You are on page 1of 20

PELAKSANAAN SURVEILANS KESEHATAN DAN

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PASCA ERUPSI MERAPI 2010


PADA PELAKSANAAN DESA SIAGA DI DESA TALUN KLATEN

Rio Rialdi1 dan Sunarto2


1
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
2
Kepala Departemen IKM Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang Km 14,5 Yogyakarta

Abstract

Indonesia is one country that is classified as vulnerable to natural disasters. Merapi eruption is
one of the natural disasters that have an impact on public health. Standby village is an important pillar
in handling disasters, since people usually are not prepared if there is a sudden disaster. The purpose
of the study was to determine the application program of public health surveillance and preparedness
after the eruption of Merapi of 2010 in the implementation of standby village in Talun Village, Kemalang
Sub-district, Klaten District Central Java. The research was descriptive using study case with qualita-
tive analysis. The subject of the study was performers implementing public health surveillance pro-
gram. The object of the study was the social situation in performing program. Informant was determined
by purposive and snowball effect. Data were collected by non participative observation, interview, docu-
mentation, focus discussion group (FGD), and triangulation. Judging from some indicators, the imple-
mentation of standby village had been running well. The performing of public surveillance program has
not been running properly due to lack of socialization of the health center. The community disaster
preparedness program was good enough. However, it should be improved to preparedness upon health
emergencies. Standby village program and community preparedness is good enough, however it is not
followed by a good surveillance based on community.

Keywords: Surveillance, Public Preparedness, Standby Village

PENDAHULUAN dianggap seagai gunung yang ber-


Indonesia merupakan salah satu bahaya di Indonsia. Sejak tahun 1548
Negara yang tergolong rawan terhadap gunung ini sudah meletus sebanyak 75
bencana alam, hal tersebut ber- kali, letusan letusan kecil terjadi tiap
hubungan dengan letak geografis Indo- dua sampai tiga tahunan yang lebih
nesia yang terletak diantara dua besar sekitar sepuluh sampai lima belas
samudera besar dan terletak di Wilayah tahun sekali (Permanasari, 2010).
lempeng tektonik (Depkes RI, 2005). Letusan gunung berapi berdam-
Gunung Merapi adalah gunung pak pada populasi masyarakat. Cedera
yang masih aktif hingga saat ini dan traumatik, luka bakar yang cukup

38 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


serius, gangguan pernafasan dan sumber daya dan kemampuan serta
rusaknya fasilitas kesehatan, fasilitas kemauan untuk mencegah dan
umum serta rumah penduduk dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan
terjadi. Dampak ini semakin rumit saat secara mandiri dalam rangka
penduduk harus dievakuasi dan mewujudkan Desa Sehat (Depkes RI,
ditempatkan di pengungsian (PAHO, 2006). Desa Siaga dikembangkan sejak
2006). Masyarakat sering tidak siap tahun 2006 sesuai dengan Keputusan
ketika bencana terjadi. Untuk melin- Menteri Kesehatan Nomor 564 /
dungi masyarakat dari kerugian yang Menkes / SK / VIII / 2006 tentang
besar dalam bencana maka perlu ada Pedoman Pelaksanaan Pengembangan
pengelolaan tanggap bencana, rekon- Desa Siaga, telah berkembang dan
struksi atau rehabilitasi pasca bencana. masih terus perlu dilakukan pem-
Dalam hal ini, sebuah desa sangatlah binaan (Depkes RI, 2010).
berperan penting dalam mewujudkan Pada tahun 2015 ditargetkan
hal tersebut, sehingga perlu adanya 80% kegiatan Desa Siaga telah aktif di
Desa Siaga (Permanasari, 2010). seluruh kota atau kabupaten di Indo-
Mengingat begitu pentingnya nesia yang mengacu pada Standar
upaya pengurangan risiko bencana Pelayanan Minimal (SPM), hal ini
dalam pencapaian Millenium Develop- membuat propinsi Jawa Tengah ber-
ment Goals (MDGs), maka United Nation upaya lebih meningkatkan kesejah-
– International Strategy for Disaster teraan masyarakatnya terutama dalam
Reduction (UN-ISDR) mengadakan hal kesehatan, yaitu untuk membentuk
pertemuan internasional di Jenewa. Isu Desa Siaga sesuai wewenang dan
sentral yang melatarbelakangi per- tanggung jawab masing-masing kota
temuan ini adalah kejadian-kejadian atau kabupaten (Depkes RI, 2010).
bencana yang semakin meningkat Di Jawa Tengah terdapat 35
akhir-akhir ini yang telah menghan- kabupaten, salah satunya adalah
curkan berbagai infrastruktur kota-kota kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten
di dunia yang berdampak langsung mempunyai 20 kecamatan dan 208
pada macetnya pertumbuhan ekonomi desa. 80 desa diantaranya sudah
dan rusaknya lingkungan. Sementara menjadi desa siaga (38,5 %), salah
stabilitas pertumbuhan ekonomi dan satunya yaitu di kecamatan Kemalang.
daya dukung lingkungan adalah faktor Kecamatan Kemalang memiliki 13
penting yang sangat berpengaruh desa, 1 diantaranya merupakan Desa
dalam pencapaian MDGs sebelum 2015 Siaga Tahap Purnama (Dinas kesehatan
(Syahputra dkk, 2010). Klaten, 2010). Tingginya angka
Desa Siaga adalah desa yang kematian di Indonesia, terutama
penduduknya memiliki kesiapan kematian ibu yaitu sebesar 226/100.000

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 39
kelahiran hidup, selanjutnya untuk meneliti pada kondisi objek yang
angka kematian bayi sebesar 26/1000 alamiah dimana peneliti sebagai
kelahiran hidup (Dinas kesehatan instrumen kunci, teknik pengumpulan
Klaten, 2010). Tingginya angka kema- data dilakukan secara triangulasi
tian tersebut, menunjukkan masih (gabungan), analisis data bersifat
rendahnya kualitas pelayanan kese- induktif berdasarkan fakta-fakta yang
hatan di Indonesia. ditemukan dan kemudian dapat
Beberapa kriteria indikator ke- dikonstruksikan menjadi hipotesis atau
berhasilan Desa Siaga adalah memiliki teori dan hasil penelitian kualitatif
sistem pengamatan (surveilans) lebih menekankan makna daripada
penyakit dan faktor-faktor resiko yang generalisasi. Metode penelitian ini
berbasis masyarakat serta memiliki muncul karena terjadi perubahan
sistem kesiapsiagaan dan penag- paradigma dalam memandang suatu
gulangan kegawat daruratan bencana realitas/fenomena/gejala. Dalam
berbasis masyarakat (Depkes RI, 2006). paradigma ini realitas sosial dipandang
Desa Talun menjadi pilihan sebagai sesuatu yang holistik, kom-
peneliti karena beberapa pertimbangan pleks, dinamis dan penuh makna
yaitu desa ini terletak di Kecamatan (Sugiyono, 2008).
Kemalang dan termasuk kawasan Obyek dan informan (subyek)
Lereng Merapi. Desa Talun juga sudah penelitian kualitatif adalah menjelas-
ditetapkan oleh Dinas Kesehatan kan obyek penelitian yang fokus dan
Propinsi Jawa Tengah sebagai Desa fokus penelitian yaitu apa yang men-
Siaga. Selain itu, desa ini juga diduga jadi sasaran. Informan penelitian
memiliki sumber data dan informasi merupakan subyek yang memahami
mengenai permasalahan surveilans informasi obyek penelitian sebagai
kesehatan dan Kesiapsiagaan masya- pelaku maupun orang lain yang
rakat yang dapat dimasukkan kedalam memahami obyek penelitian (Bungin,
penelitian ini. 2007).
Penelitian kualitatif itu tidak
METODE PENELITIAN menggunakan istilah populasi tetapi
Penelitian ini adalah penelitian dinamakan “social situation” atau situasi
deskriptif menggunakan rancangan sosial yang terdiri dari tiga elemen
penelitian studi kasus (case study). yaitu : tempat (place), pelaku (actors)
Penelitian ini dilakukan dengan meng- dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
gunakan menggunakan analisis secara sinergis. Penelitian berangkat
kualitatif. dari kasus tertentu yang ada pada situa-
Metode penelitian kualitatif si sosial tertentu dan hasil kajiannya
adalah metode yang digunakan untuk tidak akan diberlakukan ke populasi

