You are on page 1of 13

‫‪EFEKTIFITAS PENGAJARAN BAHASA ARAB‬‬

‫‪DENGAN PENDEKATAN IDENTITY HYPHOTHESIS‬‬


‫‪Oleh: Moh. Matsna HS‬‬
‫ملخص البحث‬
‫يش ير الواقع إلى أن فى ت دريس اللغة العربية بإندونيس يا مش كالت تح ول دون تحقيق‬
‫األهداف المنشودة‪ .‬ومن تلك األهداف استخدام اللغة العربية بشكل مكثف فى كثير من مجاالت‬
‫الحي اة ‪ .‬وتب دو تلك المش كالت فى أن أح وال المرافق والتس هيالت فى تعليم اللغة العربية ما‬
‫زالت إلى حد ما محزنة ‪ ،‬إذ لم يكن االتجاه واْلهدف والمواد والنظام وطريقة التقويم والمدرسون‬
‫فى تعليم اللغة العربية على المقدار الذى يمكننا من جعل تعليم اللغة العربية أكثر فعالية ‪.‬‬
‫أمس الحاجة إلى إع ادة النظر‬
‫ومن المالحظ أن المن اهج الدراس ية للغة العربية فى ّ‬
‫ووضع تع ديالت لتتماشى واحتياج ات المجتمع ومعطي ات العص ر‪ .‬فاالعتم اد على المن اهج‬
‫الدراس ية الحالية يجعل تحقيق أه داف تعليم اللغة العربية بعيد المن ال ‪ .‬ويب دو ذلك من أن‬
‫الخريجين فى المدارس المتوسطة أو الثانوية اإلسالمية لم يجيدوا اللغة العربية قراءة واستماعا‪،‬‬
‫ّ‬
‫فضال عن إج ادتهم تح ّدثا وكتابة باس تثناء ع دد قليل من خ ريجى الم دارس الداخلية اإلس المية (‬
‫‪ )Islamic boarding school‬أو ما يطلق عليه اسم "الباسانترين"‪.‬‬
‫المدرس ين الم ؤهلين فى تعليم اللغة العربية ‪ .‬والم درس‬
‫إننا الي وم مسيسو الحاجة إلى ّ‬
‫المؤهل ال بد أن يأخذ بعين االعتب ار األم ور اآلتي ة‪ :‬مالءمة الم واد بعق ول التالميذ ‪ ،‬والطريقة‬
‫الفعالة لتدريس المواد‪ ،‬وأحوال التالميذ النفسية عند تلقى المواد ‪.‬‬
‫ومن ج انب آخر أن تعليم اللغة العربية كث يرا ما يتم فى بيئة غ ير ص الحة ل ذلك‪،‬‬
‫باس تثناء تعليم اللغة العربية فى معهد العل وم اإلس المية والعربية (‪ ،)LIPIA‬والمعاهد اإلس المية‬
‫ل تى تس تخدم فيها اللغة العربية كلغة الت دريس ‪ .‬إننا نع انى مش اكل عويصة فى توف ير بيئة عربية‬
‫جي دة م ارس فيها أهلها اللغة العربية فى جميع أنش طتهم حيث يفق دهم النم وذج اللغ وي ال ذي‬
‫يقلدونه بشكل مستمر‪ ،‬إذ أن تعلم اللغات كما نعلم يعتمد النجاح فيه على توفر النموذج الجيد الذي‬
‫يلتقط المتعلم منه اللغة ويحذو حذوه منها‪.‬‬
‫عالوة على ذلك ف إن ع رض ظ واهر الحض ارة الغربية بما فيها اللغة اإلنجليزية يك ون‬
‫س ائدا فى الش بكات التلفزيونية اإلندونيس ية ح تى تك ون األلف اظ اإلنجليزية أك ثر اس تخداما فى‬
‫أوساط الشباب من األلفاظ العربية ‪.‬‬

