You are on page 1of 19

:



:


.
:



. .

:

.
:



.

: :

: :

:




.
:





.
: :
:

:
:


.
:
.

.
.
:
:
:
:
:


.
:




:







" :



:


.
:


:

.


:
:


yang menjadi patokan dalam


akad adalah maksud dan niat
pelakunya).
Ibn Qayyim al-Jauziyyah
menyebutkan beberapa alasan
terkait dengan kaedah ini:

Allah
mengabaikan
ungkapanungkapan yang
keluar tanpa

maksud dari orang


yang
mengucapkannya,
misalnya ucapan
orang yang tidur,
lupa, mabuk, tidak
tahu, dipaksa, atau
orang salah ucap

karena terlalu
gembira.
Allah menolak
syahadat orang
munafik dan
menganggapnya
hanya sebagai
tipuan dan ejekan

bagi orang-orang
ang beriman.
Dalam Al-Quran
Allah juga mencela
orang-orang yang
mengatakan
sesuatu yang
mereka sendiri
tidak lakukan.

Allah juga
melaknat kaum
Yahudi atas
tindakan hilah yang
mereka lakukan
untuk
menghalalkan apa
yang diharamkan
atas mereka.

Orang yang
memeras anggur
mendapatkan
laknat karena niat
mengolahnya
menjadi minuman
yang memabukkan.
Sekedar
memerasnya saja

bukanlah tindakan
tercela.
Bahkan Sibawaihi
menyebutkan
bahwa dalam
pandangan jumhur
ahli bahasa, ucapan
tanpa disertai alqasd tidak

dikategorikan
sebagai kalam.



Kaedah ini menunjukkan bahwa
sebuah niat ibadah yang tidak

menuntut untuk disinggung


secara terperinci maupun global,
ketika disebutkan secara keliru,
maka kesalahan tersebut tidak
berpengaruh terhadap keabsahan
ibadah. Misalnya: menyebut
tempat shalat secara keliru tidak
membatalkan shalat.

Niat ibadah itu harus disebutkan
secara jelas, jika keliru dalam
niatmengakibatkan batalnya
ibadah. Sehingga mengerjakan
shalat dengan niat puasa dinilai

tidak sah.


Maksud kaedah ini terkait dengan
niat yang mengharuskan untuk
disebutkan secara global saja.
Ketika niat ibadah tersebut
disebutkan secara lebih detail dan
ternyata keliru, maka kesalahan
itu mengakibatkan rusaknya
ibadah. Seseorang yang
melakukan shalat jenazah dengan
niat dan anggapan mayit laki-laki
dan ternyata mayit tersebut
wanita, maka shalat janazah yang

ia kerjakan dinilai tidak sah.



Untuk menetukan maksud
sebuah ungkapan yang menerima
multitafsir, harus dikembalikan
kepada niat orang yang
mengucapkannya. Tetapi kaedah
ini tidak berlaku dalam
pengambilan sumpah di
pengadilan. Maksud dan
kandungan sumpah ditetapkan
oleh hakim, bukan kepada niat
orang yang disumpah. Seseorang
yang mengucapkan lafad talak
sebanyak tiga kali tanpa huruf

ataf; jika disertai niat istinaf,


maka jatuh talak tiga. Dan jika ia
hanya bermaksud taukid, maka
jatuh talak satu.

You might also like