You are on page 1of 12

MAKALAH

KONSEP DAN HAKIKAT PENDIDIKAN BERBASIS LOKAL

Dosen Pembimbing :

Dr. Wirdanengsih, S. Sos., M. Si

Muhammad Hidayat,S.hum, S.Sos., MA.

Disusun Oleh:

Dirayati Fitril (21058066)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia-Nya
kepada kita bersama sehingga Makalah ini dapat tersusun dan diselesaikan dengan baik. Tak
lupa kita kirimkan shalawat berserta salam kepada Nabi junjungan umat yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahilliyah ke zaman berilmu
pengetahuan seperti saat ini.

Makalah ini berjudulkan “KONSEP DAN HAKIKAT PENDIDIKAN BERBASIS LOKAL”,


di dalam pengerjaan makalah ini kami menyadari bahwa semata-mata terselesaikan berkat
rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Kami mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak
yang terlibat dalam proses pembuatan makalah ini dan terutama kepada Allah SWT.

Maka dari itu kami menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini juga tidak luput
dari kesalahan dan masih jauh dari kata sempurna. Namun demikian, kami telah berusaha
dengan semua kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, kami menerima dengan rendah hati terhadap
masukan,saran dan kritik dari pembaca guna dalam penyempurnaan makalah ini. Akhir kata
kami semua berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembacanya.

Padang, 20 Februari 2024

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

BAB I

PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1

BAB II

PEMBAHASAN ................................................................................................................... 2

A. Pengertian Pendidikan .................................................................................................... 2

B. Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan .................................................................................... 2

C. Pendidikan Berbasis “Kearifan” Lokal ........................................................................... 4

D. Belajar dan Pembelajaran ............................................................................................... 5

E. Saluran Pendidikan ........................................................................................................ 6

BAB III

PENUTUP ............................................................................................................................ 8

Kesimpulan ........................................................................................................................... 8

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pendidikan harus ada hubungan interaksi antara proses pembelajaran yang
dijalani siswa dengan proses mengajar oleh guru. Disini siswa sebagai manusia
pembelajar, di mana dari tujuan belajar itu siswa bisa merubah kehidupannya menjadi
lebih bermutu baik dari segi fisik, mental, emosi dan spiritual yang nantinya bisa
disebut sukses dalam proses pendidikan yaitu tercapainya perubahan tingkah laku
pada siswa. Sebagai manusia pembelajar siswa yang bisa disebut berhasil dalam
pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu pendidikan manusia seutuhnya,
siswa dituntut untuk merealisasikan semua tiga kecerdasan sekaligus yakni
intelektual, emosional dan spiritual. Namun nyatanya yang telah terlaksana seperti
kita ketahui bersama adalah aktualisasi intelektual yang selalu menjadi tolak ukur
utama dalam sebuah pendidikan, tentu saja hal ini belum bisa memenuhi tujuan dari
pendidikan yang telah tercantum dalam GBHN dan siswa belum dapat dikatakan
sebagai manusia atau siswa yang bermutu. Sebagai seorang manusia pembelajar dan
generasi penerus bangsa yang akan kembali pada masyarakat haruslah berkualitas dan
dalam meningkatkan kualitas diri, siswa harus mengaktualisasikan semua kecerdasan
termasuk emosi dan spiritual yang selanjutnya disebut sebagai karakter. Intelektual
saja tidak cukup jika tidak memiliki karakter yang berbudi.Oleh karena itu, siswa
harus meningkatkan kualitas diri sebagai seorang pembelajar supaya memiliki nilai di
dalam kehidupan dan berhasil di dalam pendidikan dengan mengaktualisasikan
kecerdasan berkarakter sebagai penunjang utamanya.

Maka dapat disimpulkan dalam melakukan tugas sebagai seorang siswa haruslah tidak
hanya untuk menggali intelektual saja supaya berhasil dalam pendidikan, tetapi juga
harus mengeksplorasi sikap dengan nilai-nilai berbudi dan pembentukan karakter.
Setiap orang dapat mengaktualisasikannya supaya menjadi orang yang berkualitas,
karena pada dasarnya setiap orang mempunyai kecerdasan emosi dan spiritual
termasuk siswa yang menjadi poin utama dalam pendidikan berkarakter.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dan ruang lingkup pendidikan?

2. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan berbasis lokal?