‫‪Kata Kunci : Bahasa adalah kebiasaan, penciptaan lingkungan berbahasa‬‬


‫‪Guru Besar Jurusan Pendidikan Bahasa Arab (PBA) FITK UIN Syarif‬‬
‫‪‬‬

‫‪Hidayatullah Jakarta, Pjs. Rektor IAIN Syekh Nurjati Cirebon.‬‬


‫‪1‬‬
Pendahuluan
Bahasa Arab pertama kali dikenal bangsa Indonesia yaitu sejak Islam masuk ke
negeri kita, yaitu sekitar abad ke-13 M. Dibandingkan dengan bahasa-bahasa lain
seperti Belanda, Inggris, Prancis dan lain-lain, bahasa Arab jauh lebih dikenal oleh
bangsa kita. Namun demikian, sejauh ini bahasa Arab belum merupakan bahasa ilmu
pengetahuan dan teknologi, kecuali hanya sebagai bahasa ilmu agama Islam. Hal ini
dapat dipahami, karena kita mempelajari bahasa Arab lebih banyak didominasi oleh
kepentingan yang bersifat religius-ideologis, dari pada kepentingan praktis-
pragmatis.
Dorongan untuk mempelajari bahasa Arab di kalangan masyarakat kita
dirasakan kurang kuat, karena hubungan kita dengan bahasa Arab tidak ditopang
oleh pertimbangan praktis-pragmatis tersebut. Dibandingkan dengan bahasa Inggris,
peranan bahasa Arab di negara kita jelas dapat dikatakan marginal. Maka berbeda
dengan bahasa Inggris, dorongan untuk mempelajari bahasa Arab nampak sekali
memerlukan motivasi ekstra yang lebih bersifat sentimental (kecintaan) dari pada
benar-benar kebutuhan yang nyata.
Demikianlah salah satu tantangan berat yang kita hadapi dalam rangka
meningkatkan mutu pengajaran bahasa Arab di negara kita. Dalam masyarakat, kita
bisa menyaksikan bahwa sebagian besar umat Islam Indonesia sudah merasa puas
kalau sudah pandai membaca Al-Qur'an walaupun tidak tahu artinya. Apalagi
sekarang sudah banyak terjemahan Al-Qur ’an dan kitab-kitab keagamaan lainnya
dalam bahasa Indonesia. Mereka sudah puas kalau sudah mengerti bacaan shalat
serta doa-doa yang penting. Mereka tidak merasa perlu mempelajari bahasa Arab
sebagaimana halnya mempelajari bahasa Inggris.
Sementara kondisi pengajaran bahasa Arab di madrasah-madrasah/sekolah-
sekolah dan perguruan-perguruan tinggi di Indonesia masih juga dihadapkan pada
berbagai kendala dan tantangan, sehingga tujuan pengajaran bahasa Arab yang ideal
(yaitu memahami dan mendayagunakannya secara aktif dalam berbagai bidang)
belum sepenuhnya dapat direalisasikan. Kendala atau tantangan tersebut, nampak
dalam beberapa hal berikut ini :
Pertama, dari aspek edukatif, pengajaran bahasa Arab masih relatif kurang
ditopang oleh faktor-faktor pendidikan/pengajaran yang memadai. Yang dimaksud
faktor-faktor di sini adalah faktor kurikulum (termasuk di dalamnya orientasi dan
tujuan, muatan materi dan sistem pembelajaran, serta sistem evaluasi), faktor tenaga
edukatif, dan faktor sarana pendidikan yang menunjang.
Menurut pengamatan sementara, nampaknya kurikulum pengajaran bahasa
Arab di Indonesia perlu dikaji atau ditinjau ulang untuk disesuaikan menurut
kebutuhan dan perkembangan zaman. Karena dalam beberapa segi, muatannya
barangkali sudah kurang relevan lagi. Dalam kenyataannya, pengajaran bahasa Arab
di sekolah-sekolah /madrasah-madrasah masih cenderung pasif belaka. Hal ini dapat
dibuktikan dari lulusan Madrasah Aliyah (terkecuali lulusan pondok pesantren yang
mengkondisikan bahasa Arab sebagai bahasa harian) yang masuk pada jurusan
Bahasa Arab di STAIN/IAIN/UIN misalnya, pada tahun pertama mereka kuliah,
rata-rata mereka tidak bisa (belum bisa) berbahasa Arab secara aktif.
Tampaknya pengajaran bahasa Arab di sekolah-sekolah/madrasah juga relatif
kurang ditunjang oleh sarana pengajaran yang memadai, seperti laboratorium bahasa,
perpustakaan dan alat-alat bantu yang menunjang. Selain itu, kita juga masih

2
mengalami kekurangan tenaga pengajar di bidang bahasa Arab yang betul-betul
handal dan professional. Kita bisa menyaksikan di beberapa madrasah di sekitar kita,
guru bahasa di sana masih banyak guru yang bukan bidangnya, padahal kita setiap
tahun bahkan setiap smester selalu mengeluarkan lulusan calon guru-guru bahasa
Arab. Memang kita akui, bahwa guru-guru bahasa Arab di Indonesia kebanyakan
baru sebatas bisa berbahasa Arab, bahkan kebanyakan baru mengerti tentang bahasa
Arab.
Mahir berbahasa Arab, lebih-lebih baru mengerti tentang bahasa Arab tidak
menjamin bisa mengajar bahasa Arab, karena seseorang yang akan mengajar bahasa
Arab, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatiannya, minimal menguasai materi
kebahasaan yang akan diajarkan, bagaimana jiwa dan mentalitas anak yang akan
menerima materi kebahasaan itu, dan metode serta media apa yang digunakan dalam
menyampaikan materi itu kepada si anak.1
Kedua, dari segi sosial budaya, pada umumnya peta pengajaran bahasa Arab
berada dalam lingkungan sosial yang kurang mendukung. Nampaknya kita
mengalami kesulitan yang cukup serius dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif dan mendukung bagi suksesnya pengajaran bahasa Arab sesuai dengan
yang kita harapkan.
Ketiga, faktor linguistik bahasa Arab itu sendiri. Selama ini, nampaknya
masyarakat kita cenderung mempunyai kesan bahwa mempelajari bahasa Arab itu
jauh lebih sulit dari pada mempelajari bahasa asing lainnya.
Benarkah demikian? Secara teoritis, kesan tersebut tentu tidak sepenuhnya
benar, karena setiap bahasa mempunyai karakteristik tertentu dalam sistem fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantiknya yang berbeda antara satu bahasa dengan
bahasa lainnya. Sehingga, ketika kita mempelajari suatu bahasa asing, dapat
dipastikan kita akan menghadapi sedikit atau banyak kesulitan-kesulitan dalam
aspek-aspek bahasa yang berbeda antara bahasa ibu dan bahasa asing yang kita
pelajari2, dan pada hakekatnya bisa kita carikan jalan keluarnya.
Kita akui bahwa dalam beberapa kasus, sistem bahasa kita berbeda jauh dari
bahasa Arab. Namun demikian, dengan metode pengajaran yang modern dan dengan
pendekatan kontrastif, kitapun bisa mengatasi kendala tersebut, selama ditunjang
oleh pengajar bahasa Arab yang tangguh dan profesional.
Keempat, dari segi politik dan diplomasi luar negeri, kita bisa melihat bahwa
selama ini kita belum banyak memanfaatkan peluang dengan negara-negara yang
berbahasa Arab dalam bentuk kerjasama di bidang-bidang yang cukup strategis,
seperti ekonomi dan pendidikan. Belakangan ini, tampaknya bahasa Arab baru
didayagunakan dalam rangka pengiriman TKI ke Arab Saudi atau negara-negara
petro dollar lainnya. Padahal, dengan politik dan diplomasi luar negeri yang lebih
menyeluruh, kita akan bisa membuka peluang-peluang baru yang lebih
menguntungkan untuk pendayagunaan bahasa Arab dalam berbagai bidang, yang
pada gilirannya akan dapat mempengaruhi semangat kita dalam mempelajari bahasa
Arab.

