Professional Documents
Culture Documents
OLEH
Kelompok 2
1. ADEVILEN MONIC DJENKARI (2110010019)
2. BERSYEBA NANGE ( 2110010027)
3. DANIEL NARAMESAKH (2010010012)
4. JUNIANTO YOSEPUS MOKONI (2110010009)
2023
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penyusun sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan penyusun berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam menyusun makalah masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetauan
dan pengalamana, untuk itu penyusun mengharapkan kritk dan saran.
Penulis
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR....................................................................................................................................................2
BAB I..............................................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang......................................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................................................................5
2.1 Teori Pilihan Publik................................................................................................................................................5
2.2 Fungsi dan Tujuan Teori Pilihan Publik................................................................................................................6
2.3 Asumsi-Asumsi.....................................................................................................................................................7
2.4 Pendekatan............................................................................................................................................................8
2.5 Implikasi Penerapan Pilihan Publik.......................................................................................................................8
2.6 Contoh Kasusus di Indonesia................................................................................................................................9
BAB III......................................................................................................................................................................... 10
PENUTUP....................................................................................................................................................................10
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang teori pilihan publik mencakup sejarah perkembangan pemikiran dalam ilmu ekonomi dan
ilmu politik yang bertujuan untuk memahami bagaimana individu dan kelompok membuat keputusan dalam
konteks pengambilan kebijakan publik. Teori ini muncul sebagai respons terhadap perdebatan tentang
efisiensi dan efektivitas pemerintah dalam mengelola sumber daya yang langka. Pada tahun 1950-an, ahli
ekonomi seperti Kenneth Arrow dan James Buchanan memainkan peran kunci dalam mengembangkan
fondasi teori pilihan publik dengan karya mereka yang menggabungkan konsep ekonomi mikro dengan
analisis kebijakan publik. Mereka menyadari bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah
tidak selalu mencerminkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, dan teori pilihan publik lahir
sebagai upaya untuk menjelaskan perilaku politik dan ekonomi yang kompleks ini.
Selain itu, latar belakang teori pilihan publik juga dipengaruhi oleh perkembangan dalam teori permainan
dan ekonomi perilaku. Teori permainan memberikan alat analisis yang penting dalam memahami interaksi
strategis antara berbagai pemain dalam pengambilan kebijakan. Sementara itu, ekonomi perilaku menyoroti
pentingnya faktor-faktor psikologis dan perilaku dalam pengambilan keputusan individu. Keseluruhan, latar
belakang teori pilihan publik mencerminkan upaya lintas disiplin untuk memahami kompleksitas
pengambilan keputusan publik dan dampaknya terhadap efisiensi dan keadilan dalam tatanan sosial.
Sedangkan, Menurut Didik j. Rachbini (2002) fungsi dari pilihan publik dalam kebijakan ekonomi adalah:
1. Menunjukkan bagaimana sikap (behavior) yang diinterpretasikan sesuai medium budaya dan ideologi
yang ada.
2. Mengiluminasikan kondisi-kondisi keberhasilan tindakan kolektif dan untuk menunjukkan mengapa
sebagian kepentingan bias lebih diagregasikan dan sebagian lainnya tidak.
3. Bisa menjadi petunjuk bagi decision maker untuk menentukan pilihan kebijakan yang paling efektif.
Tujuan atau Manfaat dari Teori Pilihan Publik yaitu membantu pakar-pakar politik memfasilitasi
konseptualisasi berbagai teori politik sebagai masalah-masalah tindakan kolektif. Dapat digunakan untuk
mempelajari perilaku aktor politik maupun sebagai petunjuk bagi pengambilan keputusan publik dalam
penentuan pemilihan kebijakan publik yang paling efektif.
2.3 Asumsi-Asumsi
Asumsi-asumsi umum yang dipakai dalam teori pilihan publik setidaknya bisa dijelaskan dalam empat poin
berikut:
(i) kecukupan kepentingan material individu memotivasi adanya perilaku ekonomi;
(ii) motif kecukupan tersebut lebih mudah dipahami dengan menggunakan teori ekonomi neoklasik;
(iii) kecukupan kepentingan material individu yang sama memotivasi adanya perilaku politik; dan
(iv) di mana asumsi kecukupan (kepentingan yang sama) tersebut lebih mudah dipahami dengan
menggunakan teori ekonomi neoklasik (Streeton dan Orchard, 1994: 123). Menurut
Mallarangeng (2002: 9-10), teori pilihan rasional sendiri beranjak dari asumsi maksimalisasi
kegunaan (utility maximization). Tiang masyarakat adalah individu, yakni pelaku rasional yang
selalu bertindak untuk kepentingannya sendiri. mencapai
Di pasar, kaum pengusaha bertindak memaksimalkan keuntungan mereka; di arena politik, para politisi dan
birokrat bertindak semata- mata untuk memperbesar kekuasaan yang mereka miliki. Dalam perspektif ini,
bagi teori pilihan rasional kebijakan publik adalah bal dari interaksi politik di antara para pelaku rasional
yang ingin memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri. Suatu kebijakan yang khusus melindungi
industri tertentu, misalnya, dianggap sebagai keseimbangan rasional, rational equilibrium, yang memuaskan
kepentingan para pejabat pemerintah untuk terus berkuasa maupun kaum pengusaha yang sedang mengejar
peningkatan profit. Politik dengan demikian, dianggap sebagai sebuah panggung, tempat semua pihak
bersaing untuk mengeruk berbagai sumber yang ada di arena publik. Tepat pada titik inilah struktur
kekuasaan menempati lokus yang amat penting dalam pembahasan teori ekonomi politik, pemenang dan
pecundang amat tergantung dari kesanggupannya untuk memperoleh akses politik yang lebih luas.