40 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


tetapi ditransferkan ke tempat lain pada data yang digunakan adalah observasi
situai sosial yang memiliki kesamaan non partisipatif, wawancara mendalam
dengan situasi sosial pada kasus yang (in depth interview) dan dokumentasi
dipelajari. Demikian pula sampel untuk sumber data yang sama
dalam penelitian kualitatif bukan serempak serta focus group discussion
dinamakan responden tetapi sebagai (FGD).
narasumber atau partisipan, informan,
teman dan guru dalam penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
(Sugiyono, 2008). Desa Talun yang terletak di
1. Tempat (Place) Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa
Desa Talun, Kecamatan Kemalang, Tengah. Luas wilayah desa Talun yaitu
Kabupaten Klaten 15.315 Ha dengan batas utara
2. Pelaku (Actors) berbatasan desa Panggang, batas
Masyarakat setempat, tokoh selatan dengan desa Kendal Sari, batas
masyarakat, kader kesehatan terkait timur berbatasan dengan Desa Bawu-
desa siaga, tenaga kesehatan dan kan dan batas utara berbatasan dengan
bidan. desa Ngemplak seneng.
3. Aktivitas (Activity) Desa Talun memiliki 10 dusun
Pelaksanaan program Surveilans yang terbagi menjadi 21 RT dan 10 RW.
Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masya- Hasil pendataan tahun 2008 menun-
rakat. jukan 1075 penduduk berjenis kelamin
Obyek penelitian yang ingin laki-laki dan 1103 berjenis kelamin
diteliti adalah situasi sosial dalam perempuan. Agama Islam paling
pelaksanaan program UKBM dan banyak dianut oleh masyarakat, dengan
KADARZI, sehingga peneliti dapat pekerjaan sebagian besar adalah buruh
mengamati secara mendalam aktivitas pasir, peternak sapi dan banyak orang
(activity), dan orang-orang (actors) yang yang belum bermata pencaharian.
ada pada Desa Talun (place). Teknik Tingkat pendidikan masyarakat rata-
Pengumpulan data yang digunakan rata sampai pendidikan SMP.
dalam penelitian ini adalah teknik tri- Fasilitas kesehatan di desa
angulasi yaitu sebuah teknik pengum- Talun terdiri dari 1 Poskesdes, 1 Bidan
pulan data yang bersifat mengga- desa, 5 Posyandu balita dan 1 Posyan-
bungkan dari berbagai teknik pengum- du lansia. Fasilitas pendidikan terdiri
pulan data dan sumber data. Bila dari 2 TK dan 2 SD.
peneliti melakukan pengumpulan data Narasumber penelitian ini seba-
dengan triangulasi, maka sebenarnya nyak 19 orang dengan karakteristik
peneliti sekaligus menguji kredibilitas yang sudah dijelaskan sebelumnya.
data. Adapun teknik pengumpulan Narasumber yang ada terbagi menjadi

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 41
2 yaitu yang diwawancarai dan sebagai prosesnya seperti apa masyarakat
anggota dalam FGD / Focus Group tidak mengetahuinya, hal ini dikarena-
Discussion. kan masyarakat pernah mendapatkan
penyuluhan dibalai desa dan oleh ibu-
A. Pengetahuan Surveilans Kese- ibu PKK tentang penyakit-penyakit
hatan tertentu yang mudah menular dan
Masyarakat sebagian besar banyak di masyarakat untuk dilapor-
belum tahu istilah surveilans atau kan kepada petugas kesehatan, untuk
sistem pemantauan dan pelaporan mekanisme atau sistem surveilansnya
penyakit, hal ini karena kurangnya sendiri masyarakat belum pernah men-
sosialisasi kepada masyarakat dan dapatkan penyuluhan tentang hal itu.
kurangnya pemahaman masyarakat Sama halnya pada penelitian
terkait penyakit-penyakit tertentu. yang dilakukan Direktorat Kesehatan
Dalam hal pelaksanaan masyarakat dan Gizi Masyarakat (2006) pema-
sudah sedikit mengerjakannya tapi haman aparat (petugas kesehatan)
masih tidak terkordinir masih perlu terhadap program surveilans cukup
ditingkatkan lagi. baik, Akan tetapi pemahaman tentang
Diawali dengan pertanyaan “ surveilans dan penanggulangan KLB
apa yang anda ketahui tentang Sur- masih belum sama. Upaya yang dila-
veilans atau pemantauan dan pela- kukan Dinas Kesehatan Propinsi
poran penyakit?”, beberapa nara- maupun kabupaten/kota dalam
sumber mengutarakan : rangka peningkatan kemampuan
adalah pembinaan teknis, mengadakan
“Belum… Belum… belum pernah ya… pertemuan/ lokakarya, rakor dan
Kayaknya belum… belum ini, Cuma melakukan berbagai pelatihan di
kemaren setau saya itu pun baru bidang surveilans maupun penang-
sepengetahuan saya kemaren Cuma gulangan penyakit. Selain pelatihan
waktu gencar-gencarnya ada Flu
formal, pengetahuan tim pada umum-
burung itu aja mungkin kalo ada
hewannya yang mati mendadak setelah nya dipenuhi dari pengalaman
makan itu nanti dilaporkan.” (N7, 571- lapangan dalam penanganan P2M.
583) Penelitian operasional surveilans
kesehatan keluarga Pusat Manajemen
Dari pernyataan narasumber, Pelayanan Kesehatan Fakultas
narasumber tidak mengetahui tentang Kedokteran Universitas Gadjah Mada
sistem surveilans kesehatan atau (PMPK FK UGM) bekerja sama dengan
pemantauan dan pelaporan penyakit Satuan Kerja Direktorat Jenderal Bina
berbasis masyarakat, namun masya- Kesehatan Masyarakat The First
rakat hanya mengetahui penyakit- Decentralized Health Services Project (DHS-
penyakit yang perlu dilaporkan tetapi 1 ADB/Loan No.1810-INO) melakukan

