You are on page 1of 12

Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies

https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

Studi Analisis Ta’wil dan Hermeneutika dalam Penafsiran


Al-Qur’an
Muhammad Najip1, Devis Trisakti2

Abstract
This [Study of Analytical Ta'wil and Hermeneutics in the Interpretation of the Qur'an] provides an illustration to
Muslims that ta'wil and hermeneutics are different things. Both etymologically, epistemologically, historically and applicatively
as a method of interpreting the Koran. Ta'wil is the most important part in understanding the Koran, because it provides
meaning based on the interpretations of commentators. Meanwhile, hermeneutics is a tool for interpreting and understanding
the Bible. By prioritizing hermeneutics in the interpretation of the Koran, it is not able to reach what Allah revealed in the
Koran. Because hermeneutics is not a perfectly applicable method if it is imposed on the Koran, whose source comes from
Allah SWT. So, to understand the Qur'an, special skills are needed as a condition for someone to be called a mufasir of the
Qur'an.

Key Words
Ta'wil — Hermeneutics — Al-Qur'an

‫خالصة‬
‫سواء من الناحية االشتقاقية أو المعرفية أو التاريخية أو‬. ‫تقدم هذه [دراسة التأويل التحليلي والتأويل في تفسير القرآن ]توضيحًا للمسلمين بأن التأويل والتأويل شيئان مختلفان‬
‫ يعتبر التأويل أداة لتفسير وفهم‬،‫وفي الوقت نفسه‬. ‫ ألن ًه يقدم المعنى بنا ًًء على تفسيرات المفسرين‬،‫التأويل هو الجزء األكثر أهمية في فهم القرآن‬. ‫التطبيقية كوسيلة لتفسير القرآن‬
‫لً للتطبيق تمامًا ً إذا فُرض على القرآن‬
ً ‫ألن التأويل ليس منهجًا ً قاب‬. ‫ فإنه ال يستطيع الوصول إلى ما أنزل هللا في القرآن‬،‫وبتقديم األولوية للتأويل في تفسير القرآن‬. ‫الكتاب المقدس‬
‫ هناك حاجة إلى مهارات خاصة كشرط لكي يُدعى الشخص بمفسر القرآن‬،‫ لفهم القرآن‬،‫لذا‬. ‫الذي مصدره هللا سبحانه وتعالى‬.

‫الكلمات الدالة‬
ً‫التأويل – التأويل – القرآن‬
Abstrak
[Studi Analis Ta’wil dan Hermeneutika dalam Penafsiran Al-Qur’an] ini memberikan gambaran kepada umat Islam,
bahwa antara ta’wil dan hermeneutika adalah sesuatu yang berbeda. Baik secara etimologi, epistimologi, historis dan metode
aplikatif sebagai metode interpretasi terhadap al-Qur’an. Ta’wil adalah bagian terpenting dalam memahami al-Qur’an,karena
karena memberikan makna berdasarkan tafsiran para ahli tafsir. Sedangkan hermeneutikaadalah alat untuk menafsirkan dan
memahami bible. Dengan mengedepankan hermeneutika dalam penafsiran al-Qur’an tidaklah mampu menjangkau apa yang
diwahyukan Allah di dalam al-Qur’an. Karena hermeneutika bukan metode aplikatif yang sempurna jika dipaksakan kepada
al-Qur’an yang sumber asalnya dari Allah SWT. Maka untuk memahami al-Qur’an dibutuhkan dibuthkan keahlian khusus
sebagai syarat seseorang disebut sebagai mufasir al-Qur’an.

