Professional Documents
Culture Documents
َ ضل ْل فَالَ َهاد ُ ْ َ َ ُ ّ إ ّن احْلَ ْم َد للَّه حَنْ َم ُدهُ َونَ ْستَعْينُهُ َونَ ْسَت ْغف ُرهُ َونَعُ ْوذُ باهلل م ْن ُش ُر ْو ِر أَْن ُفسنَا َو َسيّئَات أ َْع َمالنَا َم ْن َي ْهده اهللُ فَالَ ُم
ُحُمَ ّم ًدا َعْب ُدهُ َو َر ُس ْولُه
.ان إِىَل َي ْوِم ال ّديْن ٍ اَللهم صل وسلّم على حُمَم ٍد وعلى آلِِه ِوأَصحابِِه ومن تَبِعهم بِِإحس
َ ْ ْ َُ ْ َ َ َ ْ ََ ّ َ ْ َ َ َّ ُّ
ِ ِ ِ ِ
يَاأَيّ َها الّ َذيْ َن َآمُن ْوا اّت ُقوا اهللَ َح ّق ُت َقاته َوالَ مَتُْوتُ ّن إالّ َوأَْنتُ ْم ُم ْسل ُم ْو َن
ث ِمْن ُه َما ِر َجاالً َكثِْيًرا َونِ َساءً َواّت ُقوا اهللَ الَ ِذي تَ َساءَلُْو َن بِِه َواْأل َْر َح َام إِ ّن اهللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِْيبًا ّ َاح َد ٍة َو َخلَ َق ِمْن َها َز ْو َج َها َوب ِسو ِ ِ
َ ٍ اس اّت ُق ْوا َربّ ُك ُم الّذي َخلَ َق ُك ْم م ْن َن ْف ُ َيَاأَيّ َها الن
… أ َّما َب ْع ُد،صلِ ْح لَ ُك ْم أ َْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْرلَ ُك ْم ذُنُ ْوبَ ُك ْم َو َم ْن يُ ِط ِع اهللَ َو َر ُس ْولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْو ًزا َع ِظْي ًما ِ ِ
ْ ُيَاأَيّ َها الّذيْ َن َآمُن ْوا اّت ُقوا اهللَ َو ُق ْولُْوا َق ْوالً َسديْ ًدا ي
ضالَلَِة يِف النّا ِر ٍ ٍ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َو ُك ّل،ًضالَلَة َ َو ُك ّل حُمْ َدثَة بِ ْد َعةٌ َو ُك ّل بِ ْد َعة، َو َشّر اْأل ُُم ْو ِر حُمْ َدثَا ُت َها،صلّى اهلل َعلَْيه َو َسلّ َم َ ى حُمَ ّمد ُ َو َخْيَر اهْلَْدى َه ْد،اب اهلل ُ ََص َد َق احْلَديْث كت ْ فَأ ّن أ
Ibadallah,
Hadist yang mulia ini berisi tiga wasiat agung yang mengumpulkan semua kebaikan. Barang siapa
yang memahaminya dan mengamalkannya, niscaya mendapatkan semua kebaikan di dunia dan
di akhirat.
Wasiat pertama : Wasiat untuk mendirikan shalat, memperhatikan dan melaksanakannya dengan
baik.
Wasiat ketiga : Ajakan memiliki sifat qonaah dan menggantungkan hati hanya pada AllahAzza wa
Jalla.
Dalam wasiat pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru bagi orang yang memulai
pelaksanaan shalat supaya melaksanakannya seperti shalat orang yang berpamitan (terakhir kali).
Sudah dimaklumi orang yang akan berpisah akan membahas panjang lebar perkataan dan
perbuatan yang tidak dapat dilakukan orang lain. Ini sudah dikenal pada perjalanan dan
perpindahan mereka. Orang yang berpindah dari sebuah negeri dengan harapan kembali lagi
berbeda keadaannya dengan orang yang berpindah dengan tidak berharap kembali lagi. Orang
yang berpamitan akan membahas panjang lebar yang tidak dilakukan orang lain.
Apabila seorang hamba shalat dengan mengingat sholatnya tersebut shalat terakhir dan merasa
tidak akan pernah shalat lagi, maka dia akan bersungguh-sunguh mengerjakannya, memperbagus
pelaksanaannya dan melakukan ruku’, sujud atau kewajiban dan sunnah-sunnah shalat lainnya
dengan seksama.