42 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


peningkatkan pengetahuan tentang seperti yang terjadi di daerah Klaten
surveilans dengan melakukan penyu- yaitu puskesmas tidak memiliki
sunan modul surveilans kesehatan alokasi dana khusus untuk kegiatan
keluarga dan pelaksanaan program surveilans. Dana operasional untuk
pelatihan (Direktorat Kesehatan dan surveilans selain bersumber dari dana
Gizi Masyarakat, 2006). operasional umum (BOK) juga
memanfaatkan dana JPK-MM. Respon
B. Dukungan Surveilans Kesehatan oleh pemerintah pusat dari kegiatan
Pelaksanaan surveilans berbasis surveilans lebih banyak ke pencegahan
masyarakat membutuhkan dukungan tersier yang mempunyai risiko
baik segi sumber daya manusia keterlambatan (Direktorat Kesehatan
ataupun dari segi pembiayaan. Di desa dan Gizi Masyarakat, 2006).
Talun tidak ada dukungan biaya untuk Sebagian masyarakat peduli
kelancaran program surveilans berbasis terhadap kesehatan lingkungan yang
masyarakat, seperti yang diungkapkan menandakan bahwa masyarakat
oleh narasumber dibawah ini; memiliki potensi untuk menjalankan
program surveilans kesehatan berbasis
“Kalo pembiayaan khusus, khusus masyarakat. Seperti diungkapkan
untuk surveilans kayanya itu belum narasumber dibawah ini:
ada. Dikhususkan itu belum ada.” (N4,
918-920) “Iya kadernya kan ngajak kalo misalnya
yang tua-tua itu yang sakit itu nanti…
Narasumber dari petugas pus- kita diundangan suru datang ke
kesmas menyatakan puskesmas posyandu lansia gitu.” (N10, 272-274)
melakukan tugas surveilans meng-
gunakan dana dari Biaya Operasional Masyarakat memiliki potensi
Ksehatan (BOK) dari dinas karena untuk menjalankan program survei-
memang untuk tugas surveilans pus- lans di masyarakat bisa dilihat dari
kesmas adalah program institusional keaktifan kader, aktif dalam kegiatan,
dan tidak berkaitan dengan pembiyaan mengikuti dan menjalankan program
surveilans berbasis masyarakat. posyandu, hanya saja yang perlu diper-
Penelitian yang dilakukan baiki adalah pengetahuan masyarakat
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masya- dan kordinasi untuk menjalankan
rakat (2006) dilaksanakan di 6 (enam) kegiatan surveilans terutama dari
propinsi terpilih yang ditentukan puskesmas sebagai pendamping
berdasarkan karakteristik frekuensi masyarakat dan berfungsi sebagai
terjadinya kejadian penyakit menular lembaga pemberdaya masyarakat.
dari kelompok propinsi di Indonesia Hasil studi di Dinas Kesehatan
Bagian Barat, Tengah dan Timur sama Kota Yogyakarta tentang sistem

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 43
surveilans menunjukkan bahwa data “Owh ada… ada, biasane yang
dari bidan dan masyarakat dikumpul- bertanggung jawab biasane nyatet
kan ke bidang pelayanan kesehatan itusing aktif forum kesehatan desa tu
sebagian eneng ada kui sing rodo
masyarakat dipuskesmas. Berbeda
biasane nyatet anu… ini kader KB.”
dengan di Desa Talun masyarakat (N5, 297-301)
belum melaporkan data secara khusus
ke puskesmas karena kurangnya Sebagian besar responden me-
pengetahuan masyarakat. Hasil studi nyatakan pelaksanaan program
Dinkes kota Yogyakarta juga menyata- surveilans belum maksimal karena
kan di tingkat puskesmas selama ini masyarakat masih perlu didampingi
belum dilakukan analisis data. Salah dari pihak terkait khususnya puskes-
satu penyebab adalah belum tersedia- mas, sementara dari puskesmas sendiri
nya SDM untuk bidang surveilans. Data permasalahan yang dihadapi sangat
yang telah dikumpulkan di puskesmas kompleks, dan tidak adanya dukungan
kemudian diserahkan ke bidang dana untuk puskesmas untuk men-
pelayanan kesehatan masyarakat di dampingi masyarakat menjalankan
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. program surveilans berbasis masya-
Tidak adanya tim yang menangani data rakat. Kegiatan pelaksanaan surveilans
di tingkat puskesmas, menyebabkan menurut narasumber dibarengi dengan
data yang dikumpulkan tidak ter- kegiatan desa siaga lainnya yaitu
monitor. Hal ini yang menyebabkan posyandu dimana fungsi posyandu
terjadinya perbedaan data di antara sekaligus juga sebagai pematauan
program-program dan bidang-bidang permasalahan kesehatan yang ada di
yang berjalan di Dinas Kesehatan Kota masyarakat, dan sekaligus dibarengi
Yogyakarta (Trisnantoro dkk, 2007). dengan pencatatan KB.
Kejadian seperti ini juga terjadi di Penelitian yang dilakuakan Ba-
puskesmas Kemalang kabupaten dan Perencanaan Pembangunan Nasio-
Klaten tempat dimana dilakukannya nal (2006) di Jawa Barat pelaksanaan
penelitian ini. program surveilans belum optimal
dilakukan oleh kader dengan alasan
C. Pelaksanaan Surveilans
terbatasnya dana operasional, kesi-
Pelaksanaan surveilans berbasis bukan kader, dan tidak seimbangnya
masyarakat adalah salah satu indikator jumlah kader dengan cakupan daerah
desa siaga, dalam pelaksanaannya pun yang harus diselidiki. Di Jawa Timur
tidak terlepas dari kegiatan desa siaga penemuan kasus dilaksanakan secara
yang lainnya, seperti yang diungkapan bekerjasama dengan masyarakat,
narasumber berikut: dokter, praktek swasta, bidan, perawat,
dukun bayi dan kendaraan kesehatan.