Identity Hypothesis
11
Nabîh Ibrahîm Ismâîl, al-Usus al-Nafsiyyah li Ta’lîm al-Lughah
al-’Arabiyyah Li Ghair al-Nâthiqînâ bihâ, Kairo, Maktabah Anglo, 1982, h.22.
22
Mahmûd Fahmi Hijâzy, Madkhal Ila Ilm al-Lughah, (Kairo, Dar al-Tsaqafah,
1978), h. 26-27.
3
Ada beberapa hipotesa dalam pembelajaran bahasa pada umumnya dan
pembelajaran bahasa Arab khususnya. Di antara hipotesa itu adalah Identity
Hypothesis, yaitu suatu anggapan yang menyatakan bahwa ada kesamaan dalam
proses pemerolehan bahasa pertama dan pembelajaran bahasa asing (kedua) 3. Atau
suatu anggapan bahwa proses pemerolehan bahasa ibu (B1) dan proses pembelajaran
bahasa asing (B2) pada dasarnya adalah sama, sehingga tidak ada pengaruh apa pun
dari bahasa ibu ke dalam pembelajaran bahasa asing.
Abdul Chaer menyebutkan, kesamaan itu terletak pada urutan pemerolehan
struktur bahasa, seperti modus interogasi, negasi, dan morfem-morfem gramatikal
Hipotesis ini menyatakan bahwa unsur-unsur bahasa diperoleh dengan urutan-urutan
yang diramalkan. Unsur kebahasaan tertentu akan diperoleh terlebih dahulu,
sementara unsur kebahasaan lain diperoleh kemudian4.
Oleh Rusydi Ahmad Thuaimah, kesamaan proses antara perolehan bahasa
pertama dan belajar bahasa asing (kedua) itu disimpulkan dalam hal-hal berikut:
1- Pembiasaan (‫) املمارسة‬
2- Peniruan (‫) التقليد‬
3- Pemahaman (‫) الفهم‬
4- Urutan keterampilan bahasa (‫) ترتيب املهارات اللغوية‬
5- Pembelajaran grammar (‫) تعلم النحو‬5
1- Pembiasaan
Bahasa adalah kebiasaan. Oleh karena itu, penguasaan suatu bahasa harus
menjadikan bahasa sebagai suatu kebiasaan.
Coba kita amati bagaimana seorang anak belajar bahasa ibunya pada fase-
fase pertama ia bisa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Ia hanya mengulang-
ulang bunyi-bunyi yang ia dengar, dan mengucapkan kata-kata yang ia sukai
tanpa tujuan. Kita sering mendengar seorang anak pada usia satu tahun atau
lebih, ia sering mengucapkan; mah … mah … kemudian mamah … mamah
karena ia sering mendengar ungkapan itu dari orang sekitarnya. Begitu
seterusnya sesuai perkembangan kemampuan alat ucapnya untuk mengahasilkan
bunyi-bunyi tertentu. Bahkan mengucapkan kata-kata bahkan kalimat dengan
mendengar hanya dengar pembiasaan mendengar dan meniru dari orang-orang di
sekelilingnya.
Proses seperti itu sebetulnya sama dengan proses ketika si anak mulai belajar
bahasa asing. Hanya saja kadang si guru tidak sabar mengikuti proses seperti itu
dan menghilangkan proses pembiasaan, sehingga si anak yang belajar bahasa
asing tidak terbentuk sikap bahasanya.

2- Meniru

3
Nâyif Khurmâ, Al- Lughat al-Ajnabiyyah Ta’limuha wa Taallumuha (Kuwait:
Dâr al-Ma’rifah), 1988, h. 81.
4
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Cet. Pertama, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta), , 2003, h. 247.
5
Rusydi Ahmad Thu’aimah, Ta’lim al-‘Arabiyyah Li Ghair al- Nâthiqina Bihâ,
(Rabat: ISESCO, 1989, h. 75-76.
4
Mendengar dan meniru adalah proses alamiah dalam pembentukan kebiasa-
an berbahasa dalam bahasa apa pun.
Coba perhatikan bahagaimana seorang anak beruisa 1,5 tahun dapat
memahami kata es yang diucapkan kakaknya lalu dapat mengucapkannya dengan
baik. Mula-mula si kecil yang sedang bermain di depan rumahnya dengan
kakaknya yang berusia 4 tahun hanya mendengar kata-kata es yang diucapkan
oleh kakaknya yang melihat tukang es lewat.
Si kakak berkata mah beli, mah beli es, lalu dibelikan ibunya dan dimakan
sambil menawarkan kepada adiknya sambil menempelkan es ke mulutnya dengan
berkata es, es, enaak. Hal serupa terjadi pada hari kedua dan hari ketiga, si adik
hanya mendengar.
Hari ke empat si kakak pergi, dan tukang es datang, si adik kecil berusaha
meniru ucapan kakaknya dengan mengatakan mah, ess … mah, ess untuk
mendapatkan es.
Dengan jalan mendengar dan menirulah ia dapat berbahasa. Dan bila proses
seperti ini juga diterapkan dalam pembelajaran bahasa Arab, kita yakin anak-
anak kita akan cepat menguasai bahasa Arab dengan benar.

