Professional Documents
Culture Documents
KARYA ILMIAH
Oleh
Nama : Nyoman Dian Agus Pramana Sangging
NIM : 041836221
Email : diansangging@gmail.com
Kata Kunci: Hak servituut; Ketersediaan tanah; Perlindungan hukum; Sengketa akses jalan.
ABSTRACT
Keywords : Availability of land; Hak servituut; Legal protection; Road access disputes.
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bagi rakyat Indonesia tanah memiliki arti yang multi dimensial. Pertama, dari faktor
ekonomi, tanah ialah media produksi yang bisa mendatangkan kemakmuran. Kedua dengan
cara politis tanah bisa memastikan posisi seorang dalam pengumpulan ketetapan di masyarakat.
Ketiga, tanah sebagai budaya, tanah mampu memastikan tinggi rendahnya tingkatan sosial dari
pemiliknya. Terakhir, tanah berarti sakral sebab berhubungan dengan waris serta masalah-
masalah transendental.
Dewasa ini tanah tidak hanya dipakai sebagai tempat bermukim akan tetapi tanah pula
mempunyai nilai serta peranan yang amat penting untuk manusia. Karena tanpa tanah individu
tidak bisa hidup serta mendirikan bangunan dan melaksanakan aktivitasnya sehari-hari. Tanah
adalah modal yang amat bernilai untuk kehidupan manusia. Pada dasarnya tanah mempunyai
dua (2) peranan. Yang pertama tanah sebagai fungsi penciptaan yang maksudnya tanah sebagai
objek yang berharga ekonomis serta yang kedua sebagai fungsi nonproduksi yang maksudnya
tanah mempunyai artireligio-magis serta pula tanah bisa disebut sebagai modal alami penting
dalam aktivitas pertanian serta peternakan.
Tingginya laju kemajuan masyarakat disuatu kawasan senantiasa diikuti pula dengan laju
kemajuan permukiman. Saat kemajuan permukiman yang terus menerus melambung pastinya
akan membuat tingginya tekanan terhadap ketersediaan tanah serta akan diikuti dengan
manajemen yang tidak teratur. Dengan adanya kemajuan jumlah masyarakat yang kian
melambung, menjadikan tanah memberikan arti amat penting untuk keberlangsungan hidup
individu.
Manusia tidak hanya makhluk perseorangan yang maknanya tidak terurai ataupun tidak
terpisah antara jiwa serta jasmani tapi manusia pula adalah insan sosial yang memerlukan orang
lain serta diperlukan oleh orang lain dalam kehidupan. Sebab hidup bersama merupakan kodrat
manusia, jauh sebelum peradaban manusia itu dimulai. Kondisi itu dijalani untuk menjaga
eksistensi atau bahkan untuk menaikkan kualitas hidup. Sehingga ia akan berbaur dengan orang
lain untuk membuat kelompok-kelompok dalam rangka melengkapi keinginan serta tujuan
hidup. Dan dalam hidup berkelompok itu sering-kali manusia membuat tempat bermukim
saling berdampingan. Tidak bisa dibantah walaupun orang disebut sebagai insan sosial, adakala
pula terjadi gesekan dan bentrokan antara individu yang satu dangan individu yang lainnya
terutama dalam hal tanah. Karena manusia tidak akan pernah terbebas dari yang namanya
kepentingan pribadi (private interest), terutama perihal tanah. Yang mana sering-kali pemilik
tanah yang satu tidak memberikan akses jalan terhadap pemilk tanah yang lainnya.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari Isu hukum yang diteliti adalah :
1. Bagaimana penyelesaian sengketa kepemilikan tanah yang tidak mendapat jalan?
2. Bagaimana pertanggungjawaban BPN terhadap hak milik yang tidak mendapat akses jalan
dan perlindungan hukumnya?
Kajian Pustaka
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, yang tidak diiringi oleh ketersediaan
tanah yang relative tetap. Pertumbuhan penduduk juga dihadapkan pada ketersediaan akses
yang memadai demi keberlangsungan hidup, terutama dalam hal ini adalah ketersediaan akses
jalan. Di masa depan, ketersediaan akses jalan sangat vital bagi perkembangan di masyarakat.
Apabila hal ini tidak di atur secara tertib dan cermat, tentunya kedepan akan menimbulkan
sengketa. Sengketa tanah merupakan sengketa yang muncul karena adanya konflik kepentingan
atas tanah. Sengketa tanah sudah ada sejak lama, dari era orde lama, orde baru, era reformasi
dan hingga saat ini. Sengketa dan juga konflik pertanahan menjadi masalah pelik dan bersifat
klasik. Hal ini sudah berlangsung dalam puluhan tahun serta kerap tampak dimana-mana.
Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN dalam hal ini sebagai perpanjangan tangan dari
pemerintah, memiliki kewajiban untuk meluruskan apa yang menjadi tujuan dari pembangunan
masyarakat Indonesia ke depannya sehingga sengketa atas tanah dapat berangsur-angsur
berkurang.
Tujuan penelitian
Tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah agar setiap orang ataupun masyarakat dapat
mengetahui apa saja yang dapat dilakukan atau perlindungan hukum apa yang dapat diterima
apabila mendapatkan permasalahan mengenai akses jalan.