3. Apakah yang dimaksud dengan belajar dan pembelajaran?

4. Apa saja saluran-saluran pendidikan?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, pendidikan berasal dari kata “paedagogie” dari bahasa
Yunani, terdiri dari kata “paes” artinya anak dan “agogos” artinya membimbing. Jadi
paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Dalam bahasa Romawi
pendidikan berasal dari kata “educate” yang berarti mengeluarkan sesuatu yang
berada dari dalam. Sedangkan dalam bahasa Inggris pendidikan diistilahkan dengan
kata “to educate” yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual. Bangsa
Jerman melihat pendidikan sebagai Erziehung yang setara dengan educare, yakni:
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan atau potensi anak.
Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah,
mengubah kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan watak, mengubah
kepribadian sang anak. Menurut Depdiknas (2013) dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) menyatakan bahwa pendidikan berasal dari kata dasar didik
(mendidik), yaitu: memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai
akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian: proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perbuatan, cara
mendidik (Hidayat et al., n.d.)

Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk


memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam
dan masyarakatnya. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah


usaha sadar dan terencana untuk memberikan bimbingan atau pertolongan dalam
mengembangkan potensi jasmani dan rohani yang diberikan oleh orang dewasa
kepada peserta didik untuk mencapai kedewasaanya serta mencapai tujuan agar
peserta didik mampu melaksanakan tugas hidupnya secara mandiri.

B. Ruang Lingkup Ilmu Pendidikan


Ilmu pendidikan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, karena di
dalamnya banyak pihak-pihak yang ikut terlibat baik langsung maupun tidak

2
langsung. Dikutip dari (Hidayat et al., n.d.), diantara ruang lingkup ilmu pendidikan
mencakup hal-hal berikut:

1. Perbuatan mendidik itu sendiri

Perbuatan mendidik disini adalah seluruh kegiatan, tindakan atau


perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu
menghadapi/mengasuh peserta didik.

2. Peserta didik

Peserta didik merupakan pihak yang merupakan objek terpenting dalam


pendidikan. Hal ini disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu
diadakan atau dilakukan hanya untuk membawa anak didik kepada tujuan
pendidikan yang kita cita-citakan.

3. Dasar dan Tujuan Pendidikan

Yaitu landasan yang menjadi fundament serta sumber dari segala kegiatan
pendidikan ini dilakukan. Maksudnya pelaksanaan pendidikan harus
berlandaskan atau bersumber dari dasar tersebut.

4. Pendidik

Yaitu subjek yang melaksanakan pendidikan. Pendidik ini mempunyai


peranan penting untuk berlangsungnya pendidikan.

5. Materi Pendidikan

Yaitu bahan-bahan atau pengalaman-pengalaman belajar yang disusun


sedimikian rupa (dengan susunan yang lazim tetapi logis) untuk disajikan
atau disampaikan kepada peserta didik.

6. Metode Pendidikan

Metode adalah cara untuk mencapai sebuah tujuan dengan jalan yang
sudah ditentukan. Sedangkan metode pendidikan adalah seperangkat cara,
jalan dan teknik yang digunakan oleh pendidik dalam proses pembelajaran
agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai
kompetensi tertentu yang dirumuskan dalam silabus mata pelajaran.

7. Evaluasi pendidikan

Yaitu memuat cara-cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian


terhadap hasil belajar peserta didik.

8. Alat-alat Pendidikan

3
Alat pendidikan adalah hal yang tidak saja membuat kondisi-kondisi yang
memungkinkan terlaksananya pekerjaan mendidik, tetapi alat pendidikan
itu telah mewujudkan diri sebagai perbuatan atau situasi, dengan perbuatan
dan situasi mana, dicita-citakan dengan tegas, untuk mencapai tujuan
pendidikan.

9. Lingkungan Pendidikan

Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia,


baik berupa benda mati, makhluk hidup ataupun peristiwa-peristiwa yang
terjadi termasuk kondisi masyarakat terutama yang dapat memberikan
pengaruh kuat kepada individu.