Kata-kata Kunci
Ta’wil — Hermeneutika — Al-Qur’an
1
Institut Agama Islam Persis, Bandung, Indonesia
2
Institut Agama Islam Persis, Bandung, Indonesia

1
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

Daftar Isi
1 Pendahuluan…………………………………….1
2 Hasil dan Pembahasan 3
3 Kesimpulan ............................................ 10
4 Pustaka………………………………………… 11

2
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

memperhatikan makna eksoteris (zhahir) dan


1. Pendahuluan langsung kepada makna esoteris (batin). Hal
itu karena hermeneutika merupakan metode
Al-Quran merupakan sumber rujukan
tafsir bible yang tidak memperhatikan zhahir
manusia dalam menjalani setiap aspek
teks karena bible memiliki masalah dalam
kehidupan. Karenanya perlu untuk dikaji agar
otentisitas teksnya. Berbeda dengan ta’wil
dapat dipahami sesuai apa yang
yang harus memperhatikan zhahir nash
diperintahkan Allah dalam firman-Nya.
karena al- Qur’ān tidak memiliki masalah
Dalam sejarahnya dalam memahami Al-
otentisitas teks sebagaimana bible.
Quran perlu adanya penafsiran, dan ini telah
berjalan dari zaman kenabian sampai dengan
2. Hasil dan Pembahasan
abad ke -17, metode penafsiran berjalan
sesuai dengan kaidah ulumul quran. A. Ta’wil
Selain itu dalam mengungkap apa yang Secara etimologi, ta’wil berasal dari
dimaksud dalam ayat-ayat yang hanya kata al-awlu yang artinya ‫( الرجوع‬kembaliَ/
tertulis secara tersirat perlu adanya metode pulang) dan ‫( العاقبة‬akibat atau pahala), seperti
lain yang digunakan, yaitu dengan tawil. firman Allah dalam QS.
Sehingga ayat-ayat mutasyabihat dapat di An-Nisa’:59 (demikian itu lebih utama
ungkap seperti contoh dalam ayat“Dia (bagimu dan lebih baik akibatnya).
mengeluarkan yang hidup dari yang mati” (al- Sedangkan isim makan dan zamannya adalah
An’am: 95), jika yang dimaksudkan dalam ‫ الموئل‬yang maknanya ‫ المرجع‬yang artinya
ayat tersebut adalah mengeluarkan burung tempat Kembali.
dari telur, maka itulah tafsir. Tetapi jika yang
Sementara pendapat lain
dimaksud adalah mengeluarkan orang
mengatakan bahwa ta’wil diambil dari kata
beriman dari orang kafir, atau orang berilmu
al- iyalah atau al-iyal yang bermakna siasat,
dari orang yang bodoh, maka itulah ta’wil.
sehingga dapat dikatakan,” seorang
Ta’wil merupakan usaha untuk memilih pemimpin menyiasati rakyatnya.” Termasuk
dan menetapkan makna dari lafazh yang wazannya adalah qola, bentuk mashdarnya
ambigu, sedangkan hermeneutika juga adalah iyalatan wa iyalan, yang maksudnya
merupakan usaha mengungkap makna yang adalah menyiasati dan memperbaiki
masih terselubung dari lapisan makna yang pengabdian kepada mereka.
terkandung dalam suatu kata. Padahal, hal ini
berbeda dengan konsep ta’wil dalam Islam. Secara terminology, terdapat
Ta’wil dilakukan jika ada dalil yang perbedaan definisi antara ulama tafsir dan
mengalihkan makna lafazh dari yang eksoteris ulama ushul fiqh. Namun secara istilah,
(zhahir) kepada makna esoteris (batin). sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu
Sedangkan hermeneutika tidak Manzhur, ta’wil memiliki dua makna,