Oleh karena itu, hendaknya setiap Mukmin untuk mengingat wasiat ini pada setiap shalat yang
dikerjakannya. Mengingat shalat orang yang berpamitan dan merasakan didalamnya inilah shalat
yang terakhir, tidak ada lagi shalat setelahnya. Apabila merasakan hal itu, maka perasaan
tersebut akan membawa perbaikan dalam pelaksanaan dan kesempurnaannya.
Wasiat yang kedua: adalah wasiat untuk menjaga lisan. Sesungguhnya lisan sesuatu yang paling
berbahaya yang ada pada manusia. Perkataan itu apabila belum diucapkan, masih dalam
kekuasaan pemiliknya. Apabila perkataan itu telah keluar diucapkan dari lisan seseorang, maka
perkataan tersebut menguasai pemilikinya dan harus sabar menanggung akibat dari perkataan
yang diucapkannya tersebut. Oleh karenanya Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَل تَ َكلَّ ْم بِكَاَل ٍم َت ْعتَ ِذ ُر ِمْنهُ َغ ًدا
“Janganlah mengatakan suatu perkataan yang membuatmu meminta maaf keesokan harinya”.
Dalam wasiat Nabi kepada Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
يَا نَيِب َّ اهلل! َوإِنَّا:ت
ُ َف ُق ْل،ك َه َذا
َ ف َعلَْي َ َ ق،َخ َذ بِلِ َسانِِه
َّ ُك:ال َ يَا نَيِب َّ اهلل! فَأ، َبلَى:ت
ِ َ ِأَاَل أُخرِب َك مِبِاَل ِك َذل
ُ ك ُكلِّه؟ ُق ْل ُْ
اخ ِر ِه ْمِ َوه ِهم ـ أَو علَى من ِ
َ َ ْ ْ َّاس يِف النَّا ِر َعلَى ُو ُج َ ب النُّ ك يَا ُم َعاذُ! َو َه ْل يَ ُك َ ثَ ِكلَْت:ال
َ ك أ ُُّم َ اخ ُذو َن مِب َا َنتَ َكلَّ ُم بِِه؟ َف َق
َ لَ ُم َؤ
صائِ ُد أَلْ ِسنَتِ ِه ْم
َ ـ إِاَّل َح
Maukah engkau aku beritahukan sesuatu (yang jika engkau laksanakan) dapat menguasai semua
itu ? Saya berkata : Mau ya Rasulullah. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang
lisannya lalu bersabda: Jagalah ini. Saya berkata: Ya Nabi Allah, apakah kita akan dihukum juga
atas apa yang kita bicarakan ? Beliau bersabda: Ah kamu ini, adakah yang menyebabkan
seseorang terjungkal di atas wajahnya atau di atas hidungnya di neraka selain buah dari yang
diucapkan oleh lisan-lisan mereka. (HR. Ahmad dan at-Turmudzi).
Lisan mempunyai bahaya yang begitu jelas dan telah ada sebuah hadist yang shahih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
berisi ajakan untuk mengintropeksi diri dari semua yang diucapkan dengan menimbang – nimbang
apa yang akan diucapkan. Jika terdapat kebaikan maka dia ucapkan, jika terdapat keburukan
maka dia menahannya dan jika yang akan dia ucapkan sesuatu yang meragukan tidak tahu
apakah kejelekan atau kebaikan, hendaknya dia menahan lisannya sebagai bentuk kehati-hatian
dari perkara yang meragukan sampai menjadi jelas. Oleh karena itulah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ِ ِ ِ من َكا َن ي ْؤ ِمن بِاهلل
ت ْ َوالي ْوم اآلخ ِر؛ َف ْلَي ُق ْل َخْيًرا أ َْو لي
ْ ص ُم َ ُ ُ َْ
“Barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik atau diam.” (HR. al-
Bukhari dan Muslim).
Ironisnya, kebanyakan manusia tidak sadar telah menjerumuskan diri mereka pada perkara yang
besar, hanya disebabkan sebuah perkataan lisan yang mereka anggap remeh. kemudian ucapan
mereka itu mengakibatkan dampak buruk pada kehidupan dunia dan akhirat mereka. Orang yang
berakal tentunya akan menimbang dan menjaga semua perkataannya dan tidak berkata kecuali
sebagaimana yang disabdakan Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan perkataan
yang tidak menuntutnya untuk beralasan darinya.
Dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam « »ب َكاَل ٍم َتعْ َت ِذ ُر ِم ْن ُه َغ ًداmengandung dua makna. Makna
yang pertama meminta maaf dihadapan Allah Azza wa Jalla kelak, atau yang kedua, meminta
maaf pada manusia langsung ketika mereka menuntutmu akibat dampak dari perkataan dan
ucapanmu.
