Professional Documents
Culture Documents
Matsna Hypothetis
Matsna Hypothetis
2
mengalami kekurangan tenaga pengajar di bidang bahasa Arab yang betul-betul
handal dan professional. Kita bisa menyaksikan di beberapa madrasah di sekitar kita,
guru bahasa di sana masih banyak guru yang bukan bidangnya, padahal kita setiap
tahun bahkan setiap smester selalu mengeluarkan lulusan calon guru-guru bahasa
Arab. Memang kita akui, bahwa guru-guru bahasa Arab di Indonesia kebanyakan
baru sebatas bisa berbahasa Arab, bahkan kebanyakan baru mengerti tentang bahasa
Arab.
Mahir berbahasa Arab, lebih-lebih baru mengerti tentang bahasa Arab tidak
menjamin bisa mengajar bahasa Arab, karena seseorang yang akan mengajar bahasa
Arab, ada beberapa hal yang harus menjadi perhatiannya, minimal menguasai materi
kebahasaan yang akan diajarkan, bagaimana jiwa dan mentalitas anak yang akan
menerima materi kebahasaan itu, dan metode serta media apa yang digunakan dalam
menyampaikan materi itu kepada si anak.1
Kedua, dari segi sosial budaya, pada umumnya peta pengajaran bahasa Arab
berada dalam lingkungan sosial yang kurang mendukung. Nampaknya kita
mengalami kesulitan yang cukup serius dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif dan mendukung bagi suksesnya pengajaran bahasa Arab sesuai dengan
yang kita harapkan.
Ketiga, faktor linguistik bahasa Arab itu sendiri. Selama ini, nampaknya
masyarakat kita cenderung mempunyai kesan bahwa mempelajari bahasa Arab itu
jauh lebih sulit dari pada mempelajari bahasa asing lainnya.
Benarkah demikian? Secara teoritis, kesan tersebut tentu tidak sepenuhnya
benar, karena setiap bahasa mempunyai karakteristik tertentu dalam sistem fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantiknya yang berbeda antara satu bahasa dengan
bahasa lainnya. Sehingga, ketika kita mempelajari suatu bahasa asing, dapat
dipastikan kita akan menghadapi sedikit atau banyak kesulitan-kesulitan dalam
aspek-aspek bahasa yang berbeda antara bahasa ibu dan bahasa asing yang kita
pelajari2, dan pada hakekatnya bisa kita carikan jalan keluarnya.
Kita akui bahwa dalam beberapa kasus, sistem bahasa kita berbeda jauh dari
bahasa Arab. Namun demikian, dengan metode pengajaran yang modern dan dengan
pendekatan kontrastif, kitapun bisa mengatasi kendala tersebut, selama ditunjang
oleh pengajar bahasa Arab yang tangguh dan profesional.
Keempat, dari segi politik dan diplomasi luar negeri, kita bisa melihat bahwa
selama ini kita belum banyak memanfaatkan peluang dengan negara-negara yang
berbahasa Arab dalam bentuk kerjasama di bidang-bidang yang cukup strategis,
seperti ekonomi dan pendidikan. Belakangan ini, tampaknya bahasa Arab baru
didayagunakan dalam rangka pengiriman TKI ke Arab Saudi atau negara-negara
petro dollar lainnya. Padahal, dengan politik dan diplomasi luar negeri yang lebih
menyeluruh, kita akan bisa membuka peluang-peluang baru yang lebih
menguntungkan untuk pendayagunaan bahasa Arab dalam berbagai bidang, yang
pada gilirannya akan dapat mempengaruhi semangat kita dalam mempelajari bahasa
Arab.
Identity Hypothesis
11
Nabîh Ibrahîm Ismâîl, al-Usus al-Nafsiyyah li Ta’lîm al-Lughah
al-’Arabiyyah Li Ghair al-Nâthiqînâ bihâ, Kairo, Maktabah Anglo, 1982, h.22.
22
Mahmûd Fahmi Hijâzy, Madkhal Ila Ilm al-Lughah, (Kairo, Dar al-Tsaqafah,
1978), h. 26-27.