3
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

pertama, ta’wil adalah sinonim (muradhif) adalah ta’wil yang bathil. Dan jika tidak
dari tafsir. Kedua, ta’wil adalah memindahkan berlandaskan apa-apa, maka ituadalah main-
makna zhahir dari tempat aslinya kepada main, dan bukanlah ta’wil.”
makna lain karena ada dalil.”
Dari definisi yang telah diungkapkan
al-Jurjani dalam At-Ta’rifat, oleh para ulama di atas, maka dapat
menyatakan “Ta’wil secara bahasa bermakna disimpulkan bahwa ta’wil secara istilah
kembali, sedangkan secara istilah bermakna adalah, sebuah upaya memahami maksud
mengalihkan lafazh dari maknanya yang lafazh zhahir dari sebuah teks yang
zhahir kepada makna lain (batin) yang mengandung makna lain dengan cara
terkandung di dalamnya, apabilamakna yang memalingkan zhahirnya dengan berdasarkan
lain itu sesuai dengan Al-Qur’an dan As- dalil untuk menguatkanya.
Sunnah”1
Syarat-syarat ta’wil
Ibnu Al-Jawzi dalam bukunya Al-
Dalam masalah aturan dan syarat-
Idhah li Qawanin Al-Istilah mengatakan
syarat sahnya ta’wil, para ulama telah
bahwa, “Ta’wil adalah mengalihkan lafazh
meletakkan kaidah-kaidah ta’wil selain yang
ambigu (muhtamal) dari maknanya yang kuat
disebutkan di atas, di antaranya sebagai
(rajih) kepada makna yang lemah (marjuh)
berikut :2
karena adanya dalil yang menunjukkan
bahwa yang dimaksud oleh pembicara adalah 1. Lafazh yang ingin dita’wil adalah lafazh
makna yang lemah”. ambigu dan bisa dita’wil. Oleh karena itu
lafazh mufassar dan lafazh muhkam tidak
Sejauh ini definisi yang paling
bisa di ta’wil karena keduanya telah
banyak diterima adalah apa yang
memiliki makna yang jelas. Misalkan,
disampaikan oleh ulama abad ke tujuh
lafazhnya adalah lafazh umum yang dapat
hijriyah, yaitu Tajuddin ibn as-Subki. Dalam
dikhususkan (ditakhshish), atau lafazh
kitabnya jam’u al-jawami’, beliau
mutlak yang dapat diberibatasan (taqyid),
mengatakan:
atau lafazh bermakna hakiki yang dapat
“Ta’wil adalah mengalihkan makna lafazh diartikan secara makna metaforis
zhahir. Bila mengalihkan kepada makna yang (majazi), dan sebagainya. Maka, jika ta’wil
dimungkinkan lemah tapi berlandaskan dalil, dilakukan pada nash khusus (bukan nash
maka itulah ta’wil yang benar. Namun, jika umum), tidak diterima.
berdasarkan anggapan belaka, maka itu
2. Ta’wil (mengalihkan lafazh dari makna

1 Ali bin Muhammad Al-Jurjani, Kitab At-Ta’rifat, (Beirut: 2


Lihat Fahmi Salim, Kritik Terhadap Studi Al-Qur’ān
Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1988). h. 50 Kaum Liberal,, h. 43