Makna yang pertama ini mempunyai hubungan yang kuat dengan perkara sholat. Sebab dengan
alasan apa yang disampaikan orang yang lalai dalam shalat kepada Rabb-Nya kelak (diakherat),
padahal shalat adalah perkara yang pertama kali dihisab darinya.
، أَُق ْو ُل َما تَ ْس َمعُ ْو َن،الذ ْك ِر احلَ ِكْي ِم
ِّ ات و ِ ِ ِ ِ ِ مِب ِ آن ِ
َ َ َو َن َف َعيِن َوإيَّا ُك ْم َا فْيه م َن اآلي،العظْي ِمَ بَ َار َك اهللُ يِل ْ َولَ ُك ْم يِف ال ُق ْر
.الر ِحْي ُم ِ ِ ْ َ ف،ب ٍ ْالع ِظْيم يِل ولَ ُكم ولِسائِِر املسلِ ِمنْي َ ِم ْن ُك َّل َذن ِ وأ
َ اسَت ْغف ُر ْوهُ؛ إنَّهُ ُه َو الغَ ُف ْو ُر ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ ََسَت ْغف ُر اهلل ْ َ
Khutbah Kedua:
َّ َوأَ ْش َه ُد أ،ُب لَنَا ِس َواه ِ
َن َسيِّ َدنَا َّ َواَل َر،ُك لَه َ ْ َوأَ ْش َه ُد أَ ْن اَل إِلَهَ إِاَّل اهللُ َو ْح َدهُ اَل َش ِري،ُاَحْلَ ْم ُد للَّ ِه مَح ْ ًدا اَل ُمْنَت َهى لَه
.ُص ْحبِ ِه َو َم ِن ْاهتَ َدى هِب ُ َداه ِِ ِ ِ ونَبَِّينا حُم َّم ًدا عب ُده ورسولُه و
َ صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َعلَى آله َو َ ،ُصفيُّهُ َوجُمْتَبَاه َ َ ُ ْ ُ َ َ ُ َْ َ َ َ
:أ ََّما َب ْع ُد
ِ ِ
.َّج َوى ْ َو َراقُب ْوهُ يِف السِّر َوالن،الت ْق َوى َ فَ َّات ُق ْوا اهللَ َح َّق
Ibadallah,
Wasiat yang ketiga : Berisi ajakan untuk bersifat qonaah, menggantungkan hati pada Allah
semata dan tidak berharap sama sekali dari semua milik orang lain.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
أس مِم َّا يِف يَ َد ِي النَّاس ِ
َ ََوأَمْج ِع الي
“berputus asa lah terhadap apa yang ada di tangan manusia.”
Pengertiannya: Teguhkan hatimu, berazam dan bertekad untuk tidak berharap dari semua milik
orang lain. Sehingga tidak berharap sesuatu dengan bersandar kepada mereka, namun
berharaplah hanya pada Allah Azza wa Jalla semata. Jika dengan perkataanmu, tidak meminta
kecuali hanya pada Allah Azza wa Jalla, begitu juga hendaknya dengan perbuatanmu tidak
berharap kecuali hanya pada Allah Azza wa Jallasaja.
Shalat itu merupakan sarana penghubung antara engkau dan Rabb-mu. Shalat itu merupakan
faktor terbesar yang dapat menolongmu mewujudkan hal ini.
Siapa yang tidak berharap sama sekali dari yang dimiliki orang lain, maka dia hidup tentram dan
mulia. Siapa yang bergantung kepada milik orang lain, maka dia akan hidup gelisah dan terhina.
Barang siapa hatinya bergantung pada Allah Azza wa Jalla dengan tidak berharap, memenuhi
kebutuhannya dan bertawakkal hanya kepada Allah Azza wa Jalla, maka Allah Azza wa
Jalla akan mencukupinya di dunia dan di akhirat.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
ٍ
ُس اللَّهُ بِ َكاف َعْب َده
َ أَلَْي
Bukan kah Allah yang mencukupi hambanya (Az-Zumar/39 : 36).
juga berfirman:
ِ
َُو َم ْن َيَت َو َّك ْل َعلَى اللَّه َف ُه َو َح ْسبُه
“Barangsiapa bertawakal pada Allah maka Dia akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq/65:3)
Semoga Allah memberi kita taufik untuk melaksanakan tiga wasiat tersebut