3
Ada beberapa hipotesa dalam pembelajaran bahasa pada umumnya dan
pembelajaran bahasa Arab khususnya. Di antara hipotesa itu adalah Identity
Hypothesis, yaitu suatu anggapan yang menyatakan bahwa ada kesamaan dalam
proses pemerolehan bahasa pertama dan pembelajaran bahasa asing (kedua) 3. Atau
suatu anggapan bahwa proses pemerolehan bahasa ibu (B1) dan proses pembelajaran
bahasa asing (B2) pada dasarnya adalah sama, sehingga tidak ada pengaruh apa pun
dari bahasa ibu ke dalam pembelajaran bahasa asing.
Abdul Chaer menyebutkan, kesamaan itu terletak pada urutan pemerolehan
struktur bahasa, seperti modus interogasi, negasi, dan morfem-morfem gramatikal
Hipotesis ini menyatakan bahwa unsur-unsur bahasa diperoleh dengan urutan-urutan
yang diramalkan. Unsur kebahasaan tertentu akan diperoleh terlebih dahulu,
sementara unsur kebahasaan lain diperoleh kemudian4.
Oleh Rusydi Ahmad Thuaimah, kesamaan proses antara perolehan bahasa
pertama dan belajar bahasa asing (kedua) itu disimpulkan dalam hal-hal berikut:
1- Pembiasaan () املمارسة
2- Peniruan () التقليد
3- Pemahaman () الفهم
4- Urutan keterampilan bahasa () ترتيب املهارات اللغوية
5- Pembelajaran grammar () تعلم النحو5
1- Pembiasaan
Bahasa adalah kebiasaan. Oleh karena itu, penguasaan suatu bahasa harus
menjadikan bahasa sebagai suatu kebiasaan.
Coba kita amati bagaimana seorang anak belajar bahasa ibunya pada fase-
fase pertama ia bisa mengucapkan bunyi-bunyi bahasa. Ia hanya mengulang-
ulang bunyi-bunyi yang ia dengar, dan mengucapkan kata-kata yang ia sukai
tanpa tujuan. Kita sering mendengar seorang anak pada usia satu tahun atau
lebih, ia sering mengucapkan; mah … mah … kemudian mamah … mamah
karena ia sering mendengar ungkapan itu dari orang sekitarnya. Begitu
seterusnya sesuai perkembangan kemampuan alat ucapnya untuk mengahasilkan
bunyi-bunyi tertentu. Bahkan mengucapkan kata-kata bahkan kalimat dengan
mendengar hanya dengar pembiasaan mendengar dan meniru dari orang-orang di
sekelilingnya.
Proses seperti itu sebetulnya sama dengan proses ketika si anak mulai belajar
bahasa asing. Hanya saja kadang si guru tidak sabar mengikuti proses seperti itu
dan menghilangkan proses pembiasaan, sehingga si anak yang belajar bahasa
asing tidak terbentuk sikap bahasanya.
2- Meniru
3
Nâyif Khurmâ, Al- Lughat al-Ajnabiyyah Ta’limuha wa Taallumuha (Kuwait:
Dâr al-Ma’rifah), 1988, h. 81.
4
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Cet. Pertama, (Jakarta: PT.
Rineka Cipta), , 2003, h. 247.
5
Rusydi Ahmad Thu’aimah, Ta’lim al-‘Arabiyyah Li Ghair al- Nâthiqina Bihâ,
(Rabat: ISESCO, 1989, h. 75-76.
4
Mendengar dan meniru adalah proses alamiah dalam pembentukan kebiasa-
an berbahasa dalam bahasa apa pun.
Coba perhatikan bahagaimana seorang anak beruisa 1,5 tahun dapat
memahami kata es yang diucapkan kakaknya lalu dapat mengucapkannya dengan
baik. Mula-mula si kecil yang sedang bermain di depan rumahnya dengan
kakaknya yang berusia 4 tahun hanya mendengar kata-kata es yang diucapkan
oleh kakaknya yang melihat tukang es lewat.
Si kakak berkata mah beli, mah beli es, lalu dibelikan ibunya dan dimakan
sambil menawarkan kepada adiknya sambil menempelkan es ke mulutnya dengan
berkata es, es, enaak. Hal serupa terjadi pada hari kedua dan hari ketiga, si adik
hanya mendengar.
Hari ke empat si kakak pergi, dan tukang es datang, si adik kecil berusaha
meniru ucapan kakaknya dengan mengatakan mah, ess … mah, ess untuk
mendapatkan es.