4
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

zhahir kepada makna batin) harus terjatuh pada perbuatan yang dilarang
berdasarkan pada dalil yang shahih dan yaitu mengucapkan sesuatu tanpa ilmu.
dalil makna batin harus lebih kuat dari
6. Jika ta’wil dengan qiyas maka, hendaknya
pada makna zhahir.
menggunakan qiyas jaliy menurut ulama
3. Ta’wil yang dihasilkan harus sesuai Syafi’iyah. Bagi mereka, dalam qiyas jaliy
dengan makna bahasa Arab, makna syar’i, telah diketahui secara pasti bahwa tidak
atau makna urf (kebiasaan orang Arab). ada sisi perbedaan (i’tibar al-fariq) antara
Misalnya, menakwil quru` (QS. Al- far’ dan ashl, seperti qiyas antara hamba
Baqarah: 228) dengan arti haid atau suci sahaya laki-laki (al-’abd) dengan hamba
adalah ta’wil sahih, karena sesuai dengan sahaya perempuan (al-amah) dalam
makna bahasa Arab untuk kata quru`. hukum perbudakan. Sedangkan qiyas
Ta’wil yang tidak sesuai makna bahasa, khafiy, masih dugaan bukan keyakinan
syar’i, atau urf, tidak diterima. dalam hal tidak adanya sisi perbedaan
(i’tibar al-fariq) antara far’ dan ashl,
4. Adanya pertentangan antara dua dalil
seperti qiyas antara anggur dengan khamr
yang shahih, jika salah satunya lemah
ketika diminum dalam jumlah yang
maka yang diambil adalah yang shahih dan
sedikit. Karena mungkin khamr memiliki
tidak ada ta’wil. Seperti antara QS.An-
kelebihan(lebih keras) bila dibandingkan
Nisa’: 2 dan ayat 6. Pada ayat yang
dengan anggur.
pertama, Allah memerintahkan untuk
memberikan harta anak yatim (mutlak), Berdasarkan penjelasan tersebut, maka
yaitu orang yang ditinggal mati oleh dapat dipahami bahwa ta’wil adalah metode
bapaknya sebelum usia baligh. Akan khusus dalam memahami semantik makna
tetapi makna ayat ini bertentangan tertentu. Namun, ta’wil memiliki metodologi
dengan ayat yang kedua yang bermakna yang mengikat berupa aturan-aturan baku
perintah untuk memberikan harta anak yang tidak bisa dilanggar secara
yatim ketika sudah usia baligh. Maka, kata serampangan. Oleh karenanya, metode yang
yatim pada ayat pertama harus dita’wil berlaku pada ta’wil akan sangat sulit
dengan mengalihkan maknanya dari didapatkan jika disamakan dengan metode
makna hakiki kepada makna majazi. semantik lainya. Dalam hal ini, hermeneutika
yang diidentikkan dengan ta’wil, terlihat
5. Orang yang hendak melakukan ta’wil,
Jelaslah perbedaan keduanya, khazanah
haruslah berkualifikasi mujtahid yang
historisitas antara keduanya sangat jauh
memiliki bekal ilmu-ilmu bahasa Arab dan
berbeda. Di mana ta’wil lahir sebagai taqwim
ilmu-ilmu syar’I serta pemilik jiwa
terhadap makna, bukan untuk melepaskan
keilmuan yang telah matang. Orang yang
makna menjadi liar sehingga melanggar
tidak memiliki kualifikasi tersebut
batas-batas qoth’iyyah dan tsubutiyyah
dilarang melakukannya karena akan

5
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

sebagaimana yang terjadi pada mulanya dan kembalinya.4


hermeneutika.
Secara terminologi Hermeneutika juga sering
Kelahiran ta’wil walaupun banyak didefinisikan sebagai:
perdebatan di dalamnya, namun hal tersebut
1. Teori penafsiran Kitab Suci (theory of
sebagai upaya ri’ayah terhadap teks al- biblical exegesis).
Qur’an. Dan ketika ta’wil mulai dirasakan 2. Hermeneutika sebagai metodologi filologi
manfaat kehadiranya, tetap saja para ulama umum (general philological methodology).
yang menggunakanya memiliki visi 3. Hermeneutika sebagai ilmu tentang semua
kemantapan dalam setiap memahami pemahaman bahasa (science of all
maksud ayat yang akan dita’wilkan. linguistic understanding).
B. Hermeneutika 4. Hermeneutika sebagai landasan
Istilah hermeneutika pertama kali metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan
ditemui dalam karya Plato (429-347 SM), (methodological foundation of
Politikos, Epinomis, Definitione, dan Timeus. Geisteswissenschaften).
Lebih dari itu, sebagai sebuah terminologi, 5. Hermeneutika sebagai pemahaman
hermeneutika juga bermuatan pandangan eksistensial dan fenomenologi eksistensi
hidup (worldview) dari para penggagasnya. (phenomenology of existence dan of
Sehingga bisa dikatakan bahwa hermeneutika existential understanding).
tidak bebas nilai. Istilah ini bukan merupakan Dari keenam pengertian di atas, yang
sebuah istilah yang netral.3 paling banyak dipahami oleh banyak orang,
Secara etimologi, hermeneutika adalah hermeneutika sebagai prinsip-prinsip
berasal dari kata yunani,”hermenuin”, yang penafsiran kitab suci (principles of biblical
berarti tafsir dan penjelasan serta interpretation). Ada pembenaran yang
penerjemahan. Pendapat lain mengartikan, bersifat historis terhadap pemahaman ini,
kata hermeneutik diambil dari kata hermes. karena kata hermeneutika pada era modern
Dimana hermes adalah utusan dewa-dewa memang digunakan untuk mengisi kebutuhan
dalam mitologi yunani. Akan tetapi, dia juga akan panduan dalam penafsiran Kitab Suci.
adalah tuhan yang berubah dari tuhan orang- Akan tetapi, hermeneutika bukanlah isi
orang mesir kuno theht. Dengan demikian penafsiran, melainkan metodenya. Perbedaan
hermeneutik membangun sebuah teori antara penafsiran aktual (exegesis) dan
penafsiran tentang alam dan wujud: awal aturan-aturan, metode- metode, dan teori
yang mengaturnya (hermeneutika) sudah

