akan
adalah jiwa yang tabah menghadapi kebenaran, terutama kebenaran dalam
berbagai kesulitan dan penderitaan bidang agama. Moral bangsa
serta sabar menjalani hidup apa Indonesia sudah melekat dan
adanya. mendarahdaging secara kodrati yang
sudah terbentuk secara konsisten
4. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang dalam sikap dan perilaku sehari-
jujur. hari.
Semua suku bangsa di Indonesia asal 7. Bangsa Indonesia adalah bangsa
mulanya mereka adalah orang-orang yang beretika.
yang lugu, jujur, tidak pernah
berbohong, tidak licik, tidak pernah Setiap anggota suku apapun di
menipu, tidak pernah berlaku curang Indonesia dituntut untuk bertanggung
dalam hal apapun. Mereka tidak culas jawab, dan pelaksanaan tanggung
dan tidak pernah menyembunyikan jawab diharuskan sesuai dengan etika
sesuatu, mereka berkata apa adanya. yang berlaku Kebiasaan beretika
Adanya suku bangsa yang tertutup sudah mendarah daging pada
terhadap pengaruh luar, semata-mata masyarakat Indonesia.
ingin menjaga keluguan dan kejujuran
semua anggota sukunya. 8. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
kreatif dan berbudaya tinggi.
5. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
setia. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat yang bijaksana, sebab
Kehidupan dalam komunitas suku dengan kebijaksanaan akan
manapun di Indonesia menjunjung mempererat persahabatan,

27
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

memperlancar komunikasi, ditaburi sejak kecil sikap dan prilaku


meningkatkan hubungan personal, pancasila yang telah berkembang di bumi
sebagai bukti dari masyarakat yang pertiwi menjadi kekhasan Indonesia.
berbudaya tinggi. Disamping Orang lain tidak memiliki Pancasila akan
menjunjung tinggi nilai-nilai tetapi melakukan nilai-nilai Pancasila yang
kemanusiaan dalam cipta, rasa dan telah dirumuskan para Founding Father.
karsa, maka jiwa bangsa Indonesia Faktor utama dalam melaksanakan
adalah jiwa kreatif dan berbudaya pendidikan karakter bangsa adalah adanya
tinggi. rasa ketulusan dan kesungguhan. Di
samping itu perlu ada rasa keadilan untuk
9. Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang berbuat sesuatu atau bertekat memberi
Cinta Damai. sekecil apapun untuk negara dan bangsa
Setiap suku bangsa di seluruh pelosok yang sudah sangat mengharapkan adanya
nusantara selalu berusaha menjaga suatu perubahan yang positif menuju
kerukunan dan kedamaian intern dan kepada, kemajuan peradaban manusia
antar suku, semua lambang-lambang diabad melinium. Dimana akselerasi
kesukuan adalah untuk seluruh kegiatan pengembangan Karakter
melanggengkan persahabatan, Bangsa akan lebih terlihat dan akan
kerukunan dan perdamaian. Cinta menjadi lebih mantap, jika didukung
damai menuntut bangsa yang keteladan dari para orang tua, pendidik,
merdeka dan berdaulat, sebab para tokoh, para pejabat dan para pemuka
bagaimana mungkin turut serta masyarakat. Oleh karena itu inti pelajaran
menciptakan perdamaian kalau tidak Karakter Bangsa sebagai materi tambahan
merdeka dan berdaulat? pada berbagai jenis pendidikan dan
pelatihan, adalah berupa penekanan pada
penanaman semangat kebersamaan dan
PENUTUP pengabdian yang diaktualisasikan secara
kondusif dan adaptif dalam kehidupan
Pentingnya pendidikan karakter, setelah bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
terwujud menjadi satu ruang yang disebut dalam kegiatan kurikuler dan ekstra
karakter, kemudian menjadi daya dorong kurikuler.
dari dalam dan keluar, yang akan
menuntun perilaku kita yang selalu
mengarah kepada kebajikan dan kebaikan,
menjadi orang baik yang terampil terpuji DAFTAR PUSTAKA
terus menerus, dimana orang yang tidak
membangun karakternya tidak akan I. BUKU
mempunyai daya dorong sehingga
Ahmad. J. The Young Sufi, Jejak Cinta Sang
mendapatkan kesulitan dalam menemukan
Sufi Muda, Tinta, Yogyakarta.
jatidirinya. Oleh karena itu konsep dasar 2005
pentingnya dimana setelah terwujud Azyumardi, Azar, Paradigma Bru
menjadi satu yang disebut karakter adalah Pendidikan Nasional, Kompas,
membentuk karakter yang kokoh, kuat dan Jakarta 2002
mulia sejak dini. Karakter yang harus Brennan, J. F. Hystory and systems of
dibangun adalah karakter yang diwarnai psychology,six edition.Prentice
Hall. New Jersey. 1999
semangat esensi dan nilai-nilai Pancasila,

28
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017
Pendidikan Karakter Berdasarkan Pengamalan Nilai - Nilai Moral
Pancasila Sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia

Collins, E.M. Konsep keluarga modern


berdasarkan nilai – nilai moral III. JURNAL
tradisional.,Titan Ilmu. Jakarta.
2006 Sulaiman, Jurnal SATRIA, Januari –
Durkheim. E. Moral education : Astudy in Maret 2013 Vol. 8 No.1, Konsep Dasar
The Theory and Aplication in the Pendidikan Karakter, KEMENHAN
Sociology of education. Free
Press New York, 1961
Darmodiharjo, S. Darji, dkk. SANTIAJI
Pancasila Suatu Norma.
Usaha Nasiona, Surabaya,
1991.
Fraenkel, Jack R., 1977, How to Teach about
Values: An Analytical Approch,
Englweood, NJ: Prentice Hall
Hoffman. L,Paris, S, Hall, E. Developmental
psychology today, sixth editio.
McGraw Hill. New York 1994
Ismail , dkk Pendidikan antikoropsi di
perguruan tinggi,Center for the
Studi of Religion and Culture
(CSRC). Pusat Kajian Agama
dan Budaya Universitas Islam
Negeri (UIN). Jakarta 2006.
Kohlberg. L. Tahap-tahap perkembangan
moral. Kanisius. Yogyakarta
1995.
Krischenbaum, Horward & Sydney B.
Simon, 1974 “Values and
Futures Movement in
Education”, dalam Alvin
Toffler (ed.), Learning for
Tomorrow: The Role of the Future
in Education, New York:
Random House.
Phillips, C. Thomas, 2000, “Family as the
School of Love” makalah pada
National Conference on
Character Buiding, Jakarta, 25
– 26 November, 2000.
UNESCO, 1998, Higher Education in the
Twenty-First Century: Vision and
Action, Paris: UNESCO

II. PERUNDANG – UNDANGAN

UUD NRI Tahun 1945


UU No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS
UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005 – 2025

29
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma | Volume 7 No. 2, Maret 2017

You might also like