3- Pemahaman
Perlu diperhatikan oleh kita bahwa ketika si anak ingin mengatakan sesuatu,
kata es umpamanya seperti contoh di atas, ia sudah mengetahui maksud dari kata
itu. Ia bahkan jauh-jauh sudah mengerti kata-kata atau ungkapan yang ia dengar
dari pada mengucapkannya. Proses semacam ini mestinya bisa diterapkan dalam
proses belajar mengajar bahasa Arab. Namun yang terjadi justru sebaliknya,
anak-anak kita dilatih untuk mengucapkan bahkan membaca dengan baik, tetapi
mereka belum paham apa yang diucapkan dan yang dibaca.
Sebenarnya kemampuan untuk berujar dalam bahasa menuntut
keterampilan yang lebih besar dan lebih komplek dari pada kemampuan untuk
memahami apa yang didengar, sehingga semestinya anak disuruh memahami
dulu sebelum mengujarkan.

4- Urutan perolehan keterampiln bahasa


Dalam praktik keseharian berbahasa, kita menyaksikan bahwa kemahiran
menyimak itu didapatkan terlebih dahulu dari pada keterampilan bahasa lainnya.
Seorang anak yang mulai belajar berbicara, ia mendengar dahulu kata-kata atau
ungkapan dari orang-orang di sekitarnya, baru kemudian ia menirukan apa yang
ia dengar. Bahkan sudah berapa banyak kata-kata dan ungkapan yang sudah ia
dengar dan dimengerti maksudnya, baru ia ujarkan setelah mampu menggunakan
alat ucapnya.
Hal serupa tentu bisa diterapkan dalam proses belajar mengajar bahasa Arab
khususnya dan bahasa asing umumnya. Ini tidak berarti bahwa proses belajar
mengajar keterampilan berbicara harus ditunda, sebelum si anak mengusai kete-
rampilan menyimak, tetapi yang dimaksud adalah bahwa si anak didik tidak
disuruh mengucapkan ungkapan kecuali yang ia dengar, dan tidak disuruh
berbicara kecuali yang ia pahami. Jadi urutannya adalah menyimak, berbicara,
membaca dan menulis.

5
5- Belajar Grammar
Setiap bahasa tidak lepas dari sistem yang disepakati oleh pemiliknya. Dan
ketika kita mengamati anak yang mulai menguasai bahasa ibunya ia menggu-
nakan bahasa itu seperti orang-orang dewasa menggunakan bahasa itu. Tidak ada
kesalahan yang berarti atau kejanggalan yang menjolok dalam berututur.
Misalnya dalam menggunakan kata belum, bukan, atau tidak dalam kalimat yang
sempurna, atau susunan subjek, predikat, dan objek. Ia tidak keliru sama sekali.
Namun ia sama sekali tidak menyadari itu semua, dan ia hanya ikut-ikutan
orang lain yang pernah ia dengar. Ia memakai bahasa dengan benar bukan
didasari karena mengerti kaidah bahasa atau sistem bahasa yang berlaku.
Jadi, si anak menggunakan bahasa dulu, baru kemudian mengenal aturannya
dan mempelajari logikanya.
Proses pembelajaran bahasa ibu ini, bisa diterapkan dalam proses belajar
mengajar bahasa Arab. Janganlah kita ketika mengajarkan bahasa Arab, belum
apa-apa kita sudah memperkenalkan kepada anak didik macam-macam kaidah
bahasa dan berbagai istilah yang rumit-rumit yang boleh jadi hal ini akan meng-
akibatkan anak tidak suka dengan bahasa Arab.

Kendala Pembelajaran yang Dihadapi


Namun demikian kita akui bahwa dalam mengaplikasikan hipotesis ini, kita
menemui banyak kendala antara lain;
1- Motivasi yang lemah
2- Lingkungan yang kurang mendukung
3- Contoh-contoh kebahasaan yang minim
4- Waktu yang kurang.
5- Situasi yang tidak alami

1- Motivasi
Belajar atau menguasai bahasa ibu adalah sesuatu yang sangat vital dalam
kehidupan manusia. Sebab, tergantung kepada keterampilan berbahasa itulah
keperluan hidupnya dapat terpenuhi, keinginannya dapat diraih. Begitu juga
keadaan dirinya seperti sakit, sedang marah, atau senang, dapat diketahui orang
lain. Jadi, semua itu tidak akan bisa diketahui orang lain tanpa diungkapkan
dalam bahasa yang tepat.
Dengan demikian motivasi yang mendorong anak-anak untuk mempelajari
bahasa orang-orang yang ada di sekitarnya merupakan motivasi intrinsiks yang
menjadikan belajar bahasa ibu merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi dan menjadi suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
mencapai tujuan akhir. Sementara kalau kita amati motivasi yang ada pada anak
didik yang belajar bahasa asing, motifnya adalah bersifat ekstrinsiks, sebab
keinginan yang ingin dicapai dengan bahasa itu bersifat sementara bahkan hanya
ilusi.