44 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


Di kabupaten Lombok Tengah, desa diposkesdes hanya sekitar dua
surveilans pengamatan bebas jentik sampai tiga jam setiap harinya.
dilakukan oleh murid-murid sekolah Penelitian Direktorat Kesehatan dan
telah terbukti cukup efektif dan dapat Gizi Masyarakat (2006) di Propinsi
direflikasi di daerah lain. Pada Sulawesi Selatan penyuluhan dan
pelaksanaan di Puskesmas, dukungan sosialisasi surveilans dilakukan secara
dana surveilans tertolong oleh adanya intensif melalui media cetak dan elek-
subsidi dari Askeskin, terutama untuk tronik ((Direktorat Kesehatan dan Gizi
insentif tenaga kesehatan dan kader Masyarakat, 2006; Trisnantoro dkk,
((Direktorat Kesehatan dan Gizi 2007).
Masyarakat, 2006).
Menurut Depkes (2007) Berdasar D. Hambatan Surveilans Kesehatan
pengamatan peneliti kegiatan survei- Dalam pelaksanaa program
lans di desa Talun belum begitu ber- surveilans berbasis masyarakat mene-
jalan, karena kurangnya sosialisasi mui banyak hambatan terutama
yang berakibat kepada kurangnya hambatan sosialisasi dari pihak terkait
pengetahuan masyarakat, dan di yang menyebabkan kurangnya pege-
posyandu masyarakat hanya menjalan- tahuan masyarakat terhadap perma-
kan fungsi posyandu sebaagaimana salahan yang ada di lingkungannya,
mestinya (Depkes RI, 2007). Senada seperti yang diungkapkan
dengan apa yang disamapaikan
narasumber: “Ya mungkin kurang pengetahuan
masyarakat, tentang itu berbagai macam
“Saya kira masih sulit, masih belum penyakitnya”. (N4, 1019-1029)
belum begitu jalan untuk pelaporan-
pelaporan termasuk penyakit-penyakit Sebagian besar responden ber-
kaya gitu.” (N7, 615-621) pendapat kurang seriusnya puskesmas
dalam menangani desa siaga juga
Sebagian besar responden berdampak pada kurang optimalnya
menyatakan belum ada sosialisasi kegiatan surveilans berbasis masya-
khusus untuk system pelaksanaan rakat ini. Hal ini serupa yang terjadi
surveilans di masyarakat, hanya pada penelitian yang dilakukan
dimasukan secara tersirat dalam Trisnantoro dkk (2007) di Nangroe
penyuluhan-penyuluhan tentang Aceh Darussalam dan di Daerah
penyakit-penyakit yang banyak di Istimewa Yogyakarta bahwa pemda
masyarakat sedangkan surveilas yang merasa bahwa urusan surveilans adalah
dilakukan bidan desa hanya terbatas urusan pemerintah pusat, sehingga
pada pasien yang memang memeriksa- pemda tidak memprioritaskan pro-
kan diri keposkesdes sementara bidan gram surveilans dan menganggap

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 45
surveilans tidak terlalu penting. dan penanggulangan kegawatdarurat-
Persepsi pemda seperti ini yang an dan bencana berbasis masyarakat
menjadikan alokasi anggaran untuk adalah kesiapsiagaan menghadapai
pelaksanaan kegiatan surveilans sangat bencana, hal ini dapat terjadi karena
rendah (Trisnantoro dkk, 2007). kurangnya sosialisasi. Menurut
Penelitian yang dilakukan Ba- Depkes RI (2007) Kesiapsiagaan dan
dan Perencanaan Pembangunan penanggulangan kegawatdaruratan
Nasional (2006) kendala yang masih dan bencana berbasis masyarakat
terjadi adalah kurang atau tidak ada- adalah upaya yang dilakukan masya-
nya koordinasi dari instansi-instansi rakat untuk mengantisipasi terjadinya
yang seharusnya terkait. Kebijakan de- kegawatdaruratan sehari-hari dan
sentralisasi juga berpengaruh terhadap bencana, melalui langkah-langkah
koordinasi antara pusat dan daerah yang tepat guna dan berdaya guna
dalam kewenangan penanganan sistem (Depkes RI, 2007).
surveilans. Kebijakan tersebut terkait Beberapa pernyataan narasum-
dengan anggaran kesehatan untuk pen- ber terkait kesiapsiagaan dan penang-
cegahan serta pemberantasan penyakit gulangan kegawatdaruratan dan
menular, yang memang membutuhkan bencana berbasis masyarakat :
biaya sangat tinggi. Dengan adanya
kewenangan penanganan yang di- “Taunya kalo masyarakat itu kalo
daerahkan terkadang menyulitkan siaga-siaga itu ya taunya ada bencana
gitu mas...Kalo menurut saya ya
dalam koordinasi penganggaran. Pihak
kesiapsiagaan itu ngga cuman kalo ada
daerah seringkali kewalahan dalam bencana tapi yo setiap ada kejadian
penyediaan biaya operasional pena- apapun.” (N10, 308-316)
nganan penyakit karena keterbatasan
sumberdaya, baik dana maupun tena- Narasumber sebagian besar
ga. Disisi lain adanya desentralisasi sum- memahami program kesiapsiagaan dan
berdaya yang dimiliki, pemerintah pusat penanggulangan kegawatdaruratan
mengalami kendala dalam pendistri- dan bencana yaitu terkait bencana
busiannya ke daerah. Hal ini menjadi gunung merapi karena memang letak
faktor penghambat praktek penanganan desa Talun yang berada di lereng
kasus di lapangan (Direktorat Kesehatan Merapi yang sedikit banyak berpe-
dan Gizi Masyarakat, 2006 ). ngaruh terhadap pemahaman masya-
rakat tentang kesiapsiagaan serta
E. Pengetahuan tentang Kesiap- kurangnya pendampingan dari
siagaan Masyarakat stakeholder terkait.
Pemahaman sebagian besar Dalam penelitian Permanasari
narasumber mengenai kesiapsiagaan (2010) juga diungkapkan masyarakat

46 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


sudah mengetahui tentang kesiapsia- warga-warga yang peduli. Penelitian
gaan dalam meghadapi bencana yang dilakukan Permanasari (2010)
khususnya bencana gunung merapi, tentang kesiapsiagaan masyarakat
yang intinya adalah masyarakat tahu dalam megahadapi erupsi merapi
dan sigap dalam menghadapi yang dalam desa siaga di Desa Umbulharjo
akan terjadi maupun saat terjadi terdapat 3 sumber dana yang mendu-
(Permanasari, 2010). kung program kesiapsiagaan masya-
rakat yaitu dari pemerintah melalui
F. Dukungan Kesiapsiagaan Masya- Dinas Kesehatan, Pemerintah Kabu-
rakat paten Sleman, bantuan pemerintah
Pembiyaan pelaksanaan pro- desa dan swadaya masyarakat. Dana
gram kesiapsiagaan masyarakat dalam dari dinas kesehatan diberikan satu
desa siaga memerlukan banyak biaya tahun sekali (Permanasari, 2010).
karena berbagai kegiatan yang harus Dukungan dalam pelaksanaan
dilakukan secara berkelanjutan. Biaya program kesiapsiaaan masyarakat
yang digunakan tidak hanya berasal didapatkan juga dari semua lapisan
dari pemerintah namun bisa juga masyarakat, baik dari instansi terkait
melalui sumber-sumber lain seperti seperti kepala desa, puskesmas,
dana swadaya masyarakat dan dana kecamatan, karang taruna, tokoh
swasta seperti LSM. masyarakat dan masyarakat itu sendiri.
Masyarakat desa talun juga mempu-
“Dari sebagian kas kampung, terus nyai potensi untuk mengembangkan
untuk yang merasa punya kendaraan program kesiapsiagaanmasayarakat
baik truck maupun roda empat bisa yaitu dengan membentuk Fortasita. Ini
menyumbangkan kendaraannya untuk
sesuai dengan yang disampaikan oleh
mengangkut itu kan, demikian.” (N6,
428-434) narasumber:

“Kalo saya tu… kalo misalnya bencana


Sebagian besar narasumber ber-
terhadap opo misal gempa gitu kan
pendapat dana untuk kesiapsiagaan disekolah-sekolah gitu banyak diadakan
masyarakat yang secara khusus latihan-latihan juga dari anak-anak.”
diaggarkan belum ada baik dari desa (N10, 344-347)
maupun dari pemerintah, pada saat
erupsi merapi dana yang masuk adalah Sebagian besar narasumber
berupa dana bantuan untuk bencana berpendapat desa berkordinasi lintas
alam, dana nya bersumber dari sektor mulai dari tokoh agama sampai
berbagai instansi dan LSM. Kegiatan – dengan karang taruna untuk menjalan-
kegiatan masyarakat dananya sebagian kan program kesiapsiagaan masya-
besar diambil dari kas desa dan iuran rakat. Forum-forum pendukung