C. Pendidikan Berbasis “Kearifan” Lokal


Kearifan lokal (lokal wisdom) merupakan pandangan hidup, ilmu
pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yangdilakukan
oleh masyarakat setempat untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka. Di samping itu kearifan lokal dapat juga dimaknai sebagai sebuah
sistem dalam tatanan kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi, dan lingkungan
yang hidup di dalam masyarakat lokal (Endraswara, 2010: 1). Basis kearifan lokal
sangat penting untuk melandasi pendidikan. Hal itu disebabkan karena kearifan lokal
merupakan ajaran batin (kebatinan) yang amat memperhatikan aspek-aspek
humanistis. Kearifan lokal merupakan ciri orang berbudaya luhur. Kearifan lokal
dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan atau nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal berupa tradisi dan pedoman hidup.

Surasmi (2012: 8) menyatakan kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan-


gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana,
penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Pendidikan berbasis kearifan lokal dapat kita lihat dari landasan idiil Pancasila, dan
landasan konstitusional UUD 1945. Sejarah Indonesia memperlihatkan bahwa pada
tahun 1928, ikrar “Sumpah Pemuda” menegaskan tekad untuk membangun nasional
Indonesia. Jika dalam proses pendidikan berbasis kearifan lokal maka hasil output dan
outcome pendidikan memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa,
tidak hanya sebagai transfer ilmu pengetahuan saja, tapi lebih luas sebagai
pembudayaan (enkulturasi) yakni pembentukan karakter dan watak bangsa, yang pada
nantinya dapat membawa bangsa Indonesia lebih maju dan beradab.

Jadi dapat disimpulkan pendidikan berbasis kearifan lokal merupakan


penyelenggaraan pembelajaran yang memberikan pandangan hidup, ilmu
pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan
oleh masyarakat setempat untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka.

4
D. Belajar dan Pembelajaran
Belajar

Belajar merupakan suatu aktivitas yang dapat dilakukan secara psikologis


maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat psikologis yaitu aktivitas yang
merupakan proses mental, misalnya aktivitas berpikir, memahami, menyimpulkan,
menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan, mengungkapkan, dan
menganalisis. Adapun aktivitas yang bersifat fisiologis yaitu aktivitas yang
merupakan proses penerapan atau praktik, misalnya melakukan eksperimen atau
percobaan, latihan, kegiatan praktik, membuat karya (produk), dan apresiasi (Rusman,
2018).

Burton (Rusman, 2018) mengartikan bahwa “Belajar sebagai perubahan


tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka dapat berinteraksi
dengan lingkungannya.” Adapun makna belajar yang terkandung dalam pendapat
Burton berbeda dengan ketiga pendapat sebelumnya. Kata kunci pendapat Burton
adalah interaksi. Interaksi ini memiliki makna sebagai sebuah proses.

Sedangkan menurut Walker (Riyanto, 2002) belajar adalah suatu perubahan


dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada
sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam
situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan
langsung dengan kegiatan belajar. Cronbach (Riyanto, 2010) menyatakan bahwa
belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut
Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yang
menggunakan pancaindra.

Pembelajaran

Pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan mengajar.


Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut, meliputi: tujuan,
materi, metode, dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus
diperhatikan oleh guru dalam memilih dan menentukan media, metode, strategi, dan
pendekatan apa yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran (Bunyamin &
Rosyid, 2021)

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses interaksi antara guru dan


siswa, baik interaksi secara langsung, seperti kegiatan tatap muka maupun secara
tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran. Didasari
oleh adanya perbedaan interaksi tersebut, maka kegiatan pembelajaran dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai pola pembelajaran.

5
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 1 ayat 20,
“Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.” Oleh karena itu, ada lima jenis interaksi yang
dapat berlangsung dalam proses belajar dan pembelajaran, yaitu: 1) interaksi antara
pendidik dan peserta didik; 2) interaksi antara sesama peserta didik atau antarsejawat;
3) interaksi peserta didik dengan narasumber; 4) interaksi peserta didik bersama
pendidik dengan sumber belajar yang sengaja dikembangkan; dan 5) interaksi peserta
didik bersama pendidik dengan lingkungan sosial dan alam (Miarso, 2008: 3).

Selain pengertian menurut KBBI, beberapa ahli juga mengemukakan


pandangannya mengenai pengertian pembelajaran, yaitu sebagai berikut:

1. Duffy dan Roehler (1989), pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja
melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk
mencapai tujuan kurikulum.

2. Gagne dan Briggs (1979), mengartikan instruction atau pembelajaran adalah suatu
sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi
serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk
memengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat
internal.