2- Lingkungan
Lingkungan tempat anak belajar bahasa ibunya sangat mendukung sekali,
karena ia belajar bahasa di lingkungan bahasa itu digunakan dan berada di
tengah-tengah orang-orang yang menggunakan bahasa itu. Dal hal semacam ini
tidak diperoleh oleh anak-anak yang sedang belajar bahasa asing, sebab biasanya

6
bahasa asing diajarkan bukan di lingkungan tempat bahasa itu dipakai dalam
percakapan sehari-hari.

3- Contoh-contoh kebahasaan
Di antara dampak belajar bahasa asing bukan pada lingkungan bahasanya
adalah kurangnya contoh-contoh atau model-model kebahasaan yang bisa ditiru
oleh si anak secara terus menerus. Karena kita tahu bahwa salah satu faktor
keberhasilan belajar bahasa asing itu adalah banyaknya contoh-contoh bahasa
yang baik yang dapat diperoleh anak setiap saat sehingga ia bisa meniru.
Si anak ketika belajar bahasa ibunya di lingkungan sendiri selalu di kelilingi
oleh banyak contoh kebahasaan, baik dari bapaknya, ibunya, atau saudara-
saudara nya yang kesemuanya merupakan orang-orang yang sangat dicintainya.
Keberadaan mereka mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap bahasa si
anak.
Kondisi seperti ini berbeda dengan kondisi anak-anak ketika belajar bahasa
asing bukan pada lingkungannya. Mereka kurang medapat contoh-contoh bahasa
yang diperlukan karena orang-orang di sekeliling mereka hanya temannya
sendiri.

4.Waktu yang kurang


Bahasa adalah keterampilan, dan penguasaan keterampilan sangat tergantung
kepada ketersediaan waktu untuk berlatih.
Waktu yang tersedia bagi anak untuk belajar bahasa asing sangat minim
sekali. Ia hanya tersedia waktu belajar di sekolah dalam jumlah jam yang sangat
tidak memadai, sementara untuk belajar bahasa pertama seluruh waktunya
selama 24 jam digunakan untuk belajar bahasa baik langsung maupun tidak
langsung, kecuali waktu untuk tidur. Ia tidak banyak kehilangan banyak waktu
untuk belajar bahasa, sebab ia bisa belajar sambil hanya mendengar. Jika terlewat
pada suatu waktu, ia yakin akan mendengarnya di waktu yang lain.

6- Situasi yang tidak alami


Anak di dalam lingkungannya bisa membiasakan pola-pola bahasa baru
melalui bermain bahasa, dan bentuk pembiasaan dalam berbagai situasi, itulah
yang membantu anak untuk belajar bahasa, meskipun kadang dampak baik atau
kurang baik. Si anak bisa bermain bahasa ibunya saat ia sendiri atau ketika ada
orang lain.
Di samping itu situasi dan kondisi yang dilalui anak ketika belajar bahasa
ibunya sangat alami dan riil. Tidak ada rekayasa sama sekali. Ketika ia berusaha
ingin mengatakan mau es memang ada tukang es dan ia mau es itu. Bukan hanya
sekedar ngomong.
Situasi dan kondisi semacam ini, sangat berbeda ketika si anak belajar bahasa
asing, situasi dan kondisinya tidak alami dan direkayasa.

Alternatif Pemecahan Masalah


Telah dikemukakan di atas bahwa di antara tantangan yang cukup menggejala
dan agak menghambat pembelajaran bahasa Arab adalah kesan bahwa bahasa Arab
itu sulit dipelajari. Selain memang motivasi anak-anak kita untuk mempelajari

7
bahasa Arab masih cukup terbatas untuk menjadikannya sebagai alat memahami
ilmu-ilmu ke-Islaman saja.
Seiring dengan dinamika dan kemajuan abad informasi dan globalisasi dewasa
ini, nampaknya sudah saatnya kita berupaya mengikis atau bahkan menghilangkan
kesan umum bahwa mempelajari bahasa Arab itu sulit.
Bersamaan dengan itu, kita juga perlu menambahkan kesadaran bersama
bahwa mengerti dan menguasai bahasa Arab itu tidak hanya penting untuk menopang
pemahaman kita terhadap ajaran Islam, melainkan juga penting untuk didayagunakan
dalam berbagai bidang kehidupan. Mengubah atau memperbaharui “motivasi
kesadaran” anak didik agar cinta bahasa Arab memang bukan pekerjaan mudah. Oleh
karena itu, diperlukan beberapa pendekatan sebagai berikut:

Pertama: Pendekatan edukatif.