Teori pilihan publik ini secara umum digunakan di dalam banyak disiplin ilmu dengan nama yang berbeda,
seperti 'public choice' (ilmu politik), 'rational choice theory (ilmu ekonomi dan sosiologi), dan "expected
utility theory (ilmu psikologi). Pengertian rasionalitas tersebut diaplikasikan ke dalam banyak konsep,
misalnya keyakinan (beliefs), preferensi (preference), pilihan (choices), tindakan (actions), pola perilaku
(behavioral patterns), individu (persons), serta kelompok dan lembaga (collectives and institutions) (Elster,
1983; dalam Nurrochmar, 2005: 32). Secara prinsip, teori pilihan publik tersebut melihat tindakan manusia
dalam pengertian ekonomi dan tidak terkait dengan nilai-nilai (values) yang menuntun keputusan rasional.
Capaian- capaian sosial diproduksi melalui agregasi (kumpulan) tindakan- tindakan individu (Zey, 1998;
dalam Nurrochmat, 2005: 33).
Alasan inilah yang dijadikan pertimbangan utama sehingga teori pilihan publik meletakkan individu sebagai
pusat kajian. Tetapi, harus tetap disadari bahwa teori pilihan publik menempatkan individu sebagai bagian
dari struktur sosial tertentu, sehingga perilakunya sebagian bisa ditebak dari kelompok (sosial, politik, dan
budaya) mana ia berasal Jadi, pilihan publik bisa diartikan sebagai penerapan metode ekonomi dan asumsi
perilaku ke lembaga pilihan kolektif nonpasar Pilihan publik tersebut memiliki implikasi penting untuk
desain kelembagaan, terutama jika masih berlaku aktor politik dimotivasi oleh kepentingan kepentingan
selain kepentingan publik. Teori pilihan publik di sini memunculkan banyak kajian penting dalam perilaku
ekonomi secara empiris, termasuk di dalamnya eksperimental ekonomi, dan juga penelitian tentang
kelembagaan pengelolaan sumber daya (Munger, 2015: 535).
2.4 Pendekatan
Pendekatan public choice dalam operasionalisasinya bisa dibedakan dalam dua bagian: supply dan demand
Pada sisi penawaran (supply). terdapat dua subjek yang berperan dalam formulasi kebijakan, yakni pusat
kekuasaan yang dipilih (elected centers of power) dan pusat kekuasaan yang tidak dipilih (non-elected
centers of power). Termasuk dalam elected centers of power adalah badan legislatif dan eksekutif
(pemerintah pusat dan daerah/lokal). Sementara itu, yang tergolong non-elected centers of power antara lain
cabang cabang eksekutif, lembaga independen, dan organisasi internasional yang keberadaannya tidak
dipilih (non-elected). Diandaikan, elected centers of power akan merespons setiap permintaan dari pemilih
(voters) dan sensitif terhadap informasi yang disodorkan olch kelompok-kelompok penekan/kepentingan
(pressure/interest groups). Sebaliknya, non-elected centers of power hanya sensitif terhadap permintaan dari
kelompok kepentingan (Bavetta dan Padovano, 2000; dalam Pipitone, :8). Pada titik inilah bisa dipahami
adanya keinginan agar setiap pejabat publik sebanyak mungkin dipilih langsung oleh konstituen (misalnya).