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 47
kegiatan kesiapsiagaan masyaraat juga pelatihan-pelatihan.. dan sebagainya…
dibentukm oleh masyarakat yaitu pertemuan di balai desa dan
Fortasita (Forum Tanggap Siaga Talun). sebagainya… baru itu saja.” (N6, 439-
443)
Latar belakang terbentuknya Fortasita
yaitu karena adanya warga desa lain
Pelaksanaan kegaiatan menurut
(Bale rante) yang berdekatan dengan
narasumber yaitu berupa pelatihan
desa Talun meninggal dunia karena
gabungan, pemberdayaan kader untuk
terkena awan panas yang disebabkan
melakukan penyuluhan dampak
ketidak tahuan warga harus kemana
erupsi merapi dan cara menanganinya
dan berbuat apa ketika bencana terjadi.
seperti penyakit ISPA yang cukup
Sama halnya pada penelitian yang
banyak pasca erupsi, merumuskan alur
dilakukan Permanasari (2010) masya-
evakuasi dan menentukan titik kumpul
rakat dari berbagai lapisan medukung
dan membahas sarana komunikasi.
pelaksanaan program kesiapsiagaan
Narasumber juga menyatakan biasanya
masyarakat dilihat dari dukungan
dalam pelaksanaannya bekerjasama
pihak promosi kesehatan yang mem-
dengan PMI, Puskesmas, Rumah Sakit
berikan penyuluhan, pelatihan dan
yang dikordinatori oleh PMI. Pada
pembinaan. Bidan desa yang sebagai
penelitian Permanasari (2010) pelaksa-
koordinator desa siaga memberikan
naan kegiatan kesiapsiagaan masya-
dukungan tidak terlepas dari peran
rakat sudah berjalan dengan sangat
kader yang ada, seperti melakukan
baik, mulai dari pelaksanaan pelatihan
posyandu dan mengarahkan masya-
dan simulasi yang diadakan oleh
rakat dengan terjun langsung ke
oraganisasi desa siaga sendiri ataupun
masyarakat.
dari desa, terkadang dari organisasi
desa siaga mengundang dari puskes-
G. Pelaksanaan Kesiapsiagaan Ma-
mas untuk memberikan penyuluhan
syarakat
dan pelatihan, materi-materi yang
Kesiapsiagaan masyarakat harus disampaikan terkait pertolongan per-
dilaksanakan secara berkesinam- tama dan materi-materi untuk mengu-
bungan dan saling mendukung antara rangi resiko-resiko yang terjadi pada
masyarakat dan tenaga kesehatan. saat bencana merapi.
Masing-masing unsur harus berperan Koordinasi yang terjadi antara
dengan pembagian tugas masing- masyarakat, kader, bidan, puskesmas
masing (Depkes RI, 2007). Kegiatan dan stakeholder lainnya berjalan dengan
kesiapsiagaan masyarakat seperti baik, seperti diungkapkan oleh bebe-
diungkapkan narasumber dibawah ini: rapa narasumber sebagai berikut:

“E… Diajalankan tapi ya… itu sebatas


mengadakan kegiatan.. ee termasuk

48 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


“Nah ini kalo bicara kegawatdaruratan “Targetnya kan tidak ada korban ya…
bencana ini bicara tim, tim itu dari tanggap darurat itu tidak ada
melibatkan sektor kepolisian, koramil korban, tapi kenyataannya sulit juga,
TNI, kecamatan dan kami.” (N1, 634- memang disini ngga ada korban, cuma
637) satu di Balerante itu, karena memang
kena awan panas dan ditingal itu” (N3,
Kordinasi yang dilakukan di 882-887)
Desa Talun sudah cukup baik karena
dalam pelaksanaan program kesiapsia- Proses pencapaian yang dilaku-
gaan dan penanggulangan bencana kan masyarakat Desa Talun dalam
bekerja sama dengan semua pihak program kesiapsiagaan masyarakat
yang ada seperti bidan desa, kader, pasca erupsi merapi cukup baik,
pemuda, perangkat desa tokoh masya- dilihat dari berbagai upaya penang-
rakat dan masyarakat itu sendiri. Pada gulangan yang dilakukan dan masya-
penelitian Permanasari (2010) juga rakat sudah mulai berpikir akan
didapatkan hal yang sama, pelaksa- dampak merapi karena erupsi merapi
naan kegiatan kesiapsiagaan masya- adalah siklus pasti akan datang lagi
rakat bekerja sama dengan segala seperti pembentukan forum fortasita
elemen yang ada seperti bidan desa, serta keterlibatan seluruh komponen
kader, perangkat desa, tokoh masyara- masyarakat akan semakin mensinergi-
kat, masyarakat dan kepala dukuh. kan sistem kesiapsiagaan maysarakat.
Target dan proses pencapaian
yang dilakukan masyarakat yaitu H. Hambatan Kesiapsiagaan Masya-
rakat
dengan memperbaiki komunikasi
melalui sarana komunikasi yang ada Dalam pelaksanaannya program
seperti HT dan Horn mesjid, untuk kesiapsiagaan masyarakat menemukan
mengkomunikasikan dan mengkor- berbagai macam kendala diantaranya
dinasikan warga, bekerjasama dengan yaitu kurangnya pengetahuan warga,
LSM atau mahsiswa, dan para pemuda ada beberapa warga yang tidak patuh
melakukan pematauan merapi secara terhadap instruksi pemerintah terkait,
visual dimana target dari program kepengurusan program kesiapsiagaan
kesiapsiagaan masyarakat adalah masyarakat (Fortasita) yang minim dan
masyarakat menjadi garda terdepan terbentur masalah ekonomi, geografis
dalam pemecahan masalah baik itu juga menjadi kendala yaitu jalan menuju
bencana dan kesehatan dan ketika desa Talun rusak serta adanya mitos-
bencana untuk meminimalisir korban. mitos di masyarakat yang beranggapan
Seperti yang diungkapkan narasumber bahwa desa Talun tidak mungkin terke-
dibawah ini: na dampak erupsi. Seperti yang disam-
paikan oleh narasumber dibawah ini:

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 49
“Salah satu adalah yang menghambat sesuai dengan tujuan penelitian yang
dari belum erupsi dan sudah erupsi itu ingin dicapai. Pernyataan narasumber
karena orang belum mengetahui mengenai arti desa siaga.
bagaimana bahayanya merapi, jadi
yang lari ya yang mau saja, terus
“… ya kalau menurut saya desa siaga
dampaknya macem-macem seperti yang
itu adalah desa yang siap menghadapi
sudah saya ceritakan.” (N8, 307-312)
terhadap sesuatu kejadian”.