Pendekatan ini bisa dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan dengan
cara bahwa setiap pengajar bahasa Arab dan agama Islam hendaknya mampu
menumbuhkan motivasi dan menanamkan kesadaran akan pentingnya menguasai
bahasa Arab. Motivasi adalah salah faktor yang bisa membangkitkan anak untuk mau
belajar dengan baik, bahkan ada yang mengatakan “tiada proses belajar tanpa adanya
motivasi”6. Tentu terlebih dahulu para pengajar itu membekali dirinya dengan
kemampuan berbahasa Arab dan menguasai metode dan teknik mengajarkannya.
Sebab kunci pokok keberhasilan pengajaran bahasa Arab adalah terletak pada guru
pengajar, siswa yang kurang motivasi dalam bahasa Arab, media pengajaran bahasa
Arab yang kurang memadai, perbedaan individu di dalam kelas yang signifikan, akan
mudah diatasi oleh seorang guru yang profesional.
Berbicara masalah guru bahasa Arab yang profesional, penulis tidak
membedakan apakah guru berasal dari native speaker atau bukan native speaker
(pribumi), sebab masing-masing keduanya memiliki nilai plus dan minus. Siapa pun
yang menjadi guru bahasa Arab di Indonesia apakah dari native speaker atau dari
pribumi, harus dibekali pemahaman, pengetahuan, penguasaan, dan wawasan hal-hal
berikut:
1- Budaya yang luas, sebab tugas seorang guru bahasa Arab bukan hanya
mentransfer materi pelajaran, tetapi ia juga mempunyai misi untuk mentransfer
pendidikan, budaya, dan kemasyarakatan. Bahkan guru bahasa Arab bukan hanya
mengenalkan budaya nasional tetapi ia bertugas untuk mengenalkan budaya asing
yaitu budaya penutur bahasa Arab, pola pikir mereka, keyakinan dan tradisinya,
hari-hari besarnya, nilai-nilai dan cara hidupnya, sejarahnya, geografinya, dan
sebagainya.
2- Profesi yang ditekuni sebagai seorang guru bahasa Arab, sehingga ia mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik. Profesi ini menuntut seorang guru untuk
pandai berkomunikasi dan bekerja sama dengan para guru lainnya, dengan para
pengawas, dan pihak-pihak yang terkait dengan tugas-ugas keguruan, di samping
seorang guru juga harus pandai-pandai bergaul dengan anak didiknya untuk
memahami karakter dari masing-masing mereka. Di sinilah seorang guru bahasa
Arab harus dibekali dengan pengetahuan tentang Ilmu Jiwa Perkembangan, dan
Ilmu Jiwa Pendidikan yang membahas tentang teori belajar dan metode mengajar
baik umum maupun khusus.

6
Nabîh Ibrâhîm Ismâil, al- Usus al-Nafsiyyah ..., h. 24
8
3- Materi pelajaran yang akan diajarkan, yaitu bahasa Arab sesuai dengan
tingkatannya. Bahkan penguasaan terhadap materi yang akan disampaikan
seorang guru bahasa Arab, sangat berbeda dengan penguasaan materi yang akan
disampaikan guru lain. Sebab penguasaan terhadap bahasa Arab dengan berbagai
macam kemahirannya menuntut disediakannya media dan alat bantu pengajaran,
yang pada gilirannya juga menuntut seorang guru untuk pandai memilih dan
menggunakan media dan alat bantu pengajaran itu.7

Kedua: Pendekatan sosial budaya.


Dalam pendekatan ini hendaknya setiap umat Islam mulai dari lingkungan
keluarga hingga lingkungan sosial kemasyarakatan memberikan perhatian yang
memadai mengenai pengajaran bahasa Arab bagi anak didik mereka. Akan lebih
efektif bila pemancar-pemancar radio (yang muslim) dan TV-TV menyediakan
program siaran yang berbau bahasa Arab. Selain itu ormas-ormas Islam seperti NU,
Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dan sebagainya sama-sama memasya-rakatkan
bahasa Arab dan mendorong umatnya untuk mencintai bahasa Arab. Masyarakat
muslim di Indonesia harus diberi pemahaman dan kesadaran bahwa bahasa Arab itu
penting dikuasai karena paling tidak dua alasan:
1- Faktor agama Islam. Seperti kita maklumi bahwa memahami agama Islam secara
benar itu sangat perlu bagi para pemeluknya. Tidak mungkin seorang muslim
dapat melaksanakan ibadah dan semua kewajibannya dengan benar, bila ia tidak
memiliki pengetahuan yang benar tentang agamanya. Sebab al-Qur'an dan Hadits
nabi sebagai sumber hukum Islam adalah bahasa Arab, bacaan-bacaan dalam
shalat juga harus dengan bahasa Arab. Tentu akan berbeda seorang muslim yang
membaca al-Qur'an atau doa-doa dan memahami maknanya, dengan orang yang
membaca tetapi tidak mengerti maknanya.
2- Pengetahuan Islam (hadits, fiqh, tauhid, dan ushul fiqh) kesemuanya ditulis
dengan bahasa Arab. Tentu untuk memahami khazanah ilmu pengetahuan Islam
dari sumber aslinya ini harus terlebih dahulu menguasai bahasa Arab. Dengan
kedua faktor ini saja, bila ia seorang muslim yang sikap fanatismenya tinggi
terhadap Islam, ia akan sadar bahwa bahasa Arab itu sangat penting untuk
dikuasai.

Ketiga: Pendekatan politik.


Akhir-akhir ini kita melihat di Indonesia banyak bermunculan pusat-pusat
pengkajian terhadap sosial budaya bangsa lain yang sebetulnya bersifat politis.
Umpamanya Pusat Studi Jepang, Pusat Studi Australia, dan lain-lain yang diadakan
oleh berbagai Universitas. Tetapi sampai sekarang nampaknya belum nampak
adanya Pusat Studi Arab, kalaupun ada, rupanya masih malu-malu untuk muncul.
Padahal kita sudah ratusan tahun berhubungan dengan negara-negara Arab dalam
berbagai bentuk kegiatan. Karena itu, sudah saatnya kita merintis Pusat Studi Arab
tersebut di linkungan Perguruan Tinggi atau Lembaga-Lembaga Pendidikan lainnya
dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia yang ingin
berhubungan secara baik dengan negara-negara yang menggunakan bahasa Arab.