3
Hamid Fahmi Zarkasyi, Menguak Nilai di Balik 4
Ibid
Hermeneutika (Jurnal ISLAMIA, Tahun 1Volume 1
Muharram 1425 H), hlm 16.

6
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

sejak lama disadari, baik didalam refleksi dalil maka zhahir lafazh tidak ditinggalkan”.
teologis maupun refleksi-refleksi non
Kedua, adalah pemahaman modernistik,
teologis.
yang diwakili oleh mereka yang
Berdasarkan hal di atas, maka jelasnya mengatasnamakan dirinya cendikiawan
hermeneutika adalah metode atau cara untuk bebas tanpa dibatasi oleh kesakralan teks
menafsirkan simbol yang berupa teks atau apapun. Ta’wil dalam hal ini diidentikkan
sesuatu yang diberlakukan sebagai teks dengan hermeneutika barat yang syarat
untuk dicari arti dan maknanya. Di mana dengan ide dan filosofi dunia Barat. Bahkan
metode ini juga mensyaratkan adanya Nasr Abu Zayd menyatakan dengan tegas
kemampuan untuk menafsirkan masa lampau bahwa ta’wil yang sering dipakai untuk
yang tidak dialami, kemudian di bawa ke memahami teks di dunia Islam adalah
masa sekarang.5 hermeneutika dalam dunia barat yang sering
dipakai utnuk memahami teks bibel dan kitab
C. Analisis Ta’wil dan Hermeneutika
suci lain. Bahkan kelompok ini menganggap
dalam Memahami al-Qur’an
ta’wil yang diterapkan ulama klasik
Ta’wil menurut Musthafa Al-Kaylani
cenderung monoton dan statis, sehingga
ketika menjelaskan proses perjalanan
perlu disempurnakan dengan hermeneutika
transformasi dalam sejarah perjalanan ta’wil
filosofis murni. Oleh karena itu Muhammad
setidaknya dapat dipahami bahwa ada dua
Arkoun misalnya, Ketika menjelaskan
pemahaman yang berbeda terkait dengan
bantahannya terhadap konsep ta’wil yang
ta’wil, pertama, adalah kelompok
menjadi trend ulama klasik,ia menulis :
konvensional, yang diwakili oleh para ulama
klasik, yang berusaha membakukan makna “Tafsir Islam klasik tentu tidak mengetahui
dalam semantik tertentu, yakni menjadikanya ilmu linguistik modern yang bersifat analitis
kokoh sehingga tidak mudah masuk ke dalam teks, dan tentu juga tidak mengetahui teori
wilayah majaz. Namun tetap dalam standar pembacaan kontemporer. Ath-Thabari
semantik bahasa yaitu mengembalikan misalnya dengn sangat sederhana
petunjuk makna pada asalnya. mengatakan dalam setiap tafsirnya selalu
mengatakan,”Allah SWT berfirman”, seakan-
Sehingga maksud ta’wil dalam
akan dia mampu mengetahui dengan tepat
pandangan kelompok yang pertama adalah
dan pasti tujuan Allah SWT dar ifirman-Nya,
“memindahkan lafazh zhahir dari posisinya
berikut kemampuan menjelaskannya secara
yang asli kepada suatu makna yang
tekstual. Keyakinanyang simplistik dan kerdil
membutuhkan dalil, namun jika tidak adanya
ini mengharuskan secara implisit adanya