Oleh karena konsentrasinya terhadap individu. teori pilihan publik mengikuti metodologi individualisme
sebagai pendekatan analisis dan sekaligus menekankan kepada postular manusia yang berorientasi ekonomi
semata (home economicu. Lihat Brian E Dollery dan Joe L. Wallis, The Political Economy of Local
Government Leadership, Reform and Market Failure (UK dan USA Edwat Elgar, 2001), hlm 44 lewat
Pemilu) agar mereka sensitif terhadap keinginan publik, sepertyang diangankan oleh bentuk pemerintahan
demokrasi. Sementara pada sisi permintaan (demand), aktornya juga bisa dipilah dalam dua kategori, yakni
pemilih (vorers) dan kelompok kelompok penekan (pressure groups). Pemilih akan mengontrol suara untuk
mendapatkan kebijakan yang diinginkan, sedangkan kelompok kelompok penekan akan mengelola sumber
daya yang dipunyai demi memperoleh keuntungan yang diharapkan, baik dari elected centers of power
maupun non-elected centers of power Lainnya, jika pemilih biasanya tidak terorganisasi (unorganised),
dalam praktiknya rergantung dari interaksi politisi dan pemilih, maka kelompok- kelompok penekan
biasanya sangat terorganisasi (organised), dalam operasionalisasinya tergantung dari tindakan-tindakan
kelompok penekan tersebut. Akhirnya, seperti yang diungkapkan oleh Niskanen (1973), kontribusi terbesar
dari PC adalah kemampuannya menunjukkan bahwa politisi politisi dalam setiap tindakannya selalu
dimotivasi oleh kepentingan pribadi. Teori public choice melihat politisi sebagai pelaku yang cenderung
memaksimalkan kepuasaan pribadi yang dimotivasi oleh banyak faktor, seperti gaji, reputasi publik,
kekuasaan, dan ruang untuk mengontrol birokrasi (Pipitone. : 10).
Contoh kasus, peristiwa nyata yang sangat pelik dan merupakan kebijakan "buah simalakama" perubahan
kenaikan harga BBM semasa pemerintahan SBY yang di mulai tahun 2005, dan beberapa kenaikan di tahun
berikutnya. Sungguh sebuah "pilihan publik" dari pemikiranekonomi penguasa yang memperhitungkan
anggaran negara dengan perbandingan kenaikan harga minyak dunia. Eksistensi upaya mempertahankan
keterpurukan negara dari pengaruh naiknya harga minyak dunia, akan ditantang oleh realitas ekonomi para
pengusaha kecil yang memakai BBM maupun masyarakat Indonesia yang secara keseluruhan roda
perekonomiannya digerakkan oleh BBM. Mampukah memberikan subsidi silang kepada publik "si miskin"
lebih banyak. Hal ini juga memperpanjang diskursus tentang pencabutan subsidi bagi masyarakat
"kepentingan publik" sampai saat ini. Sungguh sulit kiranya mengkampanyekan "pilihan publik" sampai
beberapa tahun mendatang, karena di negara majupun di mana teori ini dikemukan tidak mampu terwujud
yang dapat memuaskan dan meningkatkan kepuasaan kepentingan publik secara umum. Namun hal yang
menggembirakan "pilihan publik" dapat menjadi sebuah konsep idiologi yang mampu mencerdas generasi
bangsa tentang apa yang benar dan salah dalam praktik kebijakan publik. maupun alasan-alasan pembenar
dari diambilnya sebuah kebijakan. Hal ini diakui oleh Down, Perlu adanya sebuah perangkat sistemik yang
mampu mengeliminir kebijakan yang berpihak pada lembaga birokrasi ketimbang rakyat banyak. seperti
yang disampaikan oleh Down (dalam Adi Sasono, 2008: 209) bahwa paradigma public choice, dianggap
mampu memagari kecendrungan psikologis para birokrat yang lebih melayani dirinya sendiri ketimbang
melayani kepentingan umum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kesimpulan makalah ini, kita dapat menyimpulkan bahwa teori pilihan publik adalah suatu kerangka
kerja analitis yang telah memainkan peran kunci dalam memahami pengambilan keputusan dalam konteks
pengambilan kebijakan publik. Teori ini telah berkembang dari pemikiran ekonomi dan ilmu politik, dengan
tujuan untuk mengungkapkan kompleksitas dan tantangan dalam proses pengambilan keputusan di tingkat
pemerintah. Melalui pendekatan interdisipliner yang menggabungkan konsep ekonomi, teori permainan, dan
ekonomi perilaku, teori pilihan publik telah memberikan wawasan yang berharga tentang bagaimana
individu, kelompok, dan pemerintah membuat keputusan yang mempengaruhi masyarakat.
Selain itu, teori pilihan publik telah mengidentifikasi berbagai fenomena dalam pengambilan keputusan
publik, termasuk masalah-masalah seperti bias kebijakan, perilaku rent-seeking, dan ketidaksempurnaan
informasi. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor ini, para pengambil kebijakan dapat
memperbaiki proses pengambilan keputusan mereka untuk mencapai tujuan yang lebih efisien dan adil. Oleh
karena itu, teori pilihan publik memiliki relevansi yang besar dalam konteks tatanan sosial dan politik saat
ini, dan dapat terus memberikan pandangan berharga tentang bagaimana kebijakan dapat dirancang dan
diimplementasikan dengan lebih baik demi kesejahteraan masyarakat.