7
Alî Mahmûd al-Qâsimî, al-Ittijâhât al-Hadîtsah fi Ta’lîm al-Lughah al-
Arabiyyah li al-Nathiqinâ bi al-Lughat al-Ukhrâ, (Riyadh: Jamiat al-Riyadh, 1979).
h. 90-91.
9
Kita sulit berhubungan dengan orang Arab kalau kita tidak mengenal latar
belakang sosial budayanya. Sebab bahasa pada hakekatnya adalah bagian dari
budaya dan sekaligus sebagai cermin dari budaya bangsa itu8.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pengajaran bahasa Arab nampaknya kita
perlu membenahi kembali sistem pengajaran bahasa Arab di madrasah-madrasah dan
perguruan-perguruan tinggi kita. Sekurang-kurangnya alokasi waktu yang memadai
agar dapat mencakup materi-materi yang bukan bersifat ke-Islaman saja melainkan
juga bersifat keilmuan dalam berbagai bidang.
Ali al-Hadidi membuat jenjang pengajaran bahasa Arab ke dalam empat tingkat,
yang masing-masing tingkatnya dibutuhkan 250 jam @ 60 menit. 9. Ia membuat
rincian sebagai berikut:

No. Tingkat Belajar Belj. Di Jumlah


Reguler Lab/Latihan
1. Dasar 200 Jam 50 Jam 250. Jam
2. Menengah 200 Jam 50 Jam 250. Jam
3. Lanjutan 200 Jam 50 Jam 250. Jam
4. Akhir 200 Jam 50 Jam 250. Jam
Jumlah 800 Jam 200 Jam 1000 Jam

Dengan alokasi waktu seperti di atas, al-Hadidi memprediksikan bahwa siswa


untuk Tingkat Menengah saja sudah menguasai sekitar 2000 kosakata dengan
kemampuan membaca koran, mendengarkan siaran radio atau televisi, dan menulis
surat yang berbahasa Arab, serta mampu berkomunikasi dengan penutur Arab.
Sementara pada Tingkat Akhir siswa mampu mengikuti perkuliahan di lembaga-
lembaga pendidikan atau perguruan tinggi di negara-negara Arab dengan modal
4000 kosakata.
Permasalahan kita yang selalu dibicarakan dan tidak pernah dipecahkan adalah
masalah alokasi waktu yang tersedia dalam kurikulum (khususnya di madrasah-
madrasah) sangat tidak memadai untuk memberikan dasar kemampuan bahasa Arab.
Namun bila kita semua ada kemauan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
bahasa Arab khususnya untuk tingkat dasar dan menengah, masih ada celah untuk
itu, yaitu dengan memanfaatkan alokasi waktu kurlok (kurikulum lokal) yang
biasanya diisi dengan selera masing-masing kepala madrasah/sekolah, kita isi dengan
mata pelajaran bahasa Arab, mulai dari tingkat dasar (ibtidai’) sampai dengan tingkat
menengah (tsanawi).
Dengan memanfaatkan alokasi waktu kurlok untuk bahasa Arab, barangkali
salah satu kendala kita dalam mengembangkan bahasa Arab di Indonesia sudah bisa
dikurangi.
Sebagai penunjangnya, kita rintis penerbitan kamus dwibahasa Arab-Indonesia
yang komprehensif sehingga kebahasaaraban kita bisa menjadi lebih luas yang pada
gilirannya kemampuan bahasa Arab kita tidak kerdil.

Kharma, (Kairo: al-Lughah al-Ajnabiyyah..., h. 122


8

Alî al-Hadîdî, Musykilat Ta’lîm al-Lughah al-’Arabiyyah li Ghair al-Arab,


9

(Kairo: Dâr al-Katib al-’Arabî), 1966, h. 125.


10
E. Penutup
Pada akhirnya kita harus tetap optimis meskipun berbagai kendala banyak
dihadapi dalam memasyarakatkan bahasa Arab. Kita optimis bahwa di masa yang
akan datang bahasa Arab akan mempunyai peranan dan prospek yang menjanjikan,
bila kita mampu memasyarakatkannya yang tidak terbatas pada bidang ke-Islaman
melainkan juga mencakup bidang ekonomi, perdagangan, politik, kebudayan, dan
pendidikan. Dan pada gilirannya akan memberikan motivasi kepada para peserta
didik karena melihat banyak manfaat dari penggunaan bahasa Arab.
Optimis kita terhadap masa depan kedudukan bahasa Arab di Indonesia
didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu:
Pertama. Bahasa Arab merupakan bahasa yang berusia relatif sangat tua dan
tahan banting dalam menghadapi arus perubahan dan perkembangan zaman. Lebih
dari lima belas abad lamanya, sejak zaman pra Islam hingga sekarang bahasa Arab
tetap menunjukkan vitalitasnya sebagai bahasa yang relevan, enak dan perlu dipakai
oleh para pemakainya. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Arab tetap menjadi
bahasa penting dan utama bagi umat manusia khususnya umat Islam.
Kedua. Secara geolinguistik. Bahasa Arab sekarang dipakai menjadi bahasa
resmi oleh kurang lebih 22 negara di Kawasan Timur Tengah dan Afrika yang
jumlah penduduknya tidak kurang dari 200 juta jiwa. 10 Disamping bahasa Arab telah
resmi menjadi bahasa yang dipakai di PBB, UNESCO, Negara-negara Non-Blok,
dan organisasi internasional lainnya.
Ketiga. Negara-negara Arab terutama negara-negara Teluk memegang peranan
penting dalam percaturan ekonomi dunia disebabkan sumber alam yang dimilikinya
dan letak geografisnya yang strategis sebagai alur menuju Erofa dan Asia Tengah.
Kenyataan ini bila dikaitkan dengan tantangan abad informasi dan globalisasi
dewasa ini tentulah merupakan “peluang prospektif” tersendiri bagi kita untuk
mengadakan kontak saling menguntungkan dalam berbagai bidang dengan negara-
negara berbahasa resmi bahasa Arab tersebut. Artinya, jika kita hendak berperan
aktif dalam tata pergaulan internasional maka mau tidak mau kita mesti membekali
diri dengan penguasaan terhadap bahasa-bahasa pergaulan internasional termasuk
bahasa Arab.