Hal lain yang menjadi kendala Dari pernyataan nara sumber


yaitu berupa armada yang dimiliki sebagian besar sudah mengetahui
masyarakat yang tidak selalu stand by tentang desa siaga, yang intinya adalah
dan belum ditentukan secara khusus suatu desa yang mandiri, mengetahui
kendaraan milik siapa yang akan dan tanggap terhadap semua masalah
digunakan untuk keperluan program yang akan dihadapi dan sudah
kesiapsiagaan masyarakat serta yang menyiapkan jalan keluar khususnya di
menjadi rencana warga dan belum bidang kesehatan sesuai dengan yang
terlaksana yaitu melakukan penge- dikonsepkan Departemen Kesehatan
cekan golongan darah guna pendataan Republik Indonsia. Pernyataan nara-
dan pertolongan jika ada warga yang sumber sesuai dengan tujuan yang
memerlukan darah. Hal ini terjadi juga ingin dicapai oleh Desa Siaga yaitu
pada forum desa siaga di desa Rasau dapat terwujudnya masyarakat yang
kecamatan Pamenang kabupaten sehat, peduli dan tanggap terhadap
Merangin propinsi Jambi (2007) yang permasalahan kesehatan di wilayah-
menjadi kendala dalam program nya.
kesiapsiagaan yaitu berupa kesulitan Dalam penelitian Permanasari
mencari armada yang pas jadwalnya (2010), sebagian besar masyarakat tidak
namun si pemilik sedang tidak ada atau mengetahui istilah desa siaga tapi
ada kepentingan pribadi sehingga ter- mereka dapat menyimpulkan arti desa
jadi kelambatan pelayanan karena siaga serta tahu tentang kegiatan yang
harus mencari pengganti atau urutan dilakukan oleh puskesmas, bidan desa
berikutnya dan belum semua masya- atau kader, seperti kegiatan posandu
rakat / anggota memeriksakan go- yang diadakan tiap bulan, pengetahuan
longan darah (Laporan Hasil dan tentang gizi, kesehatan ibu dan anak.
Proker 2008).
J. Sosialisasi Desa Siaga
I. Pengetahuan Desa Siaga
Pada dasarnya sosialisasi desa
Narasumber diharapkan dapat siaga di desa Talun bisa dioptimalkan
memberikan pandangannya terhadap mengingat banyaknya pertemuan-
pelaksanaan Desa Siaga dengan baik, pertemuan yang dilakukan warga,

50 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


mulai dari pertemuan arisan dan “Belum, harusnya ada memang itu
sebagainya. Sosialisasi di desa Talun harusnya sudah bener-bener terbentuk
sudah dilakukan dengan mengundang atau belom itu harusnya ada, tapi untuk
saat ini sampai saat ini belom…” (N2,
seluruh komponen masyarakat yaitu
190-196)
aparat desa, kader kesehatan, tokoh
masyarakat, pemuda dan warga. Tidak
Sosialisasi desa siaga di desa
adanya tindak lanjut dari sosialisasi
Talun dilakukan pada awal pemben-
desa siaga ini membuat pemahaman
tukan desa siaga sekitar tahun 2008
masyarakat tidak menyeluruh semen-
oleh kepala puskesmas, petugas
tara masyarakat masih membutuhkan
puskesmas, kepala Desa, Ketua RT,
pembinaan. Sosialisasi melalui media
pemuda dan beberapa warga yang
elektronik berupa iklan dan himbauan
mempunyai pengetahuan tentang desa
oleh Dinas Kesehatan Klaten, serta
siaga. Pada forum desa siaga di desa
informasi melalui media cetak oleh
Rasau kecamatan Pamenang kabu-
Pemerintah Kabupaten Klaten dirasa
paten Merangin propinsi Jambi (2007)
perlu diupayakan.
dibentuk adanya divisi humas dan
umum yang salah satu tugasnya untuk
“Iya menyediakan sosialisasi khusus
tentang konsep Desa Siaga tersebut mensosialisasikan hasil rapat forum
malah dua kali mungkin satu Desa itu, desa siaga kepada pemerintah desa,
tapi 2009 ada sama 2010 keliatannya puskesmas dan kecamatan.
itu kalo ngga salah 2008 sampai 2010.” Dalam penelitian Patramanda
(N2, 185-189) (2010) sosialisasi desa siaga menjadi
lebih efektif dan efisien dengan
Pada penelitian Permanasari dilakukannya berbagai upaya sosiali-
(2010) sosialisasi dilakukan oleh sasi melalui media elektronik, media
petugas puskesmas langsung ke cetak oleh dinas kesehatan setempat
masyarakat atau jika tidak memung- dan diadakannya pertemuan di tingkat
kinkan hanya kadernya saja dan desa yang mengundang seluruh kom-
kemudian kader yang terjun langsung ponen masyarakat yang nantinya akan
ke masyarakat karena didukung de- kembali ditindaklanjuti dengan mela-
ngan kader yang ada di setiap dusun. kukan sosialisasi ditingkat dusun yang
Tokoh masyarakat juga dilibatkan dilakukan oleh kader. Poster dan leaflet
dalam sosialisasi ini. juga turut digunakan sebagai sarana
Tindak lanjut dari sebuah sosia- sosialisasi oleh Puskesmas. Ini meng-
lisasi sangat diperlukan guna kepen- gambarkan peran aktif kader dan
tingan evaluasi dan monitoring. Beri- Puskesmas dalam melakukan sosiali-
kut pernyataannarasumber terkait sasi ke masyarakat. Hal ini yang belum
tindak lanjut dari sosialisasi desa siaga: dilakukan oleh Dinas kesehatan Klaten,

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 51
Puskesmas kemalang dan kader pelatihan-pelatihan yang dilakukan
kesehatan desa Talun (Patramanda, dalam rangka memberdayakan masya-
2010). rakat menuju desa siaga (Permanasari,
2010; Patramanda, 2010).
K. Dukungan terhadap Desa Siaga Dukungan dalam pelaksanaan
Demi terlaksananya program program Desa Siaga juga didapatkan
Desa Siaga membutuhkan dukungan dari semua lapisan masyarakat, baik
baik dari sumber daya manusia yang dari instansi terkait seperti kepala desa,
ada maupun pembiayaan. Pembiayaan puskesmas dan juga dari tokoh masya-
pelaksanaan desa siaga tidak sedikit rakat serta masyarakat sendiri sampai
karena berbagai kegiatan harus dengan partai politik, ini senada de-
dilakukan secara berkelanjutan. Biaya ngan yang diungkapkan narasumber :
yang digunakan tidak hanya berasal
“Dukungan kita sebatas anu ya..
dari pemerintah namun juga ada sum-
pembinaan.. pendampingan untuk dana
ber-sumber lain, baik dari masyarakat
tidak.. tidak banyak membantu.” (N3,
ataupun swasta, meskipun untuk Desa 236-238)
Talun masih tergantung dana pemerin-
tah karena sosial ekonomi masyarakat Dari pengamatan peneliti
yang kurang. dukungan masyarakat juga sangat baik,
dengan seringnya mengikuti kegiatan
“Desa siaga itu kemarin dalam posyandu yang ada, berperan aktif
pembentukan memang, di…diapa, diini,
dalam kegiatan, bekerjasama dengan
di fasilitasi pendanaannya dari APBD
kader dalam memeberikan informasi
insyaallah klo gak salah. Cuma kemarin
yang yang yang ini, yang mengurusi untuk pendataan dan lainnya. Du-
ini kan promkes,….” (N1, 87-91 ) kungan dari semua elemen masyarakat
sangat diperlukan guna tercapainya
Kebijakan Depkes (2006) Ang- keberhasilan kegiatan dsa siaga yang
garan berasal dari APBN yang dialo- nantinya akan menentukan keber-
kasikan pada DIPA Satker Sekretariat hasilan dari pelaksanaan desa siaga itu
Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat sendiri. Masyarakat biasanya tidak tahu
dengan jenis kegiatan Dana Bantuan bahwa program-program kesehatan
Sosial. Namun dari pengamatan yang mereka kerjakan adalah program
peneliti dana-dana untuk pelaksanaan desa siaga.
desa siaga belum terkordinir dengan Dukungan yang diberikan
baik dan tidak ada dana khusus untuk masyarakat dan pihak-pihak terkait
desa siaga. Pendanaan yang digunakan menunjukan bahwa desa Talun sebe-
berasal dari pemerintah sebenarnya narnya berpotensi untuk mengem-
sudah mencukupi kegiatan atau bangkan desa siaga karena warga serta