Metode Penelitian
Pada karya ilmiah ini, teknik penelitian yang dipakai ialah Yuridis Normatif. Yuridis normatif
lebih mengutamakan materi hukum yang berupa perundang-undangan sebagai dasar dalam
pembuatan karya ilmiah ini. Yuridis normatif merupakan pendekatan yang digunakan
berdasarkan doktrin-doktrin ataupun asas-asas dalam teori-teori ilmu hukum, serta perundang-
undangan yang berkaitan dengan penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hak pengabdian karang adalah hak yang ada pada tiap penghuni / pemilik tanah agar
mendapat akses jalan untuk pergi masuk ke dalam pekarangan, mendapat air bersih,
memperoleh penerangan dan pemandangan. Empat hal penting itu menjadi bersifat konstitutif,
maksudnya adalah hak pengabdian karang merupakan hak konstitusional (dijamin dalam
undang-undang) tiap warga negara yang tidak bisa dirampas oleh pemilik tanah yang
mengurung tanah enclave. Hal seperti ini sudah diatur secara jelas oleh berbagai praktek
peradilan di Indonesia yang “menghidupkan” kembali lembaga hukum yang bernama
“Pengabdian Karang” yang dalam sebutan ketetapannya dikenal dengan hak servituut. Keadaan
ini pula diatur dengan jelas dalam Pasal 667 serta 668 KUHPerdata. Berlandaskan paparan pada
ketentuan Pasal 667 serta 668 KUHPerdata itu diatas, pemilik tanah yang tertutup atau
terkurung dalam memperoleh akses jalan mempunyai hak menuntut pada pemilik tanah yang
menutupnya agar diberikan akses jalan keluar. Dalam hal ini mengenai jalan keluar itu
dibuatkan/diadakan pada bagian pekarangan ataupun pada bagian bidang tanah yang terdekat
dengan jalan ataupun selokan umum. Dengan begitu pemberian jalan keluar atau dalam hal ini
akses menuju jalan umum itu tidak mengakibatkan kerugian besar, tetapi hanya akan
mengakibatkan kerugian yang sekecil-kecilnya bagi pemilik tanah.
Ketentuan yang terkait larangan menutup ataupun mengurung pekarangan sehingga
mengakibatkan tidak terdapatnya akses dari jalan umum, hanya ada pada Pasal 13, Pasal 31,
serta Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 yang menyatakan bahwa pemberian
HGU, HGB, ataupun HP tidak boleh mengakibatkan tertutupnya akses jalan bagi tanah yang
diberikan haknya itu sebaliknya peraturan tersebut belum mengatur secara jelas untuk tanah
yang statusnya Hak Milik.
Secara tegas para penggagas bangsa sudah secara bijaksana merumuskan hak-hak atas
tanah seperti mana diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA). Pada Pasal 6 UUPA
ditegaskan bahwa “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Keadaan ini berarti bahwa
segala hak atas tanah termasuk didalamnya ialah Hak milik, tidak dibenarkan jika dipergunakan
hanya untuk kebutuhan pribadinya saja, apalagi bila hal itu mengakibatkan kerugian bagi
masyarakat di sekelilingnya. Ketentuan Pasal 6 UUPA dan uraiannya memang tidak menata
secara rinci serta jelas mengenai pengabdian pekarangan, akibatnya ketika masalah pengabdian
pekarangan timbul Majelis Hakim seringkali harus melakukan penafsiran hukum lebih lanjut.
Prosedur penanganan sengketa terhadap akses jalan, sudah diakomodir oleh ATR/BPN yang
nantinya diharapkan sebagai jalan keluar terbaik bagi pihak-pihak yang bersengketa.
Hukum positif menyangkut ketentuan pengabdian pekarangan hingga saat ini masih jauh
dari apa yang diinginkan meskipun UUPA sudah laih hampir satu abad lamanya. Situasi tersebut
harusnya menjadi evaluasi bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk merancang
suatu aturan yang lebih terperinci mengenai pengabdian pekarangan. Selama ini pengaturan
terkait pengabdian pekarangan masih amat kurang, alhasil pengaturan tentang kepentingan
seseorang terkait pengabdian pekarangan terutama pemberian akses jalan terhadap bidang tanah
ter”isolasi”, hanya berupa pertimbangan serta kebijakan saja. Pada masing-masing Kantor
Pertanahan implementasi pengaturan inipun bisa berlainan lantaran sifatnya berupa
pertimbangan serta kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Andy, Hartanto. (2015). Panduan lengkap Hukum Praktis: Kepemilikan Tanah. Surabaya:
Laksbang Justitia.
Safira, M.E (2017). Hukum Perdata, Ponorogo : CV.Nata Karya.
Zumrokhatun, S & Syahrizal, D (2014). Undang-undang agraria & aplikasinya, Jakarta :
Dunia Cerdas.
Fatimah, S. (2019, April). Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Rumah Atas Akses Jalan
Yang Tertutup Oleh Rumah Tetangga. Universitas Jember.
Wirandhana, E (2017, Agustus). Tinjauan Hukum Hak Servituut Jika Melintasi Tanah Milik
Orang Lain. Universitas Sam Ratulangi
Limbong, Benhard. (2015). Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Jakarta Selatan:
Margaretha Pustaka.
Dakhriawan, Sawal (2014), ‘Tinjauan Yuridis Pengabdian Pekarangan sebagai Fungsi Sosial
dalam rangka Pendaftaran Tanah (Studi di Kantor Pertanahan Kota Makassar)’, Skripsi
pada Program Diploma IV Pertanahan, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
Supriyanto, (2013). Implementasi Kebijakan Pertanahan Nasional, Purwokerto : Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Halim, Ridwan, (1983), Pencegahan dan Penyelesaian Sengketa Pekarangan dalam Hukum
Tetangga menurut KUHPerdata dan Peraturan Bangunan Jakarta, Jakarta : Ghalia
Indonesia.
Hakim, Amrie, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5038bd0a38584/definisi-hak-
servituut-%28pengabdian-pekarangan%29-danpenerapannya, diakses pada 10
November 2022, 20.40 WITA.
Peraturan perundang-undangan