10
Ma’had al-Ulûm al-Islâmiyyah wa al-’Arabiyyah, al-Muwajjih, Edisi.1,
Jakarta , 1988. h. 49.
11
Daftar Pustaka

Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Cet. Pertama, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2003
al-Hadîdî, ‘Alî, Musykilât Ta’lîm al-Lughah al-’Arabiyyah li Ghair al-Arab, Kairo:
Dâr al-Katib al-’Araby, 1966.
al-Hijazî, Mahmûd Fahmi, Madkhal ila ‘Ilm al-Lughah, Dar al-Tsaqafah, Cairo,
1978.
Al-Nâqah, Mahmûd Kâmil, Asasiyyât Ta’lim al-Arâbiyyah Li Ghair al-‘Arab,
Ma’had al-Khartum al- Dauly, Khartoum – Sudan, 1978 M.
al-Qâsimî, Ali Mahmud, al-Ittijâhât al-Hadîtsah fi Ta’lîm al-Lughah al-Arabiyyah li
al-Nâthiqina bi al-Lughat al-Ukhrâ, Jâmiat al-Riyâdh , Riyâdh, 1979.
Ismâîl, Nabîh Ibrâhîm, al- Usus al-Nafsiyyah li Ta’lîm al-Lughah al-’Arabiyyah li
Ghair al-Nâthiqîna bihâ, Kairo: Maktabah al-Anglo.
Khurmâ, Naif dan Ali al-Hâjjâj, al-Lughat al-Ajnabiyyah Ta’lîmuha wa
Ta’allumuhâ, Kuwait, "Alam al-Ma'arif, 1988.
Ma’had al-Ulum al-Islamiyyah wa al-’Arabiyyah, al-Muwajjih, Edisi.1, Jakarta ,
1988.
Shini, Mahmûd Ismâîl, al- Taqâbul al-Lughawi wa Tahlîl al-Akhtâ', Jâmiat al-
Riyâdh, 1399 H.
Thu’aimah, Rusydî Ahmad, Ta’lim al-‘Arabiyyah Li Ghair al- Nathiqina Biha,
Rabâth, ISESCO, 1989

12
Penelitian Ringkasan
Fakta menunjukkan bahwa dalam mengajar bahasa Arab, Indonesia masalah yang
menghambat pencapaian tujuan yang diinginkan. Salah satu tujuan penggunaan bahasa
Arab secara intensif di banyak bidang kehidupan. Tampilan masalah ini dalam kondisi
fasilitas dalam pengajaran bahasa Arab masih agak sedih, karena tidak ada arah dan
tujuan, bahan dan sistem dan metode evaluasi dan guru untuk mengajarkan bahasa Arab
pada jumlah yang kita dapat membuat pengajaran bahasa Arab lebih efektif.
Perlu dicatat bahwa kurikulum bahasa Arab sangat membutuhkan revisi dan
pengembangan perubahan garis dan kebutuhan data masyarakat dan usia. Mengandalkan
kurikulum yang ada membuat mencapai tujuan pengajaran bahasa Arab sulit dipahami.
Tampaknya, bagaimanapun, bahwa lulusan di sekolah menengah atau sekolah Islam
yang tinggi fasih bahasa Arab membaca dan mendengarkan, serta kemahiran dalam
berbicara dan menulis dengan pengecualian dari sejumlah kecil sekolah lulusan internal
yang Muslim (pesantren) atau yang disebut nama "Albasantren".
Kami Msiso hari kebutuhan akan guru berkualitas dalam pengajaran bahasa Arab. Dan
guru yang berkualitas harus mempertimbangkan hal-hal berikut: cocok bahan pikiran
murid, dan cara yang efektif untuk mengajarkan materi, dan kondisi psikologis siswa
menerima materi.
Di sisi lain bahwa pengajaran bahasa Arab sering di lingkungan yang berlaku untuk itu,
dengan pengecualian mengajar bahasa Arab di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan
Arab (LIPIA), dan Islam lembaga T menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar. Kami menderita masalah berat dalam menyediakan lingkungan Maret yang
baik Arab di mana orang-orang Arab dalam semua kegiatan mereka di mana ‫ يفقدهم‬bentuk
linguistik yang terus Ikldonh, seperti belajar bahasa seperti yang kita tahu di mana
keberhasilan tergantung pada ketersediaan bentuk yang baik yang menangkap
pembelajar bahasa dia dan mengikuti jejaknya.
Selain itu, fenomena peradaban Barat, termasuk bahasa Inggris telah menang dalam
jaringan televisi Indonesia bahkan dalam kata-kata bahasa Inggris yang paling umum
digunakan di kalangan anak muda dari kata-kata Arab

13

You might also like