52 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


karang taruna sebenarnya siap untuk pengobatan rawat jalan dan Dana Sosial
menjalankan fungsinya dengan baik. yang mencakup pelayanan Donor
Selain itu juga sudah ada faktor lain Darah dan Trasportasi (Ambulance
yang mendukung jalannya desa siaga Desa).
yaitu kader kesehatan serta adanya
dukungan dari perangkat desa. Seperti L. Pelaksanaan Desa Siaga
yang diungkapkan dibawah ini : Pelaksanaan desa siaga di desa
Talun sudah cukup baik. Hal ini ter-
“Ya potensinya ya kadernya itu.. kader
lihat dari kegiatan-kegiatan yang
kesehatannya itu… kemudian pokoe
dukungan dari perangkat itu.. potensi– dilakukan masyarakat, koordinasi
potensi.. kader posyandu.. kader masyarakat, kesadaran masyarakat
kesehatan.. sama dukungan dari yang mulai muncul, indikator
perangkat desa itu”. (N4, 501-506) kesehatan ibu dan anak serta kebiasaan
MCK menjadi lebih baik.
Potensi masyarakat tersebut
dibenturkan dengan kurang optimal- “Desa siaga ya ini, paling
nya pendampingan dan pembinaan ya..ini..untuk..paling rapat-rapat,
oleh puskesmas atau dinas kesehatan paling ada pertemuan-pertemuan,
teruss membahas permasalahan-
hal ini membuat kegiatan desa siaga di
permasalahan di desa siaga” (N1, 98-
desa Talun tidak berkembang secara
101)
maksimal. Adanya kesalahpahaman
cara pandang masyarakat dan pihak Penelitian Hermansyah (2008)
pendamping, dalam hal ini puskesmas tentang persepsi stakeholder terhadap
bahwa pemberdayaan masyarakat pelaksanaan desa siaga di Kabupaten
bertumpu pada bantuan dan uluran Sambas, menunjukkan kegiatan yang
dana dari pemerintah baik pusat dilaksanakan dalam desa siaga
maupun daerah, seperti pernyataan meliputi pelaksanaan posyandu, pos-
narasumber dibawah ini : kesdes, dana tabulin, ambulan desa,
kelompok donor darah, penggalangan
“kalau dari pendanaan sendiri ya gak
dana masyarakat, sosialisasi dan
mungkin, heheh ya mungkin dari
pemerintah, minta bantuan peme- penyuluhan, surveilans sederhana,
rintah...” (N18, 236-238) pembentukan tim siaga bencana, keber-
sihan lingkungan serta pencatatan dan
Pendanaan forum desa siaga di pelaporan.
desa Rasau kecamatan Pamenang Kegiatan desa siaga menurut
kabupaten Merangin propinsi Jambi narasumber antara lain meliputi ten-
(2007) bersumber dari tabungan ibu tang forum masyarakat yang mem-
bersalin (Tabulin), dana sehat untuk bahas permasalahan kesehatan,

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 53
pengecekan golongan darah untuk kepada pemerintah daerah maupun
mengantisipasi kehamilan resiko sektor terkait.
tinggi, keterlibatan tenaga medis dan Keberhasilan pengembangan
kader posyandu, membuat gardu dari pelaksanaan desa siaga bisa
pandang, menentukan jalur evakuasi, ditentukan dari empat indikator yaitu;
menydiakan alat transportasi jika suatu indikator masukan, indikator proses,
saat dibutuhkan, posyandu, makanan indikator keluaran dan indikator
bergizi (kadarzi) dan adanya iuran dampak. Senada dengan pernyataan
warga. Kegiatan yang dilakukan oleh narasumber:
warga sesuai dengan indikator-
indikator pencapaian desa siaga seperti “Yo dulu…Yo ada mas… kalo dulu kan
yang telah ditetapkan oleh Depkes RI belum tau kalo ada yang sakit itu harus
anu harus diajak begini-begini begitu.”
(Depkes RI, 2006).
(N10, 293-299)
Kordinasi desa siaga antara
masyarakat, kader, bidan, puskesmas Sebagian besar narasumber me-
dan stakeholder lainnya berajalan dengan nyatakan selain dari FKD masyarakat
baik seperti yang diungkapkan bebe- melalui posyandu juga sudah mandiri,
rapa narasumber sebagai berikut : adanya PMT, BGM dan BGT kader
posyandu sudah sangat paham dan
“Bisa melibatkan semua elemen
sudah bisa memberikan edukasi kepa-
masyarakat semua terutama
pemudanya nanti sebagai eksekutor.” da orang tua yang mempunyai balita.
(N7, 294-296) Kader posyandu juga dapat mem-
berikan edukasi terkait kesadaran
Koordinasi di Desa Talun sudah lingkungan jika BAB harus di MCK
cukup baik dilihat dari pernyataan tidak di kebun-kebun, dan memberikan
narasumber diatas sesuai dengan informasi mengenai air bersih untuk
sasaran pengembangan desa siaga oleh PAH.
Depkes RI tahun 2007.
Pada penelitian Hermansyah M. Hambatan Pelaksanaan Desa
(2008) kordinasi yang dilakukan yaitu Siaga
dengan dinas kesehatan kabupaten, Hal utama yang menjadi terham-
aparat pemerintah desa dan masyara- batnya pelaksanaan desa siaga di desa
kat. Peran pemerintah daerah dalam Talun adalah masalah pendanaan yang
mendukung pelaksanaan desa siaga diikuti dengan permasalahan jarak
dirasa masih kurang di Kabupaten puskesmas dan desa Talun yang jauh
Sambas, sehingga dinas kesehatan sehingga menyulitkan pendampingan
perlu terus meningkatkan sosialisasi dan pengontrolan, sosial ekonomi
dan advokasi tentang desa siaga budaya masyarakat yang rendah,