Dengan jalan mendengar dan menirulah ia dapat berbahasa. Dan bila proses
seperti ini juga diterapkan dalam pembelajaran bahasa Arab, kita yakin anak-
anak kita akan cepat menguasai bahasa Arab dengan benar.
3- Pemahaman
Perlu diperhatikan oleh kita bahwa ketika si anak ingin mengatakan sesuatu,
kata es umpamanya seperti contoh di atas, ia sudah mengetahui maksud dari kata
itu. Ia bahkan jauh-jauh sudah mengerti kata-kata atau ungkapan yang ia dengar
dari pada mengucapkannya. Proses semacam ini mestinya bisa diterapkan dalam
proses belajar mengajar bahasa Arab. Namun yang terjadi justru sebaliknya,
anak-anak kita dilatih untuk mengucapkan bahkan membaca dengan baik, tetapi
mereka belum paham apa yang diucapkan dan yang dibaca.
Sebenarnya kemampuan untuk berujar dalam bahasa menuntut
keterampilan yang lebih besar dan lebih komplek dari pada kemampuan untuk
memahami apa yang didengar, sehingga semestinya anak disuruh memahami
dulu sebelum mengujarkan.
5
5- Belajar Grammar
Setiap bahasa tidak lepas dari sistem yang disepakati oleh pemiliknya. Dan
ketika kita mengamati anak yang mulai menguasai bahasa ibunya ia menggu-
nakan bahasa itu seperti orang-orang dewasa menggunakan bahasa itu. Tidak ada
kesalahan yang berarti atau kejanggalan yang menjolok dalam berututur.
Misalnya dalam menggunakan kata belum, bukan, atau tidak dalam kalimat yang
sempurna, atau susunan subjek, predikat, dan objek. Ia tidak keliru sama sekali.
Namun ia sama sekali tidak menyadari itu semua, dan ia hanya ikut-ikutan
orang lain yang pernah ia dengar. Ia memakai bahasa dengan benar bukan
didasari karena mengerti kaidah bahasa atau sistem bahasa yang berlaku.
Jadi, si anak menggunakan bahasa dulu, baru kemudian mengenal aturannya
dan mempelajari logikanya.
Proses pembelajaran bahasa ibu ini, bisa diterapkan dalam proses belajar
mengajar bahasa Arab. Janganlah kita ketika mengajarkan bahasa Arab, belum
apa-apa kita sudah memperkenalkan kepada anak didik macam-macam kaidah
bahasa dan berbagai istilah yang rumit-rumit yang boleh jadi hal ini akan meng-
akibatkan anak tidak suka dengan bahasa Arab.
1- Motivasi
Belajar atau menguasai bahasa ibu adalah sesuatu yang sangat vital dalam
kehidupan manusia. Sebab, tergantung kepada keterampilan berbahasa itulah
keperluan hidupnya dapat terpenuhi, keinginannya dapat diraih. Begitu juga
keadaan dirinya seperti sakit, sedang marah, atau senang, dapat diketahui orang
lain. Jadi, semua itu tidak akan bisa diketahui orang lain tanpa diungkapkan
dalam bahasa yang tepat.
Dengan demikian motivasi yang mendorong anak-anak untuk mempelajari
bahasa orang-orang yang ada di sekitarnya merupakan motivasi intrinsiks yang
menjadikan belajar bahasa ibu merupakan tuntutan yang tidak bisa ditawar-tawar
lagi dan menjadi suatu keharusan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
mencapai tujuan akhir. Sementara kalau kita amati motivasi yang ada pada anak
didik yang belajar bahasa asing, motifnya adalah bersifat ekstrinsiks, sebab
keinginan yang ingin dicapai dengan bahasa itu bersifat sementara bahkan hanya
ilusi.
2- Lingkungan
Lingkungan tempat anak belajar bahasa ibunya sangat mendukung sekali,
karena ia belajar bahasa di lingkungan bahasa itu digunakan dan berada di
tengah-tengah orang-orang yang menggunakan bahasa itu. Dal hal semacam ini
tidak diperoleh oleh anak-anak yang sedang belajar bahasa asing, sebab biasanya
6
bahasa asing diajarkan bukan di lingkungan tempat bahasa itu dipakai dalam
percakapan sehari-hari.