5
Fakhruddin faiz, hermeneutika qur’ani: antara teks,
konteks dan kontekstualisasi, al-Qolam :yogyakarta, 2003,
h. 9

7
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

sebuah keserasian yang sempurna antara menarik garis yang tegas antara kata-katanya
penafsiran dan tujuan makna semantiknya.” dan kata-kata dari al-Qur’an. Kedua, kaum
Muslim tanpa ragu meyakini bahwa di tangan
Banyak para ilmuan muslim dan
mereka, huruf, kata, kalimat, dansistematika
mufassirin yang beranggapan bahwa metode
al-Qur’an tetap terjaga seperti keadaannya di
ta’wil yang digunakan di dalam Al-Qur’an
masa Nabi SAW.
untuk memahami isi Al-Qur’an sama dengan
metode hermeneutika yang digunakan oleh Hal lain yang menjadi pembeda antara
orang-orang barat untuk memahami bible. konsep ta’wil Islami dan hermeneutika barat
Padahal sesuai dengan pemaparan tentang adalah subjek penafsir. Dalam ta’wil Islami,
ta’wil dan hermeneutika di atas baik ditinjau tidak sembarang orang dapat menta’wilkan
dari sisi etimologi, terminilogi, dan sejarah sebuah teks, ia harus orang yang memiliki
keduanya memiliki banyak perbedaan. kapasitas dan kapabilitas mumpuni dalam
Aplikasi hermeneutika tidak terlalu bidang penafsiran, di antara syarat tersebut
mementingkan subjek penafsir, yang adalah:
dipentingkan hanya aspek bahasa yang 1. Seorang muawwil harus memiliki ilmu
kemudian dihubungkan dengan aspek tentang al-Qur’ān; memahami asbab nuzul,
sejarah dalam menarik kesimpulan munasabah ayat, siyaq makki dan madani,
pemahamanya. Oleh karenanya hasil dari serta mengetahui dan mengusai ayat-ayat
hermeneutika syarat dengan kepentingan al-Qur’ān terutama ayat-ayat yang
individu dan tunduk pada realitas bukan berkaitan dengan hukum.
tunduk pada dalil dan nash. 2. Seorang muawwil juga harus memiliki
Perbedaan berikutnya, Jika ditinjau ilmu tentang as-Sunnah; mengetahui dan
dari sisi sejarah dan latar belakang mengusai hadits-hadits hukum dan
historisnya. Sebagaimana awal mula mampu menyebutkannya, serta
penjelasan, metode hermeneutika lahir dalam membedakannya mana yang shahih dan
ruang lingkup yang khas dalam tradisi Barat- mana yang dhaif, mengetahui nasikh dan
Kristen. Hal ini berbeda dengan al- Quran. mansukh, mengetahui ijma’, dan
Tidak ada alternatif pemahaman selain perbedaan-perbedaan pendapat para
bahwa Alquran, seluruh redaksi dan ulama.
maksudnya langsung dari Allah SWT. Status 3. Mengusai ilmu ushul fiqh sebagai modal
ijtihad.
otoritatif yang diduduki al-Quran tidak
4. Mengusai bahasa Arab dengan baik dan
pernah dipertanyakan lagi. Hal tersebut
mengetahui makna-makna dari setiap
disebabkan setidaknya oleh dua hal. Pertama,
katanya, karena ta’wil-ta’wil batil
al-Quran sendiri dengan tegas menekankan
kebanyakan berasal dari orang awam
teori ini dan tidak menyediakan ruang untuk
yang tidak mengusai bahasa Arab.
spekulasi. Nabi SAW tidak pernah gagal