54 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


tingkat pemahaman dan tingkat Kabupaten, dari Provinsi harapannya
pendidikan, aktivitas warga desa gitu, syukur dari pusat, sudah ada
Talun yang rata-rata sebagai penam- sendiri untuk kaitannya ke pos-pos itu,
harapannya seperti itu.” (N5, 367-372)
bang pasir serta keseriusan stakeholder
untuk menindaklanjuti kebijakan desa
Dari pihak puskesmas menyata-
siaga.
kan konsep desa siaga sangat baik
“Ooh faktor, kalau faktor, satu, kalau sekali dalam meningkatkan derajat
yang menghambat, kadang kurang kesehatan masyarakat, hanya saja
pengetahuan, kesehatan atau apa..” untuk tindak lanjut belum ada. Ha-
(N8, 285-287) rapan dari puskesmas desa siaga bisa
berjalan seperti apa yang sudah dikon-
Program-program dalam pelak- sepkan, desa siaga bisa menjadi desa
sanaan desa siaga belum tercapai kare- yang mandiri, karena pada kenyataan-
na terkait dengan masalah pembiayaan nya di kecamatan Kemalang belum ada
yang menyebabkan kegiatan tidak bisa yang berjalan. Selain itu harapan ma-
berjalan, padahal menurut petunjuk syarakat yaitu agar pembina desa bisa
tenis yang ditetapkan oleh Ditjen berdomisili di desa Talun agar lebih
Binkesmasseharusnya Pemda, Dinkes mudah menontrol keadaan dan perma-
atau puskesmas mempunyai dana salahan kesehatan yang ada di masya-
stimulansia untuk pemberdayaan rakat, untuk desa Talun dalam pelaksa-
masyarakat. Hal ini sebenarnya bisa naan desa siaga adalah agar desa Talun
diatasi ketika semua pihak yang dapat berjalan dengan mandiri.
terlibat dalam pelaksanaan desa siaga
menjalin komunikasi, kordinasi dan KESIMPULAN
konsolidasi (kerja sama) dengan baik.
Pengetahuan masyarakat ten-
tang desa siaga sudah cukup baik
N. Harapan Masyarakat
dilihat dari keikutsertaan dalam pro-
Dalam pelaksanaannya pelaksa- gram-program desa siaga yang diberi-
naan desa siaga membutuhkan masu- kan oleh puskesmas, posyandu, bidan
kan dan saran agar dapat berjalan lebih desa atau kader dan masyarakat
baik untuk kedepannya. Beberapa mengetahui tujuan dibentuknya desa
narasumber menyampaikan saran dan siaga. Untuk pengetahuan kesiapsia-
tanggapan mereka terkait pelaksanaan gaan dan penanggulangan kegawat-
desa siaga agar dapat tertata dengan daruratan dan bencana berbasis
baik dan berjalan dengan lancar. masyarakat masih menganggapnya itu
adalah kesiapsiagaan terhadapa
“Ya anu mas, harapane ki yo baiknya
bencana saja dilihat dari apa yang
di support Dana itu, entah itu dari
masyarakat ketahui dan masyarakat

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 55
lakukan. Untuk pengetahuan survei- yang ada proses pencapaiannya cukup
lans kesehatan berbasis masyarakat berjalan dengan baik. Untuk pelaksa-
belum baik karena masih banyak naan kegiatan surveiilans masih belum
masyarakat yang belum mengetahui baik.
tentang surveilans berbasis masya- Hambatan dari desa siaga adalah
rakat. pendanaan, tingkat pemahaman dan
Dukungan Pelaksanaan desa tingkat pendidikan, aktivitas warga,
siaga belum terlalu baik, dilihat dari serta keseriusan stakeholder membina
pembiayaan yang belum terkordinasi desa siaga. Hambatan untuk program
dengan baik. Dukungan untuk kesiap- kesiapsiagaan masyarakat adalah
siagaan dan penanggulangan kegawat- masih adanya mitos-mitos tentang
daruratan dan bencana berbasis masya- merapi, kurangnya pengetahuan ma-
rakat sudah cukup baik dilihat dari syarakat, kepengurusan yang minim
pembiayaan, pelatihan dan dukungan SDM dan terbentur masalah ekonomi.
dari semua stakeholder, pemerintah Hambatan pelaksanaan surveilans
relawan dan LSM-LSM terkait serta berbasis masyarakat adalah kurangnya
masyarakat. Dukungan terhadap sosialisasi, kurang pengetahuan
program surveilans kesehatan berbasis masyarakat, keseriusan puskesmas
masyarakat masih kurang dilihat dari dan dinas.
tidak adanya dana dan kurangnya Masyarakat menyambut baik
sosialisasi. dengan adanya Desa Siaga karena dapat
Pelaksanaan Desa Siaga dan menyelesaikan masalah kesehatannya
Kesiapsiagaa masyarakat mulai dari sendiri, menanggulangi bencana, dan
kegiatan dan pihak yang terlibat, sarana meningkatkan kualitas kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta.

Departemen Kesehatan RI., 2006. Pedoman Pengembangan Desa Siaga. Jakarta :


Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI, 2010. Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan
Siaga Aktif . Jakarta: Departemen Kesehatan.

Dinas Kesehatan Klaten, 2010. Profil Dinas Kesehatan Klaten. http://www.dinkes


klaten.go.id/Diakses pada tanggal 2 April 2011

Departemen Kesehatan RI., 2005. Pedoman Puskesmas dalam Penanggulangan Bencana.


Jakarta: Departemen Kesehatan.

56 Jurnal Kesehatan, ISSN 1979-7621, Vol. 6, No. 1, Juni 2013: 38-57


Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat. 2006. Kajian Kebijakan Penanggulangan
(Wabah) Penyakit Menular (Studi Kasus DBD). Deputi Bidang SDM dan
Kebudayaan. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
747/Menkes/SK/VI/2007.

Hermansyah. A. 2008. Persepsi Stakeholder terhadap Pelaksanaan Desa Siaga di Kabupaten


Sambas tahun 2007. Tesis. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Laporan Hasil Kegiatan Tahun 2007 dan Program Kerja Tahun 2008. Forum Desa
Siaga Desa Rasau Kecamatan Pamenang Kabupaten Merangin Provinsi Jambi Tahun
Buku 2007.

Patramanda, A. 2010. Analisis Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terhadap
Pelaksanaan Desa Siaga di Desa Margomulyo, Yogyakarta: FK UII

Pan American Health Organization., 2006. Bencana Alam : Perlindungan Kesehatan


Masyarakat. Jakarta: EGC.

Permanasari, H., 2010. Analisis Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana


Gunung Merapi Pada Pelaksanaan Desa Siaga di Desa Umbul Harjo Cangkringan
Sleman. Yogyakarta: FK UII.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung.

Syahputra, H., dan Eliza, N. 2010. MDGs dan Pengurangan Risiko Bencana. http://
health.kompas.com/read/2010/10/20/01295663/MDGs.dan.Pengu
rangan.Risiko.Bencana.Diakses tanggal 8 Juni 2011

Trisnantoro, L., Sanusi, R., Susanto, N., Fatimah, I., Fuad, A. 2007. Pelaksanaan
Desentralisasi Kesehatan di Indonesia 2000-2007: Sistem Surveilans yang Dirancang
Pemerintah Pusat.

Zuhriyatin, Y. 2009. Peran Perawat Puskesmas pada Tahap KesiapsiagaanBencana di


Kabupaten Sleman Yogyakarata. Skripsi : Program Studi Ilmu Keperawatan
UGM.

Pelaksanaan Surveilans Kesehatan dan Kesiapsiagaan Masyarakat ... (Rio Rialdi dan Sunarto) 57

You might also like