3- Contoh-contoh kebahasaan
Di antara dampak belajar bahasa asing bukan pada lingkungan bahasanya
adalah kurangnya contoh-contoh atau model-model kebahasaan yang bisa ditiru
oleh si anak secara terus menerus. Karena kita tahu bahwa salah satu faktor
keberhasilan belajar bahasa asing itu adalah banyaknya contoh-contoh bahasa
yang baik yang dapat diperoleh anak setiap saat sehingga ia bisa meniru.
Si anak ketika belajar bahasa ibunya di lingkungan sendiri selalu di kelilingi
oleh banyak contoh kebahasaan, baik dari bapaknya, ibunya, atau saudara-
saudara nya yang kesemuanya merupakan orang-orang yang sangat dicintainya.
Keberadaan mereka mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap bahasa si
anak.
Kondisi seperti ini berbeda dengan kondisi anak-anak ketika belajar bahasa
asing bukan pada lingkungannya. Mereka kurang medapat contoh-contoh bahasa
yang diperlukan karena orang-orang di sekeliling mereka hanya temannya
sendiri.
7
bahasa Arab masih cukup terbatas untuk menjadikannya sebagai alat memahami
ilmu-ilmu ke-Islaman saja.
Seiring dengan dinamika dan kemajuan abad informasi dan globalisasi dewasa
ini, nampaknya sudah saatnya kita berupaya mengikis atau bahkan menghilangkan
kesan umum bahwa mempelajari bahasa Arab itu sulit.
Bersamaan dengan itu, kita juga perlu menambahkan kesadaran bersama
bahwa mengerti dan menguasai bahasa Arab itu tidak hanya penting untuk menopang
pemahaman kita terhadap ajaran Islam, melainkan juga penting untuk didayagunakan
dalam berbagai bidang kehidupan. Mengubah atau memperbaharui “motivasi
kesadaran” anak didik agar cinta bahasa Arab memang bukan pekerjaan mudah. Oleh
karena itu, diperlukan beberapa pendekatan sebagai berikut:
6
Nabîh Ibrâhîm Ismâil, al- Usus al-Nafsiyyah ..., h. 24
8
3- Materi pelajaran yang akan diajarkan, yaitu bahasa Arab sesuai dengan
tingkatannya. Bahkan penguasaan terhadap materi yang akan disampaikan
seorang guru bahasa Arab, sangat berbeda dengan penguasaan materi yang akan
disampaikan guru lain. Sebab penguasaan terhadap bahasa Arab dengan berbagai
macam kemahirannya menuntut disediakannya media dan alat bantu pengajaran,
yang pada gilirannya juga menuntut seorang guru untuk pandai memilih dan
menggunakan media dan alat bantu pengajaran itu.7
7
Alî Mahmûd al-Qâsimî, al-Ittijâhât al-Hadîtsah fi Ta’lîm al-Lughah al-
Arabiyyah li al-Nathiqinâ bi al-Lughat al-Ukhrâ, (Riyadh: Jamiat al-Riyadh, 1979).
h. 90-91.
9
Kita sulit berhubungan dengan orang Arab kalau kita tidak mengenal latar
belakang sosial budayanya. Sebab bahasa pada hakekatnya adalah bagian dari
budaya dan sekaligus sebagai cermin dari budaya bangsa itu8.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pengajaran bahasa Arab nampaknya kita
perlu membenahi kembali sistem pengajaran bahasa Arab di madrasah-madrasah dan
perguruan-perguruan tinggi kita. Sekurang-kurangnya alokasi waktu yang memadai
agar dapat mencakup materi-materi yang bukan bersifat ke-Islaman saja melainkan
juga bersifat keilmuan dalam berbagai bidang.
Ali al-Hadidi membuat jenjang pengajaran bahasa Arab ke dalam empat tingkat,
yang masing-masing tingkatnya dibutuhkan 250 jam @ 60 menit. 9. Ia membuat
rincian sebagai berikut:
10
Ma’had al-Ulûm al-Islâmiyyah wa al-’Arabiyyah, al-Muwajjih, Edisi.1,
Jakarta , 1988. h. 49.
11
Daftar Pustaka
Abdul Chaer, Psikolinguistik Kajian Teoritik, Cet. Pertama, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 2003
al-Hadîdî, ‘Alî, Musykilât Ta’lîm al-Lughah al-’Arabiyyah li Ghair al-Arab, Kairo:
Dâr al-Katib al-’Araby, 1966.
al-Hijazî, Mahmûd Fahmi, Madkhal ila ‘Ilm al-Lughah, Dar al-Tsaqafah, Cairo,
1978.