8
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

5. Mengetahui maqashid syari’ah dengan


baik.
6. Memahami hikmah at-tasyri’.
7. Beraqidah yang lurus, terpercaya, dan
wara’.
Jadi setelah semua penjelasan yang telah
lewat, maka jelaslah bahwa antara ta’wil dan
hermeneutika memiliki perbedaan yang
signifikan, dan kenyataanya keduanya tidak
bisa disamakan. perbedaan antara ta’wil
dengan hermeneutika sangatlah terlihat jelas,
metode hermeneutika yang digunakan
dalam memahami Bible tidak cocok untuk
digunakan didalam Al-Qur’an.

9
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

Dengan mengedepankan
3. Kesimpulan
hermeneutika dalam penafsiran al-Qur’an
Ta’wil adalah sebuah metode untuk tidaklah mampu menjangkau apa yang
memahami kandungan makna ayat al-Qur’ān. diwahyukan Allah di dalam al-Qur’an. Karena
Yang memang terkadang diungkapkan secara hermeneutika bukan metode aplikatif yang
tersirat (implisit) dan tidak tersurat (eksplisit), sempurna jika dipaksakan kepada al-Qur’an
atau diisyaratkan terutama dalam ayat-ayat yang sumber asalnya dari Allah SWT. Maka
mutasyābihat, sehingga maknanya untuk memahami al-Qur’an dibutuhkan
tersembunyi di bawah permukaan lafazh. dibuthkan keahlian khusus sebagai syarat
Makna tersebut, selain dapat diketahui dengan seseorang disebut sebagai mufasir al-Qur’an.
tafsir dapat juga ditemukan dengan
menggunakan metode lain yaitu ta’wil,
Hakekatnya, ta’wil berbeda dengan
hermeneutika, karena ta’wil harus
berdasarkan dengan tafsir, dan tafsir berdiri
di atas lafazh harfiah al-Qur’ān. Selain itu,
orientasi ta’wil adalah penetapan makna,
sedangkan orientasi hermeneutika adalah
pemahaman yang berubah-ubah dan nisbi
mengikuti pergerakan manusianya. Selain itu,
dari latar belakang historisnya, metode
hermeneutika lahir dari rahim tradisi Barat
yang memiliki sejumlah masalah dengan
teks-teks kitab suci mereka.
Ta’wil dan hermeneutika adalah
sesuatu yang berbeda. Baik secara etimologi,
epistimologi, historis dan metode aplikatif
sebagai metode interpretasi terhadap al-
Qur’an. Ta’wil adalah bagian terpenting dalam
memahami al-Qur’an, karena karena
memberikan makna berdasarkan tafsiran para
ahli tafsir. Sedangkan hermeneutika adalah
alat untuk menafsirkan dan memahami bible.

10
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

:Pondok Pesantren al-Munawwir,


4. Pustaka 1994.
AL-Qur'an Al-Karim
Al-Jurjani, Muhammad, Ali, Kitab At-Ta’rifat,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1988).
Imâm Mâlik, al-Muwatta’.
Zarkasyi, Fahmi, Hamid, Menguak Nilai
di Balik Hermeneutika (Jurnal ISLAMIA,
Salim, Fahmi, Kritik Terhadap Studi Al-
Tahun 1 Volume 1 Muharram 1425 H)
Qur’an Kaum Liberal, Jakarta : Gema
Insani, 2010.
Faiz, Fakhruddin, hermeneutika qur’ani:
antara teks, konteks dan
Qusayri, Ahmad, Metodologi Tafsir al-Qur’an,
kontekstualisasi, al-Qolam :yogyakarta,
Jakarta : Gema Nusa, 2010.
2003
Munawwir, Warson, Ahmad , Kamus Al-
Munawwir Arab-Indonesia ,Yogyakarta

11
Journal of ‘Ulūm al-Qur’ān and Tafsīr Studies
https://doi.org/10.32506/xxxx.vxix.xxx
Vol. xx No. x, 20xx, xx-xx

12

You might also like