3. Syaiful Sagala (2009), pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan


asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan.

4. Dimyati dan Mudjiono (1999), pembelajaran adalah kegiatan guru secara


terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.

5. Munandar, yang menyatakan bahwa pembelajaran dikondisikan agar mampu


mendorong kreativitas anak secara keseluruhan, membuat peserta didik aktif,
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan berlangsung dalam kondisi
menyenangkan.

Jadi belajar dan pembelajaran adalah kegiatan yang tidak terpisahkan dari
kehidupan manusia. Kebutuhan belajar dan pembelajaran dapat terjadi di mana-mana,
misalnya sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Hal itu disebabkan karena dunia dan
isinya, termasuk manusia selalu berubah.

E. Saluran Pendidikan
Implementasi pendidikan karakter harus sesuai dengan saluran-saluran
pendidikan karakter itu sendiri, maksudnya penerapan atau implikasinya harus
mempunyai metodelogi-metodelogi yang tepat yang berbeda antara satu dan lainnya
dissuaikan dimana tempat penerapan pendidikan karakter itu.Implikasi pendidikan
6
karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di lingkungan Keluarga, di Sekolah, di
Perguruan Tinggi, dan di lingkungan luar.Orientasi-orientasi pembelajaran ini lebih
ditekankan pada keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah
maupun di wilayah publik. Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan dalam
penyalurannya terhadap saluran-saluran pendidikan karakter.Nilai ini berlaku
universal, karena dapat digunakan oleh seluruh semua orang khususnya siswa di
Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu.

7
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Lembaga pendidikan selain berfungsi untuk memberikan ilmu pengetahuan
kepada peserta didik juga berusaha untuk membentuk karakter siswa yang memiliki
nilai-nilai adab sesuai perintah agama. Mental anak didik dibina agar mereka tidak
hanya cerdas intelektual tapi juga cerdas emosional. Salah satu bentuk emosional
yang cerdas adalah bagaimana peserta didik memiliki akhlak sesuai ajaran agama.
Tujuan pendidikan di Indonesia salah satunya adalah menanamkan nilai-nilai agama,
nilai moral dan berlandaskan kepada azas-azas yang termuat dalam sila-sila pancasila
sehingga dapat mencerdaskan siswa dan membetuk siswa yang berilmu berkarakter.
Fenomena yang sedang dihadapi masyarakat khusus nya generasi muda saat ini
adalah mulai pudar nya budaya ketimuran yang sangat menjunjung tinggi nilai agama
dan pancasila. Fenomena inilah yang mengharuskan lembaga pendidikan agar
berusaha keras untuk membentuk karakter siswa yang berkepribadian agamais dan
berlandaskan pada nilai-nilai pancasila serta nilai budaya bangsa yang sudah
diwariskan oleh nenek moyang, budaya ini sarat akan nilai-nilai religius dan sangat
diharapkan dapat menjadi senjata untuk menolak nilai-nilai dari luar yang dapat
menghilangkan jati diri kita sebagai bangsa yang beradab dan beragama. Untuk itu
saat ini sangat diperlukan pendidikan berbasis lokal agar dapat membentuk manusia
yang cerdas intelektual dan karakternya.

8
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA
Bunyamin, & Rosyid, M. Z. (2021). Belajar dan Pembelajaran. In UPT UHAMKA Press.
www.uhamkapress.com
Endraswara, Suwardi, dkk. (2010). Kearifan Lokal di Yogyakarta. Yogyakarta: Penelitian
Pemda DIY.

Hidayat, R., Ag, S., & Pd, M. (n.d.). Buku Ilmu Pendidikan Rahmat Hidayat & Abdillah.
Riyanto, H. Y. (2014). Paradigma Baru pembelajaran: Sebagai referensi bagi pendidik
dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan berkualitas. Prenada Media.
Rusman. (2018). Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Prenadamedia Group.
Surasmi, Wuwuh Asrinining. (2012). Menggugah Kesadaran Guru dalam Kearifan Lokal
pada Era Globalisasi. UPBJJ Surabaya.
Yuhety, H., Miarso, Y., & Baslemah, A. (2008). Indikator mutu program pendidikan
sepanjang hayat. JIV-Jurnal Ilmiah Visi, 3(2), 150-170.

You might also like