Al-Nâqah, Mahmûd Kâmil, Asasiyyât Ta’lim al-Arâbiyyah Li Ghair al-‘Arab,
Ma’had al-Khartum al- Dauly, Khartoum – Sudan, 1978 M.
al-Qâsimî, Ali Mahmud, al-Ittijâhât al-Hadîtsah fi Ta’lîm al-Lughah al-Arabiyyah li
al-Nâthiqina bi al-Lughat al-Ukhrâ, Jâmiat al-Riyâdh , Riyâdh, 1979.
Ismâîl, Nabîh Ibrâhîm, al- Usus al-Nafsiyyah li Ta’lîm al-Lughah al-’Arabiyyah li
Ghair al-Nâthiqîna bihâ, Kairo: Maktabah al-Anglo.
Khurmâ, Naif dan Ali al-Hâjjâj, al-Lughat al-Ajnabiyyah Ta’lîmuha wa
Ta’allumuhâ, Kuwait, "Alam al-Ma'arif, 1988.
Ma’had al-Ulum al-Islamiyyah wa al-’Arabiyyah, al-Muwajjih, Edisi.1, Jakarta ,
1988.
Shini, Mahmûd Ismâîl, al- Taqâbul al-Lughawi wa Tahlîl al-Akhtâ', Jâmiat al-
Riyâdh, 1399 H.
Thu’aimah, Rusydî Ahmad, Ta’lim al-‘Arabiyyah Li Ghair al- Nathiqina Biha,
Rabâth, ISESCO, 1989
12
Penelitian Ringkasan
Fakta menunjukkan bahwa dalam mengajar bahasa Arab, Indonesia masalah yang
menghambat pencapaian tujuan yang diinginkan. Salah satu tujuan penggunaan bahasa
Arab secara intensif di banyak bidang kehidupan. Tampilan masalah ini dalam kondisi
fasilitas dalam pengajaran bahasa Arab masih agak sedih, karena tidak ada arah dan
tujuan, bahan dan sistem dan metode evaluasi dan guru untuk mengajarkan bahasa Arab
pada jumlah yang kita dapat membuat pengajaran bahasa Arab lebih efektif.
Perlu dicatat bahwa kurikulum bahasa Arab sangat membutuhkan revisi dan
pengembangan perubahan garis dan kebutuhan data masyarakat dan usia. Mengandalkan
kurikulum yang ada membuat mencapai tujuan pengajaran bahasa Arab sulit dipahami.
Tampaknya, bagaimanapun, bahwa lulusan di sekolah menengah atau sekolah Islam
yang tinggi fasih bahasa Arab membaca dan mendengarkan, serta kemahiran dalam
berbicara dan menulis dengan pengecualian dari sejumlah kecil sekolah lulusan internal
yang Muslim (pesantren) atau yang disebut nama "Albasantren".
Kami Msiso hari kebutuhan akan guru berkualitas dalam pengajaran bahasa Arab. Dan
guru yang berkualitas harus mempertimbangkan hal-hal berikut: cocok bahan pikiran
murid, dan cara yang efektif untuk mengajarkan materi, dan kondisi psikologis siswa
menerima materi.
Di sisi lain bahwa pengajaran bahasa Arab sering di lingkungan yang berlaku untuk itu,
dengan pengecualian mengajar bahasa Arab di Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan
Arab (LIPIA), dan Islam lembaga T menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa
pengantar. Kami menderita masalah berat dalam menyediakan lingkungan Maret yang
baik Arab di mana orang-orang Arab dalam semua kegiatan mereka di mana يفقدهمbentuk
linguistik yang terus Ikldonh, seperti belajar bahasa seperti yang kita tahu di mana
keberhasilan tergantung pada ketersediaan bentuk yang baik yang menangkap
pembelajar bahasa dia dan mengikuti jejaknya.
Selain itu, fenomena peradaban Barat, termasuk bahasa Inggris telah menang dalam
jaringan televisi Indonesia bahkan dalam kata-kata bahasa Inggris yang paling umum
digunakan di kalangan anak muda dari kata